BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1
Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Atribusi Teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi menjelaskan mengenai proses bagaimana kita menentukan penyebab dan motif tentang perilaku seseorang. Teori ini mengacu tentang bagaimana seseorang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri yang akan ditentukan apakah dari internal misalnya sifat, karakter, sikap, dll ataupun eksternal misalnya tekanan situasi atau keadaan tertentu yang akan memberikan pengaruh terhadap perilaku individu (Ayuningtyas, 2012). Teori atribusi menjelaskan tentang pemahaman akan reaksi seseorang terhadap peristiwa di sekitar mereka dengan mengetahui alasan-alasan mereka atas kejadian yang dialami. Teori atribusi dijelaskan bahwa terdapat perilaku yang berhubungan dengan sikap dan karakteristik individu, maka dapat dikatakan bahwa hanya melihat perilakunya akan dapat diketahui sikap atau karakteristik orang tersebut serta dapat juga memprediksi perilaku seseorang dalam menghadapi situasi tertentu (Ayuningtyas, 2012). Dalam hidupnya, seseorang akan membentuk ide tentang orang lain dan situasi disekitarnya yang menyebabkan perilaku seseorang dalam persepsi sosial yang disebut dengan dispositional atributions dan situational attributions (Luthans,2006). Dispositional attributions atau penyebab internal yang mengacu pada aspek perilaku individual yang ada dalam diri seseorang seperti kepribadian,
9
persepsi diri, kemampuan, motivasi. Situational attributions atau penyebab eksternal yang mengacu pada lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi perilaku, seperti kondisi sosial, nilai-nilai sosial, dan pandangan masyarakat. Dengan kata lain, setiap tindakan atau ide yang akan dilakukan oleh seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal individu tersebut (Ayuningtyas, 2012). Luthans (2006) menekankan bahwa teori atribusi berhubungan dengan proses kognitif dimana individu menginterprestasikan perilaku berhubungan dengan bagian tertentu dari lingkungan yang relevan. Ahli teori atribusi mengamsusikan bahwa manusia itu rasional dan didorong untuk mengidentifikasi dan memahamai struktur penyebab dari lingkungan mereka. Inilah yang menjadi ciri teori atribusi. Kekuatan internal (atribut personal seperti kemampuan, usaha dan kelelahan) dan kekuatan eksternal (atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) itu bersama-sama menentukan perilaku manusia. Dia menekankan bahwa merasakan secara tidak langsung adalah determinan paling penting untuk perilaku. Atribusi internal maupun eksternal telah dinyatakan dapat mempengaruhi terhadap evaluasi kinerja individu, misalnya dalam menerima suatu perubahan sistem yang mempengaruhi tingkat kemampuan individu dalam menerima perubahan tersebut sehingga mampu meningkatkan kinerjanya. Orang akan berbeda perilakunya jika mereka lebih merasakan atribut internalnya daripada atribut eksternalnya (Ayuningtyas, 2012).
10
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori atribusi karena peneliti akan
melakukan
studi
empiris
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja auditor, khususnya pada kemampuan serta karakteristik personal auditor itu sendiri. Pada dasarnya karakteristik personal seorang auditor merupakan salah satu penentu terhadap kinerja auditor karena merupakan suatu faktor internal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas. 2.1.2 Auditing Menurut Mulyadi (2002:11), auditing merupakan pemeriksaan laporan keuangan yang bertujuan menilai kewajaran penyajian laporan yang bersifat material mengenai posisi keuangan. Pemeriksaan atau auditing adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan pengumpulan, penganalisaan, dan pengevaluasian bukti-bukti pemeriksaan yang dilakukan secara sistematis, terarah, dan terencana untuk dijadikan dasar merumuskan pendapat yang independent dan professional (professional opinion) atau pertimbangan (judgement) tentang tanggung jawab pimpinan mengenai kebijakan dan keputusan yang dibuatnya, seperti yang tertuang dalam Panduan Manajemen BPK RI (2008). Pengauditan adalah suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan (Halim, 2008:1). Audit atas laporan keuangan dilakukan karena adanya perbedaan kepentingan, keterbatasan dalam mengakses data secara langsung (remoteness),
11
untuk memastikan bahwa laporan keuangan sudah disajikan sesuai dengan standar akuntansi berterima umum, serta memastikan kualitas laporan keuangan. Jadi, dengan adanya audit atas laporan keuangan, kredibilitas perusahaan dapat meningkat,
mendorong
efisiensi
pasar
modal
bagi
perusahaan,
dan
memaksimalkan keakuratan kinerja sumber daya akuntansi Akuntan publik merupakan auditor profesional yang memberikan jasa audit dan memberikan penilaian atas laporan keuangan yang dibuat kliennya sesuai dengan standar Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) 2011. Menurut Chiang et al. (2012), peran audit berarti membandingkan antara kegiatan yang diaudit dan kegiatan yang seharusnya terjadi, membandingkan antara kondisi dan kriterianya yang berguna untuk mengurangi dampak dari asimetri informasi antara prinsipal dan agen. Laporan keuangan yang sudah diaudit oleh auditor independen menunjukkan bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar yang ada dan untuk memastikan bahwa tidak terjadi kesalahan dalam laporan keuangan tersebut. Menurut Yeganeh et al. (2010), audit memiliki peranan penting dalam informasi keuangan sebagai alat untuk mengurangi risiko investasi, meningkatkan pengendalian keputusan didalam dan diluar organisasi, meningkatkan efisiensi dan kejujuran, serta mendorong efisiensi pasar modal. Auditor yang ditugaskan untuk mengaudit tindakan ekonomi atau kejadian untuk entitas individual atau entitas hukum pada umumnya diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok Halim (2008:11), yaitu:
12
1) Auditor Internal Auditor internal merupakan karyawan suatu perusahaan tempat mereka melakukan audit. Tujuan audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Audit internal dapat mendukung audit atas laporan keuangan yang dilakukan auditor independen. 2)
Auditor Pemerintah Auditor pemerintah adalah auditor yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas utamanya adalah melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan dari berbagai unit organisasi dalam pemerintahan.
3)
Auditor Independen (Akuntan Publik) Auditor independen adalah para praktisi individual atau anggota Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memberikan jasa audit profesional kepada klien. Klien dapat berupa perusahaan bisnis yang berorganisasi laba, organisasi
nirlaba,
badan-badan
pemerintahan,
maupun
individu
perseorangan. 2.1.3 Sistem Informasi Audit Sistem informasi audit merupakan bagian dari proses audit secara keseluruhan, yang merupakan salah satu fasilitator untuk tata kelola perusahaan yang baik. Unsur-unsur utama sistem informasi audit dapat secara luas diklasifikasikan Ron Weber (dalam Sayana, S. A. 2002): (1) review fisik dan lingkungan; (2) review sistem administrasi; (3) review perangkat lunak; (4) review jaringan keamanan; (5)review hardware; (6) review data integritas.
13
Untuk mengembangkan proses audit agar lebih efisien dan mampu memberikan hasil sesuai yang diharapkan serta mampu menyeimbangkan kemampuan teknologi, audit dilakukan secara sistematis dan memadukan dengan kecanggihan komputer. Ron Weber (dalam Sayana, S. A. 2002), mendefinisikan sebagai proses dari pengumpulan dan evaluasi bukti untuk mendeterminasikan apakah sistem komputer (sistem informasi) keamanan (safeguard) aset, pemeliharaan integritas data, mencapai tujuan organisasi secara efektif dan penggunaan sumber daya secara efisien. Audit sistem informasi adalah cara untuk melakukan pengujian terhadap sistem informasi yang ada di dalam organisasi untuk mengetahui apakah sistem informasi yang dimiliki telah sesuai dengan visi, misi dan tujuan organisasi, menguji performa sistem informasi dan untuk mendeteksi risiko-risiko dan efek potensial yang mungkin timbul. Luas pemrosesan komputer yang digunakan dalam aplikasi akuntansi signifikan, seperti kompleksitas pemrosesan tersebut, akan berpengaruh terhadap sifat, waktu, dan luas prosedur audit (Wilkinson et al. 2003). Penyebab utama pengaruh tersebut dikarenakan bergesernya bukti audit menjadi bukti elektronik. Di samping itu, TI memungkinkan transaksi real time yang mempengaruhi perilaku bukti menjadi terus berubah. Dalam kasus tersebut peran audit berkelanjutan sangat dibutuhkan. Menurut Singleton (2013), alat pengolahan komputerisasi dapat menggunakan teknik dan alat audit berbantuan komputer Computer Aided Audit Tolls and Techniques (CAATTs), alat ini disebut Electronic Data Processing Auditing (Audit EDP).
14
Menurut
Budilaksono
(2011),
audit
EDP
adalah
suatu
proses
mengumpulkan data dan menilai bukti untuk menentukan apakah sistem komputer mampu mengamankan aset, memelihara kebenaran data, mampu mencapai tujuan organisasi perusahaan secara dan efektif menggunakan aset perusahaan secara hemat. Teknik dan metode yang digunakan melaksanakan audit EDP (James Hall, 2007), ada tiga yakni: audit sekitar komputer (audit around the computer) dapat dilakukan jika dokumen sumber tersedia dalam bahasa non-mesin memungkinkan auditor menelusuri suatu transaksi dari dokumen sumber ke output. Audit melalui komputer (audit trough the computer), auditor menguji dan menilai efektivitas prosedur pengandalian operasi dan program komputer serta ketepatan proses di dalam komputer. Keunggulan teknik ini adalah bahwa auditor memiliki kemampuan yang besar dan efektif dalam melakukan pengujian terhadap sistem komputer. Audit dengan komputer (audit with the computer) menggunakan software untuk mengotomasikan prosedur pelaksanaan. 2.1.4 Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Penggunaan Teknik Audit Berbantuan Komputer sangat diperlukan dalam pemeriksaan laporan keuangan karena dengan adanya bantuan komputer maka akan membantu auditor dalam melakukan pengauditan menjadi lebih efektif dan efisien. Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)-PSA No. 59 (SA Seksi 327) tentang Teknik Audit Berbantuan Komputer. Dalam konteks tersebut, ditekankan perlunya pemahaman auditor dalam pemeriksaan sebuah sistem akuntansi berbasis komputer, sehingga dunia audit sekarang mempunyai Teknik Audit Berbantuan
15
Komputer atau Computer Assisted Audit Techniques (CAATs) yaitu setiap penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam kegiatan audit. Penggunaan TABK atau CAATs akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas auditor dalam melaksanakan audit dengan memanfaatkan segala kemampuan yang dimiliki oleh komputer. Jenis aktivitas ini normalnya dilakukan selama proses pengujian substantive terhadap rekening-rekening neraca dan dapat disebut auditing dengan komputer. Banyak audit melibatkan baik pengujian kelayakan maupun pengujian substantive. Kedua jenis auditing sistem informasi tersebut dapat dilakukan baik oleh auditor internal maupun auditor eksternal (Bodnar, & Hoopwoods. 2006). Pada waktu merencanakan audit, auditor harus mempertimbangkan suatu kombinasi semestinya teknik audit secara manual dan teknik audit berbantuan komputer. Dalam menentukan apakah akan digunakan TABK, faktor-faktor berikut ini harus dipertimbangkan berdasarkan PSA No.59 (SA Seksi 327), yaitu: 1) Pengetahuan, keahlian, dan pengalaman komputer yang dimiliki oleh auditor Auditor harus memiliki pengetahuan memadai untuk merencanakan, melaksanakan, dan menggunakan hasil penggunaan TABK. Tingkat pengetahuan yang harus dimiliki oleh pemeriksa tergantung atas kompleksitas, sifat TABK dan sistem akuntansi entitas. 2) Tersedianya TABK dan fasilitas komputer yang sesuai Pemeriksa harus mempertimbangkan tersedianya TABK, kesesuaian fasilitas komputer, dan sistem akuntansi serta file berbasis komputer yang
16
diperlukan. Pemeriksa dapat merencanakan untuk menggunakan fasilitas komputer yang lain bila penggunaan TABK atas komputer entitas dianggap tidak ekonomis atau tidak praktis untuk dilakukan. 3) Ketidakpraktisan pengujian manual Banyak sistem akuntansi terkomputerisasi dalam melaksanakan tugas tertentu tidak menghasilkan bukti yang dapat dilihat. Dalam keadaan ini, tidaklah praktis bagi pemeriksa untuk melakukan pengujian secara manual. Tidak adanya bukti yang dapat dilihat dapat terjadi berbagai tahap proses akuntansi. 4) Efektivitas dan efisiensi Efektifitas dan efisiensi prosedur pemeriksaan dapat ditingkatkan melalui penggunaan
TABK
dalam
memperoleh
dan
mengevaluasi
bukti
pemeriksaan. 5) Saat pelaksanaan File komputer tertentu, seperti file transaksi rinci, seringkali disimpan hanya untuk jangka waktu pendek, dan mungkin tidak disediakan dalam bentuk yang dapat dibaca oleh mesin pada saat diperlukan oleh pemeriksa. Jadi, pemeriksa akan memerlukan pengaturan untuk mempertahankan data yang dibutuhkannya atau ia dapat mengubah saat pekerjaannya memerlukan data tersebut.
17
2.1.5 Kegunaan TABK Dalam pemeriksaan, TABK dapat digunakan untuk melakukan prosedur berikut (PSA No.59): 1) Pengujian rincian transaksi dan saldo 2) Seperti penggunaan perangkat lunak pemeriksaan untuk menguji semua (suatu sampel) transaksi dalam file komputer. 3) Prosedur analytical review, misalkan penggunaan perangkat lunak pemeriksaan untuk mengidentifikasi unsur atau fluktuasi yang tidak biasa. 4) Pengujian pengendalian (test of control) atas pengendalian umum sistem informasi komputer, misalkan penggunaan data uji untuk menguji prosedur akses ke perpustakaan program (program libraries). 5) Pengujian pengendalian atas pengendalian aplikasi sistem informasi komputer, misalkan penggunaan data ujiuntuk menguji berfungsinya prosedur yang telah diprogramkan. 6) Mengakses file, yaitu kemampuan untuk membaca file yang berbeda record-nya dan berbeda formatnya. 7) Mengelompokkan data berdasarkan kriteria tertentu. 8) Mengorganisasikan file, seperti menyortasi dan menggabungkan. 9) Membuat laporan, mengedit, dan memformat keluaran. 10) Membuat persamaan dengan operasi rasional (AND; OR; =; <>; <; >; IF).
18
2.1.6 Perangkat TABK Untuk dapat menggunakan TABK dalam pemeriksaan, pemeriksa memerlukan sejumlah perangkat yang berupa perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) (PSA No.59 (SA Seksi 327)). 1) Perangkat keras yang diperlukan untuk menggunakan TABK diantaranya adalah Komputer dan Media penyimpanan data eksternal seperti floppy disk, compact disk (CD), Flash disk, external hard disk. 2) Perangkat lunak yang diperlukan untuk TABK diantaranya adalah perangkat lunak pemeriksaan (generalized audit software), perangkat lunak pengolah angka (spreadsheet software), dan perangkat lunak pengolah data (database software). 2.1.7 Computer Self Efficacy (CSE) Computer Self Efficacy merupakan sebuah variabel penting dalam penelitian teknologi informasi. Konsep self efficacy merupakan sebuah konsep yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan masing–masing individu. Konsep CSE sebagimana didefinisikan oleh Compeau dan Higgins dalam Rustiana (2004) menyatakan sebagai judgement kapabilitas dan keahlian komputer seseorang untuk melakukan tugas–tugas yang berhubungan dengan teknologi informasi. Menurut Compeau dan Higgins studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk menentukan perilaku individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi informasi. Menurut Rosen dan Maguire dalam Stone yang dikutip oleh Rustiana (2004) menyatakan bahwa CSE merupakan salah satu prediktor yang
19
penting bagi mahasiswa untuk mau mempelajari dan menggunakan sistem komputer. Self efficacy muncul pertama kali dari cetusan Allert Bandura seorang pakar psikologi perilaku. Self efficacy adalah keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil dalam menjalankan tugas tertentu. Self efficacy muncul secara lambat laun melalui pengalaman–pengalaman kemampuan kognitif, sosial, bahasa dan fisik yang rumit (Kreitner dan Kinicki, 2005;169). Seseorang yang mempunyai self efficacy tinggi maka akan selalu dapat mengendalikan dirinya dengan baik dan mempunyai kinerja yang baik demikian sebaliknya seseorang dengan self efficacy rendah cenderung tidak dapat mengendalikan diri sehingga kinerja lebih jelek. Keberhasilan seseorang pada masa lalu cenderung akan meningkatkan self efficacy tetapi kegagalan masa lalu akan menurunkan self efficacy. Seseorang dengan self efficacy tinggi cenderung mempunyai perilaku yang aktif sehingga akan menuai keberhasilan sebaliknya seseorang dengan self efficacy rendah cenderung pasif dalam berperilaku sehingga akan menuai kegagalan. Dalam konteks komputer , CSE menggambarkan persepsi individu tentang kemampuannya menggunakan komputer untuk menyelesaikan tugas– tugas sperti menggunakan paket–paket word processor yang lebih dari keahlian sederhana seperti memformat disket atau booting ulang komputer. Menurut Compeau dan Higgins (1995) CSE didefinisikan sebagai penilaian terhadap kapabilitas seseorang untuk menggunakan komputer/sistem informasi/teknologi informasi. CSE dipandang sebagai salah satu variabel yang penting untuk mengamati studi perilaku individual dalam penugasan bidang
20
teknologi informasi (Rustiana, 2004). Hasil riset Compeau dan Higgins (1995) menunjukkan, bahwa ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi CSE, yaitu: (1) dorongan dari pihak lain (2) pihak lain sebagai pengguna (3) dukungan dari organisasi pengguna komputer. Selanjutnya, Compeau dan Higgins (1995) menjelaskan ada tiga dimensi CSE, yaitu: (1) magnitude (2) strenght dan (3) generalibility. Dimensi magnitude mengacu pada tingkat kapabilitas yang diharapkan dalam penggunaan komputer. Individu yang mempunyai magtitude CSE yang tinggi diharapkan mampu menyelesaikan tugas-tugas komputasi yang lebih kompleks. Pada dimensi kedua yakni strength yang mengacu pada level keyakinan tentang judgement atau kepercayaan individu untuk mampu menyelesaikan tugas-tugas komputasinya dengan baik. Dimensi terakhir adalah generalibility yang mengacu pada tingkat judgement user yang terbatas pada domain khusus aktivitas. Dalam konteks komputer, domain ini mencerminkan perbedaan konfigurasi pada penggunaan hardware dan software. 2.1.8 Kinerja Auditor Kinerja adalah suatu hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan dan menyeleseikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan ketepatan waktu (Trisnaningsih,2007). Rahmawati (2011) menyatakan bahwa kinerja (performance) juga merupakan gambaran atau ilustrasi hasil mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan dari suatu kegiatan yang dilakukan oleh individu atau organisasi guna mencapai sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut
21
Mangkunegara (2005:98), kinerja merupakan hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang didasari oleh sumber daya manusia per-satuan periode waktu dalam melaksakan tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Terdapat dua jenis kinerja yaitu, kinerja individual dan kinerja organisasi. Menurut Engko (2006), kinerja individual mengacu pada prestasi kerja individu yang diatur berdasarkan standar atau kriteria yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi. Kinerja organisasi merupakan pencapaian prestasi semua individu yang terdapat dalam sebuah organisasi. Kinerja individual yang tinggi dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Akuntan publik yang melaksanakan penugasan pemeriksaan (examination) secara obyektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan (Mulyadi, 2002). Seorang profesional dituntut memiliki kinerja yang baik dan memberikan dampak positif pada organisasi tempatnya dia bekerja. Peningkatan kinerja auditor merupakan pencapaian kualitas pemeriksaan yang efisien dan efektif dalam melakukan tugas pengauditan yang dibebankan. Menurut Siagian (2008), menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal sesuai dengan etika dan moral.
22
2.2
Rumusan Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas maka berikut
disajikan kerangka pemikiran yang ditugaskan dalam model penelitian. Hubungan antar variabel dapat digambarkan sebagai berikut: 2.2.1 Pengaruh Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer pada Kinerja Auditor Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 327 tahun 2011 ditekankan perlunya pemahaman auditor dalam pemeriksaan sebuah sistem akuntansi berbasis komputer. TABK atau Computer Assisted Audit Techniques (CAATs) merupakan penggunaan teknologi informasi sebagai alat bantu dalam kegiatan audit. Penggunaan TABK atau CAATs akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas auditor dalam melaksanakan audit dengan memanfaatkan segala kemampuan yang dimiliki oleh komputer (Saputra, 2014). Hasil penelitian Dewi (2014) membuktikan bahwa TABK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit pada BPK RI Perwakilan Provinsi Bali. Hasil penelitian Aritonang (2006) membuktikan bahwa implementasi TABK berperan signifikan dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak rutin pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Tanah Abang. Penelitian lainnya dilakukan oleh Legowo (2014) mengenai TABK terhadap kinerja auditor, dimana hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa TABK memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja auditor. Sidik Widati (2008) yang meneliti tentang pengaruh faktor kesesuaian tugas teknologi dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kinerja auditor pada kantor akuntan publik di daerah Jawa
23
Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta, menemukan hasil penelitian yang
menunjukan bahwa pemanfaatan teknologi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer berpengaruh positif pada kinerja auditor 2.2.2 Pengaruh Computer Self Efficacy pada Kinerja Auditor Self efficacy merupakan sebuah konsep yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan masing – masing individu. Konsep Computer Self Efficacy Self sebagimana didefinisikan oleh Compeau dan Higgins dalam Rustiana (2004) menyatakan sebagai judgement kapabilitas dan keahlian komputer seseorang untuk melakukan tugas – tugas yang berhubungan dengan teknologi informasi. Menurut Compeau dan Higgins studi tentang CSE ini penting dalam rangka untuk menentukan perilaku individu dan kinerja dalam penggunaan teknologi informasi. Hasil penelitian Wijayanti, dkk (2009) membuktikan adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara kemampuan menggunakan komputer (CSE) dengan persepsi pengguna terhadap manfaat yang diperoleh dari Internet Banking (PU). Penelitian lainnya dilakukan oleh Chan et al. (2004) yang membuktikan bahwa computer self efficacy memiliki pengaruh positif terhadap perceived ease of use dalam pengadopsian internet banking. Penelitian lainnya dilakukan oleh Raharjo (2010) membuktikan bahwa computer self efficacy memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi tingkat CSE seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkan semakin
24
baik. Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H2 : Computer Self Efficacy berpengaruh positif pada kinerja auditor.
25