11
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Anggaran Berbasis Kinerja
2.1.1.1 Anggaran Definisi anggaran menurut
The National Committee on Govermental
Accounting (NCGA) yang saat ini telah menjadi
Govermental Accounting
Standards Board (GASB) dalam Halim (2007: 14) adalah “A Budget is plan of financial operation embodying an estimated of proposed expenditures for a given period of time and the proposed means of financing them.” Jadi anggaran adalah rencana kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk financial, meliputi usulan pengeluaran yang diperkirakan untuk suatu periode waktu serta usulan cara-cara memenuhi pengeluaran tersebut. Menurut Purnomo (2009: 7) “Anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, biaya dan aktivitas.” Jadi anggaran sektor publik berisikan rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan juga belanja. Karakteristik anggaran sektor publik adalah sebagai berikut: 1. Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan nonkeuangan. Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun. 11
12
2. Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetapkan. 3. Usulan anggaran ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebih tinggi dari penyusun anggaran. 4. Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu. Penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran (Mardiasmo, 2009: 61). Dalam penyusunan anggaran diperlukan komunikasi antara atasan dan bawahan untuk saling memberikan informasi terutama yang bersifat informasi lokal karena bawahan lebih mengetahui kondisi langsung pada bagiannya. Bagi organisasi yang besar dan telah matang (mature) dengan tingkat operasional yang relatif stabil dalam jangka panjang, anggaran merupakan dokumen formal yang sangat terperinci. Untuk itu perlu waktu yang lama dalam menyiapkan suatu anggaran agar tersedia tepat di periode tahun berikutnya dan disetujui semua pihak.
2.1.1.2 Kinerja Kumorotomo, dkk (2005: 103) dalam Arti (2009), mengungkapkan kinerja organisasi publik adalah ”hasil akhir (output) organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, transparan dalam pertanggungjawaban, efisien, sesuai dengan kehendak pengguna jasa organisasi, visi dan misi organisasi, berkualitas, adil, serta diselenggarakan dengan sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi
13
organisasi Bastian (2006: 274). Stephen P. Robbins dalam I Gusti Agung Rai (2008: 41) juga mengatakan bahwa kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Dengan kata lain kinerja merupakan daftar yang ingin dicapai oleh suatu organisasi. Pengukuran kinerja organisasi publik dapat dilakukan dengan menggunakan indikator kinerja. Indikator kinerja menurut Bastian (2006: 267) adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja menurut Indra (2006: 267) meliputi hal-hal berikut: 1. Indikator masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, kebijaksanaan/ peraturan perundang-undangan, dan sebagainya. 2. Indikator Keluaran (Output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan /atau nonfisik. 3. Indikator hasil (Outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output atau efek langsung dari output pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
14
5. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif ataupun negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Konsep pengukuran kinerja pemerintah dimulai dari pengukuran terhadap tingkat efektivitas
output terhadap program/kegiatan yang sudah ditetapkan
(outcome), dilanjutkan dengan tingkat efisiensi dalam proses pengolahan input menjadi output dan diakhiri dengan pengukuran tingkat ekonomi yang berlaku dalam kegiatan memperolehan input. Dalam sistem anggaran tradisional, kinerja diukur berdasarkan kepatuhan dan pengurusan sumber daya. Pengelolaan anggaran difokuskan pada kepatuhan terhadap standar dan peraturan tentang alokasi input. Dengan kata lain anggaran tradisional menekankan pada aspek ekonomi, sedangkan anggaran kinerja menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas. Mahsun, dkk (2006), mengungkapkan bahwa pengukuran kinerja pemerintah daerah diarahkan pada masing-masing satuan kerja yang telah diberi wewenang mengelola sumber daya sebagaimana bidangnya. Setiap satuan kerja adalah pusat pertanggungjawaban yang memiliki keunikan sendiri-sendiri. Dengan demikian perumusan indikator kinerja tidak bisa seragam untuk diterapkan pada semua satuan kerja yang ada. Namun
demikian, dalam
pengukuran kinerja setiap satuan kerja ini harus tetap dimulai dari pengidentifikasian visi, misi, falsafah, kebijakan, tujuan, sasaran, program, anggaran serta tugas dan fungsi yang telah ditetapkan.
15
2.1.1.3 Anggaran Berbasis Kinerja Anggaran berbasis kinerja adalah merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatankegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut (Halim,2007). Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh sebab itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Anggaran kinerja adalah sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya penciptaan hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan (Mardiasmo, 2002: 28). Deputi IV BPKP (2005) mendefinisikan anggaran berbasis kinerja sebagai berikut:
Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatankegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Bappenas (2008) menjelaskan bahwa pengertian anggaran berbasis kinerja (performance Based Budgeting) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran (budget entity).
Menurut Purnomo (2009: 15) “anggaran yang disusun
16
berdasarkan kinerja yaitu sistem anggaran yang mengutamakan kepada upaya pencapaian hasil kinerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Sedangkan menurut Bastian (2006: 171) performance budgeting adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada “output” organisasi yang berkaitan sangat erat dengan visi, misi dan rencana strategis organisasi. Performance
budgeting
(anggaran
yang
berorientasi
pada
kinerja)
mengalokasikan sumber daya pada program, bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement (hasil pengukuran) sebagai indikator kinerja organisasi. Dengan kata lain anggaran harus memuat keterangan tentang sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja, standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya suatu komponen kegiatan yang bersangkutan, serta persentase dari jumlah pendapatan yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan. Syarat anggaran berbasis kinerja sebagai berikut: 1. Kejelasan sasaran strategis, 2. Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja (specific, measurable, attainable or achievable, result oriented, and timebound : SMART) 3. Keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dan indikator kinerja. 4. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang lebih menekankan pada outcome. 5. Perlu perencanaan lebih awal guna mencapai consensus, 6. Leadership untuk mempromosikan perubahan, dan
17
7. Kehati-hatian dalam implementasi. Kondisi yang diperlukan dalam penganggaran berbasis kinerja adalah orientasi yang sama pada hasil, penerapan rencana kerja tahunan, pengembangan indikator kinerja, dan sistem pengumpulan data. Fungsi anggaran yaitu sebagai alat alokasi sumber daya publik, alat distribusi, dan stabilisasi, maka akuntansi manajemen merupakan alat yang vital untuk proses pengalokasian dan mendistribusikan sumber dana publik secara efektif, efisien, ekonomis, adil, dan merata. (Mardiasmo,2002: 41). Karakteristik
anggaran
kinerja
(performance
budgeting)
menurut
Mardiasmo (2002: 119) adalah sebagai berikut: 1. Komprehensif/komparatif. 2. Terintegrasi dan lintas departemen. 3. Proses pengembalian keputusan yang rasional. 4. Berjangka panjang. 5. Spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas. 6. Analisa total cost dan benefit (termasuk opportunity cost). 7. Berorientasi pada input, output, dan outcome (value for money), bukan sekedar input. 8. Pengawasan kinerja. Menurut BPKP (2008) prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang menghubungkan anggaran negara (pengeluaran negara) dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome) sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatannya. Alat yang digunakan untuk mengukur
18
anggaran berbasis kinerja adalah dengan menggunakan penilaian value for money (efektif, efisien, dan ekonomis). Seperti yang diungkapkan BPKP (2008) bahwa prinsip value for money digunakan untuk menilai apakah negara sudah mendapatkan manfaat maksimal dari belanja yang dimiliki serta pemanfaatan sumber daya yang dimiliki. Begitu juga yang diungkapkan Bastian (2006: 279), beliau mengungkapkan tolak ukur dalam anggaran belanja suatu organisasi, baik organisasi yang berorientasi laba (swasta) maupun organisasi nonprofit (sektor publik) adalah value for money yang meliputi penilaian efektivitas, efisiensi, dan ekonomis.
1. Konsep Efektivitas Pengertian efektivitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan, atau dengan kata lain efektivitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Menurut Mardiasmo (2002:4), efektivitas adalah tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output, yaitu yang diukur dengan menggunakan ratio efektivitas. Pada dasarnya pengertian efektivitas berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
19
Indikator efektivitas menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran yang ditentukan, maka semakin efektif proses kerja suatu unit organisasi. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Mardiasmo, 2002:134).
2. Konsep Efisiensi Menurut Mardiasmo (2002:4), efisiensi adalah pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output / input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendahrendahnya (spending well). Efisiensi diukur dengan menggunakan ratio efisiensi yaitu antara output dengan input, semakin besar output dibanding input maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi
20
3. Konsep Ekonomi Menurut Mardiasmo (2002:131), ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi (hemat / tepat guna) sering disebut kehematan yang mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian, pada hakekatnya ada pengertian yang sama antara efisiensi dengan ekonomi, karena kedua-duanya menghendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost reduction). Terjadinya peningkatan biaya mestinya terkait dengan peningkatan manfaat yang lebih besar. 2.1.2
Akuntabilitas Akuntabilitas adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure)
atas aktivitas dan kinerja financial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Menurut Jones dalam penelitian Arti (2009) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kewajiban untuk memberikan laporan kepada pihak lain tentang apa yang mereka lakukan atau tidak mereka lakukan. Akuntabilitas menyangkut pertanggung-jawaban kepada semua pihak yang berkepentingan. Mariam Budiardjo dalam Krina (2003) mendefinisikan
akuntabilitas
sebagai pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada
21
mereka yang memberi mandat itu. Menurut Governmental Accounting Standards Board (GASB) dalam Mardiasmo (2002: 31) tentang objectives of financial reporting menyatakan bahwa akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di pemerintahan. Akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. Sedangkan menurut Bappenas (2007) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pemimpin organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan. Pernyataan tersebut menunjukan bahwa akuntabilitas meliputi pemberian informasi keuangan kepada masyarakat dan pemakai lainnya sehingga memungkinkan mereka untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan, bukan hanya aktivitas financial saja. Prinsip akuntabilitas publik menurut Krina (2003) adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh orangorang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan tindakantindakannya. Konsep keadilan berarti bahwa masyarakat diperlakukan secara sama di bawah hukum, dan mempunyai derajat yang sama dalam partisipasi politik dalam pemerintahannya (Shende dan Bennett, 2004) dalam Arti (2009).
22
Akuntabilitas
mencakup
eksistensi
dari
suatu
mekanisme
yang
meyakinkan politisi dan pejabat pemerintahan terhadap aksi perbuatannya dalam penggunaan sumber-sumber publik dan kinerja prilakunya. Akuntabilitas juga berkaitan erat dengan pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian sasaran atau target kebijaksanaan atau program. Mardiasmo (2002) Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan melaporkan, dan
mengungkapkan
segala
aktivitas
dan
kegiatan
yang
menjadi
tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Menurut Ausaid (2001: 6) dalam Arti (2009) pengertian akuntabilitas adalah Akuntabilitas merupakan instrumen yang menunjukkan apakah prinsipprinsip pemerintahan, hukum, keterbukaan, transparansi, keberpihakan dan kesamaan hak dihadapan hukum telah dihargai atau tidak. Akuntabilitas adalah hal yang sangat penting untuk menjamin nilai-nilai seperti efisien, efektifitas, reliabilitas dan predektibilitas dari administrasi publik. Suatu akuntabilitas tidak abstrak tapi kongkret dan harus ditentukan oleh hukum melalui seperangkat prosedur yang sangat spesifik mengenai masalah apa saja yang harus dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas berkaitan dengan seberapa baik prosedur hukum yang diikuti untuk membentuk keputusan administrasi publik yang harus dihormati oleh para pegawai sipil dan otoritas publik. Menurut Dwiyanto (2005: 147) dalam Bappenas (2007) mendefenisikan akuntabilitas adalah Akuntabilitas sebagai suatu ukuran yang menunjukkan
23
seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders. Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai kewajiban - kewajiban dari individu-individu atau penguasa yang dipercayakan untuk mengelola sumber-sumber daya publik dan yang bersangkutan
dengannya
untuk
dapat
menjawab
hal-hal yang
menyangkut pertanggungjawabannya. Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat dan mengukur perinsip-prinsip pemerintahan, hukum, keterbukaan, transparansi, keberpihakan, dan kesamaan hak dihadapan hukum telah diimplementasikan dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Menurut Sulistoni (2003) dalam Parhusip (2007) pemerintah yang accountabel memiliki ciri ciri sebagai berikut: (1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan secara terbuka, cepat, tepat kepada masyarakat, (2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik, (3) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan, (4) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional, dan (5) Adanya sarana bagi publik untuk menilai kinerja pemerintah. Melalui pertanggung jawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan pemerintah. Akuntabilitas publik akan tercapai jika pengawasan yang dilakukan oleh dewan dan masyarakat berjalan secara efektif. Untuk menciptakan akuntabilitas
24
kepada publik diperlukan partisipasi pimpinan instansi dan warga masyarakat dalam penyusuanan dan pengawasan keuangan daerah (APBD). Menurut Mardiasmo (2002: 21) Terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik menyatakan bahwa sbb : a) Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and
legality)
Akuntabilitas
kejujuran
terkait
dengan
penghindaran
penyalahgunaan jabatan, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku. b) Akuntabilitas Proses (Process accountability), Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakandalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutanpungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secra fair melalui
25
compulsory competitive tendering (CCT) ataukah dilakukan melalui pola korupsi dan Nepotisme (KKN). Process accountability dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing). c) Akuntabilitas program (Program accountability), Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Program accountability di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness). d) Akuntabilitas kebijakan (Policy accountability), Akuntabilitas
kebijakan
terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah,baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Akuntansi sektor publik tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh kecenderungan menguatnya tuntutan akuntabilitas sektor publik tersebut. Akuntansi sektor publik dituntut dapat menjadi alat perencanaan dan pengendalian organisasi sektor publik secara efektif dan efisien, serta memfasilitasi terciptanya akuntabilitas publik. Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value).
26
2.2
Penelitian Terdahulu Berikut adalah tinjauan atas penelitian sebelumnya bila disajikan dalam
bentuk tabel:
Tabel 1: Tinjauan Atas Penelitian Sebelumnya Nama Penelitian/Tahun Parhusip,Poltak Teodorus (2007)
Arti, Sugih Agung (2009)
Nina,Widyawati (2011)
Agustini (2009)
2.3
Judul
Varabel Peneltian
Hasil Penelitian
Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas publik dan transparansi di Pemerintah Kota/Kabupaten yang terjadi pemekaran Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas dinas pendidikan kota depok
Anggaran berbasis Kinerja, Akuntabilitas publik , Transparansi
Penerapan anggaran berbasis kinerja mampu meningkatkan secara signifikan akuntabilitas publik dan transparansi di pemerintahan daerah/kota yang terjadi pemekaran.
Anggaran berbasis Kinerja, Akuntabilitas
Pengaruh Implementasi penganggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas instansi pemerintah daerah kabupaten Sukabumi. Pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten Sukabumi
Anggaran berbasis kinerja , akuntabilitas
Penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif terhadap tingkat akuntabilitas di lingkup Dinas Pendidikan Kota Depok, kecuali variabel ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa masih perlu peningkatan pada variabel ekonomi yang masih dideskripsikan negatif. Implementasi anggaran berbasis kinerja berpegaruh positif terhadap akuntabilitas tetapi tidak signifikan terhadap akuntabilitas instransi pemerintah daerah Sukabumi. Hasil dari penelitian ini dapat diketahui bahwa pelaksanaan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah dapat diterapkan dengan baik dan efektivitas pengendalian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi sudah berjalan baik serta dapat disimpulkan bahwa anngaran berbasis kinerja berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas pengendalian.
Anggaran Berbasis Kinerja dan efektivitas pengendalian
Kerangka Teoritis Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut (Kepmendagri No. 29 tahun 2002). anggaran berbasis kinerja pada pemerintah daerah pertama sekali digulirkan dengan terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang
27
berisi panduan untuk membuat anggaran kinerja, pelaksanaan anggaran sampai dengan pelaporan pelaksanaan anggaran. Regulasi ini kemudian disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan terakhir dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005. Elemen anggaran berbasis kinerja yang meliputi
visi, misi, sasaran,
program dan kegiatan dalam satu unit kerja menyebabkan anggaran berbasis kinerja perlu menterjamahkan tujuan kedalam sasaran yang lebih terukur, sasaran ke dalam program, dan program kedalam kegiatan dengan output yang terukur. Penyusunan anggaran berbasis kinerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan dari kegiatan dan program yang dilaksanakan termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan hasil tersebut. Penggangaran dengan pendekatan kinerja diterapkan untuk mendukung terciptanya akuntabilitas instansi pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi. Dimensi Akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik menurut Elwood, (1993) dalam Mahmudi (2007: 9) adalah Akuntabilitas hukum dan kejujuran, akuntabilitas manajerial, akuntabilitas program, akuntabilitas kebijakan, dan akuntabilitas finansial/ keuangan. Keterkaiatan antara penganggaran berbasis kinerja dengan akuntabilitas instansi pemerintah dapat terlihat berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Bastian (2006: 54) yang menyatakan bahwa upaya untuk menciptakan sistem
28
pengelolaan anggaran berbasis kinerja diharapkan akan mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan Daerah pada khususnya. Begitupula yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2002: 105), dimana akuntabilitas merupakan prinsip pertanggung jawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Dalam pengaruhnya terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang terukur melalui tahapan siklus anggaran sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan/pertanggungjawaban,
dan
evaluasinya
harus
benar-benar
dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut, namun juga
berhak menuntut
pertanggungjawaban atas setiap dana masyarakat yang dialokasikan atas rencana, pelaksanaan, ataupun pelaporan dan evaluasi atas anggaran tersebut. Pelaksanaan kegiatan pemerintah berpegang pada anggaran yang ditetapkan, sehingga tercapainya anggaran berarti tercapainya sasaran pemerintah daerah. Oleh karena itu anggaran seharusnya mempunyai kualitas yang baik dan realistis, dengan adanya pengendalian keuangan yang efektif, pelaksanaan anggaran dapat lebih baik, sehingga dapat meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah.
29
Berdasarkan latar belakang yang pernah dilakukan maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1: Kerangka Pikir Dasar Teori: A. Anggaran Berbasis Kinerja 1. Halim (2007), Anggaran berbasis kinerja adalah merupakan metode
Penelitian Terdahulu: 1.Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas publik
penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
dan transparansi di Pemerintah Kota/ Kabupaten
yang terjadi pemekaran
(Parhusip, Poltak Teodorus/ 2007)
2. Bappenas (2008) menjelaskan bahwa anggaran berbasis kinerja adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas perencanaan kinerja, yang terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran.
2.Pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas dinas pendidikan kota depok (Arti, Sugih
B. Akuntabilitas Publik 1. Mardiasmo (2002), Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan
Agung/2009) 3.Pengaruh Implementasi penganggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas
kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. 2. Bappenas (2007) akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
instansi pemerintah daerah kabupaten Sukabumi (Nina Widyawati/2011) 4.Pengaruh
anggaran
berbasiskinerja
pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pemimpin organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan.
terhadap efektivitas pengendalian pada dinas pendidikan kabupaten Sukabumi (Agustini /2009)
Bastian (2006: 54) menyatakan bahwa upaya untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran berbasis kinerja diharapkan akan mampu memenuhi berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan Daerah pada khususnya
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Diduga Berpengaruh Terhadap Akuntabilitas Publik
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja
Akuntabilitas publik
30
2.4
Hipotesis Menurut Umar (2003: 53) hipotesis merupakan
pernyataan sementara
yang perlu dibuktikan benar atau tidak. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan pengertian tersebut maka hipotesis yang penulis rumuskan untuk penelitian ini adalah “Penerapan anggaran berbasis kinerja diduga berpengaruh terhadap akuntabilitas publik”.