BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) dalam Mardiyah (2005:35) mencoba menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajemen selaku agen dan pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal kreditur) selaku prinsipal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan dengan meminta laporan pertanggungjawaban dari agen (manajemen). Berdasarkan laporan tersebut, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen. Namun sering kali yang terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan yang membuat laporannya kelihatan baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan yang dilakukan manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat manajemen lebih dapat dipercaya (reliabel) maka diperlukan penilaian independen. 2.1.2 Pengertian Audit Secara teoritis pengertian auditing menurut APC (Auditing Practices Committee) dalam Abdul Halim (2003:1) adalah: “An auditing is the independent examination of, and expression of opinion on, the financial statements of an enterprise by an appointed auditor in pursuance of that appointment and in compliance with any relevant statutory obligation.” Sedangkan ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Abdul Halim (2003:1) mendefinisikan auditing sebagai:
“Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.” Definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Proses yang sistematis; Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif; Asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi; Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence); Kriteria yang ditentukan; Menyampaikan hasil-hasilnya; Para pemakai yang berkepentingan; Pengertian auditing menurut Al. Haryono Jusup (2001:1) adalah suatu proses
sistimatis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemeriksaan atau auditing adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan pengumpulan, penganalisaan, dan pengevaluasian bukti-bukti pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana untuk dijadikan dasar merumuskan pendapat yang independen dan profesional (professional opinion) atau pertimbangan (judgement) tentang tanggung jawab pimpinan mengenai kebijakan dan keputusan yang dibuatnya. 2.1.3 Jenis Audit Mulyadi dan Kanaka (2002:5) menyatakan tiga jenis audit yaitu:
1)
Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Dalam audit laporan keuangan ini, auditor independen menilai kewajaran laporan keuangan atas dasar kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi berterima umum.
2)
Audit Kepatuhan (Compliance Audit) Audit kepatuhan adalah audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang audit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria.
3)
Audit Operasional (Operational Audit) Audit operasional merupakan review secara ssistematik kegiatan organisasi, atau bagian daripadanya, dalam hubungannya dengan tujuan tertentu. Tujuan audit operasional adalah untuk mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan, dan membuata rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.
2.1.4 Manfaat Audit Manfaat audit dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi ekonomis dan sisi pengawasan menurut Abdul Halim (2003:1). Berikut penjelasan mengenai manfaat audit: 1)
Manfaat ekonomis audit
(1)
Meningkatkan kredibilitas perusahaan Sumbangan auditor adalah memberikan keterpercayaan terhadap laporan keuangan atau menjadikan laporan keuangan lebih dapat dipercaya sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Dengan demikian kredibilitas perusahaan akan meningkat sehingga para pemakai laporan keuangan akan memandang bahwa risiko
investasi atas perusahaan tersebut relatif lebih rendah dari perusahaan yang tidak diaudit. (2)
Meningkatkan efisiensi dan kejujuran Bila karyawan mengetahui bahwa audit independen akan dilakuakan, maka ia akan berusaha menekan sekecil mungkin kesalahan dalam proses akuntansi dan mengurangi kesalahan penilaian aktiva.
(3)
Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan Auditor independen, berdasar pengujiannya, dapat memberikan rekomendasirekomendasi untuk memperbaiki pengendalian internal dan untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan klien.
(4)
Mendorong efisiensi pasar modal. Pasar modal yang menggunakan informasi yang dihasilkan laporan keuangan auditan sebagai sumber informasinya akan dapat berjalan secara efisien. Pasar modal yang efisien akan menghasilkan alokasi sumber daya yang efisien pula sehingga perekonomian nasional akan berjalan secara efisien.
2)
Manfaat audit dari sisi pengawasan Audit dilihat dari sisi pengawasan juga membawa manfaat yang cukup besar. Sofyan
Safri Harahap dalam Abdul Halim (2003:1) mengemukakan manfaat audit dari sisi pengawasan sebagai berikut: (1)
Preventive Control Tenaga akuntansi akan bekerja lebih berhati-hati dan akurat bila mereka menyadari akan diaudit.
(2)
Detective Control
Suatu penyimpangan atau kesalahan yang terjadi lazimnya akan dapat diketahui dan dikoreksi melalui suatu proses audit. (3)
Reporting Control Setiap kesalahan perhitungan, penyajian, atau pengungkapan yang tidak dikoreksi dalam keuangan akan disebutkan dalam laporan pemeriksaan. Dengan demikian pembaca laporan keuangan terhindar dari informasi yang keliru atau menyesatkan.
2.1.5 Standar audit Standar audit merupakan suatu kaidah agar mutu audit dapat dicapai sebagaimana mestinya. Secara umum, standar ini meliputi pertimbangan-pertimbangan mengenai kualitas profesional pribadi auditor, pelaksanaan audit dan pelaporannya. Standar audit terdiri atas tiga bagian sebagai berikut (Halim, 2003): 1)
Standar Umum (1) Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. (2) Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi, dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. (3) Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2)
Standar Pekerjaan Lapangan (1) Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. (2) Pemahaman
memadai
atas
pengendalian
intern
harus
diperoleh
untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
(3) Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. 3)
Standar Pelaporan (1) Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia. (2) Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. (3) Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. (4) Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Apabila auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.1.6 Jenis-jenis Auditor Auditor adalah seseorang yang menyediakan jasa kepada masyarakat umum terutama di bidang audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya (Mulyadi, 2002:28). Jenis auditor dalam Arens Alvin, Randal J. Elder dan Mark S. Beasley (2006:15) yaitu:
1) Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah, yang tugas pokoknya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah. 2) Auditor Internal Auditor internal adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. 3) Auditor Independen Auditor independen merupakan akuntan publik bersertifikat yang mempunyai kantor praktik sendiri dan menawarkan jasa audit serta jasa lainnya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. 2.1.7 Kinerja Auditor Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2000) dalam wikipedia, bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok. Kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi. kinerja individu adalah hasil kerja karyawan baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan, sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dengan kinerja kelompok (Fianka, 2008). Gibson et al. (1996) dalam Marganingsih dan Martani, menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk menetapkan perbandingan hasil pelaksanaan tugas, tanggung jawab yang diberikan oleh organisasi pada periode tertentu dan relatif dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja atau kinerja organisasi. Kinerja auditor merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas pemeriksaan yang telah diselesaikan oleh auditor dalam kurun waktu tertentu. Kalbers dan Forgatty (1995) dalam Wibowo (2009) mengemukakan bahwa kinerja auditor sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, kualitas, dan ketepatan waktu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas adalah berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan, independensi berarti sikap mental seorang auditor yang tidak memihak, tidak dipengaruhi, tidak bergantung pada pihak lain, serta jujur, dan objektif dalam mengungkapkan fakta dan menyatakan opini, dan profesionalisme yaitu perilaku yang menandai profesi seorang auditor yang selalu
memperhitungkan baik dan buruk serta risiko dalam menjalankan pekerjaannya, dan independensi. 2.1.8 Struktur Audit Pengertian struktur audit menurut Bowrin (1998) dalam Fanani, Hanif, dan Subroto (2008), yaitu sebuah pendekatan sistematis terhadap ausiting yang dikarakteristikkan oleh langkah-langkah penentuan audit, prosedur rangkaian logis, keputusan, dokumentasi, dan menggunakan sekumpulan alat-alat dan kebijakan audit yang komprehensif dan terintegrasi untuk membantu auditor melakukan audit. 2.1.9 Komitmen Organisasi Komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu perpaduan antara sikap dan perilaku. Komitmen organisasi menyangkut tiga sikap yaitu, rasa mengidentifikasi dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi, dan rasa kesetiaan kepada organisasi (Ferris dan Aranya, 1983 dalam Wibowo, 2009). Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Wibowo (2009) menggunakan dua pandangan tentang komitmen organisasional yaitu, affective dan continuance. Hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa komitmen organisasi affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi, yang merupakan keterikatan emosional terhadap organisasi dimana pegawai mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan menikmati keanggotaan dalam organisasi, sedangkan komitmen organisasi continuance berhubungan secara positif dengan pengalaman dan secara negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial, atau dengan kata lain berkaitan dengan hal-hal yang terjadi jika meninggalkan organisasi. Menurut Meyer dan Allen dalam Luthans (2006), komitmen organisasi bersifat multidimensi, maka terdapat perkembangan untuk dukungan tiga model, yaitu: komitmen afektif yang berhubungan dengan keterikatan emosional karyawan, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi; komitmen kelanjutan
yang berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dengan organisasi; dan komitmen normatif yaitu perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu, tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan. Sedangkan Buchanan dalam Vandenberg (1992) dalam Wibowo (2009) mendefinisikan komitmen sebagai penerimaan karyawan atas nilai-nilai organisasi (identification), keterlibatan secara psikologis (psychological
immersion), dan loyalitas (affection
attachement). Komitmen merupakan sebuah sikap dan perilaku yang saling mendorong (reinforce) antara satu dengan yang lain. Karyawan yang komit terhadap organisasi akan menunjukkan sikap dan perilaku yang positif terhadap lembaganya, karyawan akan memiliki jiwa untuk tetap membela organisasinya, berusaha meningkatkan prestasi, dan memiliki keyakinan yang pasti untuk membantu mewujudkan tujuan organisasi. Seperti yang dikemukakan Angel dan Perry (1981); Porter et. al. (1974) dalam Sumarno (2005), komitmen organisasi yang kuat akan mendorong individu berusaha keras mencapai tujuan organisasi. Selain itu, komitmen organisasi yang tinggi akan meningkatkan kinerja yang tinggi pula (Randall, 1990) dalam Sumarno (2005). Komitmen auditor terhadap organisasinya adalah kesetiaan auditor terhadap organisasinya, disamping juga akan menumbuhkan loyalitas serta mendorong keterlibatan diri auditor dalam mengambil berbagai keputusan. Oleh karenanya komitmen akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi auditor terhadap organisasi. 2.1.10 Gaya Kepemimpinan Gaya
kepemimpinan
(leadership
styles)
merupakan
cara
pimpinan
untuk
mempengaruhi orang lain atau bawahannya sedemikian rupa sehingga orang tersebut mau melakukan kehendak pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin tidak disenangi (Luthans, 2006). Fleishman et al., dalam Gibson (1996)
seperti yang dikutip dalam Wibowo (2009) telah dilakukan penelitian gaya kepemimpinan tentang perilaku pemimpin melalui dua dimensi, yaitu: consideration dan initiating structure. Consideration (konsiderasi) adalah gaya kepemimpinan yang menggambarkan kedekatan hubungan antara bawahan dengan atasan, adanya saling percaya, kekeluargaan, menghargai gagasan bawahan, dan adanya komunikasi antara pimpinan dengan bawahan. Pemimpin yang memiliki konsiderasi yang tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan parsial. Initiating structure (struktur inisiatif) merupakan gaya kepemimpinan yang menunjukkan bahwa pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, serta menjelaskan cara mengerjakan tugas yang benar. Dalam Trisnaningsih (2007) yang dikutip dalam Wibowo (2009), Kreitner dan Kinicki (2005) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan seorang manajer akan berpengaruh langsung terhadap efektivitas kelompok kerja. Kelompok kerja dalam perusahaan merupakan pengelompokan kerja dalam bentuk unit kerja dan masing-masing unit kerja itu dipimpin oleh seorang manajer. Gaya manajer untuk mengelola sumber daya manusia dalam suatu unit kerja akan berpengaruh pada peningkatan kinerja unit, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan. 2.1.11 Pemahaman Good Governance Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Pemahaman good governance dapat didefinisikan dengan seberapa jauh pemahaman atas konsep tata kelola perusahaan atau organisasi yang baik oleh para auditor. Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun
pelayanan publik. Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan keunggulan manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good coorporate governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan publik atau pemerintahan (good government governance). Good governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan kegiatan perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah meningkatkan kemakmuran pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya (Effendi, 2009). Penerapan good governance dalam KAP berarti membangun kultur, nilai-nilai serta etika bisnis yang melandasi pengembangan perilaku profesional akuntan. Diterapkannya good governance pada KAP, diharapkan akan memberi arahan yang jelas pada perilaku kinerja auditor serta etika profesi pada organisasi KAP. Upaya ini dimaksudkan agar kiprah maupun produk jasa yang dihasilkannya akan lebih aktual dan terpercaya, untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik dan optimal. Munculnya konsep good governance di Indonesia merupakan reaksi dari isuisu kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam perusahaan-perusahaan di Indonesia. Terdapat empat prinsip good governance pada organisasi KAP yaitu: 1) Fairness, yaitu akuntan publik dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, harus bersikap independen dan menegakkan keadilan terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri. 2) Transparency, yaitu hendaknya berusaha untuk selalu transparansi terhadap informasi laporan keuangan klien yang diaudit.
3) Accountability, yaitu menjelaskan peran dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan pemeriksaan dan kedisiplinan dalam melengkapi pekerjaan, juga pelaporan. 4) Responsibility, yaitu memastikan dipatuhinya prinsip akuntansi yang berlaku umum dan standar profesional akuntan publik selama menjalankan profesinya. Good governance tidak hanya terbatas pada bagaimana pelayanan diberikan, dijalankan dan dikelola, tapi juga pada bagaimana keputusan tentang pelayananpelayanan itu diambil. Memperkenalkan good governance dari satu sisi bertujuan meningkatkan kinerja pemberian pelayanan, di sisi lain juga meningkatkan representasi berbagai stakeholders dalam proses pengambilan keputusan tentang pelayanan-pelayanan itu sendiri. Untuk dapat berperan dalam mendukung terciptanya good governance, profesi akuntan harus mulai dengan meningkatkan peran social kemasyarakatan dengan meningkatkan kualitas kerja dan tanggung jawab professional serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan masyarakat. Akuntan diharapkan tidak hanya berguna bagi entitas bisnis semata untuk mewujudkan good corporat governance, namun juga membantu dalam masalah korupsi, kolusi, nepotisme, penyelewengan dan penipuan. 2.2
Pembahasan Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang berjudul “Pengaruh Struktur Audit, Konflik Peran, dan
Ketidakjelasan Peran terhadap Kinerja Auditor” merupakan penelitian yang dilakukan oleh Fanani, Hanif, dan Subroto (2008). Penelitian tersebut menggunakan pengujian t-test dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa: pertama, struktur audit berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Ini berarti bahwa penggunaan struktur audit dapat membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor; kedua, konflik peran berpengaruh negative terhadap kinerja auditor. Hal ini menunjukkan bahwa konflik peran merupakan suatu gejala psikologis yang dialami oleh
auditor yang timbul karena adanya dua rangkaian tuntutan yang bertentangan sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman dalam bekerja secara potensial dapat menurunkan motivasi kerja, sehingga bisa menurunkan kinerja secara keseluruhan; dan ketiga bahwa ketidakjelasan peran tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor. Ini disebabkan karena kebanyakan responden dalam penelitian tersebut adalah auditor pemula yang memiliki pengalaman kerja yang relatif singkat (0-2 tahun) dan usia yang relatif muda, sehingga belum merasakan ketidakjelasan peran. Penelitian
selanjutnya,
dilakukan
oleh
Wibowo
(2009)
yang
merupakan
pengembangan dari penelitian Trianingsih (2007) dengan judul “Pengaruh Independensi Auditor, Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan, Dan Pemahaman Good Governance Terhadap Kinerja Auditor”. Penelitian tersebut menggunakan data primer berupa kuesioner. Pengujian variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan hasil yang diperoleh bahwa independensi auditor, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, dan pemahaman good governance berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada objek yang diteliti. Jika pada dua penelitian sebelumnya yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana pengaruh struktur audit, konflik peran, dan ketidakjelasan peran terhadap kinerja auditor
dan
bagaimanakah
pengaruh
independensi,
komitmen
organisasi,
gaya
kepemimpinan, dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor. Pada penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah bagaimana pengaruh struktur audit, komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, dan pemahaman good governance terhadap kinerja auditor. Perbedaan kedua adalah terletak pada lokasi penelitian. Pada dua penelitian sebelumnya, lokasi yang digunakan adalah KAP yang berada di Jawa Timur dan D.I. Yogyakarta sedangkan pada penelitian ini, lokasi yang digunakan adalah pada KAP di Bali.
2.3
Pengembangan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari pokok permasalahan penelitian yang
akan diuji kebenarannya. Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kajian teori yang relevan ataupun hasil penelitian sebelumnya maka dapat ditarik hipotesis dari penelitian. 2.3.1 Pengaruh Struktur Audit pada Kinerja Auditor Penggunaan struktur audit dapat membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kinerja auditor. Staf audit yang tidak memiliki pengetahuan tentang struktur audit baku cenderung mengalami kesulitan dalam menjalani tugasnya. Hal ini berkaitan dengan koordinasi arus kerja, wewenang yang dimiliki, komunikasi, dan kemampuan beradaptasi. Penggunaan pendekatan struktur audit memiliki keuntungan yaitu mendorong efektivitas, mendorong efisiensi, mengurangi litigasi yang dihadapi KAP, mempunyai dampak positif terhadap konsekuensi sumber daya manusia, dan dapat memfasilitasi diferensiasi pelayanan atau kualitas sehingga diduga dapat meningkatkan kinerja auditor. Peneliti yang telah mengkaji struktur audit terhadap kinerja auditor diantaranya adalah Bamber et al (1989) dalam Fanani, Hanif, dan Subroto (2008). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kantor akuntan publik yang tidak menggunakan struktur audit memiliki potensi meningkatknya konflik peran dan ketidakjelasan peran yang dirasakan oleh staf auditnya. Penelitian oleh Bamber et al didukung oleh Fanani, Hanif, dan Subroto (2008) yang juga menyatakan bahwa dengan digunakannya struktur audit akan membantu auditor dalam melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Struktur audit berpengaruh positif pada kinerja auditor. 2.3.2 Pengaruh Komitmen Organisasi pada Kinerja Auditor Komitmen mengidentifikasikan
organisasional
menunjukkan
keterlibatannya
dalam
suatu
suatu
daya bagian
dari
seseorang
organisasi.
dalam
Komitmen
organisasional dibangun atas dasar kepercayaan pekerja atas nilai-nilai organisasi, kerelaan pekerja membantu mewujudkan tujuan organisasi dan loyalitas untuk tetap menjadi anggota organisasi. oleh karena itu komitmen organisasi akan menimbulkan rasa ikut memiliki (sense of belonging) bagi auditor terhadap organisasi. Jika auditor merasa jiwanya terikat dengan nilai-nilai organisasional yang ada maka dia akan merasa senang dalam bekerja, sehingga kinerjanya dapat meningkat. Meyer et al. (1989) dalam Wibowo (2009) menguji hubungan antara kinerja manajer tingkat atas dengan komitmen affective dan komitmen continuance pada perusahaan jasa makanan. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa komitmen affective berkorelasi secara positif dengan kinerja, sedangkan komitmen continuance berkorelasi secaran negatif dengan kinerja. Temuan tersebut didukung oleh Trisnaningsih (2007) dalam Wibowo (2009) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Namun, temuan tersebut berlawanan dengan Somers dan Bimbaum (1998) dalam Wibowo (2009) mengemukakan bahwa komitmen organisasional (affective dan continuance) tidak berpengaruh terhadap kinerja. Komitmen merupakan suatu konsistensi dari wujud keterikatan seseorang terhadap suatu hal. Adanya suatu komitmen dapat menjadi suatu dorongan bagi seseorang untuk bekerja lebih baik atau malah sebaliknya menyebabkan seseorang justru meninggalkan pekerjaannya, akibat suatu tuntutan komitmen lainnya. Komitmen yang tepat akan memberikan motivasi yang tinggi dan memberikan dampak yang positif terhadap kinerja
suatu pekerjaan. Berdasarkan uraian di atas dan penelitian sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2: Komitmen organisasi berpengaruh positif pada kinerja auditor. 2.3.3 Pengaruh Gaya Kepemimpinan pada Kinerja Auditor Gaya kepemimpinan adalah cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku bawahannya. Sehingga jika kepemimpinan tersebut terjadi pada suatu organisasi formal tertentu, di mana para manajer perlu mengembangkan karyawan, membangun iklim motivasi, menjalankan fungsi-fungsi manajerial dalam rangka menghasilkan kinerja yang tinggi dan meningkatkan kinerja perusahaan, maka manajer perlu menyesuaikan gaya kepemimpinannya (Siagian, 2002 dalam Wibowo, 2009). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Antoni (2007) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan manajer dapat mempengaruhi produktifitas karyawan (kinerja karyawan), hasil penelitian ini selaras dengan Alberto et al. (2005) dalam Marganingsih dan Martani, yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kinerja. Trisnaningsih (2007) dalam Wibowo (2009) juga menunjukkan hasil yang sama yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor. Pemimpin adalah pemain utama yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu organisasi. pemimpin dapat memberikan pengaruh dalam menanamkan disiplin bekerja para anggota
organisasi
untuk
meningkatkan
kinerjanya.
Gaya
kepemimpinan
dapat
mempengaruhi kreativitas kinerja auditor dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota organisasi. Berdasarkan uraian di atas dan penelitian sebelumnya, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3: Gaya kepemimpinan berpengaruh positif pada kinerja auditor. 2.3.4 Pengaruh Pemahaman Good Governance pada Kinerja Auditor Dengan melaksanakan good governance, salah satu manfaat yang bisa dipetik adalah meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders. Kapler dan Love (2002) dalam Wibowo (2009), menemukan adanya hubungan positif antara corporate governance dengan kinerja perusahaan yang diukur dengan Return On Assets (ROA) dan Tobin’s Q. Trisnaningsih (2007) yang dikutip dalam Wibowo (2009), dalam penelitiannya bahwa pemahaman good governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja auditor tidak terbukti. Seorang akuntan yang memahami good governance secara benar maka akan mempengaruhi perilaku profesional akuntan dalam berkarya dengan orientasi pada kinerja yang tinggi untuk mencapai tujuan akhir sebagaimana diharapkan oleh berbagai pihak (Trisnaningsih, 2007 dalam Wibowo, 2009). Berdasarkan uraian di atas dan penelitian sebelumnya, diindikasikan bahwa seorang auditor yang memahami good governance maka kinerjanya akan menjadi lebih baik. Dengan demikian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4: Pemahaman good governance berpengaruh positif pada kinerja auditor.