1
PENJATUHAN PIDANA ATAS TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN HUKUM PIDANA ISLAM
Fitri Muniro * ABSTRAK Dalam Skripsi ini diuraikan tentang penjatuhan pidana yang dilakukan oleh anak, dilihat dalam perspektif Hukum Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam. Setelah pembahasan secara teoritis dilanjutkan dengan analisis studi kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010. Sehingga dapat diketahui putusan tersebut, apakah telah melindungi hak-hak anak. Hasil penelitian ini menyarankan perlu adanya pengetahuan psikologi hukum yang dapat menopang ketajaman analisis dan pertimbangan hukum bagi aparatur hukum guna melindungi hak-hak anak.dan pemantauan serta evaluasi dalam pelaksanaan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Kata kunci: Penjatuhan pidana, perlindungan anak
ABSTRACT Described in this paper about imposition of penalty for crimes committed by children in the perspective of child protection laws and the Islamic criminal law. After a theoretical discussion followed by acase study analysis in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010. So it can be known of such decisions, whether it has to protect the rights of children. The results of this study suggest to need for psychological knowledge that can sustain legal acumen and legal consideration for the analysis of the legal apparatus to protect the right of children and monitoring and evaluation of the implementation of law no 11 year 2012 about children criminal justice system. Key words: Child Protection, Imposition Of Criminal
PENDAHULUAN Sebagai bagian dari generasi muda, anak berperan sangat strategis, yakni sebagai pewaris (successor) bangsa, penerus cita-cita perjuangan bangsa sekaligus
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
2
potensi sumber daya manusia bagi pembangunan nasional (national development). Konsepsi perlindungan anak meliputi ruang lingkup yang luas, dalam arti bahwa perlindungan anak tidak hanya mengenai perlindungan atas jiwa dan raga si anak, tetapi mencakup pula perlindungan atas semua hak serta kepentingannya yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan yang wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosialnya.1 Dengan pemenuhan hak anak, maka setiap anak berhak atas kelangsungan hidup untuk tumbuh, berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan, diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Sebagai anak, pikiran dan kehendaknya belumlah sempurna sehingga belum dapat menentukan perbuatan mana yang harus dilakukan, oleh karena itu pilihan perbuatan yang dilakukan dalam banyak hal telah dipengaruhi lingkungan sekitarnya sehingga dominasi lingkungan telah membuat anak berperilaku tidak sebagaimana yang diharapkan. Dalam konteks penjatuhan sanksi diatur dalam BAB III Pidana dan Tindakan, Pasal 23 – 32 UU Pengadilan Anak. Pasal 22 menyebutkan bahwa terhadap Anak Nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan yang ditentukan dalam UU Pengadilan Anak. Sanksi pidana hanya dapat dijatuhkan pada Anak Nakal yang melakukan tindak pidana Pasal 25 ayat (1) juncto Pasal angka 2 huruf b, sedangkan sanksi tindakan dapat dijatuhkan baik kepada anak yang melakukan tindak pidana, maupun pada anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan Pasal 25 ayat (2) juncto Pasal 1 angka 2 huruf b. Sebagai keanekaragaman pengetahuan yang dapat dikaji lebih lanjut selain UU Pengadilan Anak, UU Perlindungan Anak, dan Konvensi pemenuhan hak anak, penulis menambahkan pemaparan mengenai penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut Hukum Pidana Islam.
1
Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, ( Bandung : Refika Aditama, 2006 ), hlm. 62.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
3
Dengan dasar ini, maka sebuah pertanggungjawaban pidana berlaku atas tiga hal yakni : 2 1.
Adanya perbuatan yang dilarang;
2.
Dikerjakan dengan kemauan sendiri; dan
3.
Pelaku mengetahui akibat perbuatan tersebut. Ketiga hal di atas adanya perbuatan yang dilarang, dikerjakan dengan
kemauan sendiri, dan pelaku mengetahui akibat perbuatan tersebut merupakan rasio logis bagi berlakunya sebuah pertanggungjawaban pidana. Dengan demikian, bagi orang-orang dewasa, berakal dan berkemauan sendiri berlaku pertanggungjawaban pidana. Sebaliknya, tidak ada pertanggungjawaban pidana bagi anak-anak, orang gila, dungu, orang yang sudah hilang kemauanya dan orang yang berada dalam kapasitas terpaksa atau pun dipaksa. Nash-nash syariat menegaskan makna ini dengan jelas melalui sabda Rasullulah SAW, yang menyatakan : “Pena di angkat dari tiga hal ( dibebaskan dari segala catatan dosa pen) kepada tiga kondisi ; (1) orang yang tertidur sampai ia bangun;(2) anak-anak sampai dewasa; (3) orang gila sampai ia sembuh (berakal).”3 METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menelaah berbagai dokumen baik berupa buku atau tulisan yang berkaitan dengan bahasan tentang analisis pemenuhan hak anak dalam penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam perspektif Hukum Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam putusan Mahkamah Agung
dengan
analisis
Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010.
Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu berusaha memaparkan tentang analisis penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak
dalam
perspektif
2
Bahnassi, Ahmad Fath, Madkhal al-Fiqh al-Jina , iy al-Islamiy (Beirut: dar as-syuruq,1989), hlm. 320. Sebagaimana dikutip juga dalam, Amal Hayati,” Pertanggungjawaban Pidana atas Perbuatan Pidana yang Dilakukan Anak – Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam).”(Tesis Universitas Sumatera Utara,Medan,2006), hlm. 55. 3
Said Hawwa, Al Islam, diterjamahkan oleh Abdul Hayyie al Kattani, Arief Chasanul Muna dan Sulaiman Mapiase, Cet.Pertama, ( Jakarta: Gema Insani. 2004). hlm.694.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
4
Hukum Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif
yuridis. Metode ini
digunakan dengan alasan bahwa dalam penelitian ini ditekankan pada ilmu hukum dan penelaahan kaidah - kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam perspektif Hukum Perlindungan Anak dan Hukum Pidana Islam dengan analisis putusan Mahkamah Agung RepublikIndo- nesia
No
2047
K
/
PID.SUS/2010. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Untuk memperoleh data
sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Data sekunder ini berguna sebagai landasan teori untuk mendasari analisis rumusan masalah
yang ada dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN Pengertian anak pada Pasal 1 Convention On The Rights of The Child, anak diartikan sebagai setiap orang di bawah usia 18 tahun, kecuali berdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah diperoleh sebelumnya. Yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental, fisik masih belum dewasa).
4
Pengertian tersebut hampir
sama dengan pengertian anak yang terdapat didalam UU Perlindungan Anak Pasal 1 Ayat (1), anak adalah seseorang yang berusia delapan belas tahun termasuk anak yang masih didalam kandungan, sedangkan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Pengadilan Anak, pengertian anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun tetapi belum pernah kawin. Secara bahasa, kata anak dalam bahasa Arab disebut walad. Kata walad dengan makna wiladah yang artinya to bear (melahirkan).5 Kata walad.juga dapat berubah 4
Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, (Yogyakarta: Libert, 1988), hlm.50.
5
Wehr, Hans, A Dictionary of Modern Written Arabic (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1979), h. 1285. Sebagaimana dikutip juga dalam Amal Hayati,” Pertanggungjawaban Pidana atas Perbuatan Pidana yang Dilakukan Anak – Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam).”(Tesis Universitas Sumatera Utara,Medan,2006), hlm. 50.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
5
menjadi waalid yang artinya orang tua (parent). Kata walad adalah bentuk tunggal dari kata awlaad (bentuk jamak) yang artinya anak – anak. Dari pengertian kebahasaan ini, maka kata walad.lebih dalam konteks keturunan (descendant). Kata walad lebih akrab disebut dalam pengertian keturunan biologis.
6
Kata-kata sinonim
ini tidak sepenuhnya sama artinya. Umpamanya “walad” artinya secara umum anak, tetapi dipakai untuk anak yang dilahirkan oleh manusia dan binatang yang bersangkutan.
7
Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam pengertian anak dijelaskan
dengan batasan usia yaitu disebutkan bahwa batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 8 Setelah mengetahui pengertian anak menurut hukum perlindungan anak dan hukum pidana islam, hal ini saling berkaitan dalam hal anak melakukan tindak pidana & pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. Dapat dikatakan orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan dan dijatuhi pidana kalau tidak melakukan perbuatan pidana. Tetapi meskipun dia melakukan perbuatan pidana, tidaklah selalu dia dapat dipidana. Orang yang melakukan tindak pidana akan dipidana, apabila dia mempunyai kesalahan. Pemidanaan tanpa tujuan akan membabi buta, kehilangan arah dan akan mencabikcabik pemidanaan itu sendiri. Barda Nawawi menyatakan,” Tujuan inilah yang
6
Ibid., Amal Hayati.
7
Fuad M. Fachruddin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991), hlm. 24. 8
Indonesia, Kompilasi Hukum Islam. Ps. 98.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
6
merupakan jiwa/roh/spirit dari system pemidanaan”.
9
Muladi membagi teori-teori
tentang tujuan pemidanaan menjadi tiga kelompok yaitu : 10 1.
Teori absolut atau teori pembalasan (retributif ) Hukuman tidak bertujuan mencapai suatu maksud yang praktis misalnya, memperbaiki penjahat. Apakah hukuman itu pada kahirnya akan bermanfaat, itulah bukan soal yang perlu dipertimbangkan primer.
11
Menurut teori ini
pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana tidak usah mempunyai tujuan lain selain dari pada pidana saja. Karena kejahatan tidak diperbolehkan, dan tidak diijinkan menurut susila dan hukum, maka tidak boleh terjadi, maka kejahatan itu seharusnya dipidana. 2.
Teori relatif atau teori tujuan (teleologis) Teori relatif atau teori tujuan menyatakan memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut dari keadilan. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan kepada orang yang melakukan tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang sangat bermanfaat. Pidana dijatuhkan bukan karena orang membuat kejahatan, melainkan supaya mencegah orang melakukan kejahatan.
3.
Teori gabungan (retributif-teleologis) Teori ini berpendapat bahwa tujuan pemidanaan bersifat plural, karena menggabungkan antara prinsip-prinsip teleologis (tujuan) dan retributif sebagai satu kesatuan.Teori ini bercorak ganda, dimana pemidanaan mengandung karakter retributif sejauh pemidanaan dilihat sebagai suatu kritik moral
dalam
menjawab
tindakan
yang
salah.
Sedangkan
karakter
9
Barda Nawawi Arief, Tujuan dan Pedoman Pemidanaan, “Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana dan perbadingan Beberapa Negara”, ( Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009), hlm. 8. 10
Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, op.,cit., hlm. 10.
11
Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, cet 1, (Bandung: Pustaka Tinta Mas, 1958), hlm. 159.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
7
teleologisnya terletak pada ide bahwa tujuan kritik moral tersebut ialah suatu reformasi atau perubahan perilaku terpidana dikemudian hari. Suatu teori gabungan yang menitikberatkan keadilan absolute (yang diwujudkan dalam pembalasan) tetapi terbatas oleh apa yang berguna bagi masyarakat. Kata Grotius yan menjadi dasar tiap hukuman adalah penderitaan yang beratnya dilakukan oleh si terhukum, tetapi beratnya hukuman, atau sampai batas mana sesuainya beratnya hukuman dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh si terhukum dapat diukur, itulah ditentukan oleh apa yang berguna bagi masyarakat. 12 Para ahli hukum Islam mengklasifikasikan tujuan – tujuan yang luas dari syariat sebagai berikut : 13 1.
Menjamin keamanan dari kebutuhan – kebutuhan hidup merupakan tujuan pertama dan utama dari syariat. Dalam kehidupan manusia, ini merupakan hal penting, sehingga tidak bisa dipisahkan. Apabila kebutuhan – kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi kekacauan dan ketidaktertiban dimana – mana.
2.
Tujuan berikutnya adalah menjamin keperluan hidup (keperluan sekunder) atau disebut hajiyat. Ini mencakup hal – hal penting bagi ketentuan itu dari berbagai fasilitas untuk penduduk dan memudahkan kerja keras dan beban tanggungjawab mereka. Ketiadaan berbagai fasilitas tersebut mungkin tidak menyebabkan kekacauan dan ketidaktertiban, akan tetapi dapat menambah kesulitan bagi masyarakat.
3.
Tujuan ketiga dari perundang – undangan Islam adalah membuat berbagai perbaikan, yaitu menjadikan hal – hal yang dapat menghiasi kehidupan sosial dan menjadikan hal – hal yang dapat menghiasi kehidupan sosial
dan
menjadikan manusia mampu berbuat dan mengatur urusan hidup lebih baik (keperluan tersier) atau tahsinat. Adapun batas usia pertanggungjawaban pidana menurut hukum perlindungan anak 18 tahun berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Pengadilan Anak, pengertian anak 12
Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, cet 1, (Bandung: Pustaka Tinta Mas, 1958), hlm. 187.
13
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam., op.cit, hlm. 19.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
8
adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur delapan tahun tetapi belum pernah kawin,. Berdasarkan pemaparan sebelumnya batas usia anak memiliki pengaturan yang berbeda sesuai dengan ketentuan peraturan yang yang berlaku, adapun tabel batas usia anak adalah sebagai berikut : Menurut hukum pidana islam adalah belum baligh (belum mimpi basah atau belum menstruasi). Para ulama fiqh berijma bahwa seorang anak bila telah berihtilam (keluarnya mani baik karena mimpi atau karena lainnya) maka dipandang balig (dewasa). Begitu juga seorang gadis, dengan kedatangan haid atau kuat untuk hamil. Sesuai dengan ayat al-Qur‟an :
59. Dan apabila anak-anakmu Telah sampai umur balig, Maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin[1049]. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. [1049]
Maksudnya: anak-anak dari orang-orang yang merdeka yang bukan
mahram, yang Telah balig haruslah meminta izin lebih dahulu kalau hendak masuk menurut cara orang-orang yang tersebut dalam ayat 27 dan 28 surat Ini meminta izin. 14 Anak sebagai individu yang belum dewasa perlu mendapatkan perlindungan hukum/yuridis (legal protection) agar terjamin kepentingannya sebagai anggota masyarakat. Masalah penegakan hak-hak anak dan hukum anak, pada dasarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan. Penjatuhan pidana atau tindakan harus dapat dipertanggungjawabkan dan dapat bermanfaat bagi anak. Hal ini untuk mencegah akibat-akibat yang tidak 14
An-Nur (24): 59.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
9
diinginkan yang sifatnya merugikan bagi anak, sehingga perlu diperhatikan dasar etis bagi pemidanaan yaitu keadilan sebagai satu-satunya dasar pemidanaan. Mengenai Sanksi Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak adalah sebagai berikut : 1.
Menurut UU Pengadilan Anak Dapat diajukan kesidang anak 8-18 tahun & belum mencapai 21 tahun tetap diajukan ke sidang anak Berusia < 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan Berusia >12 tahun dapat dikenakan pidana ½ ancaman bagi orang dewasa
2.
Menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak Dapat diajukan ke sidang anak 12 – 18 tahun & belum mencapai 21 tahun tetap diajukan ke sidang anak Berusia < 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UU SPPA Berusia > 14 tahun dapat dikenakan pidana ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa berdasarkan pasal 81 ayat (2). Upaya diversi dilaksanakan dalam hal : a.
diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b.
bukan merupakan pengulangan tindak pidana
3. KUHP anak adalah < 16 tahun. dapat dikenakan tindakan.Sedangkan pidana ½ ancaman bagi orang dewasa 4. RKUHP Pidana & tindakan dapat berlaku antara umur 12 - 18 tahun. Pidana ½ ancaman bagi orang dewasa. Hukuman adalah sanksi hukum yang telah ditentukan untuk kemaslahatan masyarakat karena melanggar perintah Syari‟ (Allah SWT dan Rasul-Nya). 15 15
Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Jilid III ( At-Tasyri al-Jinai al –Islamiy Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy ) (Jakarta: PT Kharisma Ilmu) hlm. 19.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
10
Larangan hukum berarti melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang tidak diperintahkan. Dengan demikian suatu tindak pidana adalah perbuatan pidana hanya jika merupakan suatu perbuatan dilarang oleh syariat. Dengan kata lain, melakukan (by commission) atau tidak melakukan (by omission) suatu perbuatan yang membawa kepada hukuman yang ditentukan oleh syariat adalah tindak pidana. 16 Pengertian ini mengandung arti bahwa tiada suatu perbuatan, baik secara aktif (komisi) atau pun secara pasif (omisi) dihitung sebagai suatu kejahatan atau pelanggaran kecuali hukuman yang khusus untuk perbuatan / tidak berbuat itu telah ditentukan dalam syariat. Ringkasnya, jika komisi atau omisi dari suatu perbuatan tidak membawa kepada hukuman yang ditentukan, maka perbuatan itu tidak dapat dianggap sebagai suatu kejahatan. 17 Pengaturan Sanksi Terhadap Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anak menurut hukum pidana islam adalah Setidaknya para ahli hukum Islam memberikan batasan masa anak – anak sebagai berikut : 18 1.
Masa tidak adanya kemampuan berpikir Masa ini dimulai sejak dilahirkan dan berakhir pada usia tujuh tahun. Pada masa tersebut seorang anak dianggap tidak mempunyai kemampuan berpikir, atau biasa disebut dengan anak belum mumayiz. Sebenarnya kemampuan berpikir tidak terbatas pada usia tertentu, sebab kemampuan berpikir kadang – kadang bisa timbul sebelum usia tujuh tahun dan kadang – kadang terlambat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh konteks lingkungan
dan
keadaan mentalnya. Jika pada usia tersebut mereka melakukan perbuatan pidana, maka tidak
dijatuhi hukuman, baik sebagai hukuman pidana, atau sebagai
pengajaran.
Akan tetapi, anak tersebut dikenakan pertanggungjawaban
16
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam; Penerapan Syariat Islam dalam Konteks Modernitas, (Bandung: AsSyaamil Press & Grafika, 2001), hlm. 132. 17 18
Ibid., Hanafi, A., Asas – asas Hukum Pidana Islam (Jakarta: Bulan Bintang,1976), hlm 398.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
11
perdata, yang dibebankan kepada orang tua, yaitu memberikan ganti kerugian yang
diderita oleh diri dan harta milik orang lain.19 Walaupun demikian,
kewajiban mengganti rugi tetap tidak terlepas daripadanya, sebagaimana telah ditegaskan oleh Amidi
20
Mengenai tidak berlakunya hukum qisas
bagi anak – anak oleh karena ketiadaan tanggungjawab hukum, ditegaskan juga oleh Syarbaini Khatib 21 dan Imam ar-Ramli. 22 2.
Masa kemampuan berpikir lemah Masa ini dimulai sejak usia tujuh tahun samapai mencapai kedewasaan ,
dan
kebanyakan para ahli hukum Islam membatasinya dengan usia limabelas tahun. Kalau seorang anak telah mencapai usia tersebut maka ia dianggap dewasa, meskipun boleh jadi ia belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.23 Menurut A. Hanafi pada masa tersebut seorang anak tidak dikenakan pertanggungjawaban
pidana
atas
tindak
pidana
yang
dilakukannya,
melainkan anak tersebut mendapat hukuman dalam bentuk pengajaran, bukan hukuman pidana. Kalaupun anak dalam usia tersebut melakukan tindak pidana secara berulang – ulang, hal itu tidak dikategorikan sebagai pengulang kejahatan (recidivist). Hukuman pengajaran itu, tidak berarti melepaskan
dirinya
dari
hukuman
ganti
rugi
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban perdata. 24
19
Ibid., hlm 399.
20
Al-Amidi, saifuddin Abdul Hasan Ali Ibn Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, juz I (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabity, tt),hlm 78. Sebagaimana dikutip juga dalam., Ibid.
21
Khatib, Muhammad Syarbaini, Mughni al-Muhtaj ila Ma‟rifat Ma‟ani Alfadz Minhaj „ala Matan Minhaj an-Nawawi, juz III (Kairo: Dar al-Fikr, 1958), hlm. 279. Sebagaimana dikutip juga dalam., Ibid.
22
Ar-Ramli, Muhammad Syihabuddin, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, juz V (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabiy, tt), hlm 246. Sebagaimana dikutip juga dalam., Ibid. 23
Hanafi, A., op.cit.
24
Ibid
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
12
3.
Masa kemampuan berpikir penuh Masa ini dimulai sejak seseorang anak mencapai usia kecerdikan (sin arrusyd), atau dengan kata lain, setelah mencapai usia lima belas tahun atau delapan belas tahun. Jika pada usia tersebut ia melakukan perbuatan pidana, maka berlaku pertanggungjawaban pidana atasnya dari seluruh jenis jarimah yang dilakukan tanpa terkecuali. 25 Dewasa (baligh) pada seseorang anak lelaki dapat diketahui melalui mimpi
dan keluarnya air mani, sedangkan balig pada perempuan dapat diketahui melalui menstruasi, mimpi basah, dan hamil. Jika tanda – tanda balig datang lebih cepat atau terlambat, balig ditentukan dengan usia. Mayoritas para ahli hukum Islam membatasi usia lima belas tahun untuk laki – laki dan perempuan. Mereka beralasan karena yang mempengaruhi kedewasaan seseorang sebenarnya adalah akal. Akal adalah tanggungjawab hukum dan dengannya hukum berdiri Setelah membahas teori mengenai penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam perspektif hukum perlindungan anak dan hukum pidana islam dikaitkan dengan analisis kasus Putusan Pengadilan Negri Klaten No 09/PID.A/2010/PN.KLT Penetapan Pengadilan Negri Klaten No 09/PID.A/2010/PN.KLT Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana
penjara selama 1 (satu)
tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp.60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan hukuman kurungan
selama 1 (satu) bulan.
Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No 238/PID/2010/PT.SMG Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Menjatuhkan pidana tindakan kepada Terdakwa tersebut oleh karena itu dengan mengembalikan Terdakwa kepada orang tuanya dengan
tetap
dibawah
pengawasan
dan
bimbingan
Pembimbing
Kemasyarakatan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010 25
Ibid., hlm. 400.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
13
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Klaten tersebut ; putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 238/Pid/2010 /
PT.Smg. tanggal 12 Juli
2010 yang memperbaiki putusan Pengadilan
Negeri
09/PID.A/2010/PN.KLT. tanggal 3 Juni 2010 ;
Menjatuhkan
Terdakwa oleh karena itu dengan pidana (enam) bulan dan denda sebesar dengan ketentuan apabila hukuman kurungan
Membatalkan
Klaten pidana
No. kepada
penjara selama 1 (satu ) tahun dan 6
Rp.60.000 .000 , - (enam puluh juta rupiah)
denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan
selama 1 (satu ) bulan
Resume Tiga Analisis Putusan Berdasarkan analisis kasus di atas Widiyono Andre Prasetyo Bin Pardi yang berusia 16 tahun yang lahir pada tanggal 7 September 1993 melakukan tindak pidana cabul sesuai fakta – fakta hukum di atas. Maka dapat digolongkan dengan anak nakal menurut Pasal 1 ayat (2) UU Pengadilan Anak.26 Adapun ketentuan mengenai penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut UU Pengadilan Anak dan UU Perlindungan Anak untuk batas maksimal pidana penjara
27
dan batas pidana denda
28
adalah ½ (satu perdua)
maksimum dari ancaman yang dikenakan bagi orang dewasa. Berkaitan dengan Putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan Negri Klaten No09/PID.A/2010/PN.KLT dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010 telah benar sesuai dengan penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak berdasarkan peraturan yang berlaku menurut UU Pengadilan Anak dan UU Perlindungan Anak, berbeda dengan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No
26
Pasal 1 ayat (2) UU Pengadilan Anak : a. Anak yang melakukan tindak pidana; atau b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
27
Lihat Pasal 27 UU Pengadilan Anak.
28
Lihat Pasal 28 ayat (1) UU Pengadilan Anak.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
14
238/PID/2010/PT.SMG yang bertentangan dengan Pasal 26 ayat (4) UU Pengadilan Anak. 29 Dengan demikian berdasarkan analisis putusan pengadilan penjatuhan pidana atas tindak tindak pidana yang dilakukan oleh anak yang telah memenuhi hak anak serta perlindungan terhadap korban (anak) adalah Putusan Pengadilan Negri Klaten No09/PID.A/2010/PN.KLT dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010. Sedangkan menurut hukum Pidana Islam, Widiyono Andre Prasetyo Bin Pardi yang berusia 16 tahun yang berusi 16 tahun, namun sudah mengeluarkan sperma atau baligh dalam segi usia masih dikelompokan sebagai anak yakni masa kemampuan berfikir lemah antara usia 7-18 tahun. Apabila usia tersebut melakukan perbuatan pidana mendapat hukuman berupa pengajaran, bukan hukuman pidana. PENUTUP KESIMPULAN 1. Penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak diatur dalam dua undang-undang yakni menurut UU No 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah sebagai berikut : a.
Penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut UU Pengadilan Anak Anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur tersebut
tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan
ke sidang anak.
29
Pasal 26 ayat (4) : Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 (dua belas) tahun melakukan tindak pidana yang tidak diancam pidana mati atau tidak diancam pidana penjara seumur hidup, maka terhadap Anak Nakal tersebut dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
15
Apabila dengan anak diduga melakukan tindak pidana sedangkan umurnya kurang dari 12 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berdasarkan Pasal 26 ayat (3) dan ayat (4). Apabila menurut hasil pemeriksaan,
penyidik berpendapat bahwa anak masih dapat
dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. Apabila menurut hasil pemeriksaan,penyidik berpendapat tidak
dapat
dibina
asuhnya,penyidik
oleh
orang
tua,
menyerahkan
wali,
anak
atau tersebut
orang
tua
kepada
Departemen Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan, sedangkan mengenai penjatuhan pidana bagi anak yang melakukan kejahatan umurnya lebih dari 12 tahun dapat dikenakan pidana ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa berdasarkan pasal 27. b.
Penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut UU Sistem Peradilan Pidana Anak Anak yang berhadapan dengan hukum dapat diajukan ke sidang anak
adalah sekurang-kurangnya 12 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang anak. Apabila dengan anak
diduga melakukan tindak pidana sedangkan
sedangkan umurnya kurang dari 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan berdasarkan Pasal 69 ayat (2), sedangkan mengenai penjatuhan pidana bagi anak yang berhadapan dengan hukum umurnya lebih dari 14 tahun dapat dikenakan pidana ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana bagi orang dewasa berdasarkan pasal 81 ayat (2). Upaya diversi berdasarkan Pasal 7 ayat (2) disebutkan bahwa upaya diversi yakni upaya pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses
peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. bagi anak yang berkonflik dengan hukum anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun tetapi belum
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
16
berumur 18 (delapan belas) tahun dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan: a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana 2.
Penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak menurut Hukum Pidana Islam adalah sebagai berikut : Khusus dalam konteks pertanggungjawaban pidana, hukum Islam mensyaratkan syarat dewasa. Maka, anak – anak tidak dikenakan kewajiban
mempertanggungjawabkan perbuatan pidana. Sebelum batas tersebut dicapai seorang maka belum dapat dikatakan mendapatkan kewajiban agama), maka keadaan
kedewasaan
mukallaf
orang
itu
(orang tidak
yang dapat
dipertanggungjawabkan tindak pidana yang diperbuatnya, dan karenanya ia tidak dapat dihukum atas pebuatan tersebut. Seseorang manusia belum dikenalan taklif (usia pembebanan hukum) sebelum ia cukup umur untuk bertindak hukum. Untuk itu para ahli hukum Islam, mengemukakan bahwa dasar pembebanan hukum tersebut adalah meninjau kepada akal, maksudnya seseorang baru bisa dibebani hukum apabila ia berakal & dapat memahami secara baik taklif (usia pembebanan hukum) . Dengan demikian orang yang tidak atau belum berakal maka mereka dianggap tidak memahami taklif (usia pembebanan hukum)
secara
syara.
Maka
kepada
orang
itu
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan tindak pidana yang diperbuatnya melainkan dengan hukuman ganti rugi sebagai bentuk pertanggungjawaban perdata yang dibebankan kepada orang tua memberikan ganti kerugian atau bentuk pengajaran, dan karenanya ia tidak dapat dihukum atas perbuatan tersebut dan sebagai alasan pembenar untuk mengahapuskan dan mengurangi hukuman. Dengan demikian penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak dalam perspektif hukum perlindungan anak dan hukum pidana islam memiliki perspektif yang sejalan dimana upaya ultimum remidium, dan the last resort; atau sebagai upaya terakhir dan tidak dapat
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
17
dilakukan
lagi (sehubungan dengan keseriusan tindakan yang dilakukan
seorang anak) serta pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses
peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana. Pengaturan dalam hukum pidana islam penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh anak telah diatur sejak abad ketujuh dan telah termuat dalam kitab suci Al-Quran serta Hadits Nabi. 3.
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010 dengan Pasal yang didakwakan Pasal 82 UU Perlindungan Anak menurut Hukum Perlindungan Anak telah memenuhi hak-hak anak yang diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 28 ayat (1) UU pengadilan Anak berdasarkan prinsip-prinsip umum dalam konvensi hak anak yakni prinsip non
diskriminasi,
prinsip
kepentingan
terbaik
anak,
prinsip
atas
keberlangsungan hidup dan perkembangan, serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak. Menurut Hukum Pidana Islam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No 2047K/PID.SUS/2010 dengan penjatuhan penjara satu tahun 6 bulan dan denda enam puluh juta rupiah apabila tidak dibayarkan diganti dengan kurungan selama satu bulan dengan demikian menurut hukum pidana islam tidak memenuhi hak-hak anak karena anak tidak dikenakan kewajiban mempertanggungjawabkan perbuatan pidana sebelum batas baligh. Jika pada usia tersebut melakukan tindak pidana dengan hukuman gantir rugi bentuk pertanggungjawaban perdata yang dibebankan kepada orang tua memberikan ganti kerugian atau bentuk pengajaran lain SARAN 1.
Bagi aparatur hukum termasuk Hakim diharapkan memiliki pengetahuan psikologi hukum yang dapat menopang ketajaman analisis dan pertimbangan hukum dalam upaya pidana penjara/kurungan dengan ultimum remidium, dan the last resort serta pengalihan penyelesaian
perkara Anak dari proses
peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana sehingga kasus – kasus pidana yang dilakukan anak – anak, tidak
saja memenuhi unsur formalitas
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
18
yuridis, tetapi juga dapat memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum di tengah – tengah masyarakat. 2.
Perlu adanya pemantauan serta evaluasi dalam pelaksanaan UU No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan UU No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak di masa yang akan datang oleh masyarakat maupun pihak yang diberikan kewenangan oleh undang – undang terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam penanganan perkara anak maupun yang dilakukan yang oleh Kementrian dan Komisi yang menyelenggarakan urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
DAFTAR REFERENSI Buku Abdussalam. Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Restu Agung, 2007. Abdul Qadir „ Audah. Criminal Law System, Karachi: International Islamic Publishers, 1987. Abdurrahman I Doi, Tindak Pidana dalam Syari’at Islam, alih bahasa Sulaiman Rasjid,. Jakarta: Rineka Cipta, 1992. A.Djazuli,H. Fiqh Jinayah, Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada 1997. A Hafizh Dasuki, et al., Ensiklopedi Hukum Islam, cet. kedua, buku 3. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999. Al-Mawardi, Imam. Hukum – hukum Penyelenggara Negara dalam Syariat Islam ( Al-Ahkam As-Sulthaniyyah ), diterjemahkan oleh Fadli Bahri.Jakarta: Darul Falah, 2006. Al Qordhawy, Yusuf, 1994. Fiqh Daulah dalam Perspektif Al Quran dan Sunnah. Jakarta, Pustaka Al Kautsar. Ali M. al – Sabuni, tafsir Ayat – ayat Hukum dalam Al-Quran (Rawai‟ul Bayan Tafsir fi al-Ayat al-Ahkammin Al-Quran). Diterjemahkan oleh Saleh Mahfud, Bandung: Al-Ma‟arif, 1994.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
19
‟Ain Marzuki, Wismar et al., Aspek Pidana dalam Hukum Islam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Al-Amidi, saifuddin Abdul Hasan Ali Ibn Muhammad, al-Ihkam fi Usul alAhkam, juz I (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabity. Al-Kahlani, ibn ismail Muhammad, Subul as-Salam; Syarh Bilugh al-Maram, juz III. Mesir: Mustafa al Babi al-Halabi,1960. Ali, Muhammad al – Sabuni, Rawai‟ul Bayan Tafsir fi al-Ayat al-Ahkammin AlQuran oleh Saleh Mahfud, tafsir Ayat–ayat Hukum dalam Al-Quran. Bandung Al-Ma‟arif, 1994. Ar-Ramli, Muhammad Syihabuddin, Nihayat al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, juz V. Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabiy, Arief, Barda Nawawi. Mediasi Penal, Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan. Semarang: Pustaka Magister, 2008. _____. Tujuan dan Pedoman Pemidanaan. Perspektif Pembaharuan Hukum Pidana dan perbadingan Beberapa Negara. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2009. _____, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998. Atmasasmita, Romli. Problem Kenakalan Anak-anak Remaja. Bandung: Armico 1983 Aqsa , Alghiffari dan Muhammad Isnur, Ed., Mengawal Perlindungan Anak Berhadapan dengan Hukum; Pendidikan dan Laporan Monitoring Paralegal LBH Jakarta untuk Anak Berhadapan dengan Hukum Jakarta: Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, 2012 Bahnassi, Ahmad Fathi, as-Siyasah al-Jina‟iyyah fi asy-Syari‟ah al-Islamiyyah. Beirut: dar asy-Syuruq, 1989. Bemmelen, Van Hukum Pidana 1, Terjemahan Binacipta. Bandung: 1987. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka ,1991. Djazuli, H. Fiqh Jinayah cet. ke-3. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
20
Enny, Rosyidah. Pelatihan Aparat Penegak Hukum Tentang Perlindungan Anak.. Jakarta: Komisi Perlindungan Anak Indonesia, 2006. El Muhtaj, Majda. Memahami Integrasi Hak-hak Anak dan Implementasinya, dalam Sulaiman Zuhdi Manik (Ed), Kekeresan Terhadap Anak, Dalam Wacana dan Realitas. Medan: PKPA, 1999. Fuad M. Fachruddin. Masalah Anak dalam Hukum Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991. Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2008. Gosita, Arif. Masalah Perlindungan Anak, Edisi III. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelon Gramedia, 2004. ______, Masalah Korban Kejahatan. Jakarta: Akademika Presindo, 1989. ______, Pengembangan Hak-hak Anak dalam Proses Peradilan Pidana: Beberapa Catatan, dalam Mulyana W. Kusumah (Peny). Hukum dan HakAnak-anak. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2000. Hadisuprapto, Paulus. Peradilan Restoratif : Model Peradilan Anak Indonesia Masa Datang. Semarang: Badan Penerbit Univesitas Diponegoro, 2006. Hammam, Ibnul, Syarh Fathul Qadir Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sultaniyyah jld I V. Jakarta: As-sa‟adah dan wathan. Hamzah, Andi. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia Dari Retribusi ke Reformasi . Jakarta: PT Pradnya Paramita,, 1986. Hanafi, Ahmad. Asas – Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1967. Harry E. Allen and Cliffford E. Simmonsen. Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak Juvenile Justice System [Correction in America : An Introduction. Diterjemahkan oleh Purnianti, L. Packer, Herbert. The Limits of the Criminal Sanction. California: Stanford University Press, California, 1968. Hutabarat , Restaria F.dan Tommy A.M. Tobing, “ Paradigma Perlindungan Anak Berhadapan Dengan Hukum” Briefing Paper 1, 2012.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
21
Ibnu Abidin, hasyiyah Raddil Muhtar‟alad-Durril Mukhtar,jilid V dan jilid .IIII. Penerbit Kurdistan Imam Al-Mawardi, Hukum – hukum Penyelenggara Negara dalam Syariat Islam ( Al-Ahkam As-Sulthaniyyah ), diterjemahkan oleh Fadli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006. Islamic Criminal Justice System (ed. M.C. Bassiouni). London: Oceana Publications, 1982. Khatib, Muhammad Syarbaini, Mughni al-Muhtaj ila Ma‟rifat Ma‟ani Alfadz Minhaj „ala Matan Minhaj an-Nawawi, juz III. Kairo: Dar al-Fikr, 1958. Komnas Perlindungan Anak. Mengenal Lebih Dekat UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Jakarta: Indonesia Legal Center Publishing, 2004. Ibn Zaid, Zaid bin Abdul Karim bin Ali, al – Afwu‟an al-Uqubah fi al – Fiqh al – Islamiy, Riyadh: Dar al – Ashimah, 1401 H. Islamic Criminal Justice System (ed. M.C. Bassiouni). London: Oceana Publications, 1982. M. Solehuddin. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana di Indonesia, Ide Dasar Double Track System Implementasinya. Jakarta: Raja Grafika Persada, 2003. M. Fachruddin, Fuad. Masalah Anak dalam Hukum Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1991. Muhammad al-Kahlani, ibn ismail, Subul as-Salam; Syarh Bilugh al-Maram, juz III. Mesir: Mustafa al Babi al-Halabi,1960. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. Muladi dan Barda Nawawi. Teori‐Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni,1984.Mulyaddi, Lilik. Pengadilan Anak Indonesia Teori, Praktik dan Permasalahanya. Bandung: CV.Mandar Maju, 2005. Prinst, Darwan. Hukum Anak Indonesia. Banndung: Citra Aditya Bakti, 1997. Roosyidah Badawy, Enny. Pelatihan Aparat Perlindungan Anak. Jakarta: KPAI.
Penegak
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
Hukum
Tentang
22
Remmelink, Jan Hukum Pidana, komentar atas Pasal-pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan Padanannya dalam KUHP Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Santoso, Topo. Menggagas Hukum Pidana Islam; Penerapan Syariat Islam dalam Konteks Modernitas. Bandung: Asy Syamil Press & Grafika, 2001. ______, Topo Membumikan Hukum Pidana Islam; Penegakan Syariat Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta: Gema Insani, 2003. Saleh, Roeslan. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana. Jakarta: Aksara Baru,1983. Setyowati Soemitro, Irma. Aspek Hukum Perlindungan Anak. Jakarta: Bumi Aksara,1990. Simanjuntak, B. Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni, 1973. Siregar, Bismar. Telaah tentang Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Wanita. Yogyakarta: Pusat Studi Kriminologi F H UII, 1986. Soekanto, Soerjono. Sebab Musabab dan Masalahnya. Yogyakarta: Kanisius, 1982.
Pemecahannya
Remaja
dan
Soetodjo, Wagiati. Hukum Pidana Anak. Bandung: Refika Aditama, 2006. Sudarto. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni, 1984. ______. Hukum Pidana Jilid I A. Semarang: Badan Penyediaan Kuliah FHUNDIP, 1973. Sumiarni, Endang, Chandera Halim. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dibidang Kesejahteraan. Yogyakarta: Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2000. Sutoyo, Johannes. Anak dan Kejahatan. Jakarta: Jurusan Kriminologi FISIP Universitas Indonesia dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, 1993. Supramono, Gatot. Hukum Acara Pengadilan Anak. Jakarta: Imagraph, 2005. Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam. Jilid III. Jakarta: PT Kharisma Ilmu.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
23
Utrecht. Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I, cet 1. Bandung: Pustaka Tinta Mas, 1958. Wismar‟Ain Marzuki et al., Aspek Pidana dalam Hukum Islam. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Internet Abdul Jauza “Tanda – tanda Baligh untuk Anak Laki – laki”http://abuljauzaa.blogspot.com/2009/05/tanda-tanda-baligh-untuk-anak-laki- laki.html. Diunduh tanggal 1 Januari 2012. “ Arti Kata Cabul” http://www.artikata.com/arti-322835-cabul.html. Diunduh 1 Januari 2012. “Arti Kata Zina” http://artikata.com/arti-356994-zina.html. Diunduh 1 2012.
Januari
Rahmawati Maulida Mulya “ Pengertian Zina” http://maulidamulyarahmawati. wordpress.com/2011/01/27/definisi-zina/. Diunduh 1 Januari 2012.
Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strftrecht), diterjemahkan oleh Moelyatno. Jakarta: PradnyaParamita, 1976. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R. Subekti. Jakarta: PradnyaParamita, 2001. Indonesia. Undang-Undang Perkawinan. UU No. 1 Tahun 1974. Indonesia. Undang-Undang Kesejahteraan Anak. UU No 4 Tahun 1975. Indonesia. Undang-Undang Peradilan Umum. UU No. 2 Tahun 1986. Indonesia, Undang-Undang Pemasyarkatan, UU No.12 Tahun 1995. Indonesia. Undang-Undang Hak Asasi Manusia. UU No. 39 Tahun 1999. Indonesia. Undang-Undang Pengadilan Anak. UU No. 3 Tahun 1997. LN No. 3 Tahun 1997. TLN. No. 3668. Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Anak. UU No. 23 Tahun 2002. LN No. 109 Tahun 2002. TLN. No. 4235.
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013
24
Indonesia, Kompilasi Hukum Islam. Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa – Bangsa untuk Upaya–Upaya Non–Penahanan ( The Tokyo Rulers). Peraturan Perserikatan Bangsa–Bangsa untuk Perlindungan dicabutKebebasannya ( JDL / “Havana Rules”)
Anak
yang
Peraturan–Peraturan Minimum Standar Perserikatan Bangsa–Bangsa MengenaiAdministrasi Peradilan Bagi Anak (“Beijing Rules”) Peraturan PBB untuk Perlindungan Anak yang Terampas kebebasannya United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Liberty”)
(“The Their
Pedoman Perserikatan Bangsa – Bangsa tentang Pencegahan Tindak Anak (“Riyadh Guidelines”)
Pidana
Rancangan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana Tahun 2010 Rancangan Undang -Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Skripsi/Tesis/Disertasi/Makalah Tri Hardani, Listian ”Batas Usia Anak dan Pertanggungjawaban Pidananya Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam.” Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005. Hayati, Amal. “Pertanggungjawaban Pidana atas Perbuatan Pidana yang Dilakukan Anak– Anak (Studi Perbandingan Antara Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam).”(Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006). Hadisuprapto, Paulus. Pemberian malu Reintegratif sebagai Sarana Nonpenal Penanggulangan Perilaku Delinkuensi Anak (Studi Kasus di Semarang dan Surakarta. Disertasi Universitas Diponogoro, Semarang, 2003.
*Mahasiswa Reguler 0706277655 Fakultas Hukum Program Ilmu Hukum Universitas Indonesia
Penjatuhan pidana ..., Fitri Muniro, FH UI, 2013