ANALISIS PENYEBAB BERTAMBAHNYA KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN KARYAWAN PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI
JURNAL Disusun dan Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : Nurmalita Rahmi Harahap NIM : 130200518
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
ANALISIS PENYEBAB BERTAMBAHNYA KASUS TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN KARYAWAN PTPN II DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI JURNAL KARYA ILMIAH Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : NURMALITA RAHMI HARAHAP NIM : 130200518 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Mengetahui : Penanggung Jawab
Dr.M.Hamdan SH.,M.H NIP.195703261986011001 Editor
Prof.Dr.Ediwarman,SH.M.Hum NIP. 195405251981031003
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
ABSTRAK Masalah pencurian merupakan persoalan yang sudah sering terjadi. Masalah ini semakin menarik untuk diteliti karena tindak pidana pencurian yang terjadi ini dilakukan oleh karyawan sebuah perusahaan milik negara yaitu PT. Perkebunan Nusantara II. Adanya tindak pidana pencurian ini tentunya sangat merugikan pihak perusahaan tersebut. Sehingga untuk mengantisipasi hal ini agar tidak terulang lagi maka perlu mengetahui ketentuan hukum yang mengatur mengenai masalah tindak pidana pencurian di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terutama termuat di dalam Buku II Pasal 362 s/d 367 yang mengatur tindak pidana pencurian dan ketentuan di dalam Peraturan Perusahaan yang dibuat PT. Perkebunan Nusantara II untuk diterapkan terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian. Serta diteliti secara mendalam apa saja yang menjadi faktor penyebab terjadinya pidana pencurian yang dilakukan karyawan perusahaan dan juga upaya penanggulangan kejahatan. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber. Dalam pengumpulan data Penulis mengadakan penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Penelitian dilakukan di PT. Perkebunan Nusantara II. Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder meliputi bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus bahasa maupun kamus hukum. Penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal antara lain faktor ekonomi, faktor lingkungan dan pergaulan, dan faktor manajemen perusahaan. Faktor internal antara lain faktor daya emosional, faktor rendahnya moral, dan faktor jenis kelamin. Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang telah disebutkan sebelumnya, maka diambil cara-cara atau upaya-upaya penanggulangan kejahatan. Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan perusahaan terdiri dari upaya penal dan upaya non penal.
A. PENDAHULUAN Pemerintah dalam melakukan pembangunan dibidang ekonomi dilakukan dengan melakukan kegiatan pembentukan badan usaha yang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia. Salah satu badan usaha yang dibentuk Pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang secara operasional aktivitas badan usaha ini tunduk di bawah kendali Menteri Badan Usaha Milik Negara. Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalmya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pengaturan hukum mengenai Badan Usaha Milik Negara diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003. Bentuk badan usaha yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara ini sendiri bekerja diberbagai sektor perekonomian negara. Baik dibidang jasa, hasil perkebunan, transportasi, dan sebagainya yang tujuan utamanya adalah untuk mensejahterakan masyarakat umum bangsa Indonesia. Bentuk salah satu badan usaha yang tergolong kedalam ruang lingkup Badan Usaha Milik Negara adalah Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara atau sering disingkat dengan PTPN. Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) adalah sebutan bagi perusahaan-perusahaan perkebunan yang dimiliki Pemerintah Indonesia yang kebanyakan perkebunan-perkebunan ini adalah perkebunan dari peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda. Di Indonesia pada saat ini ada 12 (dua belas) perusahaan perkebunan milik pemerintah yaitu PT. Perkebunan Nusantara I sampai dengan PT. Perkebunan Nusantara XII yang semua PT. Perkebunan Nusantara tersebut berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pemerintah Indonesia. Aktivitas yang dijalankan diwilayah perusahaan perkebunan ini tidak terlepas dari masalah hukum begitu juga aktivitas yang dijalankan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II atau disingkat PTPN II dimana seringkali terjadi perselisihan atau perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II berkaitan erat dengan perbuatan pidana yang sering terjadi diwilayah perusahaan perkebunan itu. Tindak pidana yang sering dilakukan adalah berupa tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan internal perusahaan dan biasanya objek dari pencurian tersebut adalah berupa hasil perkebunan seperti getah karet, janjangan buah sawit, tanaman tebu, dan sebagainya. Luas areal tanah perkebunan yang ditanami oleh tumbuhan-tumbuhan yang segar dan berharga jual tinggi
sering membuat oknum-oknum dari pekerja internal perusahaan tersebut ingin mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan hasil perkebunan yang bukan merupakan haknya. Secara universal manusia mempunyai kebutuhan yang selalu ingin terpenuhi termasuk kebutuhan sandang dan pangan, baik sebagai alat untuk memperoleh mempertahankan kehidupan maupun hanya sebatas pemenuhan hasrat ingin memiliki atau bahkan peningkatan status sosial (taraf hidup). Dengan bekerja diharapkan pemenuhan kebutuhan ini menjadi suatu hal yang legal. Namun harapan itu tidak selamanya terpenuhi karena beragamnya sifat dan cara pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan manusia yang terkadang menghalalkan segala cara termasuk melakukan pencurian yang dimana perbuatan ini dilarang oleh hukum Indonesia dan hukum agama. Seseorang yang melakukan tindak pidana pencurian tentu memiliki alasan yang berbeda-beda termasuk alasan ekonomi yang mendesak. Faktor ekonomi yang mendesak orang untuk melakukan tindakan apapun termasuk tindak pidana pencurian. Tindak pidana pencurian sampai saat ini masih dilematis dan menjadi masalah yang cukup serius serta memerlukan pemecahan. Oleh karena itu diperlukan usaha penanggulangan atau setidaktidaknya pencegahan yang baik dari semua pihak baik aparat hukum maupun masyarakat yang diidentifikasikan agar dapat berjalan secara tertib, aman, terarah, dan terencana. Dalam hal ini semua pihak harus bekerja sama dalam mengaktualisasikan nilai agama, budaya, dan hukum serta menindak tegas para pelaku pencurian agar sedapat mungkin dapat menekan laju perkembangannya. Bukan tidak mungkin tindak pidana pencurian ini akan terus mengalami peningkatan dan terus menerus bertambah dimasa-masa yang akan datang sehingga akibat dari perbuatan itu bertambah pula pihak-pihak yang dirugikan, dan bahkan akan mungkin menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat apabila pelaku pencurian dan dampak dari pencurian ini sendiri tidak ditangani secara tegas. Dengan latar belakang inilah Penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah (skripsi) dengan judul “Analisis Penyebab Bertambahnya Kasus Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II Ditinjau Dari Perspektif Kriminologi”.
B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan masalah di dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah
pengaturan
hukum
yang
diterapkan
terhadap
karyawan
yang
melakukan tindak pidana pencurian di wilayah PT. Perkebunan Nusantara II? 2. Bagaimanakah faktor – faktor yang menjadi penyebab bertambahnya karyawan sebagai pelaku tindak pidana pencurian di wilayah PT. Perkebunan Nusantara II? 3. Bagaimanakah bentuk upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan untuk meminimalisir tindak pidana
pencurian yang sering terjadi
di
wilayah PT.
Perkebunan Nusantara II? C. METODE PENELITIAN Adapun metode penelitian yang dipergunakan di dalam pembuatan skripsi ini adalah : 1. Spesifikasi Penelitian Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang mempergunakan penelitian studi dokumen. Metode ini merupakan metode penelitian berdasarkan asas hukum, penggunaan sistematika, dan sinkronisasi hukum. Penelitian hukum normatif ini lebih banyak menggunakan studi dokumen karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Pada penelitian normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.1 Penelitian ini bertujuan untuk mencari penyebab atas suatu masalah peningkatan jumlah karyawan yang melakukan pencurian di PT. Perkebunan Nusantara II, serta upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan untuk meminimalisir tindak pidana pencurian tersebut dan dikaitkan dengan teori-teori tentang kriminologi yang ada.
1
Ediwarman,Metodologi Penelitian Hukum(Jogjakarta: Genta Publishing.2016),Hal.54
2. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan Penulis di dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggabungkan serta mempergunakan metode normatif dan metode empiris (yuridis sosiologis) yang dimana di dalam penulisan ini menggunakan pendekatan melalui undangundang, pendekatan kasus, serta pendekatan terhadap faktor – faktor penyebab terjadinya suatu masalah yang sedang dihadapi. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah berada di wilayah perusahaan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II (PTPN II) yang berkedudukan dan berkantor pusat di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara. 4. Alat Pengumpul Data Pada penelitian ini digunakan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan atau studi dokumen dan wawancara dengan narasumber yang berkaitkan dengan kasus ini. Pengumpulan data yang dilakukan dengan metode pustaka yaitu membaca beberapa buku pendukung, serta tulisan lain yang ada kaitannya dengan penelitian. Sedangkan metode wawancara diperoleh dari beberapa mantan karyawan yang dipecat karena melakukan kesalahan berat berupa tindak pidana pencurian dan juga wawancara dengan beberapa pekerja di PT. Perkebunan Nusantara II. 5. Prosedur Pengambilan Data Prosedur pengambilan data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan dan studi lapangan. Studi kepustakaan ini digunakan untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, atau karya ilmiah para sarjana, dll. Sedangkan studi lapangan yang Penulis gunakan dalam prosedur pengambilan data adalah dengan memperoleh data primer berupa wawancara (tanya jawab) dengan narasumber yang terlibat dengan permasalahan yang sedang diteliti seperti dengan pimpinan perusahaan dan mantan karyawan yang dipecat karena melakukan tindak pidana.
6. Analisis Data Analisa dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yaitu memaparkan data yang telah diperoleh kemudian menyimpulkannya. Analisis data ini terfokus pada KUHP Pasal 362 s/d 367 menyangkut tindak pidana pencurian atau hukum materiil dan formil lainnya. Dalam hal ini Penulis membandingkan antara das sollen dengan das sein untuk mengetahui penyebab terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan serta penegakan hukumnya. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Pengaturan Hukum Yang Berlaku Terhadap Karyawan Yang Melakukan Tindak Pidana Pencurian Di Wilayah PT. Perkebunan Nusantara II Dasar yuridis pengaturan tindak pidana pencurian terdapat di dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana sebagaimana diatur di dalam pembagian Buku I, Buku II, dan Buku III, kejahatan telah diatur di dalam Buku II. Khususnya untuk tindak pidana pencurian, termuat di dalam Buku II Bab XXII Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP. Di dalam KUHP terdapat 5 (lima) kualifikasi mengenai tindak pidana pencurian.2 Pengaturan dasar mengenai tindak pidana pencurian terdapat di dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan bahwa “Barang siapa mengambil suatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawanhak, dipenjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900,” Terhadap karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan tindak pidana pencurian maka hukuman atau sanksi pidana yang diberlakukan adalah pengaturan hukum yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena KUHP merupakan hukum normatif yang berlaku di Indonesia dan kategori tindak pidana yang dilakukan termasuk kategori tindak pidana umum. Menurut Raden Saleh sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Ramli dan Fahrurrazi mengemukakan pendapat bahwa hukuman pidana adalah reaksi atas sebuah delik atau tindakan yang berwujud sebuah nestapa yang dengan sengaja diberikan oleh negara terhadap pelaku perbuatan delik (perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
2
R.Soesilo,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya (Bogor: Politieia.1995),Hal. 249
pelanggaran terhadap undang-undang). Hukum pidana menentukan sanksi terhadap pelanggaran sebuah peraturan atau ketentuan hukum, dan sanksi itu bersifat memaksa dan penambahan penderitaan dengan sengaja.3 Di dalam hukum pidana, ketentuan mengenai jenis sanksi/hukuman pidana diatur di dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang membagi hukuman ke dalam 2 (dua) jenis yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim. Proses pemberlakuan hukum pidana terhadap karyawan PT.Perkebunan Nusantara II yang melakukan tindak pidana pencurian diserahkan sepenuhnya terhadap para aparat penegak hukum dimulai dari tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemidanaan. Instansi seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan merupakan instansi yang melakukan proses pemidanaan terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian. Penjatuhan hukum pidana terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian diharapkan dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku agar tidak melakukan perbuatan melanggar hukum lagi. Selain memberikan efek jera terhadap pelaku, penjatuhan hukum pidana terhadap karyawan yang mencuri juga dapat dijadikan pembelajaran terhadap karyawan-karyawan lainnya agar tidak melakukan hal serupa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Von Feurbach yang mengatakan bahwa sanksi pidana dapat menimbulkan tekanan psikologis atau De Psychologiesche Dwang yang menjelaskan bahwa suatu hukuman atau sanksi pidana dapat memberikan ancaman hukuman terhadap seseorang yang akan melakukan suatu tindak pidana sehingga dengan adanya hal itu maka sanksi pidana dianggap mampu menghindarkan diri seseorang untuk melakukan tindak pidana atau dengan kata lain si pelaku tindak pidana tidak berani untuk melakukan suatu perbuatan pidana karena takut dihukum. Tujuan pemidanaan adalah mencegah dilakukannya kejahatan pada masa yang akan datang. Tujuan diadakannya pemidanaan diperlukan untuk mengetahui sifat dasar dari hukum pidana,
3
P.A.F.Lamintang.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (Bandung: Sinar Baru.1984), Hal. 45
bahwa dalam konteks yang dikatakan Hugo De Groot “malim pasisionis propter malum actionis” yaitu penderitaan jahat menimpa dikarenakan perbuatan jahat.4 Selain memberlakukan hukuman atau sanksi pidana terhadap karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan tindak pidana pencurian, pihak perusahaan juga memberlakukan penerapan sanksi atau hukuman administrasi terhadap para pelaku. Hukuman atau sanksi administrasi yang diberlakukan pihak perusahaan diterapkan kepada para karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian setelah adanya putusan dari pengadilan. Di dalam ruang lingkup ketenagakerjaan selalu terdapat hubungan kerja yang diberlakukan antara perusahaan dengan pekerjanya. Hubungan kerja yang dibangun antara pengusaha dan pekerja merupakan hal yang paling vital di dalam ketenagakerjaan. Hubungan kerja harus tercipta berdasarkan hubungan yang baik agar terjadinya keselarasan di dalam pekerjaan yang saling menguntungkan antara pengusaha dan pekerjanya. Menurut UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja / buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.5 Pembahasan tentang hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal yang berkenaan dengan : 1. Pembuatan perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja 2. Hak dan kewasjiban para pihak ( pekerja / buruh dan majikan / pengusaha) 3. Berakhirnya hubungan kerja 4. Penyelesaian perselisihan antara pihak-pihak yang bersangkutan Perjanjian kerja sebagai dasar hubungan kerja ditegaskan oleh Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja / buruh.
4
Adami Chazawi.Pelajaran Hukum Pidana Bagian (Jakarta: Raja Grafindo Persada.2002) Hal.67 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka 1 Hubungan Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. 5
Berdasarkan pasal tersebut menetapkan bahwa pentingnya perjanjian kerja sebagai dasar mengikatnya suatu hubungan hukum, yaitu hubungan kerja. Dengan kata lain, untuk mengadakan suatu hubungan kerja maka landasannya adalah ada tidaknya perjanjian kerja. Perjanjian kerja yang dibuat berbentuk Perjanjian Kerja Bersama yang pengaturan hukumnya diatur di dalam Pasal 1 angka 21 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yang berbunyi : “Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja/serikat buruh atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak”. Setelah disepakatinya perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dan pekerja / buruh, di dalam ruang lingkup ketenagakerjaan terkhususnya untuk sebuah perusahaan selalu memiliki peraturan internal yang dibuat oleh perusahaan yang harus dipatuhi oleh pekerjanya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan berbunyi “Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan”. Peraturan Perusahaan ini berisikan hal-hal yang mengatur tentang kewajiban para pekerja / buruh secara maksimal dengan hak – hak yang diperoleh dan peraturan perusahaan ini tentu saja tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan.6 Pasal 111 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 memuat bahwa isi di dalam suatu Peraturan Perusahaan sekurang-kurangnya terdiri dari : 1. Hak dan kewajiban pengusaha 2. Hak dan kewajiban pekerja / buruh 3. Syarat kerja 4. Jangka waktu berlakunya peraturan perusahaan tersebut Di dalam sebuah Peraturan Perusahaan juga selalu memuat sanksi – sanksi atau hukuman yang berlaku apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan tersebut. 6
Agusmidah,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor:Ghalia Indonesia.2010),Hlm.44
Sanksi yang diterapkan di lingkungan perusahaan dapat berbentuk sanksi administrasi sampai dengan pemutusan hubungan kerja. Beberapa macam jenis sanksi / hukuman administrasi dapat diberikan kepada karyawan / pekerja untuk suatu pelanggaran yang telah diatur di dalam perjanjian kerja ataupun peraturan perusahaan menurut Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 antara lain : 1. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran yang diatur di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut. 2. Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Selain itu bagi pekerja atau karyawan yang melakukan pelanggaran sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat juga dikenakan denda yang dalam praktiknya berbentuk pemotongan upah / gaji. Sanksi tersebut berfungsi untuk menciptakan rasa keadilan dan menimbulkan rasa efek jera terhadap setiap perbuatan kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan perusahaan yang pasti akan dikenakan sanksi sesuai dengan kesalahannya dan ketentuan hukum yang berlaku. Sanksi administrasi berdasarkan ketentuan peraturan internal perusahaan berguna untuk melindungi kepentingan atau aset/harta kekayaan dari perusahaan itu dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh karyawan atau pekerjanya yang berakibat menimbulkan kerugian terhadap perusahaan tersebut. Sanksi administrasi yang dibuat oleh perusahaan berdasarkan peraturan internal perusahaan dapat diberlakukan kepada karyawan yang berbuat curang atau melawan hukum namun penerapan sanksi administrasi tersebut juga harus merunjuk kepada peraturan perundang – undangan yang berlaku di Indonesia. Sanksi administrasi yang diterapkan PT. Perkebunan Nusantara II berdasarkan landasan dasar hukum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
Peraturan Perusahaan dan juga Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat antara Pengusaha / Perusahaan dengan Pekerja. Selain sanksi berupa surat peringatan dan sanksi denda, pihak perusahaan juga menerapkan hukuman berupa Pemutusan Hubungan Kerja terhadap karyawannya apabila telah melakukan pelanggaran hukum sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat karyawan tersebut. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan dikarenakan sebab tertentu. Mengenai ketentuan Pemutusan Hubungan Kerja karena karyawan perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II telah melakukan kesalahan berupa perbuatan tindak pidana pencurian maka ketentuan tersebut diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Perusahaan, PT. Perkebunan Nusantara II yaitu Surat Edaran Direksi No. II/10/SE/12/II/2007, dan juga Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat antara perusahaan dan pekerjanya. Menurut ketentuan Pasal 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja dapat berakhir apabila : 1. Pekerja meninggal dunia 2. Adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 3. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja. Selanjutnya, pada kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II, maka selain merunjuk kepada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 juga Peraturan Perusahaan yang diterapkan kepada karyawan yang melakukan pencurian tersebut diatur pada Surat Edaran Direksi No.II/10/SE/12/11/2007 pada tanggal 28 Februari 2007.
Di dalam Surat Edaran Direksi No.II/10/SE/12/11/2007 ditentukan bahwa terdapat beberapa kriteria ketentuan tertentu untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja bagi karyawan perusahaan antara lain : a. Mangkir 5 (lima) hari kerja berturut - turut tanpa keterangan secara tertulis yang dikualifikasikan mengundurkan diri;7 b. Pemberhentian untuk sementara waktu (skorsing); Pemberhentian untuk sementara waktu ini dilakukan perusahaan karena : (1) Karyawan dinilai atau diduga telah melakukan pelanggaran pidana, namun secara yuridis formal masih dalam penyelidikan / penyidikan; (2) Karyawan ditahan alat negara atas pengaduan perusahaan; (3) Karyawan ditahan alat negara bukan atas pengaduan perusahaan c. Pemberhentian karyawan karena melakukan kesalahan berat Pemberhentian karyawan karena melakukan kesalahan berat didukung dengan bukti : (1) Karyawan tertangkap tangan; (2) Adanya pengakuan dari karyawan yang bersangkutan atau; (3) Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung sekurang-kurangnya 2(dua) orang saksi d. Pemutusan hubungan kerja karena sukarela dari karyawan e. Pemutusan hubungan kerja karena pensiun PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap karyawan yang melakukan telah tindak pidana pencurian berdasarkan ketentuan peraturan yang termuat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Surat Edaran Direksi Nomor II/10/SE/12/II/2007 yang merupakan peraturan internal dari perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II serta Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati antara perusahaan dengan pekerjanya. 7
Surat Edaran Direksi PT. Perkebunan Nusantara II No.II/10/SE/12/11/2007
2. Faktor – Faktor Penyebab Bertambahnya Kasus Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II Ada berbagai faktor penyebab terjadinya suatu tindak kejahatan. Sebagai kenyataannya bahwa manusia dalam pergaulan hidupnya sering terdapat penyimpangan terhadap norma-norma terutama norma hukum. Kejahatan dalam sudut pandang kriminologi terdapat di dalam pemikiran Peter Hoefnagels yang terbagi kedalam dua bentuk yaitu 8 : 1. Kriminal yang sempurna Kriminal yang sempurna merupakan pemberian nama dan kondisi yang luar biasa, termasuk tindakan represi negara seperti penahanan, polisi, penjara, dan ritual-ritual yang kokoh. Publikasi dalam surat-surat kabar, misalmya merupakan hal yang esensial dan diperlukan agar suatu tindakan dapat menjadi perbuatan yang dikenal sebagai kejahatan. Dengan demikian, sekedar perilaku saja belum cukup dianggap sebagai kejahatan. Nama-nama prilaku yang dimaksud yaitu seperti pencuri, pembunuh, pemerkosa,dsb. Nama-nama tersebut penting untuk memahami kejahatan. Hoefnagels menjelaskan bahwa kejahatan sebagai prilaku yang diberi tanda lebih dapat dimengerti daripada sekedar melihat kejahatan sebagai label. 2. Kriminal Yang Tidak Utuh Adapun kriminal yang tidak utuh menurut Hoefnagels adalah bahwa para penjahat adalah orang-orang yang berkehidupan bebas bagaikan seniman atau pahlawan adalah keliru. Hal ini disebabkan mereka menganggap dirinya bagaikan orang yang kalah atas pemilihan dalam dunianya. Mereka melihat perbuatannya tidak sebagai pencapan orang lain, melainkan sebagai kesalahannya sendiri. Secara umum ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya sebuah kejahatan. Faktor yang berasal atau terdapat dalam diri si pelaku yang maksudnya bahwa hal yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan itu timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang didasari oleh kejiwaan. Faktor ini juga sering disebut dengan faktor internal penyebab kejahatan.
8
Soedjono Dirdjosisworo,Sinopsis Kriminologi Indonesia , (Bandung: Mandar Maju. 1984), Hal. 15
Penulis mengutip pendapat Saherodji yang mengatakan bahwa faktor penyebab dari terjadinya kejahatan adalah9 : a. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri si pelaku itu sendiri, misalnya kurang disiplin diri, kurangnya rasa kepercayaan terhadap agama agar bisa diterima dilingkungan pergaulan dan bisa juga si pelaku merasa frustasi. b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri si pelaku itu sendiri, misalnya keadaan lingkungan sekitar dan masih mencari perhatian dari orang-orang yang berada di sekelilingnya. c. Faktor lingkungan yang kurang baik dari si pelaku. d. Perubahan pada konsumsi dari masyarakat yaitu adanya keinginan dari masyarakat untuk mengkonsumsi barang-barang secara berlebihan melebihi kemampuan finansialnya. e. Faktor sosial f. Faktor putusan hakim oleh si pelaku yang dianggap masih sangat ringan Penulis juga mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Lambroso yang mengatakan bahwa kejahatan merupakan bakat manusia yang dibawa sejak lahir oleh karena itu dikatakan bahwa criminal is born not made. Menurut Lambroso faktor penyebab terjadinya kejahatan didasari oleh keadaan dari dalam diri si individu ataupun ciri – ciri fisik yang dimiliki oleh seorang individu yang dibawanya sejak lahir atau disebut dengan Mahzab antropologis. Oleh karena itu, ia sering dipandang sebagai “Bapak Kriminologi Modern”. Berikut beberapa pokok ajaran yang dikemukakan oleh Lambroso yaitu : a. Penjahat adalah orang yang mempunyai bakat jahat; b. Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran yang diwariskan dari neneki moyang; c. Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek; d. Bakat jahat tersebut tidak diubah, artinya bakat jahat tersebut tidak dapat dipengaruhi 9
H.Hari Saherodji,Pokok-Pokok Kriminologi,(Jakarta:Aksara Baru.1995).Hal.36
Pendapat Lambroso ini dipertegas kembali oleh Ninik Widiyanti dan Yulius Waskita yang dalam pendapatnya mengemukakan beberapa hal sebagai berikut10 : a. Penjahat sejak lahir mempunyai tipe tersendiri, seperti tengkorak asimetris, rahang bawah yang panjang, hidung pesek, rambut janggut jarang, dan tahan sakit; b. Tanda – tanda lahiriah ini bukan penyebab kejahatan, melainkan tanda - tanda mengenal kepribadian sebagai suatu pembawaan sejak lahir, dan sifat-sifat pembawaan ini dapat terjadi dan membentuk atafisme atau generasi keturunan epilepsi; c. Karena kepribadian ini, mereka tidak dapat terhindar dari perbuatan melakukan kejahatan kecuali jika lingkungan dan kesempatan memungkinkan; d. Beberapa penganut aliran ini mengemukakan bahwa macam-macam penjahat saling dibedakan oleh tanda lahirnya atau stigma tertentu. Penyebab seseorang melakukan kejahatan didasari dengan ciri-ciri fisik seseorajsng seperti yang dikemukakan C.Lambroso termasuk kedalam Mahzab Antropologis. Namun, menurut Penulis ciri – ciri fisik sebagai faktor internal penyebab kejahatan pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II seperti yang dikemukakan oleh C. Lambroso adalah tidak tepat. Oleh karena itu Penulis menggunakan Teori Bio-Sosiologis atau disebut Mahzab Italia-Prancis yang dipelopori oleh Encrico Ferri di dalam mencari penyebab bertambahnya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II. Menurut teori ini bahwa kejahatan tidak hanya disebabkan oleh konstitusibiologis yang ada pada diri individu melainkan juga dipengaruhi oleh faktor luar individu yang menurut Ferri terdiri dari tiga macam yaitu : 1. Faktor individual yang meliputi usia, jenis kelamin, konstitusiorganis dan psikis. 2. Faktor fisik ( natural, alam) yang meliputi ras, suku, iklim,fertilitas, udara, suhu, kelembapan, disposisi bumi. 3. Faktor sosial yang meliputi kepadatan penduduk, sususnan masyarakat
10
R.Soesilo.Kriminologi (Pengetahuan tentang Sebab-sebab Kejahatan) (Bogor : Politea.1985) Hal. 20
lingkungan, kondisi ekonomi, agama, adat istiadat, industri, pendidikan,dan lain-lain Di dalam mencari penyebab bertambahnya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II maka hal utama yang dilakukan adalah mencari faktor internalnya terlebih dahulu. Penulis mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Abdul Syani yang membagi kategori dari faktor internal menjadi 2 jenis yaitu 11 : a. Sifat khusus dalam diri individu seperti sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental dan anomi; b. Sifat umum dapat dikategorikan atas beberapa macam yaitu umur,jenis kelamin masalah rekreasi atau hiburan. Penulis mengkaitkan faktor internal penyebab kejahatan yang dikemukakan oleh Abdul Syani dengan faktor internal penyebab tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II adalah berupa daya emosional. Maksud dari faktor internal yang berupa daya emosional adalah suatu hal yang merujuk kepada suatu perasaan dan fikiran-fikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Dari unsur serangkaian kecendrungan untuk bertindak itu dapat juga dinamakan dengan niat. Kesimpulannya adalah bahwa salah satu unsur faktor internal penyebab tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II adalah niat. Hal tersebut juga Penulis peroleh dari hasil wawancara yang dilakukan dengan narasumber mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II. Saring gol I/D mantan Karyawan Pelaksana RS. Tanjung Selamat PTPN II mengemukakan bahwa : “Saya berani mencuri janjangan sawit milik perkebunan ini karena saya sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari tambahan penghasilan maka dari itu saya berani memberanikan diri untuk mencuri demi memenuhi kebutuhan keluarga saya dan juga saya memiliki akses untuk masuk ke wilayah perkebunan itu karena pada saat itu saya masih berstatus sebagai Karyawan Pelaksana PTPN II” 12.
11
Abdul Syani,Sosiologi Kriminalitas,(Bandung:RemajaRosdaKarya.1987)Hal.44-52 Hasil Wawancara Dengan Saring mantan Karyawan Pelaksana RS. Tanjung Selamat PTPN II pada tanggal 22 Desember 2016. 12
Dari apa yang dikemukakan oleh Saring selaku mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan tindak pidana pencurian dapat Penulis simpulkan bahwa ia berani mencuri karena didasari oleh niat yang kuat untuk mencuri demi memenuhi kebutuhan keluarganya ditambah lagi ia merupakan karyawan pelaksana yang memiliki akses untuk memasuki wilayah perkebunan dengan mudah sehingga terealisasilah perbuatan pencurian itu. Dalam mencari faktor penyebab bertambahnya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II, Penulis juga melakukan wawancara dengan narasumber yang kedua yaitu seorang mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang bernama Suparlan Golongan IC/03 dengan jabatan sebagai Karyawan Pelaksana Bagian Keamanan Kebun Sawit Sebrang PT. Perkebunan Nusantara II mengemukakan bahwa : “Saya mencuri besi rel milik Kebun Sawit Seberang PT. Perkebunan Nusantara II karena saya butuh modal untuk buat usaha sebagai tambahan pemasukan keuangan saya. Awalnya saya takut ketahuan tapi demi mendapatkan tambahan uang saya memberanikan diri”.13 Dari yang dikemukakan oleh saudara Suparlan dapat Penulis simpulkan bahwa faktor internal yang menjadi penyebab utama ia berani mencuri adalah niat karena niatnya yang kuat untuk membuka usaha agar mendapatkan tambahan pemasukan keuangan maka ia berani mencuri besi rel milik Kebun Sawit Seberang PT. Perkebunan Nusantara II sebagai modal utamanya untuk membuka usaha. Niat merupakan langkah awal penentu terjadinya suatu tindak kejahatan yang didukung dengan adanya kesempatan. Hal tersebut juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh pihak kepolisian dalam mengupas penyebab kejahatan yaitu Teori NKK. Penulis mencoba mengkaitkan faktor internal niat dengan Teori NKK tersebut. Teori NKK merupakan teori terbaru yang mencoba menjelaskan sebab terjadinya kejahatan di dalam masyarakat. Teori ini sering kali dipergunakan oleh Kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat. Adapun rumusan dari Teori NKK ini adalah : N+K1= K2 Keterangan: N = Niat 13
Hasil Wawancara Dengan Suparlan mantan Karyawan Pelaksana RS. Tanjung Selamat PTPN II pada tanggal 22 Desember 2016.
K1= Kesempatan K2 = Kejahatan Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah karena adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula sebaliknya meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak akan ada terjadi kejahatan. Selain faktor niat yang menjadi faktor internal penyebab tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II, maka faktor rendahnya moral juga merupakan salah satu faktor internal penyebab pencurian tersebut. Moral merupakan faktor penting di dalam terbentuknya kejahatan. Moral dapat juga menjadi filter terhadap prilaku manusia yang menyimpang oleh karena itu moral merupakan ajaran tingkah laku mengenai kebaikan – kebaikan dan merupakan hal vital dalam bertingkah laku, apabila seseorang memiliki moral maka ia akan terhindar dari perbuatan tercela. Bertambahnya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II disebabkan karena pelakunya memiliki moral yang rendah. Penulis berpendapat apabila saudara Saring dan Suparlan memiliki moral maka mereka tidak akan berani mencuri asset milik perusahaan. Padahal bila ditarik kembali, mereka merupakan karyawan tetap pada suatu perusahaan BUMN sehingga sudah seharusnya mereka tidak melakukan perbuatan tercela itu. Selain faktor niat dan rendahnya moral, terdapat faktor internal terakhir penyebab meningkatnya karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian yaitu faktor jenis kelamin dan itu termasuk kedalam sifat umum dari faktor internal. Bahwa dari lahirnya seseorang itu mempunyai tingkat Gradilitas Seks yang berbeda dan bahkan ada yang sudah mempunyai bibit keturunan. Menurut Sigmund Freud, bahwa manusia itu hidup dalam Libido Seksualitas. Apabila seseorang tidak dapat sanggup menguasai dirinya maka akan timbullah delik seksualitas. Sebagaimana dikatakan oleh P. Lukas bahwa sifat jahat pada hakikatnya sudah ada pada manusia semenjak lahir dan hal ini diperoleh pada keturunannya. Dari pendapat ini diambil kesimpulan bahwa sifat seksual tertentu terdapat di dalamnya. Kemudian apabila dilihat dari persentase kejahatan yang dilakukan oleh wanita dan laki-laki itu berbeda.14
14
Hal.61
W.A.Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi,(PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta.1977),
Hal ini dapat dilihat bahwa persentase kejahatan yang dilakukan oleh laki-laki lebih banyak daripada kejahatan yang dilakukan oleh para wanita. Demikian juga dengan bentukbentuk kejahatan yang dilakukan baik luasnya, frekuensinya, ataupun caranya. Hal ini bergantung dengan perbedaan sifat yang dimiliki wanita dengan sifat-sifat yang dimiliki laki-laki, yang sudah dipunyainya atau didapatkan sejak dia lahir dan berhubungan pula dengan kebiasaan kehidupan suatu kelompok. Perlu diketahui bahwa fisik wanita lebih lemah bila dibandingkan dengan fisik-fisik laki-laki, sehingga untuk melakukan kejahatan lebih banyak dilakukan oleh laki-laki dari pada yang dilakukan oleh wanita. Selain faktor internal terdapat juga faktor eksternal penyebab suatu kejahatan merupakan faktor pendukung terjadinya suatu tindak pidana yang berasal dari luar diri si individu. Faktor ini dapat dikatakan cukup kompleks dan bervariasi yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan perbuatan kejahatan. Faktor eksternal penyebab dilakukannya tindak pidana pencurian oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II adalah bervariatif antara lain adalah
faktor ekonomi, faktor
lingkungan sosial dan pergaulan, dan faktor dari sistem manajemen perusahaan tersebut. Faktor ekonomi merupakan faktor yang memegang peranan sangat penting dalam kehidupan manusia, hal ini di karenakan manusia memiliki kebutuhan (sandang, pangan, papan) yang harus dipenuhi setiap hari. Dengan meningkatnya kebutuhan hidup, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat ditempuh dengan berbagi hal, baik itu dengan cara yang baik atau dengan cara yang jahat. Maka faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling dominan sehingga orang dapat melakukan kejahatan, karena disebabkan oleh kebutuhan ekonomi yang kian hari kian meningkat. Penulis juga memperoleh data dari hasil wawancara dengan narasumber yang merupakan mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan tindak pidana pencurian dengan objek yang dicuri berupa janjangan sawit. Saring gol I/D mantan Karyawan Pelaksana RS. Tanjung Selamat PTPN II mengemukakan bahwa :
15
“Saya berani mencuri
janjangan sawit milik perkebunan ini karena saya sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari tambahan penghasilan maka dari itu saya berani memberanikan diri untuk mencuri demi memenuhi kebutuhan keluarga saya dan juga saya memiliki akses untuk masuk ke
15
Hasil Wawancara Dengan Saring mantan Karyawan Pelaksana RS. Tanjung Selamat PTPN II pada tanggal 22Desember 2016.
wilayah perkebunan itu karena pada saat itu saya masih berstatus sebagai Karyawan Pelaksana PTPN II” Dari keterangan hasil wawancara yang Penulis peroleh dari narasumber yang merupakan salah satu mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang melakukan pencurian bahwasannya faktor yang mendasari ia berbuat demikian adalah faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak. Ia mencuri lantaran untuk membiayai kehidupan rumah tangganya. Selanjutnya, Penulis mengkaitkan pendapat Gabriel Tarde dan Emile Durkheim mengenai faktor lingkungan sosial merupakan salah satu faktor penyebab kejahatan. Mereka menyatakan bahwa kejahatan merupakan insiden alamiah, gejala sosial yang tidak dapat dihindari dalam revolusi sosial, yang secara mutlak terdapat satu minimum kebebasan individual untuk berkembang, juga terdapat tingkah laku masyarakat yang tidak dapat didugaduga untuk mencuri keuntungan dalam setiap kesempatan. Lingkungan dari
pelaku juga
merupakan faktor pendorong untuk melakukan pencurian. Lingkungan yang dimaksud tidak semata-mata hanya tempat tinggal, melainkan lingkungan keluarga, lingkungan sosial dan budaya, ataupun lingkungan ditempat ia banyak menghabiskan waktunya. Penulis mengutip pendapat Tarde yang mengatakan bahwa “orang yang menjadi jahat disebabkan karena pengaruh imitasi” berdasarkan pendapat Tarde tersebut seseorang melakukan kejahatan karena orang tersebut telah meniru keadaan sekelilingnya. 16 Dari pendapat yang telah dikemukakan Tarde tersebut, Penulis dapat menyimpulkan bahwa salah satu faktor pendorong terjadinya tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II juga merupakan bentuk imitasi atau meniru perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berada disekitarnya. Seorang karyawan perkebunan yang melakukan pencurian diwilayah PT. Perkebunan Nusantara II dikarenakan meniru perbuatan tersebut yang dilakukan oleh karyawan lainnya. Penulis juga mengkaitkan faktor lingkungan tersebut dengan teori lingkungan atau disebut sebagai Mahzab Prancis / Mahzab lingkungan. Menurut teori ini, seorang melakukan kejahatan karena dipengaruhi oleh faktor di sekitar / lingkungan, baik lingkungan keluarga, ekonomi, sosial, budaya, atau lingkungan tempat seseorang sering berinteraksi dengan manusia lain.
16
Ende Hasbi Nassarudin.Kriminologi(Bandung:PustakaSetia.2016) Hal.152
Selanjutnya, faktor eksternal penyebab terjadinya kejahatan merupakan faktor yang berasal dari sistem manajemen perusahaan tersebut. Manajemen perusahaan adalah suatu sistem yang dibuat atau ditentukan oleh sebuah perusahaan untuk mengarahkan perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan melalui proses pengorganisasian yang baik. Manajemen perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II dianggap masih terdapat banyak yang harus diperbaharui agar terciptanya kesejahteraan bagi perusahaan dan juga bagi karyawannya. Seperti yang diketahui pada saat ini, PT. Perkebunan Nusantara II merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bekerja dibawah naungan Kementerian BUMN Republik Indonesia. Walaupun statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara ternyata sistem manajemen yang diberlakukan pada saat ini masih dibutuhkan pembenahan ulang. Seringnya keterlambatan pihak perusahaan dalam membayarkan hak – hak normatif dari para pekerjanya membuat para pekerjanya kesusahan dalam memenuhi kebutuhan ekonominya yang pada akhirnya menimbulkan perbuatan yang melanggar hukum yaitu berupa pencurian. Umar Ali Syarifuddin, SH selaku Kepala Urusan Pusdiklat Karyawan PT. Perkebunan Nusantara mengemukakan bahwa : “Pihak PTPN II memerlukan pembenahan terhadap sistem manajemen perusahaan agar pihak perusahaan dapat mengatasi permasalahan terhadap seringnya keterlambatan dalam pembayaran gaji para pekerja. permasalahan terhadap seringnya keterlambatan dalam pembayaran gaji para pekerja. Walaupun keterlambatan pembayaran gaji pekerja tidak berlangsung lama, maksimal dua minggu tetapi tetap saja hal itu dianggap malah memperberat beban kehidupan para pekerjanya. Dari keterlambatan atas pembayaran gaji tersebut menimbulkan perbuatan pidana yang dilakukan karyawannya sehingga menimbulkan kerugian terhadap pihak perusahaan”.17 Dari keterangan yang dikemukakan oleh beliau, Penulis menyimpulkan bahwa faktor eksternal penyebab bertambahnya kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II adalah faktor yang berasal dari sistem manajemen perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II. Penulis juga mengutip pendapat dari Seelig yang berpendapat bahwa pelaku kejahatan dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut 18 :
17
Hasil Wawancara Dengan U.A.Syarifuddin Nst selaku Kepala Urusan Pusdiklat Karyawan PT. Perkebunan Nusantara II Tanggal 23 Desember 2016 18 Ende Hasbi Nassarudin,Op.Cit,Hal.182
a. Delinkuen profesional karena malas bekerja; mereka melakukan delik berulang, seperti orang melakukan pekerjaan secara normal. Kemalasan kerjanya mencolok, cara hidupnya sosial. Misalnya, gelandangan pelacur; b. Delinkuen terhadap harta benda karena daya tahan lemah; melakukan pekerjaan normal, seperti orang kebanyakan, tetapi ketika melihat ada harta benda, mereka tergoda untuk memilikinya. Misalnya, pencurian ditempat kerja, penggelapan oleh pegawai administrasi, dll; c. Delinkuen karena dorongan agresi; mudah menjadi berang dan melakukan perbuatan agresif dengan ucapan ataupun tulisan. Orang-orang seperti itu menunjukkan kurangnya tenggang rasa dan perasaan sosial. Penggunaan minuman keras sering terjadi diantara mereka; d. Delinkuen karena tidak dapat menahan dorongan seksual; orang yang tidak tahan terhadap dorongan seksual dan ingin memuaskan dorongan itu dengan segera, karena kurangnya daya tahan; e. Delinkuen karena krisis; melihat bahwa tindak pidana adalah jalan keluar dari krisis. Krisis tersebut dapat meliputi krisis dalam lapangan ekonomi; f. Delinkuen karena reaksi primitif; mereka yang berusaha melepaskan tekanan jiwanya dengan cara yang tidak disadari dan sering bertentangan dengan kepentingan hukum pihak lain. Tekanan tersebut dapat terjadi sesaat atau terbentuk sedikit demi sedikit dan terakumulasi, dan pelepasannya pada umumnya tidak terduga; g. Delinkuen karena keyakinan; mereka melakukan tindak pidana karena merasa ada kewajiban dan keyakinan bahwa dirinya yang paling benar. Mereka menilai normanya sendiri lebih tinggi daripada norma kelompok lain. Hanya, jika penilaian normanya ini terlalu kuat, barulah dikatakan delikuen karena keyakinan; h. Delinkuen karena tidak mempunyai disiplin kemasyarakatan; mereka yang tidak mengindahkan hal-hal yang diatur oleh pembuat undang-undang guna melindungi kepentingan umum. Setelah mengetahui beberapa jenis penjahat menurut pandangan Seelig maka Penulis mengkaitkan jenis penjahat yang tepat bagi pelaku pencurian di PT. Perkebunan Nusantara II adalah jenis penjahat yang dilihat dari Delinkuen terhadap harta benda karena daya tahan
lemah dan Delinkuen karena krisis yang menganggap bahwa tindak pidana merupakan jalan keluar dalam krisis ekonomi. Hal tersebut dikarenakan bahwa bila dikaitkan dengan sudut padang Delikuen terhadap harta benda karena daya tahan lemah merupakan hal yang tepat karena si pelaku pencurian yang statusnya merupakan pekerja di PT. Perkebunan Nusantara II melakukan pekerjaan normal namun ketika melihat harta/benda milik perusahaan yang banyak maka ia pun tergoda untuk memilikinya. Dan apabila dikaitkan dengan sudut pandang Delikuen terhadap krisis, yang menganggap bahwa tindak pidana adalah sebagai jalan keluar juga merupakan hal yang tepat sesuai dengan alasan yang dikemukakan oleh mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II pada saat Penulis melakukan wawancara dengan beliau. Yang dimana demi memenuhi kebutuhan ekonominya melakukan pencurian adalah jalan keluar yang dianggap tepat. 3. Upaya Penanggulangan Kejahatan Yang Dilakukan PT. Perkebunan Nusantara II Dalam Meminimalisir Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Karyawan Perusahaan Di dalam
upaya penanggulangan kejahatan untuk meminimalisir tindak pidana
pencurian yang dilakukan oleh karyawan PT. Perkebunan Nusantara II maka pihak perusahaan menggunakan upaya penanggulangan penal atau melalui hukum pidana dan upaya penanggulangan non penal atau melalui non hukum pidana. Menurut Marc Ancel, pengertian penal policy (kebijakan hukum pidana) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. Politik hukum pidana juga diartikan sebagai kebijakan menyeleksi atau melakukan kriminalisasi dan jugadeskriminalisasi terhadap suatu perbuatan.19 Penanggulangan tindak pidana melalui sarana penal (melalui hukum pidana) yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara II terhadap karyawan perusahaan yang berani melakukan tindak pidana pencurian adalah dengan mengatur para karyawannya lewat 19
Teguh Prasetyo.Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana(Nusa Media: Jakarta.2011) Hal. 28
peraturan perundang-undangan yang pada hakikatnya merupakan wujud suatu langkah kebijakan. Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana penal) yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara II lebih menitikberatkan pada sifat represif atau pemberantasan/penumpasan setelah tindak pidana pencurian itu terjadi. Sarana penal yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara II dilakukan dengan cara menyerahkan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan karyawan perusahaan kepada pihak penegak hukum. Dalam hal ini kepolisan dan kejaksaan menjalankan prosedur hukum yang berlaku untuk melaksanakan proses hukum terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian. Dimana hukuman atau sanksi pidana yang dijatuhkan kepada pelaku diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku sesuai dengan tujuan pemidanaan. Selanjutmya upaya penanggulangan kejahatan dengan non penal yang dilakukan oleh PT. Perkebunan Nusantara II ialah
upaya yang dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana
pencurian dengan cara menangani hal-hal yang menjadi faktor pendorong dari terjadinya tindak pidana tersebut yang dapat dilaksanakan dengan beberapa cara yaitu : a. Cara Moralistik Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral manusia, khotbah-khotbah, ceramah, dan penyuluhan dibidang keagamaan, etika, dan hukum. b. Cara Abolisionik Cara ini muncul dari asumsi bahwa pencurian adalah suatu kejahatan yang harus diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan kemudian diserahkan kepada usaha-usaha untuk menghilangkan sebab-sebab tersebut. Dalam melakukan upaya penanggulangan kejahatan dengan kebijakan non penal, PT. Perkebunan Nusantara II telah melakukan beberapa cara seperti cara moralistik. PT. Perkebunan Nusantara II telah bekerja sama dengan pemuka agama dan alat-alat negara seperti dari instansi Kejaksaan dan Kepolisian dalam melakukan penyuluhan hukum bagi karyawannya agar tidak melakukan tindak pidana pencurian.
E. PENUTUP 1. Kesimpulan Terhadap karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian diberlakukan penerapan sanksi atau hukuman pidana berdasarkan rumusan pasal-pasal yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya tindak pidana pencurian yang termuat di dalam Buku II, Bab XXII, Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Selain diberlakukan sanksi atau hukuman pidana, karyawan yang melakukan tindak pidana pencurian juga diberikan sanksi atau hukuman administrasi yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II. Sanksi administrasi yang diterapkan pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan peraturan internal perusahaan yaitu berdasarkan Surat Edaran Direksi PT. Perkebunan Nusantara II Nomor II/10/SE/12/II/2007 dan juga berdasarkan atas Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang dibuat dan disepakati oleh pihak PT. Perkebunan Nusantara II dengan pekerja atau karyawannya. Terhadap faktor penyebab bertambahnya kasus tindak pidana pencurian di PT.Perkebunan Nusantara II terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor niat, faktor rendahnya moral, dan faktor jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor ekonomi, faktor lingkungan dan pergaulan, dan faktor sistem manajemen perusahaan. Selanjutnya untuk meminimalisir dari bertambahnya tindak pidana pencurian di Perkebunan Nusantara II maka pihak perusahaan memberlakukan upaya penanggulangan penal dan upaya penanggulangan non penal. Upaya penanggulangan penal yang diberlakukan pihak perusahaan berdasarkan prosedur hukum yang berlaku pada hukum acara pidana sedangkan upaya penanggulangan non penal maka pihak perusahaan memberlakukan upaya penanggulangan kejahatan diluar hukum pidana. 2. Saran Dari kesimpulan yang telah Penulis paparkan di atas, maka terdapat beberapa saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yaitu :
1. Diharapkan kepada para mantan karyawan PT. Perkebunan Nusantara II yang telah dipecat dikarenakan melakukan kesalahan berat berupa perbuatan tindak pidana pencurian untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya di masa sekarang dan masa yang akan datang. 2. Diharapkan kepada pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II untuk lebih sering melakukan penyuluhan hukum di wilayah perusahaan dengan berkolaborasi dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. 3. Diharapkan posko keamanan di masing-masing wilayah perkebunan PT. Perkebunan Nusantara II ditambah agar dapat meminimalisir kesempatan terjadi tindak pidana pencurian. 4. Diharapkan agar patroli kebun lebih diintesifkan lagi agar menjamin keadaan yang aman di setiap wilayah perkebunan. 5. Diharapakan agar pihak perusahaan PT. Perkebunan Nusantara II untuk secepatnya membenahi dan memperbaiki sistem manajemen dari perusahaan agar tidak ada lagi keterlambatan dalam proses pembayaran upah/gaji para pekerjanya.
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Agusmidah,2010,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,Ghalia Indonesia,Bogor Bonger,W.A,1977,Pengantar Tentang Kriminologi, PT. Pembangunan Ghalia Indonesia, Jakarta Chazawi,Adami,2002,Pelajaran Hukum Pidana Bagian,Raja Grafindo,Jakarta Dirdjosisworo, Soedjono,1984,Sinopsis Kriminologi Indonesia , Mandar Maju,Bandung Ediwarman,2016,Monograf Metodologi Penelitian Hukum, Genta Publishing, Jogjakarta H.Hari Saherodji,1995,Pokok-Pokok Kriminologi, Aksara Baru,Jakarta Lamintang,P.A.F,1984,Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,Bandung Nassarudin,Ende Hasbi,2016,Kriminologi, Pustaka Setia,Bandung Prasetyo,Teguh,2011,Kriminalisasi Dalam Hukum Pidana, Nusa Media, Jakarta Soesilo,R,1995,Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya, Politea,Bogor
Soesilo,R,1985,Kriminologi (Pengetahuan Tentang Sebab-sebab Kejahatan), Politea,Bogor Syani,Abdul,1987,Sosiologi Kriminalitas,Remaja Rosda Karya,Bandung
PERATURAN – PERATURAN Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Surat Edaran Direksi PT. Perkebunan Nusantara II No. II/10/SE/12/II/2007