ANALISIS KRIMINOLOGI TINDAK PIDANA PENCURIAN HEWAN TERNAK SAPI DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA
Alfian Bakari 1 Fenty U. Puluhulawa, Nur Mohamad Kasim, ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Untuk mengetahui dan memberi gambaran faktor penyebab tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, (2) Untuk mengetahui upaya pencegahan Kepolisian dalam menangani tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Adapun jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian kualitatif dengan prosedur pengumpulan data dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : Faktor penyebab Tindak Pidana Pencurian Hewan Ternak Sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara yaitu kurangnya pengawasan masyarakat akan ternak sapi dan faktor ekonomi pelaku. Adapun terdapat pula modus baru dengan melakukan pemotongan ditempat dengan hanya mengambil bagian kaki hewan ternak sapi tersebut. Menggunakan obat bius dengan dosis tinggi dalam menjalankan aksinya. Agar lebih mudah dilakukan pengangkutan barang curian. Proses pemberian hukuman bagi tersangka tindak pidana pencurian berdasarkan pada Pasal 362 sampai Pasal 367 disesuaikan dengan jenis tindak pidana pencurian. Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP unsur yang memberatkan pencurian adalah ternak sapi. Upaya pencegahan Kepolisian dalam menangani tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas dua yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah langkah awal untuk mencegah/mengurangi tindak pidana dengan melakukan penyuluhan hukum, patrol rutin serta razia secara rutin. Namun pelaksanaan upaya preventif yang dimaksud masih belum efektif karena kejahatan pencurian ternak di Kecamatan Kwandang masih statis dari tahun ke tahun. Upaya represif yaitu langkah yang ditempuh oleh Polsek Kwandang terhadap pelaku yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya dengan melakukan penjatuhan pidana. Kedua upaya ini dilaksanakan secara terpadu. Kata Kunci : Analisis Kriminologi, Tindak Pidana Pencurian Hewan Ternak Sapi
1
Prof. Dr. Fenty U. Puluhulawa, SH, M.Hum selaku dosen pada Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo; Dr. Nur Mohamad Kasim, S.Ag, MH; dan Alfian Bakari Mahasiswa pada Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo.
1
PENDAHULUAN Suatu tindakan kriminalitas atau tindak pidana, umumnya dilakukan pelaku kejahatan karena didorong atau dimotivasi oleh dorongan pemenuhan kebutuhan hidup yang relative sulit dipenuhi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang tinggi memberi peluang tindak kejahatan makin tinggi volumenya dan meningkat kualitasnya
termasuk
pelanggaran
pidana
yang
makin
bervariasi.
Untuk
menanggulangi kejahatan dan tindak pidana demikian itu dibutuhkan kebijakan penindakan dan antisipasi yang menyeluruh. Berbagai kejahatan yang ada di masyarakat memang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana khusus dan kejahatan umum. Walaupun dalam prakteknya, tidak jarang pula terjadi tumpang tindih pada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah pencurian. Dimana melihat keadaan masyarakat sekarang ini sangat memungkinkan orang untuk mencari jalan pintas dengan mencuri. Dari media-media massa dan media elektronik menunjukkan bahwa seringnya terjadi kejahatan pencurian dengan berbagai jenisnya dilatarbelakangi karena kebutuhan hidup yang tidak tercukupi. Dengan keadaan ekonomi pada masyarakat sekarang ini maka cenderung terjadinya kejahatan. Banyaknya pengangguran menjadi salah satu faktor terjadinya tindak pidana pencurian. Kebutuhan masyarakat semakin komplek namun lapangan pekerjaan sangat sulit. Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP. Yang berbunyi” “Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sbagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling sedikit enam puluh rupiah. Walaupun terdapat beberapa Pasal yang mengatur dan memberikan sangki tegas bagi tindak pidana pencurian yaitu tindak pidana pencurian yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat dengan KUHPidana)
2
kejahatan pencurian diatur dalam Buku Ke-2, Bab XXII mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367, sedangkan bentuk pokok dari kejahatan pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHPidana. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) juga dibagi menjadi beberapa macam antara lain tindak pidana pencurian sesuai dengan ketentuan Pasal 362 KUHP atau pencurian biasa, tindak pidana pencurian dengan pemberatan sesuai yang diatur dengan Pasal 363 KUHP, tindak pidana pencurian ringan seperti yang ditentukan dalam Pasal 364 KUHP, tindak pidana pencurian dalam keluarga serta tindak pidana pencurian dengan kekerasan.2 Namun pencurian masih marak terjadi dan meresahkan masyarakat. Banyaknya jenis-jenis tindak pidana pencurian adalah salah satu bukti tindak pidana pencurian meningkat dari segi kualitas maupun kuantitasnya. karena menurut sepengetahuan penulis Tindak Pidana Pencurian di Kecamatan Kwandang adalah suatu kejahatan konvensional tetapi sampai saat ini masih memerlukan penanganan teknis yang cukup tinggi dan mendalam dari segi penegakan hukum oleh aparat kepolisian. Salah satu bentuk kejahatan yang akhir-akhir ini sering terjadi dan sangat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kejahatan pencurian hewan ternak sapi yang merupakan hewan ternak yang menjadi primadona para peternak di Kecamatan Kwandang. Banyaknya kebutuhan akan daging serta makin mahalnya penjualan hewan ternak Sapi di pasaran menjadi sebab sering maraknya pencurian hewan ternak Sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Kejahatan pencurian hewan ternak ini dianggap sebagai salah satu tindak pidana yang sangat merugikan sekaligus meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak para peternak yang sebelumnya menganggap bahwa hewan ternak yang dapat dipelihara secara sederhana, murah dan menguntungkan, justru malah sebaliknya dipenuhi oleh perasaan was-was, demikian karena pencurian hewan ternak sapi ini termasuk pada golongan tindak pidana dengan modus yang baru.
2
Andi Hamzah, 2010, Hukum Pidana Ekonomi, Jakarta: Erlangga, hal. 32
3
Berdasarkan fakta yang terjadi di Kecamatan
Kwandang Kabupaten
Gorontalo Utara, berdasarkan keterangan dan informasi data yang ada dari informan yang terpercaya diketahui telah terjadi beberapa kali tindak pidana pencurian hewan ternak sapi pada tahun 2009 di Desa Mootinelo Kecamatan Kwandang terdapat dua ekor sapi yang dilaporkan warga hilang, tahun 2010 terdapat 3 ekor sapi oleh warga di Kecamatan Kwandang hilang pada saat warga sedang tidur malam, tahun 2011 terdapat 1 ekor sapi hilang di Desa Leboto, tahun 2012 terdapat 2 ekor sapi hilang di Desa Mootinelo, tahun 2013 terdapat 1 ekor sapi hilang di Desa Dambalo dan pada tahun 2014 terdapat 4 ekor Sapi hilang di Kecamatan Kwandang. Berbagasi modus bermunculan pada kasus pencurian hewan ternak sapi ini bahkan adapula yang berusaha melakukan pencurian dengan melakukan pemotongan ditempat dengan hanya mengambil bagian kaki hewan ternak sapi tersebut. dengan tindakan yang modus baru ini, tentu saja semakin meresahkan masyarakat pada umumnya dan khusunya bagi peternak sapi. Berdasarkan gambaran di atas dan dengan dilatar belakangi oleh begitu kompleksnya problematika dalam tindak pidana pencurian dengan modus yang baru ini, maka penulis mencermati bahwa perlunya untuk melakukan penelitian yang tertuang dalam judul Analisis kriminologi tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan pokok dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Bagaimana faktor penyebab tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara?
2.
Bagaimana upaya pencegahan Kepolisian dalam menangani tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara? Pasal 362 KUHPidana merupakan pokok delik pencurian, sebab
semua unsur dari delik pencurian tersebut di atas dirumuskan secara tegas dan jelas, sedangkan pada pasal-pasal KUHPidana lainnya tidak disebutkan lagi unsur tindak
4
pidana atau delik pencurian akan tetapi cukup disebutkan lagi nama kejahatan pencurian tersebut disertai dengan unsur pemberatan dan keringanan. Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau kedalam kekuasaannya.3 Delik pencurian adalah delik yang paling umum, tercantum di dalam semua KUHPidana di dunia, disebut delik netral karena terjadi dan diatur oleh semua negara termasuk Indonesia. Jenis tindak pidana pencurian merupakan jenis tindak pidana yang terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia, oleh karenanya menjadi sangat logis apabila jenis tindak pidana ini menempati urutan teratas di antara tindak pidana terhadap harta kekayaan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya terdakwa/tertuduh dalam tindak pidana pencurian yang diajukan ke sidang pengadilan. Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dirumuskan dalam Pasal 362 KUHPidana adalah sebagai berikut: 1. Perbuatan mengambil; 2. Yang diambil harus sesuatu barang; 3. Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; 4. Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk dimiliki; 5. Secara melawan hukum;4 Unsur yang pertama yaitu unsur mengambil, menurut Soesilo (1995:250) mengambil untuk dikuasai maksudnya waktu mencuri barang itu, barang tersebut belum berada dalam kekuasaannya, apabila waktu mengambil barang dan barang 3 4
Adami Chazawi, 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang, hal. 6 R. Soesilo. 2009. Penanggulangan Kejahatan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 23
5
sudah berada dalam kekuasaannya maka kasus tersebut bukanlah ke dalam pencurian tetapi penggelapan. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai apabila barang tersebut sudah pindah tempat. Bila orang baru memegang saja barang itu dan belum berpindah tempat maka orang itu belum dikatakan mencuri, akan tetapi ia baru mencoba mencuri. Unsur mengambil ini mempunyai banyak penafsiran sesuai dengan perkembangan masyarakat. Mengambil semula diartikan dengan memindahkan barang dari tempatnya semula ke tempat yang lain, hal ini berarti membawa barang tersebut di bawah kekuasaan nyata atau barang tersebut berada di luar kekuasaan pemiliknya. Menurut Koster Henker (dalam Andi Hamzah) dengan mengambil saja belum merupakan pencurian, karena harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dan pengambilan tersebut harus dengan maksud untuk memilikinya bertentangan dengan hak pemilik. Pengertian mengambil dalam bahasa Indonesia lebih tepat jika dibandingkan dengan pengertian menurut hukum atau Pasal 362 KUHPidana. Mengambil dalam pengertian bahasa Indonesia atau bahasa sehari-hari adalah tindakan atau perbuatan aktif memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu penguasaan ke penguasaan yang lain mengambil barang tersebut, sedangkan pengertian mengambil menurut rumusan hukum mencakup pengertian luas, yakni baik yang termasuk dalam pengertian sehari-hari atau bahasa Indonesia juga termasuk mengambil yang dilakukan dengan jalur memindahkan, misalnya: 1. Seseorang mengalihkan strom listrik/aliran listrik. 2. Seseorang
mengendarai
mengembalikannya.
sepeda
motor
orang
lain
dan
tidak
5
Menurut Sianturi yang dimaksud dengan pengambilan dalam penerapan Pasal 362 KUHPidana: “Memindahkan kekuasaan nyata terhadap suatu barang ke dalam
5
Andi Hamzah, op.cit,hal. 101
6
penguasaan nyata sendiri dari penguasaan nyata orang lain. Pada pengertian ini tersirat pada terjadinya penghapusan atau peniadaan penguasaan nyata orang lain tersebut, namun dalam rangka penerapan. Pasal ini tidak diisyaratkan untuk dibuktikan.”6 Bahkan
Sianturi
juga
mengatakan
bahwa
mengenai
cara
mengambil/pengambilan atau memindahkan kekuasaan tersebut, sebagai garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Memindahkan suatu barang dari tempatnya semula ke tempat lain, dengan berpindahnya barang tersebut sekaligus juga berpindah kekuasaan nyata terhadap barang tersebut. 2) Menyalurkan barang itu melalui suatu alat penyalur, dalam hal ini karena sifat barang itu sedemikian rupa tidak selalu dapat dipisahkan dari yang dipisahkan. 3) Pelaku hanya sekedar memegang atau menunggui suatu barang saja, tetapi juga dengan ucapan atau gerakan mengisyaratkan bahwa barang tersebut kepunyaannya atau setidak-tidaknya orang menyangka demikian, dalam hal ini barang tersebut sama sekali tidak dipindahkan. 7 Pada cara pengambilan ketiga tersebut di atas, si pelaku harus menyadari atau menyangka bahwa barang tersebut adalah milik orang lain sebagian atau seluruhnya, misalnya di sebuah pasar si A berdiri di dekat jualan si B, karena suatu keperluan si B meninggalkan jualannya. Setelah kepergian si B, si C datang dan membeli sesuatu barang dari si A karena menyangka si A adalah pemiliknya. Akan tetapi menurut Andi Hamzah (2010:101-102) jika orang mencuri dengan maksud untuk memberikan kepada orang lain maka tetap merupakan delik pencurian. Karena pada delik pencurian, pada saat pengambilan barang yang dicuri itulah terjadinya delik, dikarenakan pada saat itulah barang berada di bawah kekuasaan si pembuat. 6
Sianturi S.R dan E.Y.Kanter. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan. Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika, hal. 592 7 Ibid.,
7
Unsur yang kedua sesuatu barang, Soesilo memberikan pengertian tentang sesuatu barang yang dapat menjadi obyek pencurian, yaitu: “Sesuatu barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang (manusia tidak masuk). Misalnya uang, baju, kalung dan sebagainya, dalam pengertian barang termasuk pula daya listrik dan gas. Meskipun barang tersebut tidak berwujud, akan tetapi dialirkan ke kawat atau pipa oleh karena itu mengambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tidak dengan izin wanita tersebut adalah juga termasuk pencurian meskipun beberapa helai rambut tidak ada harganya.”8 METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan pengkajian terhadap penegakkan hukum pidana dalam rangka penegakkan hukum, pembangunan hukum dan pembaharuan hukum pidana Indonesia. Pendekatan empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap tinjauan kriminologi tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. disamping itu pada penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang fungsinya sekaligus sebagai suatu sarana mendapatkan jawaban atau kesimpulan yang tepat. 9 Penelitian ini berlokasi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara. Pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan prosedur pengumpulan data antara lain : Observasi, Wawancara dan Dokumentasi Analisis data bermaksud atas nama mengorganisasikan data, data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, dan lain-lain. Menurut Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2012:337), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu (1) data reduction, (2) data display, dan (3) conclusion drawing/verification 8 9
R. Soesilo, op.cit., hal. 250 Soekanto, Soerjono, 2008. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hal. 46
8
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kejahatan pencurian hewan ternak ini dianggap sebagai salah satu tindak pidana yang sangat merugikan sekaligus meresahkan masyarakat. Bagaimana tidak para peternak yang sebelumnya menganggap bahwa hewan ternak yang dapat dipelihara secara sederhana, murah dan menguntungkan, justru malah sebaliknya dipenuhi oleh perasaan was-was, demikian karena pencurian hewan ternak sapi ini termasuk pada golongan tindak pidana dengan modus yang baru. Berbagasi modus bermunculan pada kasus pencurian hewan ternak sapi ini bahkan adapula yang berusaha melakukan pencurian dengan melakukan pemotongan ditempat dengan hanya mengambil bagian kaki hewan ternak sapi tersebut. dengan tindakan yang modus baru ini, tentu saja semakin meresahkan masyarakat pada umumnya dan khusunya bagi peternak sapi Para pelaku telah sangat jeli melihat dari sisi waktu, dibandingkan dengan pencurian barang kecil lainnya yang kurang memperhatikan waktu atau dilakukan pada saat-saat aktifitas sedang berjalan, Akan tetapi pada pencurian hewan ternak sapi telah memperhitungkan waktu yaitu diambil saat-saat aktifitas masyarakat justru belum berlangsung sehingga kesigapan dari petugas maupun korban relatif tidak ada Faktor penyebab tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara, yaitu: 1. Kurangnya Pengawasan Masyarakat akan ternak sapi Kelengahan masyarakat menjaga ternak sapi dapat memuluskan para pelaku tindak pidana dalam melakukan pencurian. Hewan ternak yang dibiarkan tampa tali pengikat, begitupula kandang yang letaknya sangat berjauhan dari rumah. 2. Faktor Ekonomi Pelaku Faktor ekonomi pelaku sangat mempengaruhi dan menjadi faktor utama penyebab tindak pidana pencurian hewan ternak sapi, umumnya juga pelaku bukan berasal dari Kecamatan Kwandang, sebagian besar dari Kota-
9
Kota Besar seperti Kota Palu dan Kota Manado yang harga daging sapi relatif lebih mahal Adapun penerapan Pasal 363 Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun yaitu sebagai berikut: 1) Pencurian ternak; 2) Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan karena kereta api, huru-hara, pemberontakan dan perang. 3) Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan; oleh orang yang ada disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4) Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 5) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun 6) Pasal 364: “Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah Adapun upaya penanggulangan kejahatan dengan mekanisme peradilan pidana, dikemukakan oleh Walter C. Reckless (Dirdjosisworo, 2001:32) yang dijelaskan sebagai berikut : 10 1. Peningkatan dan pemantapan aparat penegak hukum, yaitu meliputi pemantapan sistem dan organisasi Kepolisian yang baik, personil, sarana dan prasarana untuk mempertuntas perkara pidana. 10
Soedjono Dirdjosisworo. 2001. Penanggulangan Kejahatan (Crime Prevention), Alumni:
Bandung
10
2. Hukum dan perundang-undangan yang berwibawah dan berfungsi untuk menganalisis dan menekan kejahatan dengan mempertimbangkan masa depan. 3. Mekanisme peradilan pidana yang efektif dan efisien (memenuhi syaratsyarat, cepat, tepat, murah dan sederhana) 4. Koordinasi antara aparat pengak hukum yang serasi untuk meningkatkan daya guna penaggulangan kejahatan yang terjadi di masyarakat. 5. Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan timbulnya kejahatan. Kejahatan merupakan produk masyarakat. Ia merupakan fenomena sosial yang dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat. Kejahatan dapat berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, cara penanggulangan terhadap kejahatan disesuaikan dengan kondisi dalam lingkungan masyarakat sehingga sifatnya relatif serta dapat berlaku secara khusus maupun secara umum. Kultur budaya serta kebijakan pemerintah turut pula mempengaruhi upaya-upaya penanggulangan kejahatan pencurian ternak sapi di Kecamatan Kwandang. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dikemukakan kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Faktor penyebab Tindak Pidana Pencurian Hewan Ternak Sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara yaitu kurangnya pengawasan masyarakat akan ternak sapi dan faktor ekonomi pelaku. Adapun terdapat pula modus baru dengan melakukan pemotongan ditempat dengan hanya mengambil bagian kaki hewan ternak sapi tersebut. Menggunakan obat bius dengan dosis tinggi dalam menjalankan aksinya. Agar lebih mudah dilakukan pengangkutan barang curian.
11
Proses pemberian hukuman bagi tersangka tindak pidana pencurian berdasarkan pada Pasal 362 sampai Pasal 367 disesuaikan dengan jenis tindak pidana pencurian. Pasal 363 ayat (1) butir 1 KUHP unsur yang memberatkan pencurian adalah ternak sapi. 2. Upaya pencegahan Kepolisian dalam menangani tindak pidana pencurian hewan ternak sapi di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara terdiri atas dua yaitu upaya preventif dan upaya represif. Upaya preventif adalah langkah awal untuk mencegah/mengurangi tindak pidana dengan melakukan penyuluhan hukum, patrol rutin serta razia secara rutin. Namun pelaksanaan upaya preventif yang dimaksud masih belum efektif karena kejahatan pencurian ternak di Kecamatan Kwandang masih statis dari tahun ke tahun. Upaya represif yaitu langkah yang ditempuh oleh Polsek Kwandang terhadap pelaku yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya dengan melakukan penjatuhan pidana. Kedua upaya ini dilaksanakan secara terpadu. Saran Berdasarkan simpulan di atas maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: 1. Bagi penegak hukum yang berwenang dalam menangani kasus kejahatan pencurian ternak sapi agar bersungguh-sungguh dalam penanganannya dan melibatkan peran serta masyarakat karena yang dirugikan disini adalah masyarakat agar tercipta ketertiban dan keamanan bersama 2. Bagi Masyarakat
seyogyanya turut andil dalam menjaga hewan ternak sapi
miliknya serta mengikuti penyuluhan hukum agar masyarakat mengetahui secara
12
menyeluruh pentingnya penanganan kasus oleh kepolisian agar dapat mencegah terjadinya pencurian ternak kembali 1. Harapan peneliti dengan adanya penelitian ini kepolisian senantiasa terus meningkatkan pengawasan dalam meminimalisir tindak pidana pencurian di Kecamatan Kwandang. DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2002, Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan dan Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan dan Ajaran Kausalitas (Bagian 2), Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. ________., 2003. Kejahatan Terhadap Harta Benda, Bayu Media, Malang. ________., 2008, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi 2008, Jakarta: Rineka Cipta. Andi Hamzah, 2012. Asas-Asas Hukum Pidana,Rineka Cipta, Jakarta. Barda Nawawi Arief, 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Perkembagan Penyusunan Konsep KUHP Baru), Jakarta: Kencana ____________., 2007. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group Benedict S. Alper. 1973. Changing Concept of Crime and Criminal Policy. Dalam Resourch Material Series, No. 6. UNAPEI. Fuchu, Tokyo Japan. Edi Setiadi dan Rena Yulia, 2010, Hukum Pidana Ekonomi, Yogyakarta: Graha Ilmu Ednom Makarin, 2003. Kompilasi Hukum Telematika, Raja Grafindo Persada, Jakarta Moeljatno, 2009, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta Muladi, 1984. Disertasi : Lembaga Pidana Bersyarat Sebagai Faktor yang mempengaruhi Proses Hukum Pidana Yang Berperikemanusiaan, Bandung : Universitas Padjadjaran. PAF Lamintang dan Djisman Samosir, 1983, Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Sinar Baru
13
PAF Lamintang, 1984, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Pembahasan Secara Yuridis Menurut Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana, Bandung: CV. Sinar Baru. Prakoso, Djoko Bambang Riyadi Lany dan Mukhsin. 2008. Kejahatan-kejahatan yang Merugikan dan Membahayakan Negara, Jakarta: Bina Aksara.
Prayudi Atmosudirdjo, 2002. Teori Hukum, Jakarta : Kawan Pustaka Untuk Centre For Law and Regional Development. R. Soesilo. 2009. Penanggulangan Kejahatan, Sinar Grafika, Jakarta. Roy Bumbungan. 2013. Tinjauan kriminologis terhadap Kejahatan pencurian ternak di Kabupaten Tana Toraja. Jurnal. Universitas Hasanuddin Makassar. Saleh, Roeslan, 2000. Sifat Melawan Hukum Perbuatan Pidana, Jakarta: Aksara Baru. Saputera, Abdurrahman Adi, 2012. Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta: Darussalam Press. Sianturi S.R dan E.Y.Kanter. 2002. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan. Penerapannya. Jakarta: Storia Grafika Soekanto, Soerjono, 2008. Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta Sofjan Sastrawidjaja, 2004, Hukum Pidana, CV. Armico. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Eresco, Bandung. Zainal Abidin Farid, 2007. Hukum Pidana 1, Jakarta: Sinar Grafika
14