BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Penelitian Yang Relevan Mardiana (2011) dalam penelitiannya terhadap 40 siswa SMA kelas X di
SMAN 6 Kota Jambi menemukan sikap ilmiah siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sudah memuaskan dan berjalan baik yang ditandai dengan didapatnya nilai uji-t sebesar 6,164. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat secara signifikan dilihat dari rata-rata N-gain sebesar 0,48 untuk kelas eksperimen, sehingga model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dengan pendekatan inquiry dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. 2.2
Belajar dan Pembelajaran
2.2.1
Pengertian Belajar dan Pembelajaran James O. Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah
laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik untuk memperoleh tujuan tertentu (Aunurrahman, 2009).
7
8
Belajar menunjukkan suatu aktivitas pada diri seseorang yang disadari atau disengaja. Oleh sebab itu pemahaman kita pertama yang sangat penting adalah kegiatan belajar merupakan kegiatan yang disengaja atau direncanakan oleh pembelajar sendiri dalam
bentuk suatu aktivitas tertentu. Aktivitas ini
menunjukkan pada keaktifan seseorang dalam melakukan sesuatu kegiatan tertentu, baik pada aspek-aspek jasmaniah maupun aspek mental yang memungkinkan terjadinya perubahan pada dirinya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa suatu kegiatan belajar dikatakan semakin baik, bilamana intensitas keaktifan jasmaniah maupun mental seseorang semakin tinggi (Aunurrahman, 2009). Menurut Gredler (dalam Aunurahman, 2009) dalam pengertian yang umum dan sederhana, belajar seringkali diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan orang untuk belajar menjadi ciri penting yang membedakan jenisnya dari jenis-jenis makhluk yang lain. Yamin (2007) mengungkapkan pengertian belajar menurut pandangan belajar tradisional dan pandangan belajar modern. Pandangan belajar tradisional, belajar adalah usaha untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Pengetahuan yang dijadikan tekanan penting, bagaimanapun seseorang itu belajar atau dimanapun seseorang belajar yang penting “berpengetahuan”. Sebab pengetahuan target utama dan dia merupakan modal utama untuk hidup, oleh sebab itu para siswa betul-betul harus belajar dan mempelajari berbagai mata pelajaran di sekolah. Sehingga orang berpandangan bahwa buku bacaan adalah sumber ilmu pengetahuan yang utama dan siswa diminta harus menghafal buku bacaan yang telah dipelajarinya.
9
Pandangan belajar modern, belajar adalah proses perubahan perilaku yang diakibatkan oleh interaksi dengan lingkungan. Seseorang dapat saja belajar melalui pengalaman di berbagai tempat, sarana, sumber yang memungkinkan untuk mengubah perilakunya. Belajar tidak hanya menanamkan pengetahuan dalam otak (kognitif),
akan
tetapi
mendapatkan
keterampilan
(psikomotorik),
dan
menumbuhkan nilai dan sikap (afektif) ketiga aspek itu harus ditanamkan secara seimbang di dalam diri siswa. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Hamalik, 2011). Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses interaksi antara peserta didik dengan pengajar/instruktur dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk pencapaian tujuan belajar tertentu (Uno, 2009). Aunurrahman (2009) mengemukakan melalui proses pembelajaran, guru dituntut untuk mampu membimbing dan memfasilitasi siswa agar mereka dapat memahami kekuatan serta kemampuan yang mereka miliki, untuk selanjutnya memberikan motivasi agar siswa terdorong untuk bekerja atau belajar sebaik mungkin untuk mewujudkan keberhasilan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Pembelajaran berupaya mengubah masukan berupa siswa yang belum terdidik, menjadi siswa yang terdidik, siswa yang belum memiliki pengetahuan
10
tentang sesuatu, menjadi siswa yang memiliki pengetahuan. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya (Aunurrahman, 2009). Menurut Sagala (2013) pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh siswa. 2.2.2
Prinsip-prinsip Belajar Menurut Aunurrahman (2009) beberapa prinsip belajar
yang dapat
dikembangkan dalam proses pembelajaran yaitu, sebagai berikut: 1) Prinsip Perhatian dan Motivasi Perhatian dan motivasi merupakan dua aktivitas yang memiliki keterkaitan yang sangat erat. Untuk menumbuhkan perhatian diperlukan adanya motivasi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika anak memiliki motivasi yang kuat untuk belajar. Motivasi merupakan tenaga pendorong bagi seseorang agar memiliki energi atau kekuatan melakukan sesuatu dengan penuh semangat. Motivasi sebagai suatu kekuatan yang mampu mengubah energi dalam diri seseorang dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi terkait erat dengan kebutuhan, semakin besar kebutuhan seseorang akan sesuatu yang ingin ia capai, maka akan semakin kuat motivasi
11
untuk mencapainya. Kebutuhan yang kuat terhadap sesuatu akan mendorong seseorang untuk mencapainya dengan sekuat tenaga. Hanya dengan motivasilah anak didik dapat tergerak hatinya untuk belajar bersama teman-temannya yang lain. 2) Prinsip Transfer dan Retensi Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsip yaitu : a. Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi b. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik c. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik dimana proses belajar itu terjadi d. Latihan yang terbagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik e. Penelaahan
bahan-bahan
faktual,
keterampilan
dan
konsep
dapat
meningkatkan retensi f. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil yang memuaskan g. Proses saling mempengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru yang sama dipelajari mengikuti bahan yang lalu. h. Pengetahuan tentang konsep, prinsip dan generalisasi dapat diserap dengan baik dan dapat diterapkan lebih berhasil dengan cara menghubung-hubungkan penerapan prinsip yang dipelajari dengan memberikan ilustrasi unsur-unsur yang serupa
12
i. Transfer hasil belajar dalam situasi baru dapat lebih mendapat kemudahan bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang khas dan dalam situasi yang agak sama dapat diciptakan. j. Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk menarik generalisasi, yang pada gilirannya nanti dapat lebih memperkuat retensi dan transfer. 3) Prinsip Keaktifan Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, disadari dan dikembangkan oleh setiap guru didalam proses pembelajaran. Demikian pula berarti harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan secara optimal, baik intelektual, emosional dan fisik jika dibutuhkan. Hal ini pula yang mendasari pemikiran bahwa kegiatan pembelajaran harus dapat memberikan dan mendorong seluas-luasnya keaktifan. Menurut teori belajar kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak sekedar menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Uraian di atas memberikan gambaran betapa pentingnya keaktifan anak dalam proses pembelajaran. Potensi-potensi anak hanya mungkin dapat dikembangkan, bilamana proses pembelajaran mampu melibatkan peran aktivitas intelektual, mental dan fisik anak secara optimal. 4) Prinsip Keterlibatan Langsung Keterlibatan langsung siswa di dalam proses pembelajaran memiliki intensitas keaktifan yang lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya
13
sekedar aktif mendengar, mengamati dan mengikuti, akan tetapi terlibat langsung di dalam melaksanakan suatu percobaan, peragaan, atau mendemonstrasikan sesuatu. Dengan keterlibatan langsung ini berarti siswa aktif mengalami dan melakukan proses belajar sendiri. Keterlibatan langsung siswa memberi banyak sekali manfaat baik manfaat yang langsung dirasakan pada saat terjadinya proses pembelajaran tersebut, maupun manfaat jangka panjang setelah proses pembelajaran terjadi. Implikasi prinsip keterlibatan langsung bagi guru adalah : a. Mengaktifkan peran individual atau kelompok kecil di dalam penyelesaian tugas. b. Menggunakan media secara langsung dan melibatkan siswa di dalam praktik penggunaan tersebut. c. Memberi keleluasaan kepada siswa untuk melakukan berbagai percobaan atau eksperimen. d. Memberikan tugas-tugas praktik Bagi siswa, implikasi keterlibatan langsung ini adalah : a. Siswa harus terdorong aktif untuk mengalami sendiri dalam melakukan aktivitas pembelajaran. b. Siswa dituntut untuk aktif mengerjakan tugas-tugas. 5) Prinsip Pengulangan Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat terhadap prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya berpikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya.
14
Melalui latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya semakin
kurang
pemberian
latihan,
maka
daya-daya
tersebut
lambat
perkembangannya. Mengajar pada hakikatnya adalah membentuk suatu kebiasaan, sehingga melalui pengulangan-pengulangan siswa akan terbiasa melakukan sesuatu dengan baik sesuai perilaku yang diharapkan. Agar kebiasaan itu menjadi efektif, maka seseorang terlebih dahulu harus memiliki pengetahuan berkenaan dengan sesuatu yang dilakukan. Implikasi prinsip-prinsip pengulangan bagi guru adalah : a. Memilah pembelajaran yang berisi pesan yang membutuhkan pengulangan b. Merancang kegiatan pengulangan c. Mengembangkan soal-soal latihan d. Mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengulangan yang bervariasi Sedangkan pada siswa sangat dituntut untuk memiliki kesadaran yang mendalam agar bersedia melakukan pengulangan latihan-latihan baik yang ditugaskan oleh guru maupun atas inisiatif dan dorongan diri sendiri. 6) Prinsip Tantangan Aunurrahman (2009) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta ramah, dan mereka memiliki peran di dalam pengambilan keputusan. Bilamana anak merasa tertantang dalam suatu pelajaran, maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang dapat mengganggu kegiatan belajarnya.
15
Dalam kaitan dengan prinsip-prinsip tantangan ini diharapkan guru secara cermat dapat memilih dan menentukan pendekatan-pendekatan dan metode pelajaran yang dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk belajar. 7) Prinsip Balikan dan Penguatan Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi dari teori belajar yang dikemukakan oleh Skiner melalui Teori Operant Conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”. Menurut hukum belajar ini, siswa akan belajar lebih bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Hasil belajar, apalagi hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh positif bagi upayaupaya belajar berikutnya. Namun dorongan belajar, menurut Skinner tidak hanya muncul karena penguatan yang menyenangkan, akan tetapi juga terdorong oleh penguatan yang tidak menyenangkan, dengan kata lain penguatan positif dan negatif dapat memperkuat belajar. Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas tingkah laku pada waktu yang lain. Memberikan penguatan dan balikan merupakan hal yang kedengarannya sederhana dan mudah, akan tetapi seringkali tidak terlalu mudah untuk dilakukan oleh setiap guru. Hambatannya bisa dalam berbagai bentuk yang berbeda. Beberapa orang guru mungkin belum terbiasa melakukannya. Sangat mungkin karena anggapan mereka yang belum mendapatkan “penguatan“ sebagai sesuatu
yang penting dalam proses
pembelajaran. Karena itu perlu upaya-upaya latihan agar keadaan tersebut menjadi terbiasa untuk dilakukan.
16
Aunurrahman (2009) mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan, yaitu: a. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik b. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik c. Menimbulkan perhatian peserta didik d. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi e. Mengendalikan dan mengubah sikapnegatif peserta didik dalam belajar ke arah perilaku yang mendukung belajar 8) Prinsip Perbedaan Individual Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Karenanya, perbedaan individu perlu diperhatikan oleh guru dalam upaya pembelajaran. Sistem pendidikan klasikal yang dilakukan di sekolah kurang memperhatikan
masalah
perbedaan
individual,
umumnya
pelaksanaan
pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu dengan kemampuan rata-rata,
kebiasaan
yang
kurang
lebih
sama,
demikian
pula
dengan
pengetahuannya. Berdasarkan berbagai macam prinsip-prinsip belajar diatas maka dapat disimpulkan bahwa perhatian siswa terhadap pelajaran akan membangkitkan motivasi siswa sehingga siswa dapat terlibat secara aktif dalam pembelajaran. 2.3
Model Pembelajaran Menurut Aunurrahman (2009) model pembelajaran dapat diartikan sebagai
kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru
17
untuk
merencanakan
dan
melaksanakan
aktivitas
pembelajaran.
Model
pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran serta membimbing aktivitas pembelajaran dikelas atau di tempat-tempat lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran. Model pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar dikelas. Dapat juga dikatakan bahwa model pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dan pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Isjoni, 2010). Menurut Hasan (dalam Isjoni, 2010) Untuk memilih model yang tepat, maka perlu diperhatikan relevansinya dengan pencapaian tujuan pengajaran. Dalam prakteknya semua model pembelajaran bisa dikatakan baik jika memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut: pertama, semakin kecil upaya yang dilakukan guru dan semakin besar besar aktivitas belajar siswa, maka hal itu semakin baik. Kedua, semakin sedikit waktu yang diperlukan guru untuk mengaktifkan siswa belajar juga semakin baik. Ketiga, sesuai dengan cara belajar siswa yang dilakukan. Keempat, dapat dilaksanakan dengan baik oleh guru. Kelima, tidak ada satupun metode yang paling sesuai untuk segala tujuan, jenis materi, dan proses belajar yang ada. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang disusun secara sistematis dan
18
digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas untuk mencapai tujuan belajar. 2.4
Model Pembelajaran Kooperatif
2.4.1
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Istilah cooperative learning dalam pembelajaran bahasa indonesia dikenal
dengan pembelajaran kooperatif. Cooperative learning adalah mengelompokkan siswa di dalam kelas dalam suatu kelompok kecil agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut (Isjoni, 2010). Isjoni (2010) menyebutkan bahwa Cooperative learning dengan istilah pembelajaran
gotong-royong,
yaitu
sistem
pembelajaran
yang
memberi
kesempatan kepada peserta didik bekerjasama dengan siswa lain dalam tugastugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Isjoni (2010) menyebutkan cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer Teaching). Dalam melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang lainnya dan saling belajar mengajar sesama mereka.
19
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003). Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Keberhasilan belajar kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Sanjaya, 2007). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok atau kelompok kecil yang terdiri dari berbagai siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda untuk saling membantu siswa yang kurang memahami materi pelajaran. 2.4.2
Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Pelaksanaan model cooperative learning membutuhkan partisipasi dan
kerja sama dalam kelompok pembelajaran. Cooperative learning dapat meningkatkan cara belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolongmenolong dalam beberapa perilaku sosial. Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
20
Menurut Stahl (dalam Isjoni, 2010) dengan melaksanakan pembelajaran coopertive learning, siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, disamping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill), seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa etika kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas. Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al (Isjoni, 2010) yaitu: a. Hasil Belajar Akademik Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa berbagi latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
21
c.
Pengembangan keterampilan sosial Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada
siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah Laku Guru Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang Menyampaikan tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa memotivasi siswa belajar. Fase -2 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan Menyajikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase -3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Fase -4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase – 5 Evaluasi Fase -6 Memberikan penghargaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing — masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Trianto, 2007 2.5
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share
2.5.1
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir
berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memngaruhi pola interaksi siswa. Pertama kali metode ini diperkenalkan oleh Frang Lyman da koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas (La Iru dan La Ode Safiun Arihi, 2001). Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diseluruhan, dan
22
prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dipahami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan (Hamdayama, 2014). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share merupakan model pembelajaran kooperatif yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi. Prosedur yang digunakan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, merespon dan saling membantu. Latihan bekerja sama bisa dilakukan pengelompokan sederhana, yakni dengan dua siswa dalam satu kelompok yang ditugaskan untuk menyelesaikan tugas kognitif. Teknik ini merupakan cara paling sederhana dalam organisasi sosial. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share sangat ideal untuk guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. Teknik pembelajaran Think Pair Share memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Teknik ini memberi kesempatan lebih banyak kepada siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain (Surayya, 2014).
23
2.5.2
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Menurut Hamdayama (2014), model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share terdiri atas lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas, yaitu tahap pendahuluan, think, pair, share, penghargaan. Penjelasan dari setiap langkah-langkah adalah sebagai berikut: a. Tahap Pendahuluan Awal
pembelajaran
dimulai
dengan
penggalian
apersepsi
sekaligus
memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap tahap kegiatan b. Tahap Think (berpikir secara individual) Proses Think Pair Share dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu (think time) oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. c. Tahap pair (berpasangan dengan teman sebangku) Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru menentukan bahwa berpasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang
24
telah diberikan oleh guru. Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan berbagai kemungkinan jawaban secara bersama. d. Tahap share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh kelas) Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok. Setiap anggota dari kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka. e. Tahap Penghargaan Siswa mendapat pengharagaan berupa nilai baik secara individu maupun kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas. 2.5.3
Kelebihan Model PembelajaranThink Pair Share Kelebihan model pembelajaran koperatif tipe Think Pair Share menurut
Kurniasih (2015) antara lain sebagai berikut: 1. Model ini dengan sendirinya memberikan kesempatan yang banyak kepada siswa untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. 2. Dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran 3. Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok 4. Adanya kemudahan interakasi sesama siswa 5. Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya 6. Antara sesama siswa dapat belajar dasi siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas 7. Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpatisipasi dalam kelas
25
8. Siswa dapat mengambangkan keterampilan berpikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil 9. Pemecahan masalah dapat dilakukan secara langsung, dan siswa dapat memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 10. Memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaanpertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan pembelajaran yang telah dilakukan 11. Siswa akan lebih terlatih untuk membuat konsep pemecahan masalah 12. Keaktifan siswa akan meningkat, karena kelompok yang dibentuk tidak gemuk, dan masing-masing siswa dapat dengan leluasa mengeluarkan pendapat mereka. 2.5.4
Kekurangan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Menurut Kurniasih (2015), kekurangan dari model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share adalah sebagai berikut: 1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas 2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas 3. Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang
26
4. Banyak kelompok yang melaporkan dan perlu dimonitor 5. Lebih sedikit ide yang muncul 6. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah 7. Menggantungkan pada pasangan 8. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat pembentukan kelompok, karena ada satu siswa tidak mempunyai pasangan 2.6
Berpikir Kritis Berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh
kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui (Amri, 2010). Berpikir Kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah dan menurut Elika Dwi Murwani berpikir kritis merupakan salah satu ciri manusia yang cerdas. Akan tetapi berpikir kritis akan terjadi apabila didahului dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat ditumbuhkan melalui pendidikan (Patmawati, 2011). Dalam pendidikan modern berpikir kritis merupakan suatu hal yang penting untuk dikembangkan. Ada beberapa pertimbangan untuk mengembangkan berpikir kritis. Menurut Tilaar (dalam Kowiyah, 2012)
ada 4 pertimbangan
mengapa berpikir kritis perlu dikembangkan di dalam pendidikan modern, diantaranya: (1) Mengembangkan berpikir kritis didalam pendidikan berarti kita memberikan penghargaan kepada peserta didik sebagai pribadi (respect as person); (2) Berpikir kritis merupakan tujuan yang ideal di dalam pendidikan
27
karena mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan kedewasaannya; (3) Pengembangan berpikir kritis dalam proses pendidikan merupakan suatu cita-cita tradisional seperti apa yang ingin dicapai melalui pelajaran ilmu-ilmu eksakta; (4) Berpikir kritis merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan demokratis. Sehingga berpikir kritis haruslah dikembangkan. Menurut Ennis (dalam Amri, 2010) menyatakan bahwa terdapat enam unsur dasar dalam berpikir kritis, yaitu fokus (focus), alasan (reason), kesimpulan (inference), situasi (situation), kejelasan (clarity), dan tinjauan ulang (overview). Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa tahap-tahap dalam berpikir kritis sebagai berikut : 1. Fokus (focus). Langkah awal dari berpikir kritis adalah mengindetifikasi masalah dengan baik. Permasalahan yang menjadi fokus bisa terdapat dalam kesimpulan sebuah argumen. 2. Alasan (reason). Apakah alasan-alasan yang diberikan logis atau tidak untuk disimpulkan seperti yang tercantum dalam fokus. 3. Kesimpulan (inference). Jika alasannya tepat, apakah alasan itu cukup untuk sampai pada kesimpulan yang diberikan. 4. Situasi (situation). Mencocokkan dengan situasi yang sebenarnya. 5. Kejelasan (clarity). Harus ada kejelasan mengenai istilah-istilah yang dipakai dalam argument tersebut sehingga tidak terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan. 6. Tinjauan ulang (overview), artinya kita perlu mengecek apa yang sudah ditemukan, diputuskan, diperhatikan, dipelajari dan disimpulkan.
28
Menurut Ennis (dalam Sari, 2012) indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi: a. Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan. b. Mencari alasan c. Berusaha mengetahui infomasi dengan baik. d. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. e. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan. f. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. g. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. h. Mencari alternatif. i. Bersikap dan berpikir terbuka. j. Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu. k. Mencari penjelasan sebanyak mungkin. l. Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah. Indikator berpikir kritis Menurut Wade (dalam Patmawati, 2011) mengidentifikasi delapan karakteristik berpikir kritis yakni meliputi: a. Kegiatan merumuskan pertanyaan b. Membatasi permasalahan c. Menguji data-data d. Menganalisis berbagai pendapat e. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional f. Menghindari penyederhanaan berlebihan g. Mempertimbangkan berbagai interpretasi
29
h. Mentoleransi Ambiguitas Menurut Rakhmasari (2010), indikator berpikir kritis terdiri dari duabelas komponen sebagai berikut: a. Merumuskan masalah; b. Menganalisis argumen; c. Menanyakan dan menjawab pertanyaan; d. Menilai kredibilitas sumber informasi; e. Melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi; f. Membuat deduksi dan menilai deduksi; g. Membuat induksi dan menilai induksi; h. Mengevaluasi; i. Mendefinisikan dan menilai definisi; j. Mengidentifikasi asumsi; k. Memutuskan dan melaksanakan; dan l. Berinteraksi dengan orang lain. Ciri-ciri berpikir kritis menurut Patmawati (2011) yang dikemukakan oleh Cece Wijaya dalam bukunya yaitu sebagai berikut: 1) Pandai mendeteksi permasalahan 2) Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan 3) Mampu mengidentifikasi perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-kesenjangan informasi 4) Dapat membedakan argumentasi logis dan tidak logis 5) Mampu mengetes asumsi dengan cermat
30
6) Mampu mengidentifikasi atribut-atribut manusia, tempat, dan benda, seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan lain-lain 7) Mampu menarik kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari lapangan 8) Dapat membedakan konklusi yang salah dan tepat terhadap informasi yang diterimanya 9) Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi dan lainlain. Landasan untuk berpikir kritis atau ketrampilan penting dalam pemikiran kritis menurut Glaser (Fisher, 2009) adalah : 1. Mengenal masalah. 2. Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah itu. 3. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan. 4. Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan. 5. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas dan khas. 6. Menganalisis data. 7. Menilai fakta dan mengevaluasi pernyataan-pernyataan. 8. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah. 9. Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan. 10. Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang diambil. 11. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorangberdasarkan pengalaman yang lebih luas.
31
12. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas-kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari Dari pendapat para ahli mengenai indikator berpikir kritis, maka peneliti membuat kesimpulan dari pendapat-pendapat tersebut sehingga didapat indikator berpikir kritis yang nantinya akan digunakan dalam penelitian. Adapun indikatornya sebagai berikut: 1. Mampu dalam mengenali masalah 2. Mampu menguraikan ulasan permasalahan secara terperinci 3. Kemampuan berpendapat secara logis 4. Kemampuan untuk mengemukakan bermacam-macam pemecahan/pendekatan terhadap suatu masalah 5. Meragukan temuan teman 6. Memiliki kemampuan untuk menyimpulkan berbagai informasi 7. Memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pendapat orang lain dan pendapat sendiri 8. Bertanggung jawab 9. Mencari alternatif 2.7
Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share terdiri dari tiga tahap,
yaitu tahap thinking (berpikir), pairing (berpasangan), dan sharing (berbagi). Pada tahap think siswa harus berpikir sendiri tentang jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Berpikir merupakan proses kognitif, yaitu suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Ketika harus berpikir, maka akan ada dialog dengan diri sendiri. Pada tahap pair, siswa akan berpasangan untuk
32
mendiskusikan hasil berpikir mereka sebelumnya. Dalam berdiskusi diperlukan beberapa keterampilan berpikir, antara lain: mengenal masalah, menemukan caracara
yang
dapat
dipakai
untuk
menangani
masalah-masalah
tersebut,
mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat dan jelas, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Keterampilan-keterampilan berpikir ini merupakan landasan untuk berpikir kritis. Sedangkan pada tahap share, siswa akan berbagi dengan seluruh kelas. Pada tahap ini diperlukan kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri. Dengan demikian setiap tahap yang terdapat dalam model pembelajaran Think Pair Share merupakan keterampilan berpikir, landasan berpikir kritis, dan definisi keterampilan berpikir kritis (Surayya, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Ambarwati (2012) menyatakan bahwa penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat secara signifikan dilihat dari nilai setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Hasil penelitian Surayya (2014) menyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang mengikuti model pembelajaran Think Pair Share dengan siswa yang mengikuti model Pembelajaran konvensional. 2.8 Tatanama Senyawa 2.8.1
Pengertian Tata nama senyawa digunakan untuk memberi nama berbagai macam
senyawa yang didasarkan pada aturan IUPAC (International Union Of Pure and Applied Chemistry). Tata nama senyawa dibedakan menjadi : tata nama senyawa kovalen, ion, asam basa dan organik.
33
2.8.2
Tata Nama Senyawa Kovalen Biner Tata nama senyawa kovalen biner adalah senyawa yang terbentuk dari dua
jenis unsur. Senyawa biner tidak selalu berupa molekul diatomik. Untuk jelasnya, simak contoh mengenai makna dari senyawa biner dan molekul berikut. Tabel 2.2 Contoh Makna Senyawa Biner Dan Molekul Cl2 BrCl H2O NO2
Bukan senyawa biner, tetapi merupakan molekul diatom Merupakan senyawa biner karena dibentuk dari 2 unsur berbeda, yaitu Br dan Cl, dan termasuk molekul diatom Merupakan senyawa biner karena terbentuk dari 2 unsur berbeda, yaitu H dan O, tetapi bukan molekul diatomik karena tersusun dari tiga atom (triatomik) Merupakan senyawa biner karena terbentuk dari 2 unsur berbeda, yaitu N dan O, tetapi bukan molekul diatomik
Penulisan rumus kimia senyawa biner didahului dengan unsur yang lebih elektropositif dan diikuti oleh unsur yang lebih elektronegatif, misalnya senyawa IF3 menunjukkan bahwa F lebih elektronegatif daripada I dan sebaliknya I lebih elektropositif dari pada F. Aturan dalam pemberian nama senyawa kovalen biner. 1) Penulisan unsur pada senyawa kovalen biner diurutkan berdasarkan urutan tertentu. B – Si – C – Sb – As – P – N – H – S – I – Br – Cl – O – F Contoh : H2O bukan OH2, NH3 bukan H3N 2) Penulisan nama kedua ditambahkan –ida dibelakangnya dan nama unsur depan dan belakang diberi angka indeks. Tabel 2.3 Angka Indeks Dalam Bahasa Yunani Angka Indeks 1 2 3 4 5
Nama Mono Di Tri Tetra Penta
Angka Indeks 6 7 8 9 10
Nama Heksa Hepta/septa Okta Nona Deka
34
Penulisan angka indeks 1 tidak dipakai pada nama depan, dan tidak wajib pada nama belakang. Contoh : CO (karbon monoksida), NO (nitrogen oksida), CO2 (karbon dioksida), N2O3 (dinitrogen trioksida) 2.8.3
Tatanama Senyawa Ion Tata nama senyawa ion adalah pemberikan nama pada senyawa yang
terbentuk dalam ikatan kation dan anion (ion). Aturan dalam pemberian nama senyawa ion: 1) Penulisan kation didahului dari anion, tanpa menggunakan angka indeks 2) Perbandingan muatan kedua unsur yang membentuk senyawa harus netral 3) Kation logam transisi memiliki lebih dari satu bilangan oksidasi (biloks) atau muatan diberi angka romawi dalam kurung setelah nama umunya. Cara lain adalah dengan diberi akhiran O (muatan lebih rendah) dan akhiran i (muatan lebih tinggi) setelah nama latinnya. Beberapa jenis kation (ion positif) Ditulis menggunakan nama aslinya. Tabel 2.4 Jenis Kation (Ion Positif) Biloks +1 +2 +1 +2 +3
Unsur Gol IA (H, Na, K) Gol IIA (Mg, Ca, Sr, Ba) Ag Ni, Zn, Cd Al
Biloks +1 dan +2 +1 dan +3 +2 dan +3 +2 dan +4
Unsur Cu, Hg Au Fe,Co Sn, Pb, Pt
Nama ion positif (kation) umunya terbentuk dari logam yang melepaskan elektronnya, misalnya Na+ , Fe2+, Fe3+ dan sebagainya. Nama-nama ion positif diambil dari nama logamnya dan kadang-kadang disertai dengan muatannya, terutama untuk logam yang dapat membentuk lebih dari satu ion positif.
35
Contoh : Na+
: ion natrium
Fe3+
: ion besi (III)
Sn4+
: ion timah (IV)
Fe2+
: ion besi (II)
Beberapa jenis anion (ion negatif) Ditulis menggunakan ketentuan tertentu. Tabel 2.5 Jenis Anion (Ion Negatif) Biloks -1 -2
Unsur Golongan VIIA + ida (F, Cl, Br, I) Golongan VIA + ida (O, S, Se)
Contoh : MgCl2 : magnesium klorida
Mg2N2 : magnesium nitrida
AlBr3 : aluminium bromida Nama ion negatif (anion) dapat terbentuk dari sebuah atom (monoatomik) atau beberapa atom (poliatomik). Untuk ion negatif monoatomik, maka namanya disebut seperti nama unsurnya dan ditambahi dengan akhiran –ida. Tabel 2.6 Daftar Anion Monoatomik Rumus kimia anion FClBrO2S2N3-
Nama unsure Fluorin Klorin Bromin Oksigen Sulfur Nitrogen
Nama anion Fluorida Klorida Bromida Oksida Sulfida Nitrida
Nama ion negatif poliatomik mengikuti pola tertentu. Untuk ion poliatomik yang mengandung oksigen (ion oksi) diberi nama dari atom nonoksigen diberi dengan –at atau –it. Selain itu, beberapa ion oksi ada yang ditambahi awalan per- atau hipo-.
36
Tabel 2.7 Daftar Anion Poliatomik Rumus kimia atom SO42SO32ClOClO2ClO3ClO42.8.4
Nama atom nonoksigen Sulfur Sulfur Klorin Klorin Klorin Klorin
Nama anion Sulfat Sulfit Hipoklorit Klorit Klorat Perklorat
Tatanama Asam Dan Basa Tata nama asam merupakan pemberikan nama senyawa yang terbentuk
karena senyawa berikatan dengan kation H+. Aturan dalam pemberian nama asam: 1) Asam memiliki kation H+ dalam senyawanya, sehingga ditulis didepan. 2) Kation H+ biasanya tidak ditulis hidrogen, melainkan asam. Contoh : H2CO3 mengandung kation H+ dan anion CO32- dan memiliki nama asam karbonat. Tata nama basa merupakan pemberikan nama senyawa yang terbentuk karena senyawa berikatan dengan anion OH-. Aturan dalam pemberian nama basa: 1) Basa memiliki anion OH- dalam senyawanya, sehingga ditulis dibelakang 2) Anion OH- ditulis sebagai hidroksida pada kata terakhir. Contoh : NaOH mengandung kation Na+ dan anion OH- dan memiliki nama natrium hidroksida. 2.8.5
Tatanama Senyawa Organik Tata nama senyawa organik adalah tata nama senyawa karbon dengan sifat
tertentu, dan ditulis dengan nama lazim.
37
Tabel 2.8 Beberapa Contoh Penamaan Senyawa Organik Sederhana Rumus kimia CH4 C2H4 C3H4 CH3OH C2H5OH 2.9
Nama senyawa Metana Etena Propuna Metanol Etanol
Rumus kimia CH3Cl HCOOH CH3COOH C6H5OH C2H5NO2
Nama senyawa Klorometana Asaam metanoat Asam etanoat Hidroksibenzena Nitrobenzena
Kerangka Berpikir Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) atau berpikir
berpasangan berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memngaruhi pola interaksi siswa. Berpikir kritis merupakan berpikir disiplin yang dikendalikan oleh kesadaran. Cara berpikir ini merupakan cara berpikir yang terarah, terencana, mengikuti alur logis sesuai dengan fakta yang diketahui (Amri, 2010). Gleser mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemerikasaan dan penalaran yang logis dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher, 2008). Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap Thinking (berpikir), Pairing (berpasangan), dan Sharing (berbagi). Pada tahap Think siswa harus berpikir sendiri tentang jawaban atas permasalahan yang diberikan oleh guru. Ketika harus berpikir, maka akan ada dialog dengan diri sendiri. Pada tahap pair, siswa akan berpasangan untuk mendiskusikan hasil berpikir mereka sebelumnya. Dalam berdiskusi diperlukan
38
beberapa keterampilan berpikir, anara lain: mengenal masalah, menemukan caracara yang dapat dipakai untuk cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah-masalah tersebut, mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan, memahami dan menggunakan bahasa yang tepat dan jelas, menganalisis data, dan menarik kesimpulan. Keterampilan-keterampilan berpikir ini merupakan landasan untuk berpikir kritis. Sedangkan pada tahap share, siswa akan berbagi dengan seluruh kelas. Pada tahap ini diperlukan kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri. Dengan demikian setiap tahap yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share merupakan keterampilan berpikir kritis (Surayya, 2014). Agar tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share berjalan dengan baik maka keterampilan berpikir kritis siswa sangat diperlukan. Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Ambarwati, 2012) menyatakan bahwa penguasaan konsep dan keterampilan berpikir kritis siswa meningkat secara signifikan dilihat dari nilai gain setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Dewi (2015) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dipadukan dengan Problem Based Learning adalah belajar dimulai dengan permasalahan agar merangsang siswa untuk berpikir, permasalahan berupa kontekstual, berpasangan
untuk
bekerjasama
dalam
menyelesaikan
permasalahan,
menghasilkan produk, mempresentasikan hasil produk. Jadi, model pembelajaran
39
kooperatif tipe Think Pair Share dipadukan dengan Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa yang ditunjukkan dengan perhitungan uji gain (g) sebesar 0,50. Berdasarkan uraian diatas penulis berasumsi bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dapat berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. 2.10
Hipotesis Penelitian Berdasarkan masalah yang diajukan, hipotesis peneliti yaitu terdapat
pengaruh keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi tatanama senyawa di kelas X MIA SMAN 5 Kota Jambi.