BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TINDAK PIDANA NARKOTIKA
A. Kajian Kriminologi Penyebab Terjadinya Kejahatan Kejahatan merupakan perbuatan anti-sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari negara berupa pemberian derita, dan kemudian sebagai reaksi terhadap rumusanrumusan hukum (legal definitions) mengenai kejahatan. 42 Menurut Sue Titus Reid, bagi suatu perumusan hukum tentang kejahatan, maka hal-hal yang perlu diperhatikan yaitu: 43 1. Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja. Dalam pengertian ini seseorang tidak dapat dihukum hanya karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Kegagalan untuk bertindak dapat juga merupakan kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu. Disamping itu pula, harus ada niat jahat; 2. Merupakan pelanggaran hukum pidana; 3. Yang dilakukan tanpa adanya suatu pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum; 4. Yang diberi sanksi oleh negara sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran. Secara sosiologis, maka kejahatan merupakan suatu perikelakuan manusia yang diciptakan oleh sebagian warga-warga masyarakat yang mempunyai kekuasaan dan wewenang. 44 Gejala yang dinamakan kejahatan pada dasarnya terjadi di dalam proses dimana ada interaksi sosial antara bagian-bagian dalam masyarakat yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan dengan
42
W.A. Bonger, Pengantar tentang Kriminologi, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hal. 25. Sue Titus Reid dalam Soerjono Soekanto, Kriminologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Ghalia, 1981), hal. 22. 44 Ibid., hal. 27. 43
Universitas Sumatera Utara
pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan. Ciri pokok dari kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh negara karena merupakan perbuatan yang merugikan negara dan terhadap perbuatan itu negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya pamungkas. Pendapat tentang kejahatan di atas tertampung dalam suatu ilmu pengetahuan yang disebut kriminologi. Kriminologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang muncul abad ke-19 yang pada intinya merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab musabab dari kejahatan. Kriminologi sebagai kumpulan ilmu pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan menganalisa secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman, pola-pola dan faktorfaktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya. 45 Sebab-sebab terjadinya kejahatan dalam kriminologi dikarenakan faktorfaktor biologis (kejahatan karena bakat yang diperoleh sejak lahir) dan faktor sosiologis (kejahatan karena pengaruh lingkungan masyarakat). 1. Teori yang Menjelaskan Kejahatan dari Perspektif Biologis Cesare Lambroso (1835-1909) dengan bukunya yang berjudul L’huomo delinquente (the criminal man) menyatakan bahwa penjahat mewakili suatu tipe keanehan/keganjilan fisik, yang berbeda dengan non-kriminal. Lambroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam 45
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 10., obyek studi kriminologi melingkupi perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku kejahatan dan reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun pelakunya. Ketiganya ini tidak dapat dipisah-pisahkan. Suatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai kejahatan bila ia mendapat reaksi dari masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
karakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi. Teori Lambrosotentang born criminal menyatakan bahwa para penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka yang bukan penjahat. 46 Berdasarkan penelitiannya, Lombrosso mengklasifikasikan penjahat dalam 4 (empat) golongan, yaitu: 47 a. Born criminal yaitu orang yang memang sejak lahir berbakat menjadi penjahat; b. Insane criminal yaitu orang-orang yang tergolong ke dalam kelompok idiot dan paranoid; c. Occasional criminal atau criminaloid yaitu pelaku kejahatan berdasarkan pengalaman yang terus menerus sehingga mempengaruhi pribadinya; d. Criminals of passion yaitu pelaku kejahatan yang melakukan tindakan karena marah, cinta atau karena kehormatan. Disamping teori biologi dari Lombrosso, terdapat beberapa teori lain yang menitikberatkan pada kondisi individu penjahat, antara lain: 48 1. Teori Psikis, dimana sebab-sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang. Sarana yang digunakan adalah tes-tes mental seperti tes IQ. 2. Teori yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat yang diwariskan oleh orang tuanya. Pada mulanya amat mudah mendapati anak yang memiliki karakter seperti orang tuanya, namun ternyata hasil yang sama pun tidak jarang ditemui pada anak-anak yang diadopsi atau anak-anak angkat. 46
Ibid., hal. 37. Ibid., hal. 24. 48 Ibid., hal. 25. 47
Universitas Sumatera Utara
3. Teori Psikopati: berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada intelejensia ataupun kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebabsebab kejahatan dari kondisi jiwanya yang abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang tidak memiliki kesadaran atas kejahatan yang telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya. 4. Teori bahwa kejahatan sebagai gangguan kepribadian sempat digunakan di Amerika untuk menjelaskan beberapa perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban) seperti pemabuk, gelandangan, perjudian, prostitusi, penggunaan obat bius. 2. Teori yang Menjelaskan Kejahatan dari Perspektif Sosiologis Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Ada hubungan timbal-balik antara faktor-faktor umum sosial politik-ekonomi dan bangunan kebudayaan dengan jumlah kejahatan dalam lingkungan itu baik dalam lingkungan kecil maupun besar. Teori-teori sosiologis mencari alasan-alasan perbedaan dalam hal angka kejahatan di dalam lingkungan sosial. Teori-teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum yaitu: strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), social kontrol (kontrol sosial). 49 Teori strain dan penyimpangan budaya memusatkan perhatian pada kekuatankekuatan sosial (social forces) yang menyebabkan orang melakukan aktivitas
49
Ibid., hal. 57.
Universitas Sumatera Utara
kriminal. Sebaliknya, teori kontrol sosial mempunyai pendekatan berbeda, teori ini berdasarkan satu asumsi bahwa motivasi melakukan kejahatan merupakan bagian dari umat manusia. Teori kontrol sosial mengkaji kemampuan kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga sosial membuat aturan-aturannya efektif. a. Teori Differential Association Teori yang dikemukakan oleh Edwin Sutherland ini pada dasarnya melandaskan diri pada proses belajar, ini tidak berarti bahwa hanya pergaulan dengan penjahat yang akan menyebabkan perilaku kriminal, akan tetapi yang terpenting adalah isi dari proses komunikasi dari orang lain. TeoriDifferential Association ini menekankan bahwa semua tingkah laku itu dipelajari, tidak ada yang diturunkan berdasarkan pewarisan orang tua. Tegasnya, pola perilaku jahat tidak diwariskan tapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab. Untuk itu, Edwin Sutherland kemudian menjelaskan proses terjadinya perilaku kejahatan melalui 9 (sembilan) proposisi sebagai berikut: 50 1. Criminal behaviour is learned. Negatively, this means that criminal behaviour is not inherited. (Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari secara negatif berarti perilaku itu tidak diwarisi). 2. Criminal behaviour is learned in interaction with other persons in a process of communication.This communication is verbal in many respects but includes also the communication of gesture (Perilaku kejahatan dipelajari dalam
50
Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal.
20.
Universitas Sumatera Utara
interaksi dengan orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat bersifat lisan ataupun menggunakan bahasa isyarat). 3. The principal part of the learning of criminal behaviour occurs within intimate personal groups. Negatively, this means that the interpersonal agencies of communication, such as movies and newspaper, plays a relatively unimportant part in the genesis of criminal behaviour (Bagian yang terpenting dalam proses mempelajari perilaku kejahatan ini terjadi dalam kelompok yang intim/dekat. Secara negatif ini berarti komunikasi yang bersifat tidak personal, seperti melalui film dan surat kabar secara relatif tidak mempunyai peranan penting dalam hal terjadinya kejahatan). 4. When criminal behaviour is learned, the learning in cludes (a) techniques of committing the crime, which are sometimes very complicated, sometimes very simple. (b) the specific direction of motives, drives, rationalizations and attitudes. (ketika tingkah laku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi (a) teknik-teknik melakukan kejahatan, yang kadang sangat sulit , kadang sangat mudah, (b) arah khusus dari motif-motif, dorongan-dorongan, rasionalisasi-rasionalisasi dan sikap-sikap). 5. The specific direction of motives and drives is learned from definitions of the legal codes as favorable on unfavorable.In some societies an individual is surrounded by person who invariably define the legal codes as rules to be observed, while in others he is surrounded by person whose definitions are
Universitas Sumatera Utara
favorable to the violation of the legal codes (Arah dari motif dan dorongan itu dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu masyarakat kadang seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara bersamaan melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi oleh orangorang yang melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberi peluang dilakukannya kejahatan). 6. A person becomes delinquent because of an excess of definitions favorable to violation of law definitions unfavorable to violation of law. (Seseorang menjadi delinkuen karena ekses dari pola-pola pikir yang lebih melihat aturan hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya kejahatan daripada yang melihat hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi). 7. Differential association may vary in frequency, duration, priority and intensity. (Differensial association bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas serta intensitasnya). 8. The process of learning criminal behaviour by association with criminal and anti-criminal patterns involves all of the mechanisms that are involved in any other learning. (Proses mempelajari perilaku kejahatan yang diperoleh melalui hubungan dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan yang
Universitas Sumatera Utara
menyangkut seluruh mekanisme yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada umumnya). 9. While criminal behaviour is an expression of general needs and values, it is not explained by those general needs and values since non-criminal behaviour is an expression of the same needs and values (Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan kebutuhan dan nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh kebutuhan dan nilai-nilai umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga merupakan pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama). Dengan diajukannya teori ini, Sutherland ingin menjadikan pandangannya sebagai teori yang dapat menjelaskan sebab-sebab terjadinya kejahatan. b. Teori Kontrol Teori kontrol sosial merujuk pada pembahasan kejahatan yang dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan kelompok dominan. Pada dasarnya, teori kontrol berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan. Berbeda dengan teori lain, teori kontrol tidak lagi mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi berorientasi kepada pertanyaan mengapa tidak semua orang melanggar hukum atau mengapa orang taat kepada hukum. Ditinjau dari akibatnya, pemunculan teori kontrol disebabkan tiga ragam perkembangan dalam kriminologi. Pertama, adanya reaksi terhadap orientasi labeling dan konflik yang kembali menyelidiki tingkah laku
Universitas Sumatera Utara
kriminal. Kriminologi konservatif (sebagaimana teori ini berpijak) kurang menyukai “kriminologi baru” atau “new criminology” dan hendak kembali kepada subyek semula, yaitu penjahat (criminal). Kedua, munculnya studi tentang “criminal justice” dimana sebagai suatu ilmu baru telah mempengaruhi kriminologi menjadi lebih pragmatis dan berorientasi pada sistem. Ketiga, teori kontrol sosial telah dikaitkan dengan suatu teknik penelitian baru, khususnya bagi tingkah laku anak/remaja, yakni selfreport survey. 51 Teori kontrol dapat dibedakan menjadi dua macam kontrol, yaitu personal control dan sosial control. Personal control adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri agar tidak mencapai kebutuhannya dengan cara melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan social control adalah kemampuan kelompok sosial atau lembaga-lembaga di masyarakat melaksanakan norma-norma atau peraturan-peraturan menjadi efektif. Kejahatan atau delinkuen dilakukan oleh keluarga, karena keluarga merupakan tempat terjadinya pembentukan kepribadian, internalisasi, orang belajar baik dan buruk dari keluarga. Apabila internal dan eksternal kontrol lemah, alternatif untuk mencapai tujuan terbatas, maka terjadilah delinkuen, hal ini merupakan sesuatu yang jarang terjadi. Manusia diberi kendali supaya tidak melakukan pelanggaran, karena itu proses sosialisasi yang adequat (memadai) akan mengurangi terjadinya delinkuensi. Sebab, di sinilah dilakukan proses pendidikan terhadap seseorang yang diajari untuk melakukan pengekangan keinginan (impulse). Di samping itu, faktor
51
Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
internal dan eksternal kontrol harus kuat, juga dengan ketaatan terhadap hukum (lawabiding). 52 Teori kontrol atau sering juga disebut dengan Teori Kontrol Sosial berangkat dari suatu asumsi atau anggapan bahwa individu di masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik” atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakatnya. Ia menjadi baik kalau masyarakatnya membuatnya demikian, pun ia menjadi jahat apabila masyarakat membuatnya begitu. Pertanyaan dasar yang dilontarkan paham ini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal timbulnya perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat, utamanya para remaja. 53 Penyimpangan tingkah laku diakibatkan oleh tidak adanya keterikatan atau kurangnya keterikatan moral pelaku terhadap masyarakat. Menurut Travis Hirschi, terdapat empat elemen ikatan sosial (social bond) dalam setiap masyarakat. Pertama, Attachment adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain. Attachment sering diartikan secara bebas dengan keterikatan. Ikatan pertama yaitu keterikatan dengan orang tua, keterikatan dengan sekolah (guru) dan keterikatan dengan teman sebaya dapat mencegah atau menghambat yang bersangkutan untuk melakukan kejahatan. Kedua, Commitment adalah keterikatan seseorang pada subsistem konvensional seperti sekolah, pekerjaan, organisasi dan sebagainya. Komitmen merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan sosial. Segala kegiatan
52
Ibid., hal. 42. Paulus Hadisuprapto, Op. Cit., hal. 31.
53
Universitas Sumatera Utara
yang dilakukan seseorang seperti sekolah, pekerjaan, kegiatan dalam organisasi akan mendatangkan manfaat bagi orang tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa harta benda, reputasi, masa depan, dan sebagainya. Ketiga,Involvement merupakan aktivitas seseorang dalam subsistem. Jika seseorang berperan aktif dalam organisasi maka kecil kecenderungannya untuk melakukan penyimpangan. Dengan demikian, segala aktivitas yang dapat memberi manfaat akan mencegah orang itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Keempat, Belief merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan sosial dan tentunya berbeda dengan ketiga aspek di atas. Belief merupakan kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap norma-norma yang ada menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut. Kepatuhan terhadap norma tersebut tentunya akan mengurangi hasrat untuk melanggar. Tetapi, bila orang tidak mematuhi norma-norma maka lebih besar kemungkinan melakukan pelanggaran. Keempat unsur ini sangat mempengaruhi
ikatan
sosial
antara
seorang
individu
dengan
lingkungan
masyarakatnya. B. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Narkotika 1. Faktor Internal Pelaku Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi kejiwaan seseorang. Ada berbagai macam penyebab kejiwaan yang dapat
Universitas Sumatera Utara
mendorong seseorang terjerumus ke dalam tindak pidana narkotika, penyebab internal itu antara lain: 54 a. Perasaan Egois. Merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang. Sifat ini seringkali mendominir seseorang tanpa sadar, demikian juga bagi orang yang berhubungan dengan narkotika/para pengguna dan pengedar narkotika. Pada suatu ketika rasa egoisnya dapat mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara penuh apa yang mungkin dapat dihasilkan dari narkotika. b. Kehendak Ingin Bebas Sifat ini merupakan suatu sifat dasar yang dimiliki manusia. Sementara dalam tata pergaulan masyarakat banyak, norma-norma yang membatasi kehendak bebas tersebut. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud ke dalam perilaku setiap kali seseorang dihimpit beban pemikiran maupun perasaan. Dalam hal ini, seseorang yang sedang dalam himpitan tersebut melakukan interaksi dengan orang lain sehubungan dengan narkotika, maka dengan sangat mudah orang tersebut akan terjerumus pada tindak pidana narkotika. c. Kegoncangan Jiwa. Hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dihadapi atau diatasinya. Dalam keadaan jiwa yang
54
Moh. Taufik Makarao, Op. Cit., hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
labil, apabila ada pihak-pihak yang berkomunikasi dengannya mengenai narkotika maka ia akan dengan mudah terlibat tindak pidana narkotika. d. Rasa Keingintahuan. Perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia yang usianya masih muda, perasaan ingin ini tidak terbatas pada hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Rasa ingin tahu tentang narkotika ini juga dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana narkotika.
2. Faktor Eksternal Pelaku Faktor-faktor yang datang dari luar ini banyak sekali, diantaranya yang paling penting adalah sebagai berikut: 55 a. Keadaan ekonomi. Keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu keadaan ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang kurang atau miskin. Pada keadaan ekonomi yang baik maka orang-orang dapat mencapai atau memenuhi kebutuhannya dengan mudah. Demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sangat sulit adanya, karena itu orang-orang akan berusaha untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut. Dalam hubungannya dengan
55
Ibid., hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
narkotika, bagi orang-orang yang tergolong dalam kelompok ekonomi yang baik dapat mempercepat keinginan-keinginan untuk mengetahui, menikmati tentang narkotika. Sedangkan bagi yang keadaan ekonominya sulit dapat juga melakukan hal tersebut, tetapi kemungkinannya lebih kecil daripada mereka yang ekonominya cukup. b. Pergaulan/Lingkungan. Pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan/lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh negatif terhadap seseorang, artinya akibat yang ditimbulkan oleh interaksi dengan lingkungan tersebut seseorang dapat melakukan perbuatan yang baik dan dapat pula sebaliknya. Apabila di lingkungan tersebut narkotika dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan sendirinya kecenderungan melakukan tindak pidana narkotika semakin besar adanya. c. Kemudahan Kemudahan disini dimaksudkan dengan semakin banyaknya beredar jenisjenis narkotika di pasar gelap maka akan semakin besarlah peluang terjadinya tindak pidana narkotika. d. Kurangnya Pengawasan
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan di sini dimaksudkan adalah pengendalian terhadap persediaan narkotika, penggunaan, dan peredarannya. Jadi tidak hanya mencakup pengawasan yang dilakukan pemerintah, tetapi juga pengawasan oleh masyarakat. Pemerintah memegang peranan penting membatasi mata rantai peredaran, produksi, dan pemakaian narkotika. Dalam hal kurangnya pengawasan ini, maka pasar gelap, produksi gelap, dan populasi pecandu narkotika akan semakin meningkat. Pada gilirannya, keadaan semacam itu sulit untuk dikendalikan. Di sisi lain, keluarga merupakan inti dari masyarakat seyogyanya dapat melakukan pengawasan intensif terhadap anggota keluarganya untuk tidak terlibat perbuatan yang tergolong pada tindak pidana narkotika. Dalam hal kurangnya pengawasan seperti dimaksudkan diatas, maka tindak pidana narkotika bukan merupakan perbuatan yang sulit untuk dilakukan. e. Ketidaksenangan dengan keadaan sosial. Bagi seseorang yang terhimpit oleh keadaan sosial maka narkotika dapat menjadikan sarana untuk melepaskan diri dari himpitan tersebut, meskipun sifatnya hanya sementara. Tapi bagi orang-orang tertentu yang memiliki wawasan, uang, tidak saja dapat menggunakan narkotika sebagai alat melepaskan diri dari himpitan keadaan sosial, tetapi lebih jauh dapat dijadikan alat bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Kedua faktor tersebut diatas tidak selalu berjalan sendiri-sendiri dalam suatu tindak pidana narkotika, tetapi dapat juga merupakan kejadian yang disebabkan karena kedua faktor tersebut saling mempengaruhi secara bersama. Menurut hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juni 2011 dengan 10 informan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan, disimpulkan faktor penyebab mereka melakukan tindak pidana narkotika diantaranya adalah: 1) Faktor Ekonomi Keadaan ekonomi yang sulit, menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana narkotika. Untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, seseorang rela menjadi pengedar narkotika untuk mencari nafkah tanpa mampu mencari alternatif lain selain menjadi pengedar narkotika. Karena keadaan ekonomi kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sangat sulit adanya, karena itu orang-orang akan berusaha untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut dengan cara mengedarkan narkotika. Dikarenakan dengan menjual narkotika keuntungan yang didapat sangat besar sekali. 2) Rasa Keingintahuan. Perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia yang usianya masih muda, perasaan ingin ini tidak terbatas pada hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Rasa ingin tahu tentang narkotika ini
Universitas Sumatera Utara
juga dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana narkotika. 3) Pergaulan/Lingkungan. Pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan/lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh negatif terhadap seseorang, artinya akibat yang ditimbulkan oleh interaksi dengan lingkungan tersebut seseorang dapat melakukan perbuatan yang baik dan dapat pula sebaliknya. Apabila di lingkungan tersebut narkotika dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan sendirinya kecenderungan melakukan tindak pidana narkotika semakin besar adanya. 4) Faktor keluarga Didikan keluarga yang terlalu keras dapat menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkotika, terlebih lagi tidak adanya kasih sayang yang didapat di dalam keluarga akan menyebabkan seseorang menyalahgunakan narkotika untuk mendapatkan kenikmatan sesaat. Menurut 10 (sepuluh) informan dari Lapas Tanjung Gusta Medan, maka 6 (enam) orang informan menyatakan faktor melakukan tindak pidana narkotika dikarenakan faktor ekonomi yang sulit dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang menyebabkan napi tersebut menjual narkotika dengan mendapatkan keuntungan yang lebih besar, selain itu 2 (dua) orang informan menyatakan melakukan tindak pidana
Universitas Sumatera Utara
narkotika karena faktor keluarga yang mendidik napi tersebut dengan keras dari kecil, dan kurangnya kasih sayang yang didapatkannya sehingga untuk mendapatkan kesenangan napi tersebut melakukan tindak pidana narkotika, serta 2 (dua) orang informan lainnya menyatakan melakukan tindak pidana narkotika dikarena rasa keingintahuan/coba-coba dalam memakai narkotika, dari rasa coba-coba napi tersebut menjadi pecandu dikarenakan untuk mendapatkan inspirasi dalam membuat lagu. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa dalam teori Sutherland yang dikenal dengan Differential Association menyatakan bahwa perilaku termasuk perilaku jahat merupakan suatu perbuatan dari proses belajar. Berdasarkan faktor-faktor dominan yang menyebabkan penyalahgunaan narkotika dapat diketahui bahwa faktor ekonomi yang sulit menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana narkotika. Salah satu penghuni Lapas Tanjung Gusta mengaku bahwa alasannya melakukan tindak pidana narkotika karena faktor keuntungan. Menjual narkotika mendapatkan keuntungan yang besar, dikarenakan harga membeli narkotika lebih murah bila dibandingkan dengan harga menjual narkotika yang sangat tinggi, sehingga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 56 Pendapat yang sama juga dikemukakan penghuni lapas yang lain, napi tersebut melakukan tindak pidana narkotika dikarenakan faktor ekonomi yang sulit. Napi tersebut melakukan tindak pidana narkotika, dikarenakan hasil dagangannya dalam menjual sayur-mayur mengalami kerugian, sehingga keadaan ekonominya tidak baik, untuk mendapatkan
56
Wawancara dengan Napi A berusia 42 Tahun Penghuni Lapas Tanjung Gusta Medan, tanggal 15 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
penghasilan napi tersebut menjual narkotika, sebab menjual narkotika mendapatkan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan pekerjaan sebelumnya. 57 Pendapat
berbeda
juga
dikemukakan
salah
seorang
napi,
yang
menyalahgunakan narkotika karena rasa keingintahuan atau coba-coba untuk menggunakan narkotika. Memakai narkotika dapat meningkatkan aktivitas dalam membuat lagu, karena dengan menggunakan narkotika maka napi tersebut mendapatkan inspirasi dalam membuat lagu. 58 Lain halnya dengan napi B, yang menyebabkan napi tersebut melakukan tindak pidana narkotika karena faktor keluarga. Didikan keluarga yang terlalu keras dan kurangnya kasih sayang, menyebabkan napi tersebut melakukan tindak pidana narkotika. 59 Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 orang Polisi yang berada di Polda Sumut mengenai faktor-faktor penyebab tindak pidana narkotika yaitu karena banyaknya pengangguran, rasa keingintahuan mencoba narkotika dan faktor keuntungan yang didapat sangat besar. Menurut Kepolisian faktor yang paling dominan penyebab tindak pidana narkotika adalah banyaknya pengangguran. Akibat banyaknya pengangguran, maka tindak pidana narkotika semakin marak, dikarenakan selain tidak adanya pekerjaan yang tetap, keuntungan yang didapat sangat besar,
57
Wawancara dengan Napi Y berusia 40 Tahun Penghuni Lapas Tanjung Gusta Medan, tanggal 15 Juni 2011. 58 Wawancara dengan Napi R berusia 35 Tahun Penghuni Lapas Tanjung Gusta Medan, tanggal 15 Juni 2011. 59 Wawancara dengan Napi B berusia 27 Tahun Penghuni Lapas Tanjung Gusta Medan, tanggal 15 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
sehingga dengan menjual narkotika akan mendapatkan penghasilan yang besar walaupun dengan cara melawan hukum. 60 Menurut Graham Blaine seorang psikiater, sebab-sebab penyalahgunaan narkotika adalah sebagai berikut: 61 a. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya dan mempunyai resiko; b. Untuk menantang suatu otoritas terhadap orangtua, guru, hukum atau instansi berwenang; c. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seksual; d. Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman-pengalaman emosional; e. Untuk berusaha agar dapat menemukan arti hidup; f. Untuk mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, karena kurang kesibukan; g. Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh problema yang tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi mereka yang mempunyai kepribadian yang tidak harmonis; h. Untuk mengikuti kemauan kawan dan untuk memupuk solidaritas dengan kawan-kawan; i. Karena didorong rasa ingin tahu (curiosty) dan karena iseng (just for kicks). Penyebab penggunaan narkotika secara tidak legal yang dilakukan oleh para remaja dapatlah dikelompokkan tiga keinginan yaitu: 62 1) Mereka yang ingin mengalami (the experience seekers) yaitu ingin memperoleh pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotika; 2) Mereka yang bermaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup (the oblivion seekers) yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai tempat pelarian terindah dan ternyaman; 3) Mereka yang ingin merubah kepribadiannya (personality change) yaitu mereka yang beranggapan menggunakan narkotika dapat merubah kepribadian, seperti menjadi tidak kaku dalam pergaulan.
60
Wawancara dengan anggota Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Medan) dengan jumlah informan sebanyak 3 orang Polisi, tanggal 23 Mei 2011. 61 Hari Sasangka, Loc. Cit. 62 Soedjono Dirdjosisworo, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Di kalangan orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia menggunakan narkotika dengan sebab-sebab antara lain sebagai berikut: 63 a) Menghilangkan rasa sakit dari penyakit kronis; b) Menjadi kebiasaan (akibat penyembuhan dan menghilangkan rasa sakit); c) Pelarian dari frustasi; d) Meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi (biasanya sebagai zat perangsang). C. Bahaya dan Akibat Penyalahgunaan Narkotika Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkotika dapat bersifat pribadi bagi si pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan. Yang bersifat pribadi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) sifat, yaitu secara khusus dan umum, secara umum dapat menimbulkan pengaruh dan efek-efek terhadap tubuh si pemakai sebagai berikut: 64 1. Euphoria yaitu suatu rangsangan kegembiraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kondisi badan si pemakai (biasanya efek ini masih dalam penggunaan narkotika dalam dosis yang tidak begitu banyak). 2. Dellirium yaitu keadaan dimana pemakai narkotika mengalami menurunnya kesadaran dan timbulnya kegelisahan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap gerakan anggota tubuh si pemakai (biasanya pemakaian dosis lebih banyak daripada keadaan euphoria). 3. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana si pemakai narkotika mengalami khayalan, misalnya melihat, mendengar yang tidak ada pada kenyataannya. 4. Weakness adalah kelemahan yang dialami fisik atau psikis.
63 64
Hari Sasangka., Op. Cit., hal. 7. Moh. Taufik Makaro, Op. Cit., hal. 49.
Universitas Sumatera Utara
5. Drowsiness yaitu kesadaran merosot seperti orang mabuk, kacau ingatan, mengantuk. 6. Coma adalah keadaan si pemakai narkotika sampai pada puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian. Bahaya penyalahgunaan narkotika terhadap kesehatan fisik yaitu: 65 1. Gangguan mental organik yang terjadi sebagai efek dan akibat langsung zat terhadap susunan syaraf pusat, seperti: intoksikasi (teler), yaitu perusakan mental dan perilaku yang terjadi karena dosis berlebihan; gejala putus narkotika (sadar), yaitu gejala yang spesifik terjadi setelah menghentikan atau mengurangi narkotika; gejala yang sangat tergantung dari narkotika yang digunakan, misal menderita sakit pada sendi-sendi, berkeringat, diare, merinding, selalu menguap, sulit tidur, hidung dan mata keluar serta depresi. 2. Menimbulkan komplikasi pada seluruh sistem tubuh, yaitu sistem pernafasan terganggu, infeksi pada jantung, hepatitis, HIV/AIDS, impotensi (pada pria), kelainan kulit (pada bekas suntikan), kelainan dalam kehamilan (khusus perempuan). Gangguan
kesehatan
tersebut
tidak
tampak
secara
tiba-tiba,
awal
menggunakan narkotika akan terasa nyaman dan ingin selalu mengulang pemakaian narkotika. Hal ini tergolong kecanduan, semula dosis yang digunakan rendah, dalam pengulangan dosis yang digunakan dinaikkan, disinilah syaraf dudah mulai terserang
65
Chulaifah, Sejarah Penyalahgunaan Napza, Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 34 No. 1 Maret 2010, hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
pengaruh narkotika yang lambat laun akan merusak syaraf-syaraf organ vital seperti jantung, paru-paru dan ginjal. Bahaya dan akibat secara khusus terhadap si pemakai, yakni yang menyangkut langsung terhadap penyalahgunaan narkotika itu sendiri, dapat menimbulkan efek-efek pada tubuh sebagai berikut: 1. Ganja Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan ganja akan memperlihatkan perubahan-perubahan mental dan perilaku sebagai berikut: 1) Gejala Psikologik a) Euphoria yaitu rasa gembira tanpa sebab dan tidak wajar. b) Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya sumber stimulus (rangsangan) yang menimbulkannya, misalnya seseorang mendengar suara-suara padahal sebenarnya tidak ada sumber suara, itu berasal dari halusinasi pendengaran. Delusi adalah suatu keyakinan yang tidak rasional, walaupun telah diberikan bukti bahwa pikiran itu tidak rasional,
yang
bersangkutan
tetap
meyakininya,
misalnya
yang
bersangkutan yakin benar bahwa ada orang yang akan berbuat jahat kepadanya, padahal dalam kenyataannya tidak ada orang yang dimaksud (delusi paranoid). 66 c) Perasaan waktu berlalu dengan lambat, misalnya 10 menit dapat dirasakan 1 jam. 66
Mardani, Op. Cit, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
d) Bersikap acuh tak acuh, masa bodoh, tidak peduli terhadap tugas atau fungsinya sebagai makhluk sosial (apatis). e) Mempengaruhi perkembangan kepribadian. Daya tahan menghadapi problema kehidupan jadi lemah, malas, apatis, tidak peduli, kehilangan keinginan untuk belajar. f)
Ada kecenderungan untuk menyalahgunakan obat-obat berbahaya lain yang lebih kuat potensinya, misalnya morfin, heroin.
2) Gejala Fisik a) Mata merah, jantung berdebar, nafsu makan bertambah, mulut kering, perilaku maladaptif (sukar beradaptasi); b) Iritasi/gangguan pada saluran pernafasan; c) Bila terkena radang dapat terjadi bronchitis; d) Timbulnya ataxia yaitu hilangnya koordinasi kerja otot dengan syaraf sentral; e) Hilangnya atau kurangnya kedipan mata; f) Gerak refleks tertentu; g) Menyebabkan kadar gula darah naik turun; h) Mata menyala.
Universitas Sumatera Utara
2. Opiat (Morphine, Heroin/Putaw) Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan opiat, baik yang dibakar atau disuntikkan setelah opiat dilarutkan dalam air, akan mengalami hal-hal sebagai berikut: 67 a) Melebar atau mengecilnya pupil mata pada keadaan tidak semestinya; b) Euphoria (gembira berlebihan) atau disforia (cenderung merasa sedih dan lesu tak berdaya); c) Apatis; d) Retradasi psikomotorik, merasa lesu dan kehilangan tenaga sehingga terkesan malas; e) Pembicaraan cadel; f)
Gangguan konsentrasi, apabila diajak bicara tidak nyambung;
g) Daya ingat menurun; h) Tingkah laku maladaptif, yang bersangkutan sering berperilaku menunjukkan rasa kecurigaan, sehingga selalu berada dalam keadaan waspada, selalu membawa senjata. Penyalahgunaan opiat ini bila pemakaiannya dihentikan maka akan menimbulkan sakaw dan sangat menyiksa. Sindrom putus opiat merupakan gejala yang tidak mengenakkan, baik psikis maupun fisik. Apabila pemakaian opiat dalam
67
Moh. Taufik Makaro, Op. Cit., hal. 50.
Universitas Sumatera Utara
jumlah/dosis yang semakin bertambah dan semakin sering akan menimbulkan kematian yang diakibatkan overdosis dengan akibat berupa komplikasi medik, yaitu oedema (pembengkakan) paru akut sehingga pernafasan berhenti. 3. Kokain Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan kokain dengan cara dihirup (bubuk kokain disedot/dihirup melalui hidung) akan mengalami gangguan mental dan perilaku sebagai berikut: 68 1) Agitasi psikomotorik, yaitu menunjukkan kegelisahan dan tidak tenang; 2) Rasa gembira yang berlebihan; 3) Rasa harga diri yang meningkat, merasa dirinya hebat sehingga meremehkan masalah yang dihadapi; 4) Kewaspadaan meningkat merasa dirinya tidak aman dan terancam; 5) Jantung berdebar-debar; 6) Pupil mata melebar; 7) Tekanan darah naik; Penyalahgunaan kokain bila dihentikan akan menimbulkan depresi, rasa lelah, lesu, gangguan tidur dan akan sangat menyiksa sehingga pemakai akan berusaha untuk menggunakan dengan berbagai cara, dan takaran semakin bertambah serta
68
Ibid., hal. 51.
Universitas Sumatera Utara
pemakaian semakin sering. Bila mengkonsumsi secara berlebihan akan mengalami gangguan jiwa, seperti halusinasi dan delusi, sehingga timbul gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan misalnya perkelahian, kehilangan teman, tidak masuk sekolah atau kerja. 4. Amphetamine (ekstasi, shabu-shabu) Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan amphetamine (ekstasi, shabu-shabu) akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut: 69 1) Gejala psikologis: tingkah laku yang kasar dan aneh seperti rasa gembira yang berlebihan, harga diri yang meningkat, banyak bicara, kewaspadaan meningkat, halusinasi penglihatan, gangguan delusi, tingkah laku maladaptif. 2) Gejala fisik: jantung berdebar, pupil mata melebar, tekanan darah naik, keringat berlebihan, mual, muntah. Sindrom putus amphetamine atau gejala ketagihan yaitu murung, sedih, tidak dapat merasakan senang atau keinginan bunuh diri, rasa lelah, lesu. Kematian sering kali terjadi karena overdosis yang disebabkan rangsangan susunan saraf otak yang berlebihan sehingga menyebabkan kejang dan kehilangan kesadaran dan akhirnya meninggal. Akibat lain yang ditimbulkan bagi para penyalahguna nakotika yang sudah akut atau kecanduan, antara lain: Merusak susunan syaraf pusat atau merusak organorgan tubuh lainnya, seperti hati dan ginjal serta menimbulkan penyakit lain dalam 69
Djoko Prakoso, Kejahatan-Kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hal. 494.
Universitas Sumatera Utara
tubuh, seperti bintik-bintik merah pada kulit seperti kudis. 70 Hal ini berakibat melemahnya fisik, daya fikir dan merosotnya moral yang cenderung melakukan perbuatan penyimpangan sosial dalam masyarakat. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
penggunaan
narkotika
akibat
ketergantungannya,
mereka
dapat
menghalalkan segala cara demi memperoleh narkotika. Awalnya mengambil dan menjual barang-barang milik pribadi, kemudian terus meningkat dengan mengambil barang-barang milik keluarganya dan kemudian pada gilirannya melakukan tindak pidana baik berupa pencurian, perampokan, dan lain-lainnya sekedar untuk membeli narkotika. Akibat buruk lainnya dari penyalahgunaan narkotika meliputi sebagai berikut: 71 1. Kematian. Kematian terhadap penyalahgunaan narkotika dapat terjadi karena overdosis ataupun karena kecelakaan akibat pengaruh narkotika yang disalahgunakan. 2. Timbulnya penyakit baru. Pemakaian obat suntik secara bergantian dalam penggunaan narkotika telah membuat pemakainya berpotensi tinggi terkena penyakit AIDS dan Hepatitis C, yang kedua penyakit itu belum ditemukan obatnya. 3. Dampak buruk bagi keluarga.
70
Ibid Mardani, Op. Cit., 45.
71
Universitas Sumatera Utara
Adanya anggota keluarga yang menderita ketergantungan narkotika membuat suasana keluarga berubah menjadi tegang dan serba tidak senang. Suasana yang tegang dan tidak senang ini membuat keharmonisan keluarga terganggu, seperti saling menyalahkan antara ayah dan ibu, harus menanggung aib keluarga, etika dan sopan santun penderita yang tidak terpuji dan kehabisan harta benda karena ditukar dengan narkotika. 4. Dampak buruk bagi masyarakat. Akibat buruk penyalahgunaan narkotika secara fisik dan mental bagi setiap individu pemakai akan berimbas pada kehidupan masyarakat lingkungannya, karena individu-individu tersebut merupakan anggota kecil dari masyarakat. Beberapa tindakan pemakai/penderita dapat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat, karena yang bersangkutan bisa nekad melakukan pencurian demi mendapatkan narkotika, sehingga dapat menimbulkan keresahan masyarakat lingkungannya. Si pemakai biasanya juga terjerumus dalam kehidupan free sex (seks bebas) yang tidak sesuai dengan tata krama dan adat istiadat masyarakat yang menyucikan suatu pernikahan. Dampak lingkungan adalah timbulnya gangguan ketertiban dan keamanan masyarakat, misalnya menjalankan kendaraan dengan kecepatan tinggi dan melakukan kejahatan di bawah pengaruh narkotika. 5. Dampak buruk bagi bangsa dan negara
Universitas Sumatera Utara
Dampak penyalahgunaan narkotika yang multidimensi akan mengancam dan membahayakan bangsa dan negara. Bahaya yang ditimbulkan sebagai ancaman bagi bangsa dan negara di masa depan, antara lain menurunnya kualitas sumber daya manusia, sehingga dapat membuat bangsa ini menjadi bangsa yang terbelakang, hilangnya rasa patriotismedan nasionalisme di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda, yang pada gilirannya akan mudah dimanfaatkan demi kepentingan pihak-pihak tertentu yang akan menjadi ancaman terhadap ketahanan dan stabilitas nasional.
Universitas Sumatera Utara