BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Agensi Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan merupakan hubungan kontrak antara prinsipal dan agen dimana prinsipal dalam hal ini shareholder (pemegang saham) memberikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agen (manajemen) sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Hubungan antara prinsipal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agen berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan prinsipal. Kaitan teori agensi dengan penerimaan opini audit going concern, agen bertugas dalam menjalankan perusahaan dan menghasilkan laporan keuangan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban manajemen. Laporan keuangan ini yang nantinya akan menunjukkan kondisi keuangan perusahaan dan digunakan oleh prinsipal sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Sebagai pihak penghasil laporan keuangan, agen memiliki keinginan untuk
12
mengoptimalisasi kepentingannya sehingga dimungkinkan bahwa agen melakukan manipulasi data atas kondisi keuangan perusahaan. Kemungkinan terjadinya manipulasi yang dilakukan oleh agen, membuat diharuskan adanya pihak yang independen sebagai mediator antara agen dan prinsipal. Pihak independensi ini berfungsi untuk memonitor perilaku agen apakah bertindak sesuai dengan keinginan principal (Dewayanto, 2011). Auditor merupakan pihak independen yang menjembatani hubungan antara prinsipal dan agen. Auditor mempunyai tugas untuk mengawasi kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal melalui laporan keuangan (Rudyawan dan Badera, 2008). Auditor harus mampu bersikap independensi sehingga hasil dari mengawasi kinerja manajemen menjadi obyektif dan transparan. Hasil dari pengawasan tersebut berupa penerimaan opini atas kewajaran laporan keuangan yang dibuat pihak agen. Selain opini, auditor juga harus mengungkapkan kemampuan perusahaan dalam kelangsungan hidupnya (going concern). Semakin berkualitas auditor kemungkinan perusahaan untuk mendapat opini going concern akan semakin besar karena auditor akan semakin teliti untuk memeriksa semua kejadian yang ada dalam laporan keuangan.
2.1.2 Teori Sinyal Teori sinyal menjelaskan mengenai cara sebuah perusahaan dalam memberikan sinyal
kepada pengguna laporan keuangan, yaitu berupa
13
informasi yang diungkapkan manajemen
(Butarbutar, 2011). Jogiyanto
(2010) informasi yang dipublikasikan oleh manajemen akan memberikan sinyal bagi investor dan kreditur dalam mengambil keputusan. Pada saat informasi
telah
diungkapkan
menginterpretasikan dan
kepada
publik,
pelaku
pasar
akan
menganalisis informasi tersebut sebagai sebuah
sinyal baik atau sinyal buruk. Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri informasi (Asymmetri Information) antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor, kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Wolk et al., 2001). Signaling theory juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik (prinsipal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan.
14
Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menyakini keandalan informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu mendapatkan opini dari pihak lain yang independen memberikan pendapat tentang laporan keuangan.
2.1.3 Auditing ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) dalam Halim (2008:1) mendefinisikan auditing sebagai suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti audit secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan. Mulyadi (2002:9), secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tersebut tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut kepada pemakai yang berkepentingan.
15
2.1.4 Jasa yang diberikan oleh Akuntan Publik Mulyadi dan Kanaka Puradireja (2004:4) profesi akuntan publik atau auditor independen memberikan berbagai macam jasa bagi masyarakat, yang dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: 1) Jasa Penjaminan (Assurance Services) Jasa penjaminan adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Pengambil keputusan memerlukan informasi yang andal dan relevan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Oleh karena itu, mereka mencari jasa penjaminan untuk meningkatkan mutu informasi yang akan dijadikan sebagai dasar keputusan yang akan mereka lakukan. Profesional yang memberikan atau menyediakan
jasa
penjaminan
harus
memiliki
kompetensi
dan
independensi berkaitan dengan informasi yang diperiksanya. Jasa penjaminan dapat diberikan oleh profesi akuntan publik atau auditor independen atau berbagai profesi lain. Jasa penjaminan bukan merupakan jasa baru yang diperlukan oleh masyarakat. Profesi akuntan publik atau auditor independen telah lama menyediakan jasa penjaminan tentang informasi laporan keuangan historis kepada masyarakat. Jasa penjaminan ini lebih dikenal dengan jasa auditor. Akhir-akhir ini, profesi akuntan publik atau auditor independen Indonesia semakin sering mendapat penugasan untuk memberikan jasa penjaminan atas informasi, seperti misalnya penjaminan tentang peramalan keuangan perusahaan dan
16
penjaminan tentang
pengawasan
web site. Salah satu jenis jasa
penjaminan yang diberikan oleh profesi akuntan publik atau auditor independen adalah jasa atestasi. Jasa atestasi (attestation services) adalah jenis jasa penjaminan yang dilakukan profesi akuntan publik atau auditor independen dengan menerbitkan suatu laporan tertulis yang menyatakan kesimpulan tentang keandalan pernyataan tertulis yang dibuat oleh pihak lain. Ada tiga bentuk jasa atestasi, yaitu: a. Audit atas Laporan Keuangan Historis b. Penelaahan (Review) atas Laporan Keuangan Historis c. Jasa Atestasi Lainnya 2) Jasa bukan Penjaminan (Non-Assurance Service) Jasa bukan penjaminan adalah jasa yang diberikan oleh akuntan publik atau auditor independen yang didalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Profesi akuntan publik atau auditor independen juga memberikan berbagai jenis jasa lain yang pada umumnya tidak atau bukan merupakan jasa penjaminan. Jenis jasa bukan penjaminan yang diberikan oleh akuntan publik atau auditor independen adalah jasa akuntansi dan pembukuan, jasa perpajakan, dan jasa konsultasi manajemen.
17
2.1.5 Opini Audit Auditor harus mengumpulkan bukti-bukti mengenai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan keuangan perusahaan dengan cara memeriksa catatan akuntansi yang mendukung laporan tersebut. Tugas umum dari auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan perusahaan. Opini yang diberikan auditor merupakan pernyataan kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 1994, alenia 1). Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak hanya melihat pada hal-hal yang ditampilkan dalam laporan keuangan tetapi juga harus lebih mewaspadai kelangsungan hidup perusahaan dalam batas waktu tertentu. (SPAP SA 341). Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga auditor dapat memberikan kesimpulan pada opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diaudit. Opini audit terdiri dari 5 jenis (Mulyadi, 2002) yaitu: 1) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) Dalam pendapat wajar tanpa pengecualian, auditor menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum di Indonesia. Laporan audit yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian adalah laporan audit yang paling dibutuhkan semua pihak, baik oleh klien, pemakai informasi keuangan, maupun oleh auditor. Laporan keuangan dianggap menyajikan
18
secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha suatu organisasi, sesuai dengan standar akuntansi keuangan, jika memenuhi kondisi berikut: -
Standar akuntansi keuangan digunakan sebagai pedoman untuk menyusun laporan keuangan.
-
Perubahan standar akuntansi keuangan dari periode ke periode telah cukup dijelaskan.
-
Informasi dalam catatan yang mendukungnya telah digambarkan dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
2) Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion with Explanatory Language) Saat keadaan tertentu, auditor menambahkan suatu paragraf penjelas (atau bahasa penjelas lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan yang diaudit. Paragraf penjelas dicantumkan setelah paragraf pendapat. Keadaan yang menjadi penyebab utama ditambahkannya suatu paragraf penjelas/ modifkasi kata-kata dalam laporan audit baku adalah: -
Ketidakkonsistenan Prinsip Akuntansi berterima Umum
-
Keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas
-
Auditor setuju dengan suatu penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan.
-
Penekanan atas suatu hal.
19
-
Laporan audit yang melibatkan auditor lain.
3) Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualifield Opinion) Jika auditor menemukan kondisi-kondisi berikut ini maka ia akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian pada laporan audit: -
Lingkup audit yang dibatasi oleh klien
-
Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting / tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar kekuasaan klien maupun auditor.
-
Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
-
Standar akuntansi keuangan yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
4) Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar diberikan oleh auditor apabila laporan keuangan auditee tidak menyajikan secara wajar laporan keuangan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum. 5) Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Apabila auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan, maka laporan audit ini disebut laporan tanpa pendapat (adverse opinion). Kondisi yang menyebabkan audit tidak memberikan pendapat adalah:
20
-
Pembatalan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit
-
Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya
2.1.6 Kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidup (going concern) Going concern adalah dalil yang menyatakan bahwa suatu entitas akan menjalankan terus operasinya dalam jangka waktu yang cukup lama untuk mewujudkan proyeknya, tanggung jawab, serta aktivitas – aktivitasnya yang tiada henti (Belkaoui, 2006:271). Dalil ini memberi gambaran bahwa entitas diharapkan untuk beroperasi dalam jangka waktu yang tidak terbatas atau tidak diarahkan menuju arah likuidasi. Suatu operasi yang berlanjut dan berkesinambungan diperlukan untuk menciptakan suatu konsekuensi bahwa laporan keuangan yang terbit pada suatu perioda mempunyai sifat sementara, sebab
masih
merupakan
suatu
rangkaian
laporan
keuangan
yang
berkelanjutan. Rahayu (2007) menyatakan bahwa istilah going concern dapat diinterpretasikan dalam dua hal, yang pertama adalah going concern sebagai konsep dan yang kedua adalah going concern sebagai opini audit. Sebagai konsep, istilah going concern dapat diinterpretasikan sebagai kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan usahanya dalam jangka panjang. Sebagai opini audit, istilah opini going concern menunjukkan auditor
21
memiliki kesangsian mengenai kemampuan perusahaan untuk melanjutkan usahanya di masa mendatang.
2.1.7 Opini Audit Going Concern Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (Febry, 2012). Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas, tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan Keuangan yang sedang diaudit (SPAP, 2001: SA Seksi 341 paragraf 2). Laporan audit dengan modifikasi mengenai going concern merupakan suatu indikasi bahwa terdapat risiko auditee tidak dapat bertahan lama (Febry, 2012). Dari sudut pandang auditor, keputusan tersebut melibatkan beberapa tahap analisis. Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan membayar hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang (Setyarno Budi dan Januarti 2006). Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi status kelangsungan hidup perusahaan dalam setiap pekerjaannya. Mengacu pada Statement On Auditing Standard No. 59 American Institute of Certified Public Accountants tahun 1998, auditor harus memutuskan apakah mereka yakin bahwa
22
perusahaan klien akan bisa bertahan di masa yang akan datang. PSA 29 paragraf 11 huruf d menyatakan bahwa keragu-raguan yang besar tentang kemampuan suatu usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern)
merupakan
keadaan
yang
mengharuskan
auditor
menambahkan paragraph penjelas (atau bahasa penjelas lainnya) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion) yang dinyatakan oleh auditor (Fany dan Saputra, 2005). Auditor menetapkan penerimaan opini audit going concern apabila dalam proses audit ditemukan kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Evaluasi terhadap kelangsungan usaha perusahaan ini meliputi (SA seksi 341) : 1) Auditor mempertimbangkan apakah seluruh hasil prosedur yang dilaksanakan
menunjukkan
adanya
kesangsian
besar
mengenai
kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas (tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit). Mungkin diperlukan informasi tambahan mengenai kondisi dan peristiwa beserta bukti-bukti yang mendukung informasi yang mengurangi kesangsian auditor. 2) Jika auditor yakin bahwa terdapat kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas,auditor harus:
23
-
Memperoleh informasi mengenai rencana manajemen yang ditujukan untuk mengurangi dampak kondisi dan peristiwa tersebut.
-
Menentukan apakah kemungkinan bahwa rencana tersebut dapat secara efektif dilaksanakan.
3) Setelah auditor mengevaluasi rencana manajemen, auditor mengambil kesimpulan apakah auditor masih memiliki kesangsian besar mengenai kemampuan entitas dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu pantas. Berikut ini adalah contoh kondisi dan peristiwa yang mengarah pada kesangsian atas kelangsungan hidup perusahaan (SA Seksi 341): 1) Trend negatif. Contoh dari trend negatif adalah: kerugian operasi yang berulangkali terjadi, kekurangan modal kerja, arus kas negatif dari kegiatan usaha, rasio keuangan penting yang jelek. 2) Petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan. Contoh dari petunjuk lain tentang kemungkinan kesulitan keuangan: kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya atau perjanjian serupa, penunggakan pembayaran dividen, penolakan oleh pemasok terhadap pengajuan permintaan pembelian kredit biasa, rektrukturisasi utang, kebutuhan untuk mencari sumber atau metode pendanaan baru, atau penjualan sebagian besar aktiva. 3) Masalah intern. Contoh dari masalah intern: pemogokan kerja atau kesulitan hubungan perburuhan yang lain, ketergantungan besar atas
24
sukses projek tertentu, komitmen jangka panjang yang tidak bersifat ekonomis, kebutuhan untuk secara signifikan memperbaiki operasi. 4) Masalah luar yang telah terjadi. Contoh dari masalah luar yang telah terjadi: pengaduan gugatan pengadilan, keluarnya undang-undang, atau masalah-masalah lain yang kemungkinan membahayakan kemampuan entitas untuk beroperasi, kehilangan franchise, lisensi atau paten penting, kehilangan pelanggan atau pemasok utama, kerugian akibat bencana besar seperti gempa bumi, banjir, kekeringan, yang tidak diasuransikan atau diasuransikan namun dengan pertanggungan yang tidak memadai. Berikut ini adalah contoh laporan auditor independen yang berisi pernyataan wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (IAI, 2001: SA Seksi 341.7 paragraf 15): Laporan Auditor Independen [Pihak yang dituju oleh auditor] Kami telah mengaudit neraca PT KXT tanggal 31 Desember 20X2 serta laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal tersebut. Lapaoran keuangan adalah tanggung jawab manajemen Perusahaan. Tanggun jawab kami terletak pada pernyataan pendapat ats laporan keuangan berdasarkan audit kami. Kami melaksanakan audit berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntansi Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlahjumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang
25
dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat. Menurut pendapat kami, laporan keuangan yang kami sebut di atas menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan PT KXT tanggal 31 Desember 20X2, dan hasil usaha serta arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Lampiran keuangan terlampir telah disusun dengan anggapan perusahaan akan melanjutkan usahanya secara berkelanjutan. Seperti yang diuraikan dalam Catatan X atas laporan keuangan, perusahaan telah mengalami kerugian yang berulangkali dari usahanya dan mengakibatkan saldo ekuitas negatif serta tanggal 31 Desember 20X2, jumlah kewajiban lancar Perusahaan melebihi jumlah aktiva sebesar Rp YYY. Rencana manajemen untuk mengatasi masalah ini juga telah diungkapkan dalam Catatan X. Laporan keuangan terlampir tidak mencakup penyesuaian yang berasal dari masalah tersebut. [Tanda tangan, nama rekan, nomor izin akuntansi publik, nomor izin kantor akuntan publik] [Tanggal
2.1.8 Profitabilitas Profitabilitas merupakan jumlah relatif laba yang dihasilkan dari sejumlah investasi atau modal yang ditanamkan dalam suatu usaha. Tujuan dari analisis profitabilitas adalah untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisis ini juga untuk mengetahui hubungan timbal balik antar pos-pos yang ada pada neraca perusahaan yang bersangkutan guna mendapatkan berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas perusahaan yang bersangkutan. Return On Asset (ROA) adalah rasio yang diperoleh dengan
26
membagi laba/rugi bersih dengan total asset. Rasio ini digunakan untuk menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan dan semakin baik pula prospek bisnisnya.
2.1.9 Leverage Leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan utang untuk membiayai investasinya (Sartono, 2001:120). Leverage dapat diproksikan dengan debt ratio yaitu membandingkan antara total kewajiban dengan total aktiva. Rasio ini mengukur tingkat persentase utang perusahaan terhadap total aktiva yang dimiliki atau seberapa besar tingkat persentase total aktiva dibiayai dengan utang. Semakin besar tingkat rasio leverage menyebabkan timbulnya keraguan akan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya di masa depan karena sebagian besar dana yang diperoleh oleh perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang dan dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada umumnya lebih menyukai debt ratio yang rendah angka rasionya, maka semakin besar peredaman dari kerugian yang dialami kreditor jika terjadi likuidasi. Semakin besar debt ratio maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk memberikan opini audit going concern.
27
2.1.10
Likuiditas Likuiditas merupakan suatu cara yang digunakan dalam menguji
tingkat proteksi yang diperoleh pemberi pinjaman berpusat pada kredit jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk mendanai operasi perusahaan. Darsono dan Ashari (2004) Likuiditas adalah kemampuan aktiva lancar perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang dimiliki. Jika perusahaan memiliki likuiditas yang baik, maka kemungkinan untuk dapat meneruskan aktivitas usahanya akan lebih besar, sehingga kemungkinan untuk memperoleh opini going concern lebih sedikit. Pengukuran
tingkat
likuiditas
perusahaan
dilakukan
dengan
menggunakan rasio lancar atau current ratio (Riyanto, 1995). Perusahaan yang memiliki rasio lancar tinggi, maka perusahaan tersebut dianggap memiliki kemampuan untuk membayar kewajiban jangka pendeknya dan mempertahankan kelangsungan usaha (Januarti dan Fitrianasari, 2008). Semakin rendah rasio lancar, maka perusahaan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap pihak yang bersangkutan. Dari sudut padang pemberi pinjaman, suatu rasio yang lebih tinggi tampaknya dapat memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian bila terjadi kegagalan perusahaan.
28
2.1.11 Opini Audit Tahun Sebelumnya Opini audit tahun sebelumnya adalah opini audit yang diterima perusahaan pada tahun sebelumnya atau satu tahun sebelum tahun penelitian. Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini yang sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukkan bahwa model analisis diskriminan yang memasukkan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibandingkan model yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1984), Carcello dan Neal (2000), Lennox (2002), Ramadhany (2004), Setyarno dkk. (2006), Praptitorini dan Januarti (2007), serta Januarti (2009) menemukan hubungan positif antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going concern, maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menerima kembali opini audit going concern.
29
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya Hasil-hasil penelitian sebelumnya dalam Tabel 2.1 No
Peneliti
Judul
Variabel Independen Audit Lag, Rasio Leverage, Rasio Arus Kas, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Financial Distress
Hasil Penelitian
1
Ibrahim (2014)
Pengaruh Audit Lag, Rasio Leverage, Rasio Arus Kas, Opini Audit Tahun Sebelumnya dan Financial Distress Terhadap penerimaan Opini Going Concern
2
Triseptya (2014)
Faktor-faktor yang memengaruhi Penerimaan opini Audit Going Concern
Audit tenure, debt default, reputasi KAP, kondisi keuangan, opini audit sebelumnya dan ukuran perusahaan.
reputasi Kantor Akuntan Publik dan kondisi keuangan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern Sedangkan audit tenure, debt default, leverage dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern
Arma (2013)
Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern Analisis faktor-faktor yang memengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern
Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Perusahaan
Profitabilitas, Likuiditas dan Pertumbuhan Perusahaan berpengaruh signifikan negatif terhadap opini audit going concern.
Current ratio, Return on asset, Ukuran Perusahaan, Kualitas auditor, Kepemilikan Managerial
Current ratio, Return on asset, Ukuran perusahaan, Kualitas auditor dan Kepemilikan Managerial tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern
3
4
Afrina Syafitri dan Herawati (2012)
30
audit lag, rasio arus kas, dan rasio leverage tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern sedangkan opini audit tahun sebelumnya dan financial distress berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern.
Variabel Independen
No
Peneliti
Judul
5
Rahman dan Siregar (2012)
Kualitas audit, Kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, Opini audit tahun sebelumnya, Ukuran perusahaan, Debt to equity ratio.
Pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya dan debt to equity ratio berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern sedangkan Kualitas audit, Kondisi keuangan perusahaan dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.
6
Mardhiyah Ria Sari (2011)
Pengaruh kualitas audit, kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan debt to equity ratio terhadap penerimaan opini audit going concern Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Auditor Dalam Memberikan Opini Going Concern
Rasio likuiditas, Rasio profitabilitas, Rasio leverage, Rasio Nilai Pasar, Reputasi Auditor dan Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dan rasio likuiditas berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern sedangkan reputasi auditor, rasio profitabilitas, rasio leverage, dan rasio nilai pasar tidak berpengaruh signifikan terhadap pemberian opini audit going concern
7
Ayu Putri Widyantari (2011)
Opini Audit Going Concern Dan FaktorFaktor Yang Memengaruhi: Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Likuiditas, leverage, profitabilitas, arus kas, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, kualitas audit, audit lag, opini audit tahun sebelumnya, dan auditor client tenure
Likuiditas, Pertumbuhan perusahaan, Kualitas Audit, Audit Lag dan Auditor client tenure tidak berpengaruh pada opini audit going concern. Sedangkan Leverage dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada opini audit going concern. Profitabilitas, arus kas dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada opini audit going concern.
31
Hasil Penelitian
Variabel Independen
No
Peneliti
Judul
8
Wulandari Juandini (2010)
Factors that Influence the Acceptance of a Going Concern Audit Opinion Manufacturing Companies Listed In Indonesia Stock Exchange (BEI)
Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan perusahaan, dan Opini Audit tahun sebelumnya
Profitabilitas dan Pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern Sedangkan Likuditas berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Opini Audit Tahun Sebelumnya berpengaruh positif secara signifikan terhadap kemungkinan penerimaan opini audit goingconcern.
9
Rezkhy Noverio dan Totok Dewayanto (2010)
Analisis Pengaruh Kualitas Auditor, Profitabilitas, Solvabilitas dan Likuiditas terhadap Opini audit Going Concern
Kualitas auditor, Profitabilitas, Solvabilitas dan Likuiditas
Kualitas auditor, profitabilitas dan solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern Sedangkan likuiditas tidak berpengaruh pada penerimaan opini audit going Concern
10
Kevin C. W.Chen and Bryan K. Church (1992)
Default on Debt Obligationsand theIssuance of GoingConcern Opinions
Cash flows from current operations divided by total liabilities (CFTL), current assets divided by current liabilities (CACL), longterm debt divided by total assets (LDTA), net divided by net sales (NIBTS), perubahan current ratio (CCR), terjadinya rugi operasi 2 tahun berturut-turut (LOS2), ukuran perusahaan (LTA), dan status default
Enam variable yaitu CFTL, CACL, LDTA, NIBTS, LTA, CCR berguna dalam menjelaskan penerbitan opini audit going concern. Status default lebih berguna dalam menjelaskan penerbitan opini audit going concern dibandingkan variabel keuangan
32
Hasil Penelitian
No
Peneliti
11
Jane F. Mutchler (1985)
Variabel Independen
Judul A Multivariateanalysis of theauditor’s goingconcern opinion decision
CashCash Flow/Total Liabilities, Current Assets/Current Liabilities, Net Worth/Total Liabilities, Total Long-term Liabilities/Total assets, dan Net Income Before Tax/Net Sales), item contrary information, mitigating factors, tren dan tipe opini tahun sebelumnya
Hasil Penelitian Model dengan variabel rasio-rasio keuangan dan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9%dibanding model yang lain
2.3 Hipotesis Penelitian 2.3.1 Opini Audit Tahun sebelumnya Memoderasi pengaruh Profitabilitas pada Opini Audit Going concern Analisa rentabilitas/profitabilitas dimaksudkan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan. Analisa ini juga untuk mengetahui hubungan timbal balik antara pos-pos yang ada pada neraca perusahaan yang bersangkutan guna mendapatkan berbagai indikasi yang berguna untuk mengukur efisiensi dan profitabilitas perusahaan yang bersangkutan. Penelitian Widyawati (2009) dan Widyantari (2011) membuktikan bahwa
profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap opini audit going
concern. Return on asset (ROA) adalah ratio yang diperoleh dengan membagi
33
laba/rugi
bersih
dengan
total
asset.
Rasio
ini
digunakan
untuk
menggambarkan kemampuan manajemen perusahaan dalam memperoleh laba dan manajerial efisiensi secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ROA semakin efektif pula pengelolaan aktiva perusahaan. Dengan demikian semakin besar rasio profitabilitas menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik, sehingga auditor tidak memberikan opini going concern pada perusahaan yang memiliki laba tinggi. Opini audit sebelumnya didefinisikan sebagai opini audit yang diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Opini audit going concern tahun sebelumya ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Penelitian sebelumnya, Carcello dan Neal (2000), Lennox (2002), Dewayanto (2011) , Setyarno dkk. (2006), Praptitorini dan Januarti (2007), Januarti (2009), dan Putra (2010) menemukan hubungan positif antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun berjalan. Jadi tingkat profitabilitas yang tinggi belum tentu akan terhindar dari opini audit going concern karena adanya faktor opini audit tahun sebelumnya yang
dapat
dijadikan
faktor
pertimbangan
penting
auditor
mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya.
34
untuk
H1 : Opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh profitabilitas pada opini audit going concern
2.3.2 Opini Audit Tahun Sebelumnya memoderasi pengaruh Leverage pada Opini Audit Going concern Rasio leverage dapat digunakan untuk mengetahui kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Rasio leverage umumnya diukur dengan menggunakan debt ratio yaitu membandingkan total kewajiban dengan total aktiva. Jumlah utang yang melebihi total aktiva menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi modal atau saldo ekuitas bernilai negatif. Semakin besar rasio ini menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Chen dan Church (1992) membuktikan bahwa perusahaan yang memiliki aktiva yang lebih kecil daripada kewajibannya akan menghadapi bahaya kebangkrutan. Penelitian sebelumnya, Carcello dan Neal (2000) serta Masyitoh dan Adhariani (2010) menemukan bahwa leverage berhubungan positif dengan pemberian opini audit going concern. Rasio leverage yang tinggi dapat berdampak buruk bagi kondisi keuangan perusahaan. Semakin tinggi rasio leverage maka semakin menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan lebih berpeluang mendapatkan
35
opini audit going concern. Sejalan dengan opini audit sebelumnya Menurut Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Jadi, opini audit tahun sebelumnya mampu memoderasi pengaruh leverage pada opini audit going concern. H2 : Opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh leverage pada opini audit going concern
2.3.3 Opini Audit Tahun Sebelumnya Memoderasi Pengaruh Likuiditas pada Opini Audit Going concern Likuiditas
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar. Data laporan keuangan yang berisi kewajiban dan aktiva lancar ini bisa saja di manipulasi oleh pihak agen yang hanya fokus untuk kepentingannya saja. Sehingga jika data tersebut dimanipulasi maka hasilnya pun akan tidak sesuai dengan kondisi keuangan dan investor akan dalam pengambilan keputusan investasinya. Januarti dan Fitrianasari (2008) keraguan auditor akan menyebabkan penerimaan opini audit going concern terhadap perusahaan. Kemampuan perusahaan yang rendah dalam melaksanakan kewajibannya akan menyebabkan auditor ragu akan kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
36
Penelitian sebelumnya, Sari (2012) dan Hany dkk (2003) likuiditas memiliki pengaruh terhadap opini audit going concern. Oleh karena itu, jika likuiditas tinggi maka perusahaan dianggap mampu melakukan kewajiban jangka pendeknya dan terhindar dari opini going concern. Sedangkan jika opini audit sebelumnya adalah opini audit going concern ini akan menjadi faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. Menurut Kartika (2012) apabila auditor menerbitkan opini audit going concern tahun sebelumnya maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan akan menerima kembali opini audit going concern pada tahun berjalan. Jadi, jika likuiditas perusahaan tinggi belum tentu akan dapat terhindar dari opini going concern karena adanya opini audit tahun sebelumnya yang dapat dapat dijadikan faktor pertimbangan penting auditor untuk mengeluarkan kembali opini audit going concern pada tahun berikutnya. H3 : Opini audit tahun sebelumnya memoderasi pengaruh likuiditas pada opini audit going concern
37