11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
1.2 Kajian Pustaka Kajian Pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal, paper, artikel, skripsi, tesis, disertasi dan karya ilmiah yang dikutip dalam penulisan proposal. Semua referensi yang tertulis dalam kajian pustaka harus dirujuk di dalam skripsi ( Hermana, 2003 : 46) Dalam
penelitian
diperlukan
langkah-langkah
peninjauan
terhadap
kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber yang jelas dan pasti dengan permasalahan yang diangkat. Adapun acuan yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu : 1. Septiawan( 2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Kakawin Udayana Mahā Widya Sebuah Kajian Strukturalisme Dinamik” . Dalam Penelitian ini Septiawan membahas struktur naratif Kakawin Udayana Mahā Widya dengan menggunakan sekuen-sekuen naratif. Adapun penelitian ini dijadikan kajian pustaka, karena pembahasan mengenai struktur naratif dengan menggunakan sekuen-sekuen naratif dalam penelitian tersebut akan digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini. 2. Suprapta (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Kakawin Karnantaka Analisis Semiotik”. Dalam penelitian ini membahas struktur formal dan naratif serta membahas makna yang terkandung di dalam kakawin karnantaka 10
11
3. dengan menggunakan teori semiotik. Adapun penelitian ini dijadikan kajian pustaka, karena pembahasan mengenai struktur formal dan struktur naratif dari penelitian tersebut akan digunakan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini.
Serta dalam peroses penentuan makna, Ari Suprapta terlebih
dahulu menganalisis matriks dan model dari Kakawin Karṇnāntaka. Di mana matriks adalah pusat makna karya sastra, sedangkan model sebagai aktualisasi pokok dari matriks. Hingga dengan dengan ditemukannya matriks dan model maka sebuah karya sastra akan sampai pada tahap penciptaan makna. Model kajian semiotik dari Ari Suprapta tersebut akan digunakan dalam penelitaian ini. Kedua peneliti tersebut sama-sama menggunakan pendekatan semiotik pandangan Rifattere. Di mana dalam penelitian di atas menentukan matriks yang menjadi pusat makna karya sastra, model, serta penciptaan makna (creating of meaning). Hal ini sangat relevan dengan proses analisis KDS baik dari struktur, proses pemaknaan, serta makna yang terkandung dalam KDS ini. 4. Suarka (2009). Buku ini memuat tentang telaah sastra kakawin yang di dalam isinya membahas mengenai struktur formal kakawin meliputi guru dan lagu, wretta
dan
matra,
gana
dan
canda,
baris/larik/carik,
bait/pada;
pupuh/sargah, dan juga alamkara. Sedangkan struktur naratif meliputi satuansatuan naratif seperti rangkaian dari perundingan (mantra), utusan (duta), keberangkatan pasukan (prayana), pertempuran (aji), kemenangan sang pahlawan (nayakabhyudaya), pujian pada sang pahlawan (nayaka); lukisan
12
alam baik alam pegunungan (saila), laut (arnawa) maupun kota (nagara); musim
(rtu);
terbitnya
bulan
(candrodaya);
permainan
baik
di
tama(udyanakrida);maupun permaian di air (salilakrida); ajaran tentang dharma (dharma sastra) dan artha(artha sastra); percintaan baik berupa rasa asmara (srenggararasa) , cinta penuh birahi ( sambhogasrenggara), maupun kesediaan akibat cinta (vipralambha) ; serta akhir yang menyenangkan (ridhmat). Adapun buku ini dijadikan kajian pustaka, karena isi dari buku tersebut akan digunakan sebagai isi perbandingan dalam penelitian ini. 2.2 Konsep Konsep adalah istilah atau simbol yang menunjuk pada suatu pengertian tertentu. Konsep juga berarti sesuatu yang abstrak tetapi menunjuk pada sesuatu yang jelas (Gulo, 2002: 8). Landasan Konsep dalam penelitian ini memuat uraian sistematis tentang pemikiran yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Penulis mencari konsep-konsep yang relevan dengan variabel-variabel yang menjadi topik penelitian ini, sehingga diperoleh pemahaman yang komprehensif terhadap permasalahan yang dikemukakan. Mengenai penelitian tentang Kakawin Darma Sawita maka konsep yang dikemukakan adalah sebagai berikut :
2.2.1 Kakawin Kakawin adalah nyanyian tradisional yang terikat oleh guru laghu, yaitu aturan letak matra pada tiap-tiap wrĕtta ( suku kata) yang ditentukan sesuai dengan
13
metrum ( wirama ) yang digunakan dalam kesatuan pupuhnya. ( Sugriwa, 1978 : 12). Sedangkan menurut Suarka (2009 : 1) kakawin merupakan salah satu jenis karya sastra Jawa Kuna yang berbentuk puisi yang diikat oleh aturan metrum guru lagu, sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuna. Istilah kakawin berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kata kawi. Pada mulanya, dalam bahasa Sansekerta, kata kawi berarti “ seseorang yang mempunyai pengertian luar biasa, seseorang yang dapat melihat hari depan, orang bijak. 2.2.2 Dharma Dharma adalah tata cara atau tingkah laku yang ditentukan oleh adat, kewajiban, keadilan, kebajikan, kebaikan, adat sopan santun, agama, pekerjaan baik (Zoetmulder, : 1985:197). Dharma dalam Ajaran agama Hindu juga berarti kebaikan dan kebenaran.
2.2.3 Sawita Sawita berarti matahari ( Zoetmulder, 2011 : 1061). Matahari identik dengan sinar, cahaya atau kecemerlangan. Jadi Dharma Sawita dapat diartikan sebagai ajaran yang dapat menuntun menuju “kecemerlangan”. Namun di dalam Kakawin Dharma Sawita, kata Dharma Sawita adalah seorang tokoh yang diceritakan di dalam kakawin ini.
14
2.2.4 Rasa Kata rasa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari urat kata ras yang berarti merang; menangis; berteriak, bergema, dan berkumandang (Astra, 2001:348). Kata rasa dalam bahasa Jawa Kuno memiliki banyak arti : yaitu, (1) air (getah) tumbuhtumbuhan, air (sari) buah; rasa. (2) perasaan, pendapat maksud, (3) inti sari, isi (esensial), substansi, makna, pokok isi, arti. (4) bagaimana seterusnya ada, disposisi atau kondisi nyata (5) berkata secara demikian, seolah-olah, seakan-akan (Zoetmulder, 1995:926). Walau demikian beragam arti kata rasa itu, tetapi arti dasar kata rasa adalah rasa, yakni yang dikecap oleh lidah bila orang menyantap sesuatu (Sukayasa, 2007: 4 ). Rasa dalam arti selera ini disebut pula rasa bhoga, yaitu rasa makanan. Dalam Wrehaspati Tattwa, disebutkan ada enam jenis rasa bhoga yang disebut dengan sadrasa yaitu, Lawana artinya asin, amla artinya asam, katuka artinya pedas, kasaya artinya sepat, madhura artinya manis, dan tikta artinya pahit (Sukayasa, 2007:4). Landasan Teori
Dalam suatu disiplin ilmu pengetahuan, istilah teori memang sudah tidak asing. dapat dianggap sebagai suatu bumbu sedangkan pengetahuan adalah masakan. Secara umum, yang dimaksudkan dengan teori adalah suatu sistem ilmiah atau pengetahuan sistematik yang menetapkan pola pengaturan hubungan antara gejala-
15
gejala yang diamati. Teori berisi konsep atau uraian tentang hukum-hukum umum suatu objek ilmu pengetahuan dari sudut pandang tertentu. Sedangakan teori sastra adalah studi prinsip, kategori, kriteria yang dapat diacu dan dijadikan titik tolak dalam telaah di bidang sastra ( Rokhmansyah, 2014:3). Pada bagian ini akan dibahas beberapa teori yang mendukung penelitian ini. Teori-teori dimaksud dipaparkan sebagai berikut :
2.3.1
Teori Struktur Analisis Struktur merupakan satu langkah atau alat dalam proses pemberian
makna dalam kajian ilmiah. Langkah tersebut tidak boleh dimutlakkan dan juga ditiadakan atau dilampaui ( Teeuw,1984:154). Analisis struktur bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, sedetail, seteliti, dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir-anasir dan asperk karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw, 1984: 135). Dalam sebuah penelitian, khususnya dalam meneliti sebuah karya sastra kakawin. Tidak akan dapat dilepaskan dari teori struktur. Karena setiap karya sastra kakawin tentu memiliki struktur sebagai dasar di dalam pembentukannya. Unsur- unsur yang dan kesatuan yang membangun teks Kakawin Dharma Sawita akan dianalisis menggunakan teori struktur. 2.3.2
Teori Semiotik Semiotik atau ada yang menyebut dengan semiotik berasal dari kata Yunani
semion yang berarti “tanda”. Semotik merupakan ilmu yang mempelajari sederetan
16
luas
obyek-obyek,
peristiwa-peristiwa,
seluruh
kebudayaan
sebagai
tanda.
(Rokhmansyah, 2014:93). Sedangkan Teeuw (1984: 6) mendefinisikan semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi dan kemudian disempurnakannnya menjadi model sastra yang mempertanggungjawabkan semua faktor dan aspek hakiki untuk pemahaman gejala susastra sebagai alat komunikasi yang khas dalam suatu masyarakat. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia, artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita lihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna. Berdasarkan pendapat tersebut pada hakekatnya ilmu ini lahir bersamaan oleh dua orang ahli, yakni Ferdinand de Saussure dan Charles Sander Pierce. Semiotika atau istilah lainnya, yakni semiologi yang merujuk pada Ferdinand de Saussure melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk dan makna. Kaitan keduanya diistilahkan dengan signifiant „penanda‟ dengan signife „petanda‟. Dengan demikian, de Saussure melihat tanda sebagai suatu yang menstruktrur dan terstruktrur dalam kognisi manusia, sehingga disebut sebagai kaum struktruralis. Segala yang ada dalam kehidupan kita dilihat sebagai “bentuk” yang mempunyai makna. Konsep beliau sering dinamakan dikotomis (Hoed, 2008:3). Analisis yang akan diterapkan dalam menganalisis teks KDS menggunakan teori semiotik pandangan Riffatere. Semiotik model Riffaterre mengemukakan metode pemaknaan yang khusus, yaitu dengan memberi makna karya sastra sebagai sistem tanda-tanda, istilahnya memproduksi makna tanda-tanda (Ratih, 2016:5). Kata
17
kunci atau intisari dari serangkaian teks dalam memproduksi makna tanda-tanda dapat dicari keberadaannya melalui matriks. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia „matriks‟ berarti „kerangka atau bagan‟ (2005:724). Matriks merupakan konsep abstrak yang tidak pernah teraktualisasi dan tidak muncul dalam teks. Matriks dapat berupa kata, frase, klausa, atau kalimat sederhana. Aktualisasi pertama dari matriks adalah model yang dapat berupa kata atau kalimat tertentu. Model ini kemudian diperluas menjadi varian-varian sehingga menurunkan teks secara keseluruhan. Ciri utama model adalah sifat puitisnya. Jadi, jika matriks merupakan motor penggerak derivasi tekstual, maka model adalah pembatas derivasi tersebut. Matriks senantiasa terwujud dalam bentuk-bentuk varian yang ditentukan oleh model sebagai aktualisasi pertama matriks (Ratih, 2016:7). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan teori semiotik pandangan Riffatere, yaitu penggantian arti (displacing of meaning) yang muncul ketika tanda-tanda berpindah dari satu arti ke arti yang lain,
ketika satu kata
menggantikan kata yang lain, sebagaimana metafora dan metonimi. Kemudian penyimpangan arti (distorting of meaning) yang terjadi akibat ambiguitas, kontradiksi, dan nonsence. Dan selanjutnya penciptaan arti (creating of meaning) ditentukan oleh satu organisasi prinsip untuk tanda-tanda di luar item lingustik (Riffaterre, 1978:2). Ciri khas dari puisi adalah kesatuannya, yakni satu kesatuan, baik dari formal maupun semantik (Rifaterre, 1978:2-3). Dalam hal ini, KDS dilihat dari kesatuannya, baik dari segi tataran formal, yakni KDS mengandung arti atau dari segi tataran
18
semantik, yakni KDS mengandung makna. Selain itu Rifaterre (1978:19) menyatakan bahwa puisi merupakan transformasi matriks yakni kalimat minimal dan literal ke dalam prafrase yang lebih panjang, kompleks, dan nonliteral. Matriks mungkin dimunculkan dalam bentuk sebuah kata yang tidak pernah diaktualisasikan secara utuh di dalam teks, tetapi diaktualisasikan dalam bentuk varian-varian. Bentuk varian sebagai aktualisasi pertama atau aktualisasi pokok dari matriks adalah model (Riffaterre, 1978:19). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka untuk dapat menemukan makna dari teks KDS, akan dilakukan analisis semiotik dengan menentukan matriks sebagai pusat makna dan model sebagai aktualisasi pertama atau aktualisasi pokok dari matriks. Dapat diasumsikan bahwa matriks dari KDS adalah Rasa. Berdasarkan matriks dan model tersebut maka makna dari teks KDS dapat dipahami.