BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Remaja Periode remaja ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt), baik tinggi maupun berat badannya. Kebutuhan zat gizi sangat berhubungan dengan besarnya tubuh, hingga kebutuhan yang tinggi terdapat pada periode pertumbuhan yang cepat. Growth spurt pada anak perempuan sudah dimulai pada umur 10-12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki 12-14 tahun (Arisman, 2009) Permulaaan growth spurt pada anak tidak selalu sama pada umur yang sama melainkan terdapat perbedaan secara individual (Hanum, 2008). Pertumbuhan yang cepat biasanya diiringi oleh bertumbuhnya aktivitas fisik sehingga kebutuhan zat gizi akan naik pula. Nafsu makan anak laki-laki sangat bertambah sehingga tidak menemui masalah untuk memenuhi kebutuhan zat gizinya. Sedangkan anak perempuan akan lebih mementingkan penampilan, takut gemuk sehingga membatasi diri dengan memilih makanan yang tidak banyak mengandung energi dan sering tidak makan pagi (Ellya, 2010). Menurut Daniel (1977) dalam Arisman (2009) hampir 50 % remaja tidak sarapan pagi terutama pada remaja akhir. Penelitian yang lain membuktikan masih banyak remaja yaitu 89 % yang menyakini kalau sarapan memang penting, namun hanya 60 % dari mereka yang sarapan secara teratur.
Universitas Sumatera Utara
Menurut ahli antropologi Margaret Mead, pola pangan atau food pattern adalah cara seseorang atau sekelompok orang memanfaatkan pangan yang tersedia sebagai aksi terhadap tekanan ekonomi dan sosio budaya yang dialaminya. Pola pangan ada kaitannya dengan kebiasaaan makan (food habit) (Almatsier, 2009). Pola konsumsi makan remaja yang sering tidak teratur, sering jajan, sering tidak makan pagi dan sama sekali tidak makan siang. Meningkatnya aktivitas kehidupan sosial dan kesibukan pada remaja akan memengaruhi kebiasaan makan. Remaja dengan aktivitas sosial tinggi, memperlihatkan peran teman sebaya menjadi tampak jelas. Di kota besar sering terlihat kelompok remaja bersama-sama makan di rumah makan yang menyajikan makanan siap saji (fast food) yang berasal dari negaranegara barat. Fast food tersebut pada umumnya mengandung kadar lemak maupun kalori tinggi, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kegemukan dengan segala dampaknya (Sayogo, 2006). Menurut hasil Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥10 tahun yang mengkonsumsi makanan berisiko yaitu makanan/ minuman manis ≥1 kali dalam sehari secara nasional adalah 53,1% dan Provinsi Sumatera Utara termasuk kepada persentase yang tinggi yaitu (62,5%). Proporsi nasional penduduk dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1 kali per hari 40,7% sementara Provinsi Sumatera Utara dengan persentase sebanyak 21,4%. Hampir 4 dari 5 penduduk Indonesia mengonsumsi penyedap ≥1 kali dalam sehari dengan persentase (77,3%) dan Provinsi Sumatara Utara termasuk tinggi dengan persentase (44,6%).
Universitas Sumatera Utara
Pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut kalau terlambat sekolah menyebabkan anak menyimpang dari kebiasaan makan yang sudah menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan pada mereka. Sementara kebutuhan energi akan meningkat karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya olahraga, bermain dan lain-lain (Waryana, 2010). Ketidakseimbangan
antara
asupan
kebutuhan
atau
kecukupan
akan
menimbulkan masalah gizi, baik itu berupa masalah gizi lebih maupun gizi kurang. Masalah gizi pada remaja akan berdampak negatif pada tingkat kesehatan masyarakat, misalnya penurunan konsentrasi belajar, risiko melahirkan bayi dengan BBLR, dan penurunan kesegaran jasmani. Dan asupan makanan pada masa remaja sebaiknya mengandung jumlah zat-zat gizi yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Sebagai contoh remaja putri membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi yang tinggi terlebih bagi remaja putri yang mengalami menstruasi setiap bulan (Sayogo, 2006). Hasil survei terhadap mahasiswa kedokteran di Perancis membuktikan 16 % mahasiswa kehabisan cadangan besi, sementara 75 % menderita kekurangan besi. Penelitian lain terhadap masyarakat miskin di Kairo menunjukkan asupan besi sebagian besar remaja perempuan tidak mencukupi kebutuhan harian yang dianjurkan. Di negara yang sedang bekembang, sekitar 27 % remaja laki-laki dan 26 % remaja perempuan mengalami anemia, sementara di negara maju angka tersebut hanya berkisar pada bilangan 5 % dan 7 %. Secara garis besar, sebanyak 44 % perempuan di negara berkembang, termasuk Indonesia mengalami anemia gizi besi,
Universitas Sumatera Utara
sementara ibu hamil lebih besar yaitu 55 %. Di Amerika Serikat sebagian remaja tidak memperoleh kalsium sebanyak yang dianjurkan oleh RDA. Survei Departemen Pertanian Amerika (1995) membuktikan bahwa remaja putri yang berusia 12-19 tahun hanya mengkonsumsi 777 mg kalsium sehari (Arisman, 2009). Saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dan dalam jumlah yang banyak. Sesudah masa growth spurt biasanya mereka akan lebih memerhatikan penampilan dirinya terutama pada remaja putri. Mereka seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya, sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi (Sayogo, 2006). 2.1.1 Kebutuhan Energi Remaja Kebutuhan energi seseorang adalah konsumsi energi yang berasal dari makanan yang diperlukan umtuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila seseorang mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktivitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi (Almatsier, 2002). Pertumbuhan yang pesat, perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktivitas yang menjadi karakteristik masa remaja, menyebabkan peningkatan kebutuhan zat gizi, dan terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan memengaruhi status gizi. Oleh sebab itu asupan makanan pada remaja sebaiknya mengandung jumlah zat-zat gizi yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
contoh remaja putri membutuhkan makanan dengan kandungan zat besi yang tinggi terlebih bagi remaja putri yang mengalami menstruasi setiap bulan (Sayogo, 2006) Secara nasional, penduduk Indonesia yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 70% dari angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia) adalah sebanyak 40,7%. Penduduk yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal (kurang dari 80% dari angka kecukupan bagi orang Indonesia) adalah sebanyak 37%, Provinsi Bali merupakan provinsi dengan penduduk yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dengan persentase terendah (30,9%), dan yang persentasenya tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat (46,7%). Provinsi yang penduduknya mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal dengan persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (18,0%), dan yang persentasenya tertinggi adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (56,0%) (Riskesdas, 2010). Berdasarkan Riskesdas (2010) menyatakan bahwa di Provinsi Sumatera Utara persentase penduduk yang mengkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal adalah sebanyak (43,4%) dan penduduk yang menkonsumsi protein dibawah minimal adalah sebanyak (21,4%). Sementara persentase remaja usia 16-18 tahun yang menkonsumsi energi dibawah kebutuhan minimal sebanyak (51,5%) dan konsumsi protein dibawah kebutuhan minimal sebanyak (21,2%). Kebutuhan anak laki-laki berbeda dengan perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan aktivitas perempuan biasanya sudah mulai menstruasi sehingga memerlukan protein dan zat besi lebih banyak (Waryana, 2010). Jumlah kebutuhan gizi pada anak ditentukan oleh berbagai faktor antara lain jenis kelamin, berat badan, dan aktivitas sehari-hari. Besarnya kebutuhan energi dan protein untuk remaja dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.1 Kecukupan Energi dan Protein Rata-rata yang Dianjurkan pada Remaja Jenis Kelamin
Umur (thn)
Laki-laki
Perempuan
Berat badan (kg)
Energi (kkal)
Protein (gr)
10-12 13-15
35 46
2050 2400
50 60
16-19
55
2600
65
10-12 13-15
37 48
2050 2350
50 57
16-19
50
2200
50
Sumber : Depkes RI, 2004 Kekurangan energi akan menjadikan tubuh mengalami keseimbangan negatif. Akibatnya berat badan kurang dari berat badan seharusnya atau ideal. Bila terjadi pada bayi dan anak- anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Status Gizi Remaja Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi (Supariasa, 2002) Menurut Almatsier (2002) status gizi (nutritional status) adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi. Banyak faktor yang berperan dalam memengaruhi status gizi seseorang, faktor yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Faktor langsung yang memengaruhi status gizi seseorang antara lain : pola konsumsi makanan sehari-hari, aktivitas fisik, dan keadaan kesehatan. Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara antropometri. Kekurangan hemoglobin atau anemia dengan pemeriksaan darah. Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah dan murah. Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai indikator yang baik untuk menentukan status gizi remaja (Fatmah, 2011) Hasil Riskesdas (2013) menyatakan bahwa status gizi remaja umur 16-18 tahun secara nasional prevalensi pendek adalah 31,4% (7,5% sangat pendek dan 23,9% pendek). Sedangkan prevalensi kurus pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4% (1,9% sangat kurus dan 7,5% kurus). Prevalensi gemuk pada remaja umur 16-18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Provinsi dengan prevalensi gemuk tertinggi adalah DKI Jakarta (4,2%) dan terendah
Universitas Sumatera Utara
adalah Sulawesi Barat (0,6%). Kecenderungan prevalensi remaja kurus relatif sama tahun 2007 dan 2013, dan prevalensi sangat kurus naik 0,4%. Sebaliknya prevalensi gemuk naik dari 1,4% pada tahun 2007 menjadi 7,3% pada tahun 2013. Persentase status gizi remaja usia 16-18 tahun di Sumatera Utara prevalensi pendek (38%) dan sangat pendek (13%). Prevalensi kurus (6%) dan sangat kurus (2%). Sedangkan prevalensi gemuk (9%) dan sangat gemuk (1,5%) (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Direktorat Bina Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI persentase status gizi remaja diatas termasuk masalah kesehatan masyarakat karena telah melewati cut point yaitu pada prevalensi pendek diatas 20%, kurus diatas 5%. Status gizi remaja dapat ditentukan dengan menggunakan IMT sebagai indikator ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,125,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan. FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas kali-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat (Supariasa, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Akhirnya diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk Indonesia (Supariasa, 2002). Tabel 2.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia Kategori
Keterangan Kekurangan tingkat berat
IMT
berat
badan
Kekurangan berat tingkat ringan
badan
< 17,0
Kurus 17,0 – 18,5 >18,5 – 25,0
Normal Kelebihan berat badan tingkat ringan
>25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
Gemuk
Sumber : Depkes RI, 1994 2.2 Aktivitas Fisik Remaja Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat kompetitif maupun non kompetitif (Fatmah, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas remaja sebagian besar banyak dilakukan di sekolah selama 8 jam meliputi kegiatan belajar dan bermain saat istirahat. Aktivitas berada dirumah kurang lebih 5-6 jam meliputi mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua dan bermain di lingkungan sebayanya. Aktivitas fisik remaja membutuhkan asupan pangan mengandung gizi yang cukup sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik (Fatmah, 2011). Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik kedalam 2 kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga) dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja) (Williams, 2002). Menurut Baecke (1982) terdapat 3 aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas seseorang, yaitu pekerjaan, olahraga, dan kegiatan di waktu luang. Banyaknya aktivitas fisik berbeda pada tiap individu tergantung pada gaya hidup perorangan dan faktor lainnya. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi risiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus, dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap penyakit seperti kanker payudara, hipertensi, osteoporosis dan risiko jatuh, kelebihan berat badan, kondisi muskuloskeletal, gangguan mental, dan psikologikal dan mengontrol perilaku yang berisiko seperti merokok, alkohol, serta juga dapat meningkatkan produktifitas dalam bekerja (Fatmah, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas fisik rutin dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu :1. Peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, 2. Penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, 3. Mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, 4. Peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, 5. Peningkatan metabolisme tubuh (berkaitan dengan gizi tubuh), 6. Meningkatkan kemampuan otot, 7. Mencegah obesitas (Fatmah, 2011) Upaya pencegahan penyakit jantung pada dasarnya berdasarkan faktor risikonya. Secara umum faktor risiko penyakit jantung berhubungan dengan faktor gizi, kebiasaan merokok, tingginya stress, hipertensi yang tidak terkendali, dan kurang olahraga. Dimana olahraga berperan dalam membantu perbaikan penyakit jantung dan stroke dengan jalan penurunan tekanan darah, peningkatan HDL, penurunan LDL, memperbaiki aliran darah dan meningkatkan kapasitas kerja jantung. Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Seseorang dengan aktivitas fisik yang kurang, memiliki kecenderungan 30%-50% terkena hipertensi daripada mereka yang aktif. Penelitian dari Farmingharm Study menyatakan bahwa aktivitas fisik sedang dan berat dapat mencegah kejadian stroke (Bustan, 2007). Kebiasaan olahraga didefinisikan sebagai suatu kegiatan fisik menurut cara dan aturan tertentu dengan tujuan meningkatkan efisiensi fungsi tubuh yang hasilnya adalah meningkatkan kesegaran jasmani. Sedangkan kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas fisik olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya berolahraga setiap kegiatan dalam seminggu (Fatmah, 2011)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suryadi (2013) aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan Daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAL =
( 𝑃𝐴𝑅 ×𝑤 ) 24 𝑗𝑎𝑚
Keterangan : PAL
: Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PAR
: Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)
w
: Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)
Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut (FAO/WHO/ UNU, 2001) : 1) Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69 2) Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99 3) Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40
Universitas Sumatera Utara
Cara menentukan tingkat aktivitas fisik dengan cara menghitung seluruh kegiatan yang dilakukan selama satu hari dengan menggunakan nilai pada tabel di bawah ini Tabel 2.3 Menaksir Pengeluaran Energi Untuk Suatu Aktivitas Fisik No
Jenis kegiatan
Perkiraan pengeluaran Energi Laki-laki
1
Tidur
2
Kegiatan
Perempuan 1,0
1,0
Ringan
1,7
1,7
Sedang
2,7
2,2
Berat
3,8
2,8
3
Kegiatan olahraga
6,0
6,0
4
Saat-saat santai
1,4
1,4
Sumber : Suryadi (2013) 2.2.1 Jenis – Jenis Aktivitas Fisik Jenis aktivitas dibagi ke dalam 2 kategori yaitu aktivitas fisik terstruktur dan aktivitas fisik tidak terstruktur. Jenis aktivitas fisik terstruktur seperti olahraga (Williams, 2002). Berdasarkan buku akademik FIK UNIMED (2012) jenis aktivitas fisik yang terstruktur yang dilakukan oleh mahasiswi jurusan olahraga Universitas Negeri Medan selama ± 6 semester seperti :
Universitas Sumatera Utara
1. Endurance seperti : - renang (jarak menengah dan jarak jauh) - atletik (lari jarak menengah dan jarak jauh) 2. Spedd power (kecepatan tinggi) : - Atletik (lari jarak dekat) - Renang (jarak dekat) 3. Power seperti : tolak peluru dan lempar cakram 4. Aesthetik seperti senam lantai dan senam aerobik 5. Ball games yaitu : bola basket, bola volli, sepak bola, bulu tangkis dan tenis meja 6. Weigth dependent seperti : beladiri (pencak silat) Aktivitas fisik dibagi 3 yaitu ringan, sedang dan berat. Aktivitas ringan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan menggerakkan tubuh. Aktivitas fisik sedang adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga cukup besar, dengan kata lain bergerak yang menyebabkan nafas sedikit lebih cepat dari biasanya. Sedangkan aktivitas fisik berat adalah pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang cukup banyak (pembakaran kalori) sehingga nafas lebih cepat dari biasanya (Baecke, 1982).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Fisik Klasifikasi aktivitas fisik
Pengeluaran kalori
Aktivitas fisik
Ringan
2,5-4,9 kkal/menit
Berjalan kaki, tenis meja, golf, mengetik,membersihkan kamar,berbelanja
Sedang
5-7,4 kkal/menit
Bersepeda, ski, menari, tennis, menaiki tangga
Berat
7,5-12 kkal/menit
Basket, sepak bola, berenang,volli
Sumber : Baecke (1982) Menurut Baecke (1982) kategori aktivitas fisik ada 3 yaitu Indeks Kerja (IK), Indeks Sport (IS) dan Indeks Waktu Luang. Dimana pada indeks sport pada tingkat yaitu sepak bola merupakan salah satu mata kuliah mahasiswa jurusan olahraga yang berlangsung selama 2 semester. Pada tabel klasifikasi aktivitas fisik menurut Baecke terlalu sedikit oleh karena itu peneliti akan menggunakan klasifikasi aktivitas fisik menurut FAO/WHO/UNU. 2.3 Menstruasi Menstruasi adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik FSH-Estrogen atau LHProgesteron. Periode ini penting dalam hal reproduksi dan hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Menstruasi adalah darah yang keluar dari vagina wanita sewaktu ia sehat bukan disebabkan oleh melahirkan anak atau karena terluka. Menstruasi menunjukkan bahwa seorang gadis yang sehat dan berfungsi sebagai mana mestinya, sedangkan menstruasi dini adalah menstruasi yang datangnya lebih awal dibawah usia 10 tahun (Waryana, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Menstruasi adalah siklus discharge fisiologik darah dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Menstruasi dibawah kendali hormonal dan berulang secara normal, biasanya interval sekitar empat minggu, tanpa adanya kehamilan selama periode reproduktif (pubertas sampai menopause) pada wanita dan beberapa spesies primata (Dorland, 2000). Haid biasanya berlangsung selama lima sampai tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovurium (Sherwood, 2011). Rata-rata darah yang keluar saat menstruasi adalah 35-50 ml tanpa bekuan darah (Warillow, 2004). Cakir, et al (2007) dalam penelitiannya di Turki menemukan bahwa dismenorea merupakan gangguan menstruasi dengan prevalensi terbesar (89,5%), diikuti ketidakteraturan menstruasi (31,2%), serta perpanjangan durasi menstruasi (5,3%). Pada pengkajian terhadap penelitian penelitian lain didapatkan prevalensi dismenorea bervariasi antara 15,8-89,5%, dengan prevalensi tertinggi pada remaja. Dalam penelitian Yassin (2012) di Alexandria, persentasi remaja putri yang mengalami polimenorrhoea adalah 6,8%, oligomenorrhoea adalah 8,4%, menorragia adalah 2,5% dan hipomenorrea adalah 12,4%. Hasil penelitian Qomaruddin (2005) pada remaja di daerah kumuh kota Surabaya, remaja yang mengalami pola siklus menstruasi teratur adalah 65% dan remaja yang mengalami pola siklus menstruasi tidak teratur adalah 35%. Berkaitan dengan darah yang keluar saat menstruasi, 65% remaja menyatakan banyak dan 35% menyatakan normal.
Universitas Sumatera Utara
Hormon yang berperan dalam proses menstruasi adalah hormon estrogen dan progesteron. Hormon estrogen dihasilkan oleh ovarium, namun 30% estrogen dihasilkan oleh lemak tubuh melalui proses aromatisasi dengan androgen sebagai zat pembakalnya sedangkan, hormon progesteron dihasilkan oleh korpus luteum. Fungsi dari kedua hormon ini adalah mematangkan sel telur sehingga terjadi menstruasi atau kehamilan jika ada pembuahan (Ellya, 2010). 2.3.1 Fisiologi Menstruasi Pengendali utama dari semua peristiwa menstruasi adalah hypotalamus. Hyotalamus mempunyai hormon gonadotropik, hormon releasing, hormon GNRH yang mengsekresi dua hormon yaitu follicle stimulating hormone releasing hormone (FSH-RH) dan luteinazing hormone releasing hormone (LH-RH). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis interior untuk mengsekresi follicle stimulating hormone dan lutenaizing hormone yang menyebabkan terjadinya produksi estrogen dan progesteron yang selanjutnya akan memberikan umpan balik yang mengandung kadar hormon gonadotropik kepada hipotalamus (Prawirohardjo, 2005). Bila tidak ada pembuahan korpus luteum berdegenerasi dan ini mengakibatkan bahwa kadar estrogen dan progesteron menurun. Menurunnya kadar estrogen dan progesteron menimbulkan efek pada arteri yang berlekuk-lekuk di endometrium. Tampak dilatasi dan statis dengan hiperemia yang diikuti oleh spasme dan iskemia. Setelah itu terjadi degenerasi serta pedarahan dan pelepasan endometrium yang nekrotik. Proses ini disebut menstruasi (Prawirohardjo, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.3.2 Menstruasi Pertama (Menarche) Menarche yaitu menstruasi yang biasanya terjadi pada usia 12-13 tahun. Cepat atau lambatnya kematangan seksual meliputi menstruasi, dan kematangan fisik ini ditentukan oleh kondisi fisik individual, juga dipengaruhi oleh faktor ras atau suku bangsa, faktor iklim, pola hidup di lingkungan anak. Badan yang lemah atau penyakit yang mendera seorang anak gadis bisa memperlambat tibanya menstruasi (Waryana, 2010). Proses kesehatan reproduksi yang dialami perempuan mulai dari usia pertama menstruasi (menarche) yang merupakan awal dari proses reproduksi dimulai sampai dengan reproduksi berakhir (menopause). Diketahui 37,5 persen perempuan mengawali usia reproduksi (menarche) pada umur 13-14 tahun, dijumpai 0,1 perempuan dengan umur menarche 6-8 tahun, dan dijumpai juga sebayak 19,8 persen perempuan baru mendapat haid pertama pada usia 15-16 tahun, dan 4,5 persen pada usia 17 tahun keatas (Riskesdas, 2010). Sejalan dengan lama menstruasi dan panjang siklus menstruasi, ada beberapa faktor yang memengaruhi banyaknya volume darah menstruasi wanita. Dasharathy S et al (2007) dalam penelitian terhadap 201 perempuan dalam BioCycle Study di Oxford University menyatakan bahwa kehilangan darah menstruasi bervariasi signifikan menurut umur, status perkawinan, paritas, menikah, dan wanita usia produktif dilaporkan mengalami perdarahan yang lebih banyak. Selain itu, kehilangan darah menstruasi bervariasi secara signifikan oleh usia saat menarche dengan
Universitas Sumatera Utara
pendarahan ringan terkait dengan usia saat menarche. Indeks massa tubuh, panjang siklus, dan kegiatan tidak berhubungan secara signifikan dengan jumlah volume perdarahan. 2.3.3 Siklus Menstruasi Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang terjadi berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada saat menopause (Waryana, 2010) Menstruasi merupakan aktivitas bersiklus yang melibatkan peluruhan sebagian endometrium. Menstruasi biasanya terjadi setiap 21-35 hari dan siklus yang dianggap normal adalah 28 hari (Steele, 2009). Pada dasarnya siklus haid wanita tidak sam, tetapi pada umumnya berlangsung antara 25-35 hari (rata-rata 28 hari). Hari pertama perdarahan dihitung sebagai permulaan siklus haid. Kemudian, siklus haid anda adalah jumlah hari sebelum haid berikutnya terjadi, dan jangka waktu menstruasi antara 3-10 hari (Ellya, 2010). Gangguan siklus haid dinilai masih masih dalam batas normal bila terjadi selama dua tahun pertama setelah menarche. Artinya bila seorang gadis mendapatkan haid pada usia 11 tahun, hingga usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur. Ia masih mengalami siklus haid yang berubah-ubah dan jumlah darah haid sangat bervariasi. Setelah usia 13 tahun maka haidnya akan teratur. Bila setelah usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur dipastikan telah terjadi gangguan haid. Gangguan haid yang umumnya terjadi pada perempuan adalah tidak haid selama beberapa waktu
Universitas Sumatera Utara
(amenorrhoea), darah haid yang sangat banyak (menorrhagia) dan timbulnya rasa sakit saat haid (dismenorrhoea) (Ellya, 2010) Selama menstruasi, hipotalamus mengirim sejumlah faktor pencetus FSH ke kelenjar bawah otak yang membuat FSH, jumlah FSH dalam darah kemudian meningkat dan merangsang sejumlah folikel tumbuh dan membentuk estrogen, sehingga jumlah hormon dalam darah meningkat. Siklus menstruasi dibagi menjadi 4 fase yaitu fase menstruasi, fase proliferasi, fase sekresi atau luteal dan fase premenstruasi atau iskemik (Mochtar, 1998). Fase menstruasi yaitu korpus luteum berfungsi samapai kira-kira hari ke 23 atau hari ke 24 pada siklus 28 hari, dan kemudian mulai bergeser, akibatnya terjadi penurunan progesteron dan estrogen yang tajam sehingga menghilangkan perangsangan pada endometrium, perubahan iskemik terjadi pada arteriola dan diikuti oleh menstruasi (Mochtar, 1998). Fase proliferasi pada stadium ini berlangsung selama kira-kira 5 hari, kadar estrogen yang meningkat dari folikel yang berkembang akan merangsang stroma endometrium untuk mulai tumbuh dan menebal, kelenjar-kelenjar mulai menjadi hipertropi dan berproliferasi dan pembuluh darah menjadi banyak sekali (Steele, 2009). Fase sekresi (luteal) yaitu fase setelah ovulasi, dibawah pengaruh progesteron yang meningkat dan terus diproduksinya estrogen oleh korpus luteum dan endometrium menebal. Fase premenstrual yaitu korpus luteum menurun, kadar
Universitas Sumatera Utara
progesteron dan estrogen menurun, arteri pada endometrium berkontraksi dan dinding uterus menjadi menyusut dan mati karena iskemia (Jones, 2005). Menstruasi pada awalnya terjadi secara tidak teratur sampai mencapai umur 18 tahun. Titik kritis ukuran antropometri pencetus menstruasi dini ( menarche) adalah berat badan 40 kg dan tinggi badan 148 cm. Terdapat hubungan antara massa lemak tubuh dengan kejadian usia menstruasi dini, begitu pula dengan hubungan antara BMI dengan usia menstruasi (Steele, 2009) Siklus menstruasi yang tidak teratur dapat disebabkan oleh peningkatan kadar luteinizing hormone (LH) dan mungkin pula disebabkan oleh peningkatan hormon pria yaitu androgen atau testosteron. Penyebab amenorrhoe sekunder adalah hiperprolaktinemia. Stress dapat mengakibatkan hiperprolaktinemia sementara (Ellya. 2010). 2.4 Pola Makan dan Siklus Menstruasi Untuk petumbuhan normal, tubuh memerlukan nutrisi yang memadai, kecukupan energi, protein, lemak, dan suplai semua nutrisi esensial yang menjadi basis pertumbuhan. Kebiasaan makan yang diperoleh sesama remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan lanjut usia (Arisman, 2004). Komposisi
diet
baik
secara
kualitatif
maupun
kuantitatif
dianggap
memengaruhi siklus menstruasi serta penampilan reproduksi. Siklus menstruasi bukan saja dipengaruhi oleh diet vegetarian tetapi diet yang bervariasi dalam hal
Universitas Sumatera Utara
lemak, serat dan nutrien lainnya. Pengaruh diet vegetarian terhadap hormon seks telah diteliti, dimana 9 orang vegetarian diberi diet yang maengandung daging kemudian fase folikuler memanjang rata-rata 4,2 hari dan FSH meningkat. Sebaliknya 16 orang yang diet biasa beralih ke diet kurang daging selama 2 bulan mengalami pemendekan fase folikuler rata-rata 3,8 hari (Ellya, 2010). Diet rendak lemak akan menyebabkan panjang siklus menstruasi meningkat rata-rata 1,3 hari dan lamanya menstruasi meningkat rata-rata 0,9 hari. Dengan demikian bagi wanita yang bukan vegetarian bila pola dietnya berubah ke diet rendah lemak maka akan memperpanjang siklus menstruasi sebagai akibat memanjangnya fase folikuler (Ellya, 2010). Diet yang buruk atau penurunan berat badan yang ekstrim juga dapat mempengaruhi hormon. Perempuan dengan anoreksia atau bulimia dikhawatirkan mengalami haid yang tidak teratur. Eating disorders (pola makan yang buruk) menyebabkan kurangnya gizi yang cukup untuk tubuh berovulasi dengan baik (Marmi, 2013). Produksi hormon tiroid yang berlebihan atau kekurangan dapat menjadi penyebab gangguan siklus haid yang dapat menimbulkan infertilitas kemudian. Sering mengonsumsi alkohol juga terbukti menjadi kegagalan proses implantasi dan merokok juga dapat menurunkan produksi hormon reproduksi (Ellya, 2010).. Dalam penelitian Rowland AS, et al (2002) terhadap wanita di Iowa dan North Carolina menyatakan bahwa lemak tubuh yang diukur dengan BMI, sangat terkait
Universitas Sumatera Utara
dengan siklus panjang dan siklus yang tidak teratur. Perempuan dengan BMI yang normal tinggi 24-25 memiliki dua kali kemungkinan siklus panjang dibandingkan dengan wanita dengan BMI dari 22-23, dan asosiasi semakin kuat dengan masingmasing kategori BMI. Perempuan dengan BMI 35 atau lebih memiliki kemungkinan siklus panjang lima kali. Perempuan dalam kelompok terberat juga menunjukkan peningkatan kemungkinan siklus tidak teratur. Selain itu, Rowland AS, et al (2002) menemukan bahwa menarche sebelum usia 13 berhubungan dengan siklus pendek dan perdarahan intermenstrual bagi perempuan pada usia 21-40. Menarche pada usia 15 ke atas terkait memiliki siklus panjang dan siklus tidak teratur Agar menstruasi tidak menimbulkan keluhan-keluhan, sebaiknya remaja wanita mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, sehingga status gizinya baik. Status gizi dikatakan baik apabila gizi yang diperlukan baik protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin maupun air digunakan oleh tubuh sesuai dengan kebutuhan. Asupan gizi yang dibutuhkan pada remaja pada saat menstruasi : 1.
Asupan Energi Asupan energi untuk remaja putri usia memuncak pada usia 12 tahun (2550
kkal) dan kemudian menurun pada usia 18 tahun 2200 kkal. Energi dibutuhkan untuk dapat mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam makanan (Almatsier, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Asupan energi bervariasi sepanjang siklus haid, terjadi peningkatan asupan energi pada fase luteal dibandingkan fase folikuler. Peningkatan
500 kkal/hari,
kesimpulannya bahwa estrogen mengakibatkan efek peningkatan dan penurunan terhadap nafsu makan. Pada umumnya anak perempuan 10-12 tahun kebutuhan energinya sebesar 50-60 kal/kg BB/hari dan pada usia 13-18 tahun sebesar 40-50 kal/kg BB/hari (Sayogo, 2006). 2.
Asupan Lemak Lemak memegang peran penting sebagai komponen struktural dan fungsional
membran sel dan perkusor senyawa yang meliputi berbagai segi dari metabolisme. Lemak juga sebagai sember asam lemak esensial yang diperlukan oleh pertumbuhan, sebagai suplai energi yang berkadar tinggi, dan sebagai pengangkut vitamin yang larut dalam lemak (Waryana, 2010). Perbandingan komposisi energi dan lemak yang dianjurkan adalah 20-30 % dari energi, hal tersebut sudah dapat menggambarkan pola makan yang baik karena jumlah ini sudah dapat memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak. Apabila dalam tubuh lemak melebihi dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal maka akan terjadi penimbunan lemak, sehingga mengakibatkan berat badan lebih dari normal dan hormon yang dibentuk oleh lemak akan memacu menstruasi datang lebih dini. Asupan tinggi lemak berpengaruh terhadap kadar hormon steroid, dibuktikan dengan diet rendah lemak akan memperpanjang siklus menstruasi, serta memperpanjang fase folikuler (Waryana, 2010).
Universitas Sumatera Utara
3.
Asupan Protein Protein diperlukan untuk sebagian besar proses metabolik, terutama
pertumbuhan, perkembangan, dan maintenance merawat jaringan tubuh. Protein sebagai pemasok energi dapat diberikan dalam jumlah sedang tetapi sebaiknya 20-25 % dari jumlah total kalori. Kebutuhan yang direkomendasikan pada remaja berkisar 44-59 gram. Asupan protein dan lemak akan meningkat pada fase luteal (Arisman, 2008). Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi/ WNPG VIII tahun 2004 dianjurkan pada anak perempuan usia 10-12 tahun kebutuhan protein 50 gr/hari, 1315 tahun 57 gr/hari dan usia 16-18 tahun 55 gr/hari. Asupan protein hewani yang kurang akan mempengaruhi penurunan frekuensi puncak LH dan akan mengalami pemendekan fase folikuler rata-rata 3- 8 hari. Hal ini telah diteliti pada 9 orang vegetarian yang diberi diet mengandung protein hewani (daging) ternyata fase folikuler memanjang dan FSH pun meningkat (Waryana, 2010). 4.
Asupan Karbohidrat Sumber terbesar energi tubuh adalah karbohidrat yang menjadi bagian dari
brbagai bermacam-macam struktur komponen primer diet serat. Karbohidrat disimpan sebagai glikogen atau diubah menjadi lemak tubuh. Tidak ada ketentuan tentang karbohidrat sehari untuk manusia, namun untuk memelihara kesehatan komposisi energi dari karbohidrat yang dianjurkan adalah 60 % (Sibagariang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak. Karbohidrat juga merupakan sumber peningkatan asupan kalori selam fase luteal pada siklus menstruasi (Waryana, 2010). Jenis makanan yang baik dikonsumsi pada saat menstruasi menurut Marmi (2013) adalah - Mengonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat, vitamin dan magnesium. - Menghindari kafein dan garam - Mengonsumsi makanan yang kaya kalsium - Dark chocolate - Meminum air putih
2.5 Aktivitas Fisik dan Siklus Menstruasi Perubahan siklus menstruasi pada atlit wanita sulit diketahui oleh karena munculnya gangguan menstruasi, dari luteal sampai amenorrhoea. Secara definitif, klasifikasi kejadian menstruasi sebagai berikut: (1) Eumenorrhoea yaitu siklus menstruasi yang teratur dengan interval pendarahan yang terjadi antara 21-35 hari, (2) Oligomenorrhoea yaitu bila menstruasi terjadi dengan interval lebih antara 35-90 hari, (3) Amenorrhoea yaitu bila dalam kurun waktu 3 bulan berturut-turut tidak terjadi menstruasi, atau menstruasi terjadi tidak lebih dari 3x dalam setahun, dan (4)
Universitas Sumatera Utara
polimenorrhea yaitu bila menstruasi terjadi dengan interval di bawah 20 hari (Sutresna, 2003). Perubahan menstruasi paling umum dijumpai pada pelari jarak jauh, penari dan pesenam dan sedikit pada pembala sepeda dan perenang. Data yang diperoleh dari sejumlah besar wanita yang berolahraga di lapangan sangatlah terbatas. The American College of Sport Medicine (ACSM) melaporkan bahwa sekitar sepertiga pelari jarak jauh wanita (12-45 tahun), mengalami amenorrhoea atau
oligomenorrhoea.
Penelitian yang dilakukan oleh Dale et al menunjukan incidence disfungsi menstruasi pada atlit mulai dari 0 % - 50 %. Rougier dan Linquettte menemukan pengaruh yang bervariasi dari olahraga terhadap siklus menstruasi pada mahasiswa olahraga, demikian juga Kabisch yang mengevaluasi atlit jerman, menemukan sedikit kejadian amenorrhoea. Sebaliknya, Erdely yang meneliti atlit dunia dan Zhanel yang meneliti atlit anggar, menemukan 10-12 % kejadian disfungsi menstruasi (Hartono, 2003). Terlalu banyak pekerjaan/ kegiatan, tekanan dari teman-teman atau tuntutan keluarga menyebabkan menstruasi menjadi tidak teratur. Ketika mengalami stres, kelenjar adrenal mengeluarkan hormon kortisol (corticotropin releasing hormone) yang berdampak buruk pada beberapa hormon-hormon yang terlibat dalam menstruasi seperti estrogen dan progesteron (Ellya, 2010). Hasil penelitian didapatkan nilai p < 0.05 atau bermakna pada variabel frekuensi dan durasi latihan terhadap siklus haid atlit. Pada penelitian terdahulu di Norwegia, prevalensi irregularitas siklus haid secara signifikan lebih tinggi pada atlet
Universitas Sumatera Utara
sebesar 26 % dibandingkan kelompok kontrol, yaitu sebesar 14 % 15. Kejadian gangguan siklus menstruasi pada atlet dilaporkan sebesar 28.8% dibandingkan dengan control (9.4%) pada penelitian terdahulu. Pada penelitian tersebut didapatkan hasil yang signifikan (p=0.028) antara kelompok atlit dan kontrol (Hartono, 2003). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan yang mengikuti kegiatan fisik yang makin meningkat sebelum datangnya menarche akan mengalami penundaan menarche dan terjadinya ketidakteraturan menstruasinya. Penelitian Frisch et al menemukan bahwa pada pelari maupun perenang yang belum mengalami menarche, menarche akan terlambat 5 bulan untuk tiap tahun berlatih sebelum menarche. Sebaliknya, Erdely tidak menemukan perubahan menarche, tetapi menemukan incidence yang tinggi dari fungsi menstruasi di kemudian harinya pada mereka yang melakukan pelatihan atletik premenarche secara intensif bila dibandingkan dengan populasi umum di Hungaria. Keterlambatan menarche dan disfungsi menstruasi yang mengikutinya, juga ditemukan pada atlit balet yang melakukan pelatihan premenarche yang intensif dan bermotivasi tinggi untuk mempertahankan berat badan ringan (Frisch et al dalam Hartono, 2003). Beberapa wanita mengalami menstruasi yang tidak teratur karena memiliki terlalu banyak androgen (hormon steroid) yang disebabkan oleh pola makan tinggi lemak. Hormon laki-laki yang normalnya hanya sedikit di tubuh wanita ini dapat menyebabkan pertumbuhan rambut pada wajah, dagu, dada, dan perut, dan kadangkadang dikaitkan dengan berat badan yang berlebihan. Ketidakteraturan ini disebabkan oleh ketidakseimbangan progesteron, hormon yang mengatur jumlah dan
Universitas Sumatera Utara
lama perdarahan. Fluktuasi progesteron membuat menstruasi berlangsung lebih lama atau lebih pendek. Pada keadaan beban psikis yang berat menjadikan peningkatan hormon estrogen dan FSH menyebabkan siklus haid menjadi tidak teratur (Ellya, 2010). Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan siklus menstruasi, yaitu seperti pada tabel berikut ini : Tabel 2.5 Faktor-faktor yang memengaruhi Siklus Menstruasi No Menstruasi yang teratur Menstruasi tidak teratur 1 Kematangan poros reproduksi Usia muda (youth) 2 Siklus ovulasi yang mapan Nulliparitas 3 Usia dewasa Penurunan berat badan 4 Ibu-ibu (motherhood) Penurunan lemak tubuh 5 Peningkatan berat badan Tata-gizi rendah kalori 6 Peningkatan lemak tubuh Latihan dengan dosis intensitas tinggi 7 Peningkatan aktivitas berangsur Beban kerja meningkat cepat 8 Latihan dengan intensitas rendah Stress psikologik Sumber : Kartinah, dkk (2006)
2.6 Kerangka Konsep Pola Makan Pola Menstruasi
Aktivitas Fisik
-
Siklus Menstruasi Lama Menstruasi Volume Darah Menstruasi
Keterangan : Kerangka konsep hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan pola menstruasi pada mahasiswi jurusan PJKR Universitas Negeri Medan tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Hipotesis Ha :
Ada hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan pola menstruasi pada mahasiswi jurusan PJKR Universitas Negeri Medan tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara