BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari orang lain (Stuart : 2011:34). Kalau dilihat dari fungsinya, maka definisi bank dapat dikelompokkan menjadi tiga (Abdullah 2012:3), yaitu: a. Bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima uang serta dana-dana yang lainnya dari masyarakat dalam bentuk : 1) Simpanan atau tabungan biasa yang dapat diminta/diambil kembali setiap saat. 2) Deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang ditentukan habis. 3) Simpanan dalam rekening Koran/giro atas nama si penyimpan giro, yang penarikannya hanya menggunakan cek, bilyet giro, atas perintah tertulis kepada bank. b. Bank dilihat sebagai pemberi kredit, artinya bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif, tanpa mempermasalahkan apakah kredit itu berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau bersumber pada penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
c. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang berasal dari modal sendiri, simpanan/tabungan masyarakat maupun malalui penciptaan uang bank. Pokok-Pokok Perbankan dari segi fungsinya dikenal beberapa jenis bank (Abdullah 2012:26), seperti : 1) Bank Sentral (Central Bank) adalah Bank Indonesia sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968. 2) Bank Umum (Commercial Bank) adalah bank yang dalam pengumpulan dananya menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito serta dalam usahanya, terutama memberikan kredit jangka pendek. 3) Bank Tabungan (Saving Bank) adalah bank yang dalam pengumpulan dananya menerima simpanan dalam bentuk tabungan dan dalam usahanya. Terutama menetapkan bunga atas dana dalam bentuk kertas berharga. 4) Bank Pembangunan (Development Bank) adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan mengeluarkan kertas berharga jangka menengah dan panjang, serta dalam usahanya terutama memberikan kredit jangka menengah dan panjang di bidang pembangunan. 5) Bank Desa (Rulal Bank) adalah bank yang menerima simpanan dalam bentuk uang dan natura (padi, jagung, dan sebagainya) dan dalam bentuk usaha memberikan kredit jangka pendek dalam bentuk uang maupun dalam bentuk natura kepada sektor pertanian dan pedesaan.
2.1.2 Fungsi Bank Secara umum , fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat untuk berbagai tujuan. Menurut Santoso (2006:9) fungsi bank terdiri dari : 1) Agent Of Trust Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankkan adalah kepercayaan (trust), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut. 2) Agent Of Development Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat. 3) Agent Of Services Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga
memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.2 Pengertian Sistem Sistem merupakan sekelompok bagian - bagian yang bekerja sama untuk melakukan suatu maksud. Bila terjadi kerusakan terhadap salah satu bagian maka sistem atau seluruh bagian tidak akan dapat menjalankan tugasnya sepenuhnya (Budiardjo 2008:20).Bank BPD Bali menggunakan sistem kliring G2, yang merupakan infrastruktur yang digunakan oleh Bank BPD Bali dalam penyelenggaraan kliring berjadwal. 2.3 Kliring 2.3.1Pengertian Kliring Yang dimaksud kliring adalah sarana perhitungan warkat antarbank yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia guna memperluas dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral. Pembayaran giral antarbank yaitu kegiatan bayar-membayar dengan warkat bank diperhitungkan atas beban dan untuk kepentingan rekening nasabah bank yang telah ditetapkan (Abdullah 2012:184). Kliring diselenggarakan oleh Bank Indonesia antar bank-bank di suatu wilayah kliring yang disebut “kliring lokal”.Yang dimaksud dengan wilayah kliring adalah suatu lingkungan tertentu yang memungkinkan kantor-kantor tersebut memperhitungkan warkat-warkatnya dalam jadwal kliring yang telah ditetapkan. Tempat-tempat
yang
tidak
terdapat
kantor
Bank
Indonesia
maka
penyelenggaraan kliring diserahkan kepada bank yang ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Bank yang ditunjuk ini harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain kemampuan admnistrasi, tenaga pimpinan dan pelaksana, ruangan kantor, peralatan komunikasi, dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan khusus bagi bank pelaksanaan kliring : 1) Berkewajiban untuk melaksanakan penyelenggaraan kliring sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 2) Menyampaikan laporan tentang data kliring mingguan bersama dengan laporan likuiditas mingguan kepada Bank Indonesia yang membawahi wilayah kliring yang bersangkutan. 3) Untuk mempermudah bank penyelenggara kliring dalam penyediaan uang kartal, maka ditentukan bahwa hasil kliring hari itu dapat diperhitungkan pada rekening bank tersebut pada Bank Indonesia.
2.3.2 Jenis Kliring Jenis-jenis
sistem
kliring
menurut
Latumaerissa
(2011:99)
saat
ini
penyelenggaraan kliring di Indonesia dilakukan dengan menggunakan 5 (lima) macam sistem kliring, antara lain: a. Kliring Manual Kliring manual adalah proses kliring yang dilakukan dengan menghadirkan petugas kliring di suatu tempat yang disediakan oleh penyelenggara kliring dan melakukan pertukaran warkat-warkat kliring secara manual. Secara teknis pelaksanaanya, kliring dapat diuraikan sebagai perhitungan utang piutang diantara bank peserta kliring secara terpusat dengan cara saling menyerahkan warkat kliring untuk memperluas lalu lintas pembayaran dengan cara giral.
b. Sistem Semi Otomasi Sistem semi otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring yang dalam pelaksanaan perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi, sedangkan pemilahan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta. Pada proses sistem semi otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada DKE (Data Kliring Elektronik) yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan. c. Sistem Otomasi Sistem otomasi, yaitu sistem penyelenggaraan kliring yang dalam pelaksanaan perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan oleh penyelenggara secara otomasi. Pada proses sistem otomasi, perhitungan kliring akan didasarkan pada warkat yang dibuat oleh peserta kliring sesuai dengan warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring. d. Sistem Kliring Elektronik Sistem Kliring elektronik adalah sistem penyelenggaraan kliring dimana perhitungan dan pembuatan rekapitulasi perhitungan (bilyet saldo kliring) dilakukan secara elektronik diserta dengan penyampaian warkat peserta kepada penyelenggara untuk kemudian dipilah secara otomasi. Dalam sistem kliring ini, hasil perhitungan yang dilakukan secara otomasi kemudian dicocokan dengan hasil perhitungan secara elektronik. e. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia, yang selanjutnya
disebut SKNBI
adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debit dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Penyelenggara
SKNBI tunduk pada Peraturan Bank Indonesia No. 7/18/PBI/2005 tentang Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia tanggal 22 Juli 2005. Adapun Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) diselenggarakan oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) yaitu unit kerja di Kantor Pusat Bank Indonesia yang bertugas mengelola dan menyelenggarakan SKNBI secara nasional, dan juga Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) yaitu unit kerja di Bank Indonesia dan bank yang memperoleh
persetujuan
Bank
Indonesia
untuk
mengelola
dan
menyelenggarakan SKNBI di suatu wilayah kliring tertentu. Dalam perkembangannya, mengingat sistem kliring yang ada saat ini merupakan suatu sistem terintegrasi antara kliring warkat debet dan kliring nota kredit, maka rencana pengembangan kliring Paperless Nota Kredit, mau tidak mau akan berdampak terhadap sistem kliring secara keseluruhan. Jenis layanan yang terdapat pada Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) a. Kliring Kredit 1) Penyelenggaran Kliring Kredit dilakukan secara nasional oleh Penyelenggara Kliring Nasional (PKN) 2) Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer kredit yang berasal dari peserta di suatu wilayah kliring Indonesia. 3)
Transfer kredit yang dikliringkan dalam bentuk Data Keuangan Elektronik (DKE)
b. Kliring Debet 1) Penyelenggaraan Kliring Debet dilakukan per wilayah kliring oleh Penyelenggara Kliring Lokal (PKL)
2) Transaksi yang dapat dikliringkan adalah transfer debet yang berasal dari warkat debet berupa cek dan bilyet giro. 3) Transfer debet yang dikliringkan dalam bentuk data keuangan elektronik disertai dengan penyampaian warkat debet. 4) Kegiatan dalam penyelenggaraan Kliring Debet terdiri atas : a. Kliring Penyerahan Memperhitungkan transfer debet yang disampaikan oleh peserta pengirim kepada peserta penerima melalui PKL b. Kliring Pengembalian Memperhitungkan transfer debet yang ditolak oleh peserta penerima kepada peserta pengirim berdasarkan alasan penolakan yang ditetapkan oleh BI. 2.3.3 Warkat Kliring Menurut Latumaerissa (2011:113), warkat kliring adalah alat atau sarana yang dipakai dalam lalu lintas pembayaran giral yang diperhitungkan dalam kliring. Beberapa warkat kliring merupakan instrument surat berharga atau surat yang mempunyai nilai dan dapat dipergunakan sebagai alat pembayaran yang lazim digunakan dalam transaksi perdagangan baik antar nasabah maupun antar bank. Adapun yang termasuk kedalam warkat kliring antara lain seperti cek, bilyet giro, wesel bank untuk transfer, surat bukti penerimaan transfer, nota debit, dan nota kredit. a. Cek Cek pada saat ini merupakan warkat yang sepenuhnya berkaitan dengan bank. Di Indonesia, penggunaan cek terkait dengan giro. Cek dalam kliring termasuk warkat debit yang lazim dipergunakan dalam pembayaran antar bank maupun antar nasabah. Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam cek. Penarikan cek dapat dilakukan baik
“atas nama” maupun “atas unjuk” dan merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper). Cek dikategorikan sebagai surat berharga dan merupakan surat tagihan utang yang memuat perintah untuk membayar sejumlah uang oleh bank umum sebagai pihak penarik. b. Bilyet Giro Bilyet giro adalah salah satu warkat perbankan di Indonesia yang digunakan untuk melakukan penarikan dana dari rekening gironya oleh nasabah penyimpan. Dalam kegiatan di bidang perekonomian, penggunaan bilyet giro sepertinya sangat disukai untuk penyelesaian segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran.
Sebagai
warkat
yang berisi
perintah
pemindahbukuan sejumlah dana melalui rekening giro yang dikelola bank, bilyet giro sering disebut sebagai warkat pembayaran atau alat pembayaran giral. c. Wesel Bank Untuk Transfer Warkat kliring ini termasuk warkat debit dan sangat jarang (hampir tidak pernah) digunakan dalam pelaksanaan kliring. Wesel bank untuk transfer adalah wesel yang diterbitkan oleh bank khusus untuk sarana transfer. d. Surat Bukti Penerimaan Transfer Warkat kliring ini termasuk warkat debit dan sangat jarang (hampir tidak pernah) digunakan dalam pelaksanaan kliring. Surat Bukti Penerimaan Transfer adalah surat bukti penerimaan transfer dari luar kota yang dapat ditagihkan kepada bank peserta penerima dana transfer melalui kliring lokal.
e. Nota Debit Warkat kliring ini termasuk warkat debit dan lazimnya digunakan hanya dalam transaksi antar bank. Nota debit adalah warkat yang digunakan untuk menagih dana pada bank lain untuk bank atau nasabah bank yang menyampaikan warkat tersebut. f. Nota Kredit Warkat kliring ini merupakan satu-satunya warkat kredit, yaitu warkat kliring yang lazim digunakan untuk transaksi antar bank. Warkat kredit adalah warkat yang digunakan untuk menyampaikan dana pada bank lain (transfer) untuk keuntungan bank atau nasabah yang menerima warkat tersebut. Warkat-warkat diatas harus memenuhi syarat untuk dapat diperhitungkan, antara lain : 1) warkat tersebut dikeluarkan oleh bank-bank peserta kliring 2) Warkat dinyatakan dalam mata uang rupiah dan bernilai penuh. 2.3.4 Dokumen Kliring Elektronik Dokumen kliring merupakan dokumen kontrol dan berfungsi sebagai alat bantu dalam proses perhitungan kliring yang terdiri dari: a. Bukti penyerahan warkat debet kliring b. Bukti penyerahan warkat kredit kliring c. Kartu batch warkat debet d. Kartu batch warkat kredit e. Lembar subtitusi Dokumen kliring dalam kliring elektronik, wajib memiliki Magnetic Ink Character Recognition (MICR) code line. Dokumen kliring harus memenuhi spesifikasi
teknis tertentu dari Bank Indonesia, seperti ukuran dan kualitas dan rancang bangun, serta harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Bank Indonesia. Setiap pencetakan dokumen kliring untuk pertama kali dan atau perubahannya oleh peserta wajib memperoleh persetujuan secara tertulis dari Bank Indonesia. 2.3.5 Sarana Kliring Elektronik Sarana kliring elektronik yang wajib disediakan oleh peserta langsung aktif (PLA) terdiri dari: a. perangkat lunak aplikasi terminal peserta kliring (TPK) b. perangkat lunak operation system c. personal komputer d. mesin reader encoder, atau mesin encoder e. jaringan komunikasi data (JKD) cadangan (dial up) f. sarana back up terminal peserta kliring (TPK) Pada dasarnya pengaman dalam sistem kliring elektronik dibedakan dalam pengamanan perangkat lunak terminal peserta kliring (TPK) dan pengamanan jaringan komunikasi data (JKD) antara lain: a. Password; b. Transmission-ID; c. Kombinasi angka rahasia (logon table); d. Komunikasi langsung (dedicated line). Pengamanan sistem tersebut bersifat privat sehingga kerahasiaan dan keamanan dokumen kliring elektronik terjamin. Semakin intensnya kehadiran teknologi informasi mewajibkan untuk memiliki kebijakan, prosedur serta sarana pengganti (back-up) yang handal.
Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring telah mempersiapkan Disaster Recovery Plan (DRP) untuk meyakinkan bahwa sistem pembayaran di Indonesia telah didukung oleh infrastruktur yang handal dan terhadap bank diwajibkan untuk memiliki sarana back-up jaringan komunikasi data (dial up telephone), back-up terminal peserta kliring, dan fasilitas guest bank. 2.3.6 Bank Peserta Kliring Bank peserta kliring adalah bank-bank umum dan bank pembangunan yang berada di wilayah kliring tertentu dikoordinator oleh Bank Indonesia atau bank lain yang ditunjuk diwilayah itu. Ada dua macam penyertaan dalam kliring yang kita kenal, yaitu : 1) Penyertaan langsung yaitu memperhitungkan warkat secara langsung dalam pertemuan kliring, dan yang dapat ikut dalam penyertaan langsung itu ialah Kantor Bank Indonesia, Kantor Pusat Bank Umum, dan Bank Pembangunan serta kantor cabang kedua bank itu. 2) Penyertaan tidak langsung yaitu memperhitungkan warkat dalam pertemuan kliring melalui kantor pusat atau salah satu kantor cabangnya yang menjadi peserta kliring yang ikut dalam penyertaan ini ialah kantor cabang dan kantor cabang pembantu.
2.3.7 Syarat-syarat Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kantor bank umum atau bank pembangunan, yaitu: 1) Kantor bank yang bersangkutan mempunyai izin usaha dari Menteri Keuangan.
2) Keadaan administrasi dan keuangan bank tersebut memungkinkan bank itu untuk memenuhi kewajiban dalam kliring. 3) Simpanan masyarakat dalam bentuk giro dan kelonggaran bank kredit yang diberikan oleh kantor tersebut telah mencapai jumlah sekurang-kurangnya 20% dari syarat modal setor minimum bagi pendirian bank baru di wilayah yang bersangkutan. 4) Bagi bank kliring ini berlaku selama 6 bulan terhitung sejak tanggal penyetoran. Kewajiban menyetor jaminan kliring sebesar 10% dari kewajiban yang dapat dibayar dan kelonggaran tarik kredit. Kewajiban ini hanya berlaku bagi kantor bank yang berlaku bagi kantor bank yang baru menjadi peserta kliring atau yang baru direhabiliter. Jaminan kliring menyetor jaminan kliring ini tidak berlaku bagi peserta tidak langsung atau peserta yang pindah wilayah kliring. 5) Suatu kantor bank umum atau bank pembangunan diwajibkan ikut serta dalam kliring, setelah mendapat persetujuan Bank Indonesia. 2.3.8 Wakil Peserta Kliring Setiap bank peserta, langsung menunjuk sekurang-kurangnya 2 orang wakil tetap pada lembaga kliring. Pemberitahuan mengenai wakil tetap ini disampaikan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dengan dilampiri contoh tanda tangan dan paraf dari wakil-wakil tersebut. Wakil-wakil ini dapat dibedakan atas golongan : 1) Golongan A, golongan ini hanya berwenang untuk membuat, mengubah, memberikan tanda terima dan menandatangani daftar rekapitulasi, neraca dan bilyet saldo kliring.
2) Golongan B, di samping melaksanakan apa yang dilakukan golongan A, golongan
ini
juga
berwenang
untuk
mengubah,
menambah,
dan
menandatangani surat penolakan tersebut. 2.3.9 Waktu (jam) Kliring Kliring diselenggarakan setiap hari kerja sepanjang kantor penyelenggara dibuka untuk umum. Pertemuan kliring diadakan dua kali sehari dan jadwalnya ditetapkan oleh penyelenggara. Jika peserta kliring tidak dapat turut serta dalam kliring, peserta tersebut diwajibkan untuk mengajukan permohonan pada penyelenggara sepuluh hari sebelumnya. Bila permohonan tersebut telah disetujui maka peserta yang bersangkutan diwajibkan mengemukakan hal tersebut dalam surat kabar yang mempunyai peredaran yang luas di tempat tersebut. 2.3.10 Tata Cara Penyelenggaraan Kliring Pertemuan kliring lokal dilakukan dalam dua tahap, yaitu: pertemuan kliring penyerahan, dan kliring retur. Sebelum pertemuan kliring diadakan, harus terlebih dahulu dipersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1) Cap Kliring a. Semua warkat harus dicap terlebih dahulu dengan cap yang memuat sebutan kliring dan mencamtumkan nomor kode kelompok peserta yang bersangkutan. b. Cap kliring harus disetujui oleh penyelenggara dan di muka para peserta lain. Demikian pula bila ada perubahan atau penggantian cap kliring.
c. Cap kliring pada warkat debet maupun kredit merupakan bukti atau tanda pengenal dari peserta. d. Cap kliring pada bilyet giro yang tidak berati yang membubuhi cap tadi telah menerima sejumlah dana yang tercantum dalam bilyet giro tersebut. e. Jika dalam satu warkat terdapat lebih dari satu cap kliring maka cap kliring oleh pejabat yang berwenang dari peserta yang bersangkutan. 2) Kliring Penyerahan a. Untuk memperlancar penyerahan kliring peserta dibagi atas beberapa kelompok. b. Sebelum
kliring
dimulai
warkat-warkat
dipisahkan
menurut
kelompok peserta yang bersangkutan. Warkat debet dan warkat kredit diperinci nilai nominalnya dalam daftar kliring tersendiri. Nilai nominal dan banyaknya warkat dalam daftar kliring dijumlahkan. c. Secara terima warkat kliring yang telah ditandatangani oleh wakil peserta kliring, berlangsung antara yang menyerahkan dan yang menerima warkat setelah menandatangani daftar kliring sebagai bukti penerimaan. d. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dua peserta mengenai dapat tidaknya warkat diperhitungkan dalam kliring, maka keputusan terakhir diserahkan kepada penyelenggara. e. Dari hasil penyerahan dan penerimaan warkat masing-masing wakil peserta disusun neraca penyerahan yang ditandatangani dan dibubuhi nama jelas. Neraca kliring ini harus dilengkapi dengan rekapitulasi
penyerahan dan penerimaan baik untuk warkat-warkat debet maupun kredit. Dalam kliring retur kemudian disusun neraca kliring retur yang saldonya merupakan pelengkap dari saldo neraca kliring penyerahan. 2.3.11 Bilyet Saldo Berdasarkan neraca kliring penyerahan dan neraca kliring retur dibuat bilyet saldo kliring yang memuat hasil akhir kliring dari call money. Oleh penyelenggara dibuat neraca gabungan yang merupakan kompilasi dari neraca masing-masing peserta. Kliring dinyatakan selesai apabila neraca kliring gabungan telah seimbang dan hasil kliring masing-masing peserta telah dapat diselesaikan. 2.4 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Bhuana (2012) dengan judul “Prosedur Kliring pada PT. Bank Pembangunan Dearah Bali Kantor Cabang Singaraja” dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur kliring pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Singaraja, menurut hasil penelitian ini adalah PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Kantor Cabang Singaraja telah menerapkan Sistem Pengendalian Intern (SPI) sehingga data-data akuntansi yang di hasilkan dalam prosedur kliring dapat diandalkan. Penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang baik dapat mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dalam aplikasi proses kliring, meskipun Sistem Pengendalian Intern (SPI) sudah terlaksana dengan baik, namun kesalahan yang disebabkan karena penerbitan cek kosong oleh nasabah sering terjadi. Atas hal tersebut Bank Indonesia akan melakukan black list terhadap data nasabah yang bersangkutan.
2) Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Susilowati (2010) dengan judul “Prosedur Pelaksanaan Kliring Dalam Lalu Lintas Pembayaran Giral Antar Bank pada PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Cabang Surakarta. Pada BTN Cabang Surakarta jika mengalami kekalahan kliring maka akan melakukan call money sebagai solusi untuk mengatasi saldo cadangan deposit minimum agar bank tidak dilikuidasi oleh Bank Indonesia.