ABSTRAK ARIFIN ANDIWEWANG, NIM 271409056, Analisis Kriminologi Kasus Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur. Dibawah bimbingan Prof. Dr Fenty U. Puluhulawa. SH.,M.Hum dan Lusiana M. Tijow, SH. MH Skripsi, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial, Universitasi Negeri Gorontalo,2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Kriminologi Kasus Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur . Penelitian ini bersifat deskriptif sedangkan jenis data penelitian yang digunakan adalah Penelitian Hukum Empirik. Lokasi penelitian di BAPAS (Balai Permasyarakatn) dan Pengadilan Negeri Kota Gorontalo. Bahan yang dipakai meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara observasi (pengamatan), wawancara. Teknik analisa data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban bahwa, Begitu pentingnya masalah anak sehingga bangsa di seluruh dunia, mempunyai perhatian besar terhadap anak. Persoalan perlindungan anak pelaku tindak pidana merupakan hal yang sangat penting karena bagaimanapun anak pelaku tindak pidana merupakan generasi penerus dan masa depan suatu bangsa. Berkaitan dengan sistem peradilan pidana, Indonesia telah mempunyai undang-undang sendiri yaitu Undang-undang No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Dimana Undang-undang ini telah didesain sebagai sarana dalam menangangani perkara anak di Pengandilan. Artinya mau tidak mau titik sentral anak nakal terletak pada hakim. Didalam pelaksanaannya faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka penjatuhan sanksi terhadap anak nakal yakni meliputi faktor yuridis dan faktor non yuridis. Sedangkan problematika yuridis dan praktis berkaitan dengan penjatuhan sanksi yang bersinggungan dengan hukum acara pidana anak dan hukum acara pada umumnya. Sedankan tindakan hakim dimasa yang akan datang memiliki tujuan yang sama dalam mewujudkan tujuan pemidanaan dengan prespektif perlindungan anak dan kesejahteraan anak. Kata kunci : Kriminologi, Pencurian, Anak
PENDAHULUAN Anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun dan belum pernah menikah. Anak tidak dapat dikenakan pertanggung jawaban pidana secara penuh, karena seorang anak masih mempunyai keterbatasan kemampuan berpikir dan berada dalam pengawasan orang tua atau walinya. Menurut UU No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, pengertian anak yang dapat dimasukkan dalam sistem
peradilan pidana adalah anak yang telah mencapai usia 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun dan belum pernah menikah. Kenakalan anak pertahunnya semakin bervariasi, walaupun hanya kenakalan sepeleh karna kelalayan dalam pengawasan hingga sampai anak tersebut melakukan kejahatan itu dianggap sebagai kriminal, anak yang melakukan tindak kejahatan akan dikenai sanksi pidana meski hukuman yang diberikan kepada anak tidak sama dengan yang diterapkan kepada orang dewasa, apabila di pandang dari segi ilmu kriminologi seperti yang dikatakan oleh Robert F Meier Dalam Bukunya Topo Santoso Dan Eva Achjani Zulea, mengungkapkan bahwa salah satu kewajiban dari kriminologi adalah untuk mengungkapkan tabir hukum pidana,
baik
sumber-sumber
maupun
penggunaan-penggunaannya,
guna
menelanjangi kepentingan penguasa1. Anak yang melakukan tindak Pidana pencurian dikenai dengan jeratan hukuma pidana penjara dengan Pasal 362 atau Pasal 363 KUHP tapi hukuman tersebut tidak dijalankan sepenuhnya untuk anak, beda dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana pencurian, disini hukuman untuk anak atas pasal tersebut dikurangi setengah atau dikurangi ⅓ karena seorang anak belum bisa berfikir dan mudah untuk dipengaruhi dan itulah sebabnya mengapa dinamakan seorang anak, (Pengadilan Negeri Gorontalo, Jum’at 11 Oktober). Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap cara penanganan kasus anak. Karena para petugas Peradilan yang ada di dalam Peradilan anak belum sepenuhnya memiliki perspektif anak. Yang terpenting adalah bagaimana cara mendidik anak dalam proses penyelesaian konflik dengan hukum. Dengan demikian implementasi dari UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak diharapkan dapat memberikan arah yang tepat dalam memberikan pembinaan dan perlindungan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Serta dapat menjadi wadah hukum yang lebih responsif terhadap kebutuhan anak-anak yang dipidana. Dari uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik mengambil judul: 1
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulea, Kriminologi, Radja Grafindo Persada, Jakarta: hal. 17.
Rumusan masalah 1. Faktor apa yang menyebabkan anak di bawah umur melakukan kasus pencurian? 2. Bagaimana upaya penanggulangan terhadap kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur? Pengertian Kriminologi Secara etimologis, kriminologi berasal dari kata crimen yang berarti kejahatan dan logos berarti ilmu atau pengetahuan.jadi kriminologi adalah ilmu/pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Istilah kriminologi pertama kali di kemukakan oleh P. Topinand (1979), ahli antropologi prancis yang sebelumnya menggunakan istilah antropologi kriminal. Menurut Sutherland kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial (thy body of knowledge regarding crime as a sosial phenomeron). Menurut Bonger Kriminologi adalah memberikan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya. Pengertian Pencurian Pencurian adalah orang yang mengambil benda atau barang milik orang lain secara diam-diam untuk dimiliki. Dilihat dari pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai: mengambil barang, seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Dasar sanksi dalam KUHP adalah yang tertera dalam pasal 362 yang berbunyi barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda sembilan ratus rupiah. Hal ini, tidak ada salahnya bila dikemukakan, yaitu :2
2
http://doif-green.blogspot.com/feeds/posts/default?alt=rss, diunduh tanggal 28 september 2013.
1. Menipu: yaitu mengambil hak orang lain secara licik sehingga orang lain menderita kerugian ; 2. Korupsi: yaitu mengambil hak orang lain, bik perorangan atau masyarakat, dengan menggunakan kewenangan atas jabatan atau kekuasaannya sehingga merugikan orang lain ; 3. Menyuap: yaitu seseorang memberikan sesuatu baik berupa barang ataupun uang maupun lainnya kepada orang lain agar pemberi memperoleh keuntungan baik materiil maupun moril, sedangkan pemberian itu ada pihak lain yang dirugikan. Pengertian Anak Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajiban demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitanya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.3 Terkait dengan anak yang bermasalah dengan hukum, lahirlah UU No. 3 Tahun 1997 tentang pengadilan Anak, yang dengan segala kelemahannya telah banyak mengundang perhatian publik, sehingga pada tahun 2011-2012 ini di bahas RUU Sistem Peradialan Pidana Anak yang di sahkan di DPR pada 3 Juli 2012, (Lembaga Negara RI Tahun 2012 No.153, Tambahan Lembaran Negara RI No. 5332).4
3 4
Dr. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam:2010. hal.33 M. Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Di Hukum, Sinar Grafika: 2013. Hal.28.
Selanjutnya berapakah batas usia bagi pemidanaan anak di indonesia? Walaupun apa yang menjadi batas usia yang dikategorikan anak itu beraneka ragam, namun khusus mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di indonesia telah ditegaskan pasal 4 Undang-undang No 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut :5 1) Batas Umur Anak Nakal yang dapat diajukan kesidang anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. 2) Dalam hal anak melakukan tindakan pidana pada batas umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan diajukan kesidang pengdilan, setelah anak yang bersangkutan melampui batas umur tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan kesidang anak. Kenakalan Anak Kenakalan anak sering disebut dengan “juvinile delinquenci” yang diartikan dengan anak cacat sosial. Romli Atmasasmita mengatakan bahwa delinquency adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh seorang anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku disuatu negara dan yang oleh masyarakat itu sendiri dirasakan serta ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela.6 Pasal 1 angka 2 UU No. 3 Tahun 1997 menetukan bahwa anak nakal adalah : a. Anak yang melakukan tindak pidana. b. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak.7 Yang dimaksud perbuatan bagi anak adalah baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersankutan. Peraturan tersebut baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, misalnya hukum adat atau aturan kesopanan dan 5
Dr. Wagiati Soetodjo, SH., M.s. Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama:2010.hal.26 Dr. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam:2010.hal.56. 7 Undang-undang Tentang Pengadilan Anak No 3 Tahun 1997 6
kepantasan dalam masyarakat. Dari dua pengertian anak nakal tersebut diatas, yang dapat diselesaikan melalui jalur hukum hanyalah anak nakal dalam pengertian huruf a diatas, yaitu anak yang melakukan tindak pidana. KUHP tidak mengenal istilah Anak Nakal dari pngertian huruf b diatas, karena KUHP mengatur tentang tindak pidana.8 Pemidanaan Anak Pidana yang dijatuhkan terhadap anak nakal, menurut Pasal 23 Undangundang Nomor 3 Tahun 1997, meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok meliputi pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda atau pidana pengawasan; sedangkan pidana tambahan dapat berupa perampasan barangbarang tertentu dan atau pembayaran ganti rugi9. Peradialan yang menangani perkara pidana disebut dengan peradilan pidana yang merupakan bagian dari peradilan umum mulai dari penyidikan, penuntutan, pengadilan, dan permasyarakatan. Peradilanan pidana anak merupakan suatu peradilan yang khusus menagani perkara pidana anak. Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, Petugas Pemasyarakatan Anak merupakan suatu kesatuan yang termasuk dalam suatu sistem yang disebut dengan sistem Peradilan Pidana Anak, bertujuan unutk menaggulangi kenakalan anak, sekaligus juga diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada anak yang mengalami masalah dengan hukum10. Sitem Peradilan Anak Sistem peradilan pidana anak merupakan terjemahan dari istilah The Juvenile System, yaitu suatu istilah yang digunakan sedefenisi dengan sejumlah institusi yang tergabung dalam pengadilan, yang meliputi polisi, jaksa, penuntut umum dan penasehat hukum, lembaga pengawasan, pusat-pusat penahanan anak, dan fasilitas-fasilitas pembinaan anak. Sistem peradilan pidana anak, apabila mengacu 8
Dr. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam:2010.hal.57. Undang-undang Tentang Pengadilan Anak No 3 Tahun 1997 10 Dr. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam:2010.hal.4. 9
pada Undang-undang No 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, maka yang dimaksud anak adalah anak nakal, yakni anak yang melakukan tindakan pidana ataupun anak yang melakukan perbuatan terlarang bagi anak11. Dalam sistem peradilan pidana anak, terkait beberapa unsur yang merupakan suatu kesatuan yaitu: Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak, dan Petugas Lembaga Permasyarakatan Anak. Dalam pembentukan perundangundangan yang mengatur tentang peradilan pidana anak, hak-hak anak merupakan dasar pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut. Ini berarti juga bahwa peradilan pidana anak yang adil memberikan perlindungan terhadap hakhak anak, baik sebagai tersangka, terdakwa maupun sebagai terpidana/narapidana, sebab perlindungan terhadap hak-hak anak merupakan tonggak utama dalam Peradialan Pidana Anak dalam negara hukum.12 Peradilan Pidana Anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tampa mengorbankan kepentingan masyrakat dan tegaknya keadilan. Tujuan Peradilan Anak tidak berbeda dengan peradilan lainnya, sebagaimana diatur dalam pasal 2 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 yang mentukan sebagai berikut 13
: “Penyelengaraan Kekuasaan Kehakiman tercantum dalam pasal 1 dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradialan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.” Peran Masing-masing Institusi dalam Proses Pengadilan Anak di Indonesia Mengingat diperlukan perlakuan khusus dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum, maka mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi 11
M.Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Di Hukum, Sinar Grafika: 2013. Hal.45. Dr. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam:2010.hal.75. 12
13
DR. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. Perlindungan Hukum Terhadap Anak, PT Refika Aditama: 2010.hal.77.
masa depan anak yang bersangkuatan adalah hal yang mutlak. Untuk itu ketentuan undang-undang No 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan anak, berikut telah diatur secara khusus peran masing-masing penegak hukum, adapun yang berperan dalam Uundang-undang No 3 Tahun 1997 yaitu sebagai berikut14: a) Bimbingan Kemasyarakatn b) Kepolisian c) Kejaksaan d) Hakim e) Pengadilan f) Permasyarakatan Penjatuhan Pidana Pada Anak Adapun penjatuhan yang dapat dijatuhkan pada kepada si anak terdapat dalam Pasal 23 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan, Pidana pokok meliputi 15: a) Pidana Penjara b) Pidana Kurungan c) Pidana Denda dan d) Pidana Pengawasan Adapun pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau paembayaran ganti rugi. Dalam hal Hakim memutuskan untuk memberikan pidana pada anak, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan : a) Sifat kejahatan yang perlu diperhatikan b) Perkembangan jiwa si anak c) Tempat dimana ia harus mejalankan hukumannya METODE PENELITIAN 14
Rika Saraswati, S.H,.CN.,M.Hum. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti:Bandung 2009.hal.119. 15 Dr. Wagiati Soetodjo, SH., M.s. Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama:2010.48-49.
Jenis Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah Penelitian Hukum Empiris, karena yang diteliti adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh anak di bawah umur dengan menganalisis dan mempelajari kronologi pada kasus pencurian yang dilakukan oleh anak, sehingga dapat diketahui kedudukan hukum pada anak yang melakukan kasus tindak pidana pencurian. Sifat Penelitian Dalam penelitian ini peneliti bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala dilingkungan masyarakat, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh peneliti bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala yang diteliti. Peneliti melakukan penelitian dengan tujuan untuk menarik azas-azas hukum, yang dilakukan terhadap hukum positif tertulis maupun tidak tertulis. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini peneliti mengambil lokasi penelitian di BAPAS (balai permasyrakatn) yang beralamat di Jln Tinaloga dengan di Pengadilan Negeri Gorontalo yang berlamat di Jln Raden Saleh dengan alasan karena lokasi yang bisa dijangkau, dan memudahkan dalam mengambil data-data. Bahan Hukum Penelitian Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Tersier Teknik pengumpulan data Menurut Soerjona dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi atau bahan pustaka, pengamatan atau
observasi, dan wawancara atau interview, sehingga metode pengumpulan data yang dilakukan melihat data sekunder berbagai buku ilmu hukum, hukum Perlindungan Anak dan KUHP.16 Analisis data Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis secara kualitatif dan kemudian dilakukan pembahasan. Berdasarkan hasil pembahasan kemudian diambil kesimpulan sebagai jawaban terhadap permasalahan yang teliti dengan alasan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur dengan melihat perbandingan hukum akan sangat bermanfaat bagi suatu masyarakat. PEMBAHASAN Faktor Penyebab Kenalan Anak Ada berbagai macam faktor yang menyebabkan seorang anak sampai berbuat kejahatan, sperti yang diutarakan oleh salah satu warga Kota Gorontalo yaitu saudara Lukman Basri, bahwa dimana saudara menyatakan yang sangat mempengaruhi seorang anak sampai dia nekat melakukan kejahatan yaitu dari lingkungan sianak itu sendiri, apabila seorang anak pada dasarnya berawal dari lingkungan pencuri, peminum dan lain-lain maka itu akan berdampak pada seorang anak, karena perilaku atau sifatnya orang dewasa atau orang tua bisa diikuti atau ditiru oleh seorang anak. (Gorntalo 28 Oktober 2013), adapun menurut hasil penelitian dari penulis yang telah melakukan penelitian di Balai Permasyarakatan (BAPAS) dimana dari pihak BAPAS mengemukakan, bahwa yang membuat anak itu nekad untuk melakukan kejahatan karena berawal dari perekonomian keluarga yang rendah sehingga kehidupan anak itu sendiri tidak terpenuhi sesuai dengan keinginannya selain dari pada itu kurangnnya pengawasan terhadap anak sehingga anak tersebut terlantar dan bisa saja terjerumus di pergaulan bebas. 16
Amirudin Dan Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafido Persada, Jakarta 2004, Hlm 67
Dari hasil survei penelitian maka sipenulis mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang beperan penting dalam mempengaruhi anak dalam melakukan kejahatan atau tindak pidana pencurian yaitu: 1. Faktor Lingkungan Masyarakat/Keluarga 2. Faktor Lingkungan Pendidikan 3. Faktor Pergaulan Anak Tindak Pidana Pencurian Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur Menurut Undang-undang Didalam Undang-undang perlindungan anak, tidak adanya peraturan mengenai batasan pidana minimum dan batas pidana maksimum. Menurut sistem undang-undang perlindungan anak, penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dilaksanakan melalui upaya rehabilitasi. Anak yang berkonflik dengan hukum merupakan dari pemerintrah dan masyarakat. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian yang Dilakukan Oleh Anak di Bawah Umur Dalam mencegah kasus pencurian yang terjadi kepada anak dibawah umur, BAPAS sendiri masih merujuk pada Undang-undang No 3 Tahun 1997 tantang pengadilan anak dengan asas-asas dalam Undang-undang tersebut BAPAS mencari solusi yang terbaik untuk anak tersebut selain dari pada itu pihak BAPAS juga sudah berkerja sama dengan Kantor Wilayah untuk melaksanakan penyuluhan-penyuluhan kesekolah-sekolah maupun kedesa-desa. Dibidang penghukuman bagi anak nakal BAPAS sendiri mengutarakan bahwa hukuman yang biasanya dicantumkan terhadap anak tersebut berupa: menghukun mereka sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan sehingga dianggap adil di hadapan masyarakat, penghukum terhadap anak bukan berarti anak itu harus disiksa agar mereka tidak akan menanggulanginnya lagi tapi dimana mereka akan diserahkan ke Lembaga Permasyarakat untuk di bimbing demi kebaikan dan masa depan anak tersebut, selain dari pada itu pihak BAPAS
sendiri mengupayakan dalam perkara ini kalu bisa di mediasikan maka akan diarahkan kesana, jadi dari BAPAS akan mempertemukan kedua bela pihak menfasilitasi natinya akan diadakan mediasi, didalam mediasi tersebut apabila kedua bela pihak ada keinginan untuk bermusyawarah, maka dari pihak bapas akan membuatkan laporan yang biasa dikenal dengan litmas. Pertimbanga Hakim Dalam Penjatuhkan Sanksi Pidana Anak Pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain: keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana, keadaan psikologis anak setelah dipidana, keadaan psikologis hakim dalam menjatuhkan hukuman : KESIMPULAN Faktor alasan seorang anak melakukan pencurian Anak yang telah melakukan tindak pidana pencurian, dikarenakan oleh faktor-faktor lingkungan, selain dari pada faktor lingkungan ada juga yang berawal dari keluarga miskin atau keluarga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dari si anak tersebut, sehingga anak tersebut mudah terjerumus dalam pergaulan bebas di lingkungannya sendiri, anak belajar dari setiap perbuatan manusia atau masyarakat dalam lingkungan, apabilan lingkungan tersebut tidak sehat untuk anak maka anak akan mudah melakukan kejahatan dalam memenuhi keinginannya sendiri. Faktor yang menghambat penyelesain atau penjatuhan sanksi terhadap anak Dari data yang ada dapat dilihat bahwa penjatuhan sanksi yang ada dalam suatu peradilan pidana anak mengindikasikan bahwa mengenai putusan yang dijatuhkan tetap mempertimbangkan kondisi anak. Hal ini dilihat dari adanya suatu
upaya
pemahaman
hakim
dalam
penjatuhan
sanksi
dengan
mempertimbangkan keadaan anak dalam penjatuhan sanksi. Maksud dari pernyataan ini adalah hakim melihat anak nakal tidak hanya dipandang sebagai pelaku akan tetapi juga sebagai korban, seorang tidak bisa sembarang dalam
memutuskan begitu saja tanpa ada pertimbangan, karena nantinya banyak pertimbangan-pertimbangan yang akan dipertimbangkan oleh Hakim. Undang-undang No 3 Tahun 1997 belum efektif untuk diberlakukan dalam perlindungan anak, karena masih mempunyai keganjilan penyebutan nama mengenai anak yang telah melakukan tindak pidana pencurian, didalam Undangundang tersebut hanya menyatakan perlindungan terhadap anak, tapi tidak membedakan penyebutan nama sejak dari pemiriksaan sampai dengan putusan. Dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur, dilihat dari data yang didapatkan sipenulis, rata-rata anak tersebut dijatuhi pidana penjara, disini terlihat jelas bahwa hakim lebih mementingkan pidana penjara dari pada pidana denda, agar prosesnya cepat selesai, terlebih lagi dari pihak Kejaksaan ingin bahwa pidana penjaranya lebih lama lebih bagus, padahal pidana penjara yang lebih lama itu sebenarnya akan menghambat perkembangan anak tersebut. SARAN Pemerintah dan masyarakat harus lebih giat lagi untuk memperhatikan kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur, dimana pemerintah harus berupayah untuk mengadakan lingkungan yang sehat terhadap anak, mengadakan kerjasama dengan masyarakat setempat itu adalah hal yang paling penting, dengan cara memperbanyak melakukan sosialisasi ke desa-desa, mengadakan lombalomba yang berkaitan dengan kerohanian dan mengadakan panti asuhan disetiap kabupaten, agar seorang anak tidak mudah terjerumus dalam pergaulan bebas selain dari pada itu dalam hal pengawasan harus lebih diperkatat dalam artian pengawasan orang tua terhadap anak harus lebih giat lagi dalam melindungi anak tersebut walupun hal tersebut susah untuk dilakukan, tapi itu semua adalah salah satu faktor penyebab mengapa anak sampai melakukan kejahatan. Penjatuhan sanksi terhadap anak oleh seorang Hakim harus lebih di perhatikan lagi, jangan hanya mementingkan pidana penjara saja terdap seorang anak karena itu semua akan menjadi salah satu faktor penghambat perkembangan
anak tersebut, dan didalam Undang-undang No 3 Tahun 1997 perlu untuk di perbaharui kembali, karena dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh anak dibawah umur, anak di sebut-sebut sebagai anak nakal, perlu disadari dengan penyebutan hal tersebut akan membuat anak memproteksi diri apa bila bersalah, bisa saja anak tersebut akan melakukan pembelaan terhadap dirinya, dia akan berbohong selama persidangan berjalan dan ini semua akan menjadi hal yang sulit untuk hakim dalam memutuskan suatu perkara. DAFATAR PUSTAKA Amirudin Dan Zainal Asikin, Pengatar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafido Persada, Jakarta. Maidin Gultom, SH.,M.Hum. perlindungan hukum terhadap anak, PT Refika Aditam. M. Nasir Djamil. Anak Bukan Untuk Di Hukum, Sinar Grafika: 2013. Hal.28. Rika Saraswati, S.H,.CN.,M.Hum. Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti:Bandung. Topo Santoso dan Eva Achjani Zulea, Kriminologi, Radja Grafindo Persada, Jakarta. Wagiati Soetodjo, SH., M.s. Hukum Pidana Anak, PT Refika Aditama.