TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM KEADAAN YANG MEMBERATKAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige No.262/Pid.SusAnak/2014/PN.Blg)
JURNAL
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RAPHITA SIBUEA NIM: 120200275
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM KEADAAN YANG MEMBERATKAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Balige No.262/Pid.SusAnak/2014/PN.Blg) JURNAL Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: RAPHITA SIBUEA NIM: 120200275 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Mengetahui: Penanggung Jawab
Dr. M Hamdan, S.H, M.H NIP.195703261986011001 Editor
Prof. Dr. Madiasa Ablisar, S.H, M.S. NIP. 196104041986011002
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016
ABSTRAK Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH.,M.S.* Alwan S.H., M.Hum.** Raphita Sibuea*** Anak yang berada dalam status hukum belum dewasa harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa. Hal itu juga menjadi kewenangan sistem hukum nasional Indonesia untuk meletakkan hak-hak anak sebagai suatu supremacy of law terhadap perbuatan hukum dari anak dengan hak-hak dan kewajibankewajiban yang timbul secara kodrati. Pengelompokan status dan hak-hak anak dimulai dari sistematika yang mendasar dalam Hukum Perlindungan Anak. dan Hukum Pidana dapat disebut berhubungan dengan adigium dari asas lex specialis de rogat, lex spesialis generalis. Artinya Hukum Perlindungan Anak menjadi hukum khusus yang mengatur tentang asas hukum tentang anak dan hak-hak anak, sedangkan hukum pidana adalah hukum umum yang meletakkan mekanisme asas formal dan material hukum pidana dan hukum acara pidana anak. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang menitikberatkan pada data sekunder dengan spesifikasi deskriptif analitis, yaitu memaparkan tentang aturan hukum yang memberikan perlindungan kepada anak dalam proses peradilan pidana. Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada anak dalam sistem peradilan pidana dimulai dari tahap penyidikan, penuntutan, persidangan, dan tahap pemasyarakatan yang kemudian secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak pada setiap tahap peradilan akan menjamin hak-hak anak untuk diperlakukan berbeda dengan sistem peradilan pada umumnya. Penjatuhan hukuman terhadap anak hanya merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) apabila tidak ada kesepakatan diversi yang sudah diupayakan pada semua tingkat pemeriksaan. Artinya konsep diversi menjadi suatu kemajuan dan pembaharuan hukum terhadap anak, sebagai bentuk perlindungan yang diberikan pada setiap anak yang berkonflik dengan hukum. Anak-anak yang telah melakukan tindak pidana, yang penting baginya bukanlah apakah anak-anak tersebut dapat dihukum atau tidak, melainkan tindakan yang bagaimanakah yang harus diambil untuk mendidik anak-anak seperti itu.
*Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Prof. Dr. Madiasa Ablisar, SH., M. S. * Alwan SH, M. Hum. ** Raphita Sibuea *** Children who are in the legal status of minors should be treated differently from adults. It is also the authority of the national legal system of Indonesia to put the rights of the child as the rule of law against the legal actions of children with the rights and obligations arising by nature. Grouping the status and rights of children ranging from systematic fundamental Child Protection Act. and the Criminal Law may be called relating to adigium of the principle of lex specialis de rogat, lex spesialis generalis. This means that the Child Protection Law became a special law governing legal principles about children and children's rights, whereas criminal law is a common law that put in place mechanisms of formal and material principles of criminal law and criminal procedure child. The method used is a normative juridical that focuses on secondary data with analytical descriptive specification, which defines the rules of law that provides protection to children in the criminal justice process. Analysis of the data used is qualitative analysis. Forms of legal protection given to children in the criminal justice system from the stage of investigation, prosecution, trial and correctional phase is then explicitly regulated in Law Number 11 Year 2012 on Kids Criminal Justice System. the legal protection given to the child at every stage of the process will ensure the rights of children must be treated differently by the justice system in general. Punishment of children only a last resort (ultimum remedium) if there is no diversion agreement, which has been attempted at all levels of checks. That is the concept of diversion into repair and renewal of the law against children, as a form of protection provided to every child in conflict with the law. Children who have committed a crime, it's not about whether these children can be punished or not, but as to what action should be taken to educate the kids like it.
* Supervisor I, Lecturers of Faculty of Law, University of North Sumatera ** Supervisor II, Lecturers of Faculty of Law, University of North Sumatera *** Students of the Faculty of Law, University of North Sumatera
A. PENDAHULUAN Anak yang dalam usia pertumbuhan dan perkembangan kerap sekali mendapat pengaruh buruk dalam hubungan-hubungan sosialnya di masyarakat. Akibatnya timbul perilaku anak-anak yang tidak sesuai dengan norma di masyarakat. Perilaku tersebut dikategorikan sebagai penyelewengan terhadap norma yang biasa disebut masyarakat sebagai pelanggaran hukum, dan bahkan dipandang sebagai suatu kejahatan1. Anak sebagai bagian dari keluarga, merupakan buah hati, penerus, dan harapan bagi keluarganya. 2 Melakukan kajian terhadap anak sangatlah menarik, mengingat anak sebagai insan yang selalu ada di antara kita, sebab selama manusia ada dipermukaan bumi ini (in der welt sein). Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk dan sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur3. Mengingat ciri dan sifat yang khas pada anak dan demi perlindungan terhadap anak, maka perkara Anak Nakal wajib disidangkan pada Pengadilan Anak yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Proses peradilan perkara Anak Nakal dari sejak ditangkap, ditahan, diadili, dan pembinaan selanjutnya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang benar-benar memahami masalah anak. Hak-hak anak dalam proses peradilan pidana harus dipahami sebagai perwujudan adanya keadilan, namun dalam pelaksanaannya 1
Bambang,Waluyo,Pidana dan Pemidanaan (Jakarta:Sinar Grafika,2004), hlm.1 Lilik Mulyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Bandung: CV.Mandar Maju, hlm.103 3 Maulana Hassan Wadog, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta:PT.Grasindo,2000), hlm.3 2
tidak demikian. Alasan lain bahwa dalam menghadapi anak-anak yang telah melakukan tindak pidana, yang penting baginya bukanlah apakah anak-anak tersebut dapat dihukum atau tidak, melainkan tindakan yang bagaimanakah yang harus diambil untuk mendidik anak-anak seperti itu.4 Hal tersebut kemudian menjadi dasar mengapa perlu ada perlakuan yang khusus kepada anak baik anak sebagai korban ataupun anak sebagai pelaku tindak pidana. Dengan demikian anak seharusnya mendapatkan pembinaan dan perlindungan, mengingat keadaan fisik dan mentalnya masih labil yang dalam banyak hal perlu mendapat perlakuan dan perlindungan khusus, terutama terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan pertumbuhan dan perkembangannya. Mengingat sifatnya yang khusus pemerintah telah memberikan landasan hukum yang bersifat nasional bagi generasi muda melalui tatanan Peradilan khusus bagi anak yang mempunyai perilaku yang menyimpang dan melakukan pelanggaran hukum. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud disebutkan sebagai Kinderstrafrecht atau hukum pidana anak. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap anak sebagai pelaku maupun korban terhadap suatu tindak pidana diatur secara khusus dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak (selanjutnya disebut UU SPPA). Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan melakukan penelitian dengan judul skripsi yang berjudul: “Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Anak dalam Keadaan Memberatkan (Studi Kasus : Putusan No.262/Pid.Sus Anak/2014/PN.Blg)”. 4
Ibid
B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak? 2. Apakah putusan hakim dalam Putusan No.262/Pid.Sus/Anak/2014/ PN.Blg telah memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dalam keadaan yang memberatkan ?
C. METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian Jenis penelitian dalam penyusunan skripsi ini ialah jenis penelitian hukum normatif yang mengkaji studi dokumen, yakni didasarkan pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 2. Data Penelitian a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan terdiri dari: Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak a. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan lain yang memberikan penjelasan terkait bahan hukum primer. seperti makalah dan buku-buku yang ditulis oleh para ahli, karangan berbagai panitia pembentukan hukum (law reform organization), dan lain-lain.5 b. Bahan hukum tersier Bahan hukum tersier lebih dikenal dengan badan acuan di bidang hukum atau bahan rajukan di bidang hukum misalnya abstrak perundang-undangan, kamus hukum, indeks kumulatif dan lain-lain 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka (Literature research) dan bantuan media elektronik, yaitu internet dengan memadukan, mengumpulkan, menafsirkan, dan membandingkan buku-buku dan artikel-artikel yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas. 4. Analisis Data Analisa data yang diperoleh dilakukan dengan cara analisis kualitatif 6 yaitu analisis yang dipergunakan untuk aspek-aspek normatif (Yuridis) melalui metode yang bersifat deskriptif analisis.
D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Perlindungan Hukum terhadap anak pada tahap penyidikan
5
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad Ke 20 (Bandung: PT. Alumni, 2006), Hlm. 134. 6 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung:PT.Remaja Rodakarya,1993), hlm.5
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, acara peradilan pidana anak diatur dalam Bab III mulai dari Pasal 16 sampai dengan Pasal 62, artinya ada 47 pasal yang mengatur hukum acara pidana anak. Sebagai bentuk pemberian jaminan perlindungan hak-hak anak anak Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, dan Hakim Anak wajib memberikan perlindungan khusus bagi anak yang diperiksa karena tindak pidana yang dilakukan dalam situasi darurat serta perlindungan khusus dan dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi tanpa pemberatan. Pada proses persidangan masih menggunakan model yang ada dalam Undang-Undang No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 22 berupa larangan menggunakan toga atau atribut kedinasan bagi petugas. a)
Penangkapan dan Penahanan Mengenai tindakan penangkapan dan penahanan tidak diatur secara rinci
dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, sehingga berlaku ketentuan-ketentuan KUHAP. Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menetukan bahwa Penangkapan terhadap anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam dan anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak. Penahan dilakukan untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari. Jangka waktu penahanan sebagaimana permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari dan dalam hal jangka waktu dimaksud
telah berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum.7 Dasar diperkenankan suatu penahanan anak, adalah adanya dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup, bahwa anak melakukan tindak pidana (kenakalan). Menjamin agar ketentuan mengenai dasar penahanan ini dilaksanakan, diadakan institusi pengawasan yang dilaksanakan oleh atasan di instansi masing-masing, yang merupakan built in control maupun pengawasan sebagai sistem checking antara penegak hukum.8 Melakukan tindakan penangkapan, asas praduga tak bersalah harus dihormati dan dijunjung tinggi sesuai dengan harkat dan martabat anak sebagai kelompok yang tidak mampu atau belum mengetahui tentang masalah hukum yang terjadi pada diri anak tersebut.9 Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa ke tempat tertentu oleh Penyidik Anak atau Penuntut Umum Anak atau Hakim Anak dengan penetapan, menurut cara yang diatur dalam undangundang.10 Apabila penahanan mengangu perkembangan fisik, mental dan sosial anak, maka penahanan anak tidak dilakukan. Penahanan dilakukan sebagai upaya terakhir/tindakan
terakhir
(ultimum
remedium)
dalam
jangka
waktu
singkat/pendek.11
b) Proses Penyidikan Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa penyidikan anak. Penyidikan terhadap
7
Lihat Pasal 33 dan 34 UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia,( Bandung:PT.Refika Adiatama,2014) halhlm.124 9 Maulana Hasan, Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak (Jakarta: PT. Grasindo, 2000), hlm 63 10 Lilik Mulyani, op.cit hlm.122 11 Maulana Hasan, Ibid hlm.126 8
perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyidik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana anak, harus dipandang sama sebagaimana dengan layaknya status dan fungsi seorang penyidik yang ditetapkan oleh KUHAP. Penyidikan terhadap anak tersebut haruslah dalam suasana kekeluargaan. Pasal 27 ayat 1 UU No. 11 tahun 2012, menentukan bahwa dalam melakukan penyidikan anak nakal, penyidik dibantu pembimbing kemasyarakatan.Proses penyidikan anak nakal, wajib dirahasiakan ( Pasal 19 ayat 1 UU No. 11 Tahun 2012).
2. Perlindungan Hukum terhadap Anak pada Tahap Penuntutan Penuntut dalam acara pidana anak mengandung pengertian tindakan Penuntut Umum Anak untuk melimpahkan perkara anak ke pengadilan anak dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim anak dalam persidangan anak. Penuntut Umum Anak wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari penyidik dan diversi sebagaimana dimaksud, dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal proses diversi berhasil mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara diversi berhasil mencapai kesepakatan diversi kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk dibuat penetapan. Apabila diversi gagal, Penuntut Umum wajib
menyampaikan berita acara diversi dan melimpahkan perkara kepengadilan dengan melampirkan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.12 Sidang anak, ada kemungkinan penyampingan perkara. Alasan-alasan penyampingan perkara tersebut, yaitu penyampingan perkara berdasarkan asas oportunitas karena lasan demi kepentingan hukum dan tidak sama dengan perkara yang ditutup demi kepentingan umum.13 3.
Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada Tahap Pemeriksaan di
Persidangan
Pada proses persidangan, pada prinsipnya anak di sidangkan dalam ruangan sidang khusus anak serta ruang tunggu khusus anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Adapun waktu sidang anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Disamping itu, hakim memeriksa perkara anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan. Persidangan anak, hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping, advokat, pemberi bantuan hukum lainnya, dan pembimbing kemasyarakatan untuk mendampingi anak. Apabila orang tua/wali/pendamping tidak hadir sidang tetap dilanjutkan dengan didampingi advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan/atau pembimbing kemasyarakatan. Dalam hal hakim tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud diatas, maka sidang anak batal demi hukum. Persidangan perkara anak bersifat tertutup agar tercipta suasana tenang dan penuh dengan kekeluargaan,sehingga anak dapat mengutarakan segala peristiwa 12
Sambas, Nandang, 2010, Pembaharuan Sistem Pemidanaan anak di Indonesia, Yogyakarta:Graha Ilmu, hlm. 13 13 Maidin Gultom,op.cit hlm 141
dan perasaannya secara terbuka dan jujur selama sidang berjalan. 14 Pada proses pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak. Menurut Pasal 69 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA menentukan bahwa Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai tindakan. 4.
Perlindungan hukum terhadap anak pada Tahap Pemasyarakatan Lembaga Permasyarakatan Anak berperan dalam pembinaan narapidana,
yang memperlakukan narapidana agar menjadi baik. Anak Pidana adalah anak yang
berdasarkan
putusan
pengadilan
menjalani
pidana
di
Lembaga
Permasyarkatan Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun, apabila telah berumur 18 (delapan belas) tahun tetapi belum selesai menjalani pidananya harus di pindahkan dan tempatnya terpisah dari narapidana yang telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun. Jenis-jenis pembinaan narapidana dapat digolongkan atas 3 (tiga), yaitu:15 Pembinaan Mental, Pembinaan Sosial, Pembinaan Keterampilan 5. Hak-Hak Anak Atas Perlindungan Hukum dalam Proses Peradilan Pidana Prinsip-prinsip Perlindungan hukum pidana terhadap anak tercermin dalam Pasal 37 dan Pasal 40 Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang disahkan dengan keputusan presiden No.36 tahun 1990, tanggal 25 14 15
Maidin Gultom, Ibid hlm 146 Ibid hlm 174
Agustus 1990. Pasal 3 UU SPPA menyatakan bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak: Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya dan dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif, bebas dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya, tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup, tidak ditangkap,ditahan, atau dipenjara kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; 6.
Analisa Kasus Surat dakwaan merupakan landasan titik tolak pemeriksaan perkara di sidang
pengadilan. Dalam Putusan No.262/ Pid.Sus Anak/ 2014/ PN/Blg surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum adalah bentuk surat dakwaan tunggal. Surat dakwaan hanya berisi satu dakwaan saja yakni terhadap terdakwa Fernando Hengki Sibuea. Menyatakan terdakwa, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam Pencurian dalam keadaan memberatkan dalam
gabungan
perbuatan
perbuatan
yang
dipandang
berdiri-sendiri,
sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 363 ayat (1) ke-4, ke-5 jo pasal 65 ayat (1) KUHP jo. UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pertanggung jawaban pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana atau anak nakal secara umum diatur dalam Pasal 45 KUHP, namun keberadaan pasal tersebut telah diamandemen dengan UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yakni pada pasal 1 angka 3 yang menentukan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi
belum mencapai umur 18 tahun yang diduga telah melakukan tindak pidana. Dengan demikian, dalam kasus yang penulis analisa berdasarkan putusan tersebut, terdakwa dengan usia 16 tahun masih dikategorikan sebagai anak dan proses peradilannya harus berdasarkan UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Berdasarkan uraian diatas, Pengadilan Negeri Balige dalam hal ini Hakim Anak dan Penuntut Umum Anak yang menerapkan Undang-Undang No. 11 tahun 2012 dalam memproses terdakwa. Bagian Bab I Ketentuan Umum dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 sebagaimana dinyatakan pada Pasal 1 butir 8,9,10,11, dan 12 sebagai berikut: Penyidik adalah Penyidik Anak, Penuntut Umum adalah Penuntut Umum Anak, Hakim adalah Hakim Anak Dalam proses Pengadilan Anak selain Jaksa dan Hakim sebagaimana paparan di atas, anak nakal yang sedang di sidang juga wajib didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Sebagaimana paparan di atas, maka dalam praktek pengimplementasiannya terhadap penanganan anak pelaku tindak pidana dalam putusan yakni Putusan No. 262/Pid.Sus Anak/2014, Hakim yang memeriksa dan memutus Perkara adalah hakim anak. Hakim anak yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri Balige yang telah mempunyai pengalaman sebagai hakim anak pada Peradilan Umum dan hakim yang mempunyai perhatian, dedikasi, dan memahami masalah tentang anak dan proses peradilan tersebut dipimpin oleh Hakim Anak yakni Hakim Tunggal yaitu Bapak Christoffel Harianja, S.H.,. (Pasal 43 dan 44 UU No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak).
Pendampingan dalam perkara kasus Putusan No.262/Pid.Sus Anak/2014/ PN.Blg terdakwa didampingi oleh Petugas Petugas Pembimbing Kemasyarakatan yaitu Bapak Serasi. Pembimbing kemasyarakatan memberikan laporan tertulis kepada hakim anak yang selanjutnya menghadiri acara sidang dan bahkan sampai pada penjatuhan putusan oleh hakim.16 Berarti dalam hal ini Petugas Pembimbing Masyarakat telah memenuhi tugasnya sebagaimana diamantkan dalam Pasal 65 butir (d) UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selain itu pendampingan petugas lapas diperlukan pendampingan penasehat hukum anak juga tak boleh terabaikan.17 Ketentuan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 bahwa setiap anak sejak ditangkap atau ditahan berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasehat hukum. Bantuan hukum itu diberikan selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan menurut tata cara yang ditentukan. Untuk itu pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan (Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim) wajib memberitahukan kepada tersangka/terdakwa, orang tua, wali, ataau orang tua asuh dari anak nakal mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum itu. Fenomena yang terjadi di Pengadilan Negeri Balige, menunjukkan bahwa Undang-Undang No. 11 tahun 2012
sepertinya
menurut para penegak hukum tidak mengatur adanya kewajiban tersangka atau terdakwa anak nakal untuk didampingi penasehat hukum pada tingkat penyidikan dan pemeriksaan. Amanat Pasal 55 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tersebut hanya menunjukkan untuk berhak didampingi oleh penasehat hukum, ketentuan 16 17
Hasil wawancara dengan Ibu Loly eva Simanjuntak tanggal 04 April 2015 Nandang Sambas,op cit hlm 135
tentang adanya kewajiban tersangka atau terdakwa untuk didampingi oleh penasehat hukum apabila terdakwa atau tersangka diancam dengan hukuman 5 (lima) tahun penjara atau lebih sesuai dengan ketentuan Pasal 56 KUHAP.18 Berdasarkan wawancara langsung di Pengadilan Negeri Balige penulis menemukan fakta bahwa perlindungan hak-hak anak di muka persidangan dalam pengimplementasiannya belum sesuai dengan tuntutan yang ada dalam UndangUndang No. 11 tahun 2012. Dari hasil penelitian ditemukan fakta bahwa di Pengadilan Negeri Balige belum ada sidang ruang khusus Anak. Ruang sidang untuk anak disamakan dengan ruang sidang umum. Berarti dalam hal ini penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam hal pemenuhan perlindungan di tempatkan pada ruang sidang khusus sesuai Pasal 53 Undang-Undang No. 11 tahun 2012 belum terlaksana. Belum adanya ruangan yang cukup memadai menjadi alasan penggabungan ruang sidang anak dengan ruang sidang pada umumnya.
D. PENUTUP 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut diatas, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum terhadap anak yang melakukan tindak pidana dapat diterapkan disetiap tahapan-tahapan pemeriksaan, baik ditahapan penyidikan, penuntutan, di tahap sidang pengadilan (pemeriksaan perkara) dan di tahap pembinaan (Lembaga Pemasyarakatan). 18
Berdasarkan hasil wawancara dengan penasehat hukum Bapak Afiruddin, S.H. tanggal 05 April 2015, pukul 12.00
2. Putusan Nomor: 262/Pid-SusAnak/ 2014 /PN.Blg dalam pengimplementasian perlindungan hak-hak anak dalam penyelesaian perkara pidana belum terimplementasi dengan baik sebagaimana yang diamanatkan dalam UndangUndang No.11 tahun 2012, hal tersebut dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut; a. Bahwa pejabat khusus yang mempunyai minat, dedikasi dan professional membidangi masalah anak belum terwujud, penunjukan pejabat khusus tersebut hanya berlandaskan pada kesan umum bahwa aparat penegak hukum yang bersangkutan telah berpengalaman dalam menangani kasuskasus yang dilakukan oleh orang dewasa. b. Selama masa persidangan anak sebagaimana amanat Pasal 55 UndangUndang No.11 tahun 2012, anak yang seharusnya didampingi oleh Penasehat
Hukum
dalam
tingkat
pemeriksaan,
namun
dalam
pengimplementasiannya tidak terlaksana dengan baik.. c. Dalam persidangan anak tidak ditempatkan pada ruang sidang khusus anak tetapi disamakan dengan ruang sidang orang dewasa akibat tidak memadainya sarana dan prasarana. 3.
Saran Berdasarkan keseluruhan penulisan tersebut di atas, setelah penulis
mempelajari berkas perkara pidana anak dan mengetahui hukum perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Diperlukan pembenahan dan peningkatan sumber daya personalia aparat penegak hukum, sehingga tuntutan tersedianya pejabat khusus yang menangani
anak pelaku tindak pidana dapat terwujud sesuai tuntutan dalam UndangUndang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 2. Pembenahan aspek pendukung khususnya penyediaan sarana dan prasarana pendukung terselenggaranya peradilan anak sedcara memadai, sehingga penanganan anak pelaku tindak pidana berada dalam keadaan yang sesuai dengan kondisi kejiwaan anak tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Bambang, Waluyo.2004, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta:Sinar Grafika Ekaputra Mohammad, 2013, Dasar-dasar Hukum Pidana edisi 2, Medan: USU Press Gosita, Arif,1989, Masalah Perlindungan Anak, Jakarta: Akademi Pressindo Gultom, Maidin,2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Bandung:PT.Refika Adiatama Hassan, Maulana, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak,, Jakarta:PT.Grasindo Hidayat, Bunadi, 2009, Pemidanaan Anak di bawah umur, Bandung:PT.Alumni Marpaung, Leden, 1999, Unsur-Unsur Perbuatan yang Dapat Dihukum (Delik), Jakarta: Sinar grafika Moleong, Lexy, 1993, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja Rodakarya Muliyadi, Lilik, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahannya, Bandung: CV.Mandar Maju Nawawi, Barda, 1998, Masalah Perlindungan Hukum bagi Anak, dalam Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Sambas, Nandang, 2010, Pembaharuan Sistem Pemidanaan anak di Indonesia, Yogyakarta:Graha Ilmu Wahjono, Agung dkk, 1993, Tinjauan Tentang Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Jakarta:Sinar Grafika, b. Perundang-undangan Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Undang-Undang No.1 tahun 1997 tentang Kesejahteraan Anak Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) c. Internet/website http://radeeen.student.umm.ac.id/2010/07/29/hak-anak// http://www.blogspot.com/AminHamid09/Perlindungan Hukum Terhadap Anak//