BAB II FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK OLEH ORANGTUA
A. MAZHAB – MAZHAB TENTANG SEBAB – SEBAB KEJAHATAN 1.
Mazhab Sosiologi
Dalam melakukan penyelidikan ilmiahnya tentang kejahatan dan tentang gejala – gejala pathologi – sosial, para ahli sosiologi menggunakan metode stastik.Statistik adalah pengamatan massal dengan menggunakan angka-angka sekaligus juga mendorong keras majunya ilmu pengetahuan social. 29 Sejak abad ke 17 ilmu statistik sudah dipergunakan, seperti ahli sosiologi J. Graunt menggunakan ilmu statistik membuat daftar angka – angka yang bersangkutan menemukan bahwa jumlah angka kematian dan angka kelahiran dari tahun ke tahun selalu kembali dengan teratur sekali. Namun penggunaan ilmu statistik ini tidak berkembang karena pada awalnya ilmu statistik ini tidak terdapat dasar –dasar teoritis, umumnya hanya berdasarkan pengalaman.Selain itu bahan – bahan yang dicatat belum dapat dipercaya, karena hanya berdasarkan perkiraan saja, tidak berdasarkan perhitungan. Pada akhirnya,ilmu statistik mengalami kemajuan dan perubahan secara drastis melalui Quetelet (1796 – 1874), seorang ahli biologi dan sosiologi yang
29
Bonger, op. cit. halaman 64.
Universitas Sumatera Utara
menjadikan statistik sebagai metode ilmu pengetahuan yang pasti dan menciptakan dasar-dasar statistik praktis. Quetlet berdasarkan statistik kriminil yang dijadikan sebagai alat dalam sosiologi criminal membuktikan untuk pertama kalinya bahwa kejahatan adalah fakta kemasyarakatan, melihat kejahatan antara lain pembunuhan yang direncanakan setiap tahun selalu terdapat yang sama dan cara melakukannya yang sama. 30 a) Statistik Kriminil sebagai Methode Statis Sesudah statistik kriminil di Perancis beberapa tahun mulai diterbitkan, beberapa pengarang mulai mengumpulkan bahan yang bersangkutan untuk diolah termasuk bahan – bahan mengenai data kelamin dan umur yang berhubungan dengan kejahatan. Juga pengumpulan data geografi kejahatan berdasarkan peta – peta yang dilampirkan, terlihat bahwa di provinsi yang terkaya terdapat paling banyak kejahatan terhadap hak milik dikarenakan kekayaan yang tidak merata terbaginya menyebabkan banyak kemiskinan. Quetelet sebagai seorang yang statis, beranggapan bahwa manusia tidak berdaya terhadap adanya kejahatan didunia seperti keadaan alam yang tidak dapat dihindarkan. Beliau juga menyelidiki pengaruh ; besar kecilnya kemungkinan untuk berbuat jahat seperti dilihat dari pendidikan, pekerjaan, kemiskinan, iklim, perubahan musim dengan bertambahnya
kejahatan
ekonomi
dalam
musim
dingin
dan
kejahatan
penyerangan dalam musim panas dengan jenis kelamin dan umur.
30
Bonger, op. cit. halaman 67.
Universitas Sumatera Utara
b) Statistik Kriminil sebagai Methode Dynamis Quetelet mengakui dengan tegas bahwa adanya unsur dynamis dalam kejahatan. Memang dalam penyelidikannya yang hanya berjalan beberapa tahun saja tidak ada perubahan besar dalam lapangan sosial dan terlihat unsur yang tetap. Tetapi jika dilihat dari hasil penelitian beberapa negara dalam beberapa tahun maka dapat terlihat adanya perubahan besar dalam kejahatan mengingat adanya perubahan – perubahan besar yang terjadi dalam masyarakat yang berjalan pada waktu yang bersamaan. Misalnya tokoh L. M. Christophe ( 1791 – 1888 ) mengatakan bahwa di Inggris ada hubungannya perkembangan (kehancuran ) perindustrian dengan bertambahnya kemiskinan yang menyebabkan naiknya jumlah kejahatan. A Von Oettingen ( 1827 – 1905 ) juga mengatakan bahwa dalam waktu krisis kejahatan seperti pencurian dan lain – lain bertambah, terutama yang dilakukan oleh perempuan dan anak – anak, dan bahwa kejahatan agresif bertambah dalam keadaan makmur.
2. Mazhab Antropologi Pelopor pertama dari anthropologi kriminil adalah ahli phrenologi Gall dan Spurzheim sekalipun ajarannya tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan. Kemudian dilanjutkan oleh penelitian seorang dokter Prancis yaitu H. Lauvergne (1797 – 1859) mempunyai pendapat yang bersifat phrenologi dan terbukti tidak
Universitas Sumatera Utara
betul tetapi dari hasil penelitiannya ditemukan hal yang penting mengenai kejiwaan dan masyarakat. C.G. Carus menyatakan kelainan – kelainan pada tengkorak penjahat sebagai tanda – tanda otak yang terbelakang. Pinel membuktikan bahwa sakit gila merupakan salah satu penyebab kejahatan. P. Lucas (1805 – 1885) menyatakan bahwa sifat jahat pada hakekatnya sudah mulai dari kelahiran dan didapat dari keturunan dan terkadang secara kebetulan dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya. A. B. Morel (1809 – 1873) mengajarkan teori degenarasinya yang terkenal yang menerangkan bahwa manusia biasa, karena pengaruh keadaan sekitarnya yang tidak baik selama beberapa generasi mempunyai keturunan yang merosot sifat – sifatnya, ini dapat pula menyebabkan kejahatan. Tokoh yang paling terkemuka dalam mazhab anthropologi ini ialah C. Lombroso (1835 – 1909) dengan buah pekerjaannya yang paling penting ialah “L’uomo delinqunte”. Menurut Lombroso manusia yang pertama adalah penjahat dari sejak lahirnya. 31 Berdasarkan pandangan Lombroso yang mengadakan penyelidikan secara anthropologi mengenai panjahat – penjahat yang terdapat dalam rumah penjara dan terutama mengenai tengkoraknya, Lombroso menyatakan bahwa penjahat dipandang dari sudut anthropologi mempunyai tanda – tanda tertentu. Misalnya tengkoraknya (dari pencuri) isinya kurang dari pada orang lain, terdapat kelainan – kelainan pada tengkoraknya. Roman wajahnya juga lain daripada orangbiasa, 31
W. A. Bonger, 1981, Pengantar tentang Psikologi Kriminal, Ghalia – Indonesia, edisi ke empat, Jakarta, halaman 100.
Universitas Sumatera Utara
tulang rahang lebar, tulang dahi melengkung ke belakang, juga kurang perasaannya dan suka akan tatouge, seperti halnya pada orang yang masih sederhana peradabannya. Untuk membuktikan bahwa adanya makhluk yang abnormal (penjahat sejak lahir) Lombroso memberikan hipotesa bahwa manusia yang masih rendah peradabannya sifatnya a-moril, kemudian dengan berjalannya waktu ia dapat memperoleh sifat – sifat susila. Maka seorang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong – konyong mendapat kembali sifat – sifat yang sudah tidak dimiliki nenek moyangnya yang terdekat tetapi dimiliki oleh nenek moyangnya yang lebih jauh. Enrico Ferri sebagai salah satu murid atau penganut ajaran Lombroso berusaha untuk memperbaiki ajaran – ajaran gurunya. Ferri mengetahui bahwa ajaran Lombroso dalam bentuk aslinya tidak dapat dipertahankan. Dengan tidak mengubah intinya Ferri merubah bentuknya agar tidak berat sebelah dengan mengakui bahwa adanya pengaruh lingkungan. Dalam bukunya Sosiologi Criminille Ferri memberikan suatu rumusan tentang timbulnya kejahatan: 32 a) Tiap – tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu, phsyik dan sosial b) Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi berasal dari bakatnya yang biologis dalam arti sosial (organis dan psikis) 32
W. A. Bonger, Op-cit, halaman 94
Universitas Sumatera Utara
3. Mazhab Lingkungan Mazhab ini di pelopori oleh para ahli kedokteran di Prancis yang menentang ajaran Lombroso tentang kejahatan yang bercorak anthropologis dari abad ke-19. Mereka semua menganut garis – garis yang diberikan oleh J. Lamarck, E. Geoffroy dan L. Pasteur yang menekankan pada arti lingkungan sebagai sumber dari segala jenis makhluk dan penyakit – penyakit yang timbul. Mazhab ini sebagian besar lebih memajukan teori lingkungan dengan menentang ajaran yang mengatakan bahwa kejahatan ada sejak lahir. Tokoh terkemukanya adalah A. Lacassagne (1843 – 1924) seorang guru besar dalam ilmu kedokteran kehakiman di perguruan Kriminil Internasional. Ia menentang hipotesa Lombroso dan merumuskan ajaran mazhab lingkungan sebagai berikut: 33 “Yang terpenting adalah keadaan sosial disekeliling kita. Dengan sebuah perbandingan modern dimana diumpamakan keadaan sosial di sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan, kuman adalah orang yang mendapatnya, suatu unsur akan mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang.” Tokoh yang tidak kalah penting dalam mazhab lingkungan ini yaitu G. Tardo (1843 – 1904). Menurut pendapatnya, kejahatan bukan seuatu gejala yang antropologis tapi sosiologis, yang seperti kejahatan – kejahatan masyarakat lainnya dikuasai oleh peniruan. Mazhab yang didasarkan pada lingkungan ekonomi ini mulai berkembang pada pertengahan abad ke 19. Teori ini mengatakan faktor – faktor ekonomi
33
H. M. Ridwan, Ediwarman, 1994, Azas – Azas Kriminologi, USU PRESS, Medan, halaman 66.
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat dipandang dari sudut dynamis adalah primair dan dipandang dari sudut statis merupakan dasarnya. F. Turati sebagai salah satu tokoh pertama dalam aliran mengatakan, bahwa tidak hanya kekurangan dan kesengsaraan saja tetapi juga nafsu ingin memiliki, yang berhubungan erat dengan system ekonomi pada waktu sekarang, mendorong kejahatan ekonomi. Mengenai kejahatan terhadap orang, Turati menunjukkan akan pengaruh dari keadaan materil terhadap jiwa manusia. Misalnya, kesengsaraan membuat pikiran menjadi tumpul, kebodohan dan ketidak adaban merupakan penganut – penganutnya, dan hal – hal ini merupakan faktor – faktor yang berkuasa dalam timbulnya kejahatan, serta keadaan tempat tinggal yang buruk menyebabkan kejahatan kesusilaan. N. Colajanni (1847 – 1921) dalam bukunya Sociologia Criminale juga menentang aliran anthropologi. Ia menunjuk kepada hubungan antara krisis dengan bertambahnya kejahatan ekonomi, antara kejahatan dengan gejala pathologis-sosial seperti pelacuran, yang juga berasal dari keadaan perekonomian. Colajanni menekankan pula adanya hubungan antara system ekonomi dan faktor – faktor umum dalam kejahatan. Beberapa hasil aetiologi daripada sosiologi kriminil yang menyebabkan terjadinya kejahatan diantaranya, terlantarnya anak – anak, kesengsaraan, nafsu ingin memiliki, kecintaan terhadap minuman keras, kurangnya peradaban dan perang. Para ahli juga menambahkan bahwa hal yang paling baik untuk mencegah kejahatan adalah suatu sistem ekonomi, dimana telah tercapainya kestabilan
Universitas Sumatera Utara
sebesar – besarnya dan kekurang-sebandingan yang sekecil – kecilnya dalam pembagian kekayaan.
4. Mazhab Bio – Sosiologi Mazhab Bio-Sosiologi atau mazhab gabungan ini dicetuskan oleh Enrico Ferri yang menerangkan bahwa gabungan dari aliran anthropologi dan aliran keadaan lingkungan sebagai sebab kejahatan. Rumusnya berbunyi : “Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur – unsur yang terdapat dalam individu, masyarakat dan keadaan fisik.” 34 Yang dimaksud dengan unsur yang terdapat dalam individu ialah unsur – unsur seperti apa yang diterangkan oleh Lombroso. Rumusan tersebut berarti : tiap – tiap kejahatan = unsur individu + unsur lingkungan. Unsur individu dalam suatu perbuatan kejahatan terdiri dari dua unsur khusus, yakni : a) Keadaan yang mempengaruhi individu dari lahirnya hingga pada saat melakukan perbuatan tersebut. b) Bakat yang terdapat dalam individu.
5. Mazhab Spritualis (Agama) Diantara aliran – aliran kriminologi yang mempunyai kedudukan sendiri, aliran inilah yang dulu mencari sebab terpenting dari kejahatan dalam tidak
34
Ibid, halaman 67
Universitas Sumatera Utara
beragamanya seseorang. Kemudian aliran ini mengalami bermacam – macam perubahan dan kehalusan yang pada saat sekarang lebih tepatnya dinamakan aliran neo-spritualis, yang jika dibandingkan dengan aliran – aliran sebelumnya aliran ini lebih cenderung mementingkan unsur kerohanian dalam terjadinya kejahatan – kejatahan. Beberapa tokoh yang termasuk dalam aliran lama seperti: M. De. Baets (1863 – 1931) seorang padri di Belgia mengatakan berkurangnya pengaruh agama merupakan salah satu
sebab yang terpenting dalam bertambahnya jumlah
kejahatan. Tokoh lain yaitu F. A. K. Krauss (1843 – 1917) beranggapan, makin meluasnya pandangan lapisan bawah masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia yang mejadi dasar kosong dalam hal dorongan – dorongan moral, adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan dan kejahatan berkembang dengan subur.
B. FAKTOR
–
FAKTOR
PENYEBAB
TERJADINYA
PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK 1. Penyebab Terjadinya Penganiayaan Anak Dalam Keluarga Terjadinya penganiayaan terhadap anak dalam keluarga yang dilakukan ayah atau ibu (orang tua) disebabkan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Menurut Richard J. Gelles mengemukakan bahwa penganiayaan yang sering dialami anak dalam keluarga terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor
Universitas Sumatera Utara
personal, sosial dan cultural yang meliputi pewarisan kekerasan antar generasi, stress sosial, isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah dan struktur keluarga. 35 Beberapa faktor penyebab terjadinya terjadinya penganiayaan terhadap anak dalam keluarga digolongkan ke dalam dua kategori yaitu faktor internal dan faktor eksternal yang terdiri dari : a) Faktor Internal (1) Penyakit Parah atau Gangguan Mental Kehidupan masyarakat yang penuh persaingan hidup oleh karena kebutuhan hidup yang terus bertambah menjadi salah satu penyebab utama tumbuhnya tingkah laku yang menyimpang (abnormal). Tingkah laku yang menyimpang ini sangat erat hubungannya dengan keadaan jiwa individu yang membuat orangtua tidak dapat merawat dan mengasuh anak karena gangguan jiwa berdasarkan besarnya tekanan emosional dan depresi yang dialaminya. Oleh sebab itu masalah gangguan jiwa ini sudah merupakan suatu hal yang serius karena telah menjadi penyebab terjadinya perbuatan kejahatan atau perbuatan abnormal. Gangguan jiwa ini menurut para sarjana digolongkan dalam beberapa bagian, misalnya : (a) Menurut Kartini Kartono gangguan jiwa terdiri dari : 36 (1)
Personality Disorders (Gangguan Kepribadian) :
35
J. Richard Gelles, 2004, Child Abuse, Dalam Encyclopedia Article from Encarta, halaman 4 sampai 6. http ://Encarta.msn.com/encyclopedia/5 Juli 2004 36 B. Simanjuntak , 1981, Beberapa Aspek Patologi Sosial, Alumni, Bandung, halaman 66.
Universitas Sumatera Utara
a. Deliquen Personality (Kepribadian Nakal), hal ini disebabkan oleh kemunduran mental karena kebiasaan dan karena kondisi mental terganggu. Ini merupakan tingkah laku asosial, karena kurang sosialisasi, mereka memberontak. b. Multiple Personality atau Split Personality (Kepribadian Terpecah atau Ganda), ini adalah kondisi patologis dengan kepribadian pecah. Masing – masing pribadi menjadi otonom, berdiri sendiri secara berdampingan atau muncul bergantian. c. Psychopatic Personality (Kepribadian Psikopatik), Orang yang tidak ada pertimbangan moral sehingga berbuat apa saja, bersifat memberontak, juga asosial dan tidak memiliki harga diri.
(2)
Psikoneurosa (Neurosa, Neurosis)
Ketegangan pribadi yang terus menerus akibat adanya konflik dalam diri orang bersangkutan dan terjadi terus menerus orang tersebut tidak dapat mengatasi konfliknya, ketegangannya tidak mereda akhirnya neurosis (suatu kelainan mental dengan kepribadian terganggu yang ringan seperti cemas yang kronis, hambatan emosi, sukar tidur, kurang perhatian terhadap lingkungan dan kurang memiliki energi). Psikoneurosa adalah sekelompok reaksi psikis dengan adanya ciri khas yaitu kecemasan, dan secara tidak sadar ditampilkan keluar dalam pelbagai bentuk tingkah laku dengan jalan menggunakan mekanisme pertahanan diri ( defence mechanism).
Universitas Sumatera Utara
(3)
Histeria, gangguan yang ditandai oleh emosi yang ekstrim, mencakup macam – macam fungsi, sensoris, alat pencernaan sebagai produk dari berbagai macam konflik dalam kehidupannya.
(4)
Psikastenia, ditandai dengan adanya reaksi – reaksi kecemasan, dibarengi
kompulsi,
obsesi,
phobia.
Kompulsi
merupakan
keinginan yang tidak dapat dicegah untuk melakukan suatu perbuatan, tidak dapat dikontrol, tidak dapat dikendalikan dan sewaktu – waktu melakukan pertentangan dengan kemauan yang disadari. Obsesi merupakan ide – ide atau perasaan yang kuat dan terus menerus melekat dalam pikiran dan tidak mau hilang biasanya disertai adanya kompulsi. Phobia, merupakan ketakutan atau kecemasan yang kuat, tidak rasional dan tidak dapat dikontrol terhadap situasi tertentu. (5)
Hipokondria, suatu kecemasan yang berlebihan dan kronis terhadap kesehatan diri sendiri.
(6)
Psychosis
Merupakan gangguan atau penyakit mental yang parah yang ditandai dengan adanya disorientasi fikiran, gangguan emosional, disorientasi waktu, ruang dan pribadi, halusinasi dan dilusi sehingga perilakunya tidak rasional, realistik dan asosial. 37 Sehubungan dengan uraian – uraian diatas jika titik tolak peninjauan kita dasarkan pada sifat – sifat pelaku dengan memperhatikan beberapa peristiwa 37
Ibid, halaman 66.
Universitas Sumatera Utara
penganiayaan atau kekerasan fisik terhadap anak, mereka melakukan perbuatan – perbuatan demikian karena mengalami kekalutan mental yang merupakan manifestasi berbagai kondisi kehidupan. Kondisi kehidupan yang menyebabkan gangguan jiwa yang menimbulkan perbuatan abnormal seperti tekanan ekonomi yang sangat memprihatinkan, tidak adanya komunikasi yang baik antara sesama anggota keluarga, tingkat pendidikan yang relatif rendah, lingkungan hidup yang masih kurang, tidak ada rasa tanggung jawab antar sesama anggota dan orangtua yang belum matang secara psikologis, ketidaktahuan mendidik anak dengan baik, harapan orangtua yang tidak realistis, anak yang tidak diinginkan (anak diluar nikah). 38 Dengan adanya kondisi – kondisi tersebut diatas yang diderita atau dialami oleh seseorang akan mendorong untuk melakukan perbuatan – perbuatan berupa kesilapan tanpa disadari. Jadi terdapatnya perbuatan – perbuatan tanpa sadar yang muncul dari alam tak sadar yang dapat menimbulkan perbuatan yang menyimpang maupun cenderung pada perbuatan jahat.
2. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi Orang tua yang “berbakat” menganiaya anaknya memiliki karakteristik tertentu seperti mempunyai latar belakang masa kecil yang juga penuh kekerasan, ia juga sudah terbiasa menerima pukulan dan dibesarkan dengan aniaya orangtuanya. Banyak anak belajar perilaku kekerasan ketika mendapat perlakuan 38
Abu Huraerah, opcit, halaman 49.
Universitas Sumatera Utara
salah dari orangtuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka akan cenderung melakukan perlakuan salah pada anak – anaknya. Studi – studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30 persen anak – anak yang diperlakukan dengan kekerasan menjadi orangtua yang bertindak keras pada anak – anaknya. Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi.
3. Stres Sosial Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan resiko kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi – kondisi sosial ini mencakup : pengangguran, penyakit, kondisi perumahan buruk, ukuran keluarga besar dari rata – rata, kelahiran bayi baru, adanya orang cacat dirumah dan kematian seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus dilaporkan tentang tindakan penganiayaan fisik terhadap anak berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam keluarga menengah dan kaya, tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak diantara keluarga miskin karena beberapa alasan. Penggunaan alkohol dan narkoba diantara orangtua yang melakukan tindakan kekerasan mungkin memperbesar stress dan merangsang perilaku kekerasan. Karakterisik tertentu dari anak – anak seperti : kelemahan mental atau kecacatan perkembangan fisik juga meningkatkan stress dari orangtua dan meningkatkan resiko tindakan kekerasan.
Universitas Sumatera Utara
4. Struktur Keluarga Tipe – tipe keluarga tertentu memiliki resiko yang meningkat untuk melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap anak. Misalnya, orangtua tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Karena keluarga dengan orangtua tunggal biasanya berpendapatan lebih kecil dibandingkan keluarga lain, sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebagai penyebab meningkatnya tindak kekerasan terhadap anak. Keluarga – keluarga yang sering bertengkar secara kronis atau istri yang diperlakukan salah mempunyai tingkat tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga yang tanpa masalah.
5. Faktor Yang Berasal dalam Diri Anak Terjadinya perbuatan penganiayaan dalam rumah tangga tidak hanya disebabkan oleh faktor yang terdapat dari diri orangtua atau pelaku tapi bisa juga dipicu oleh kondisi dan tingkah laku anak. Kondisi anak tersebut misalnya : Anak menderita gangguan perkembangan, menderita penyakit kronis, disebabkan ketergangtungan anak pada lingkungannya, anak mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme dan anak yang melakukan perilaku menyimpang. 39
39
Rusmil Kusnandi, 2004, Penganiayaan dan Kekerasan terhadap Anak, Dalam Makalah “ Penanganan Kekerasan Pada Wanita dan Anak”, Bandung, halaman 60.
Universitas Sumatera Utara
a) Faktor Ekstern (1)
Faktor Ekonomi Dalam kehidupan sehari – hari, faktor ekonomi memegang peranan penting
untuk menentukan arah hidupnya. Demikian juga hubungan antara perekonomian dengan kejahatan senantiasa mendapat banyak perhatian dan selalu menjadi objek penelitian para ahli. Plato menyatakan bahwa : “Kekayaan dan kemiskinan menjadi bahaya besar bagi jiwa orang, yang miskin sukar memenuhi kebutuhan hidupnya dan merasa rendah diri dan timbul hasrat untuk melakukan kejahatan, sebaliknya juga orang kaya hidup mewah untuk segala hiburannya”. 40 Perubahan dan perbedaan dalam kesejahteraan sosial ekonomi menimbulkan banyak konflik yang mendorong orang melakukan kejahatan. Dalam masalah ini Prof. Noach menganalisa sebagai berikut bahwa perubahan kesejahteraan pada seseorang dapat berupa : 41 (a) Suatu kemunduran dalam kesejahteraan (b) Suatu kenaikan dalam kesejahteraan Kemisikinan memang selalu berhubungan erat dengan situasi ekonomi kemasyarakatan
dan
ini
secara
relatif
sangat
mempengaruhi
terhadap
perkembangan kejahatan. Penyebab terjadinya kejahatan berupa penganiayaan 40 41
Noach Simanjuntak, 1984, Kriminologi, Tarsito, Bandung, halaman 53. Ibid, halaman 54.
Universitas Sumatera Utara
dan kekerasan dalam keluarga dengan latar belakang faktor ekonomi menurut hemat penulis dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : (a) Tingkat Pendidikan Pelaku yang Relatif Rendah Di dalam lingkungan sosial yang miskin kebanyakan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Dalam hal ini tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya bersamaan dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas. Dengan demikian segala kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan menjadi terhambat. Cara berfikir dan bertindak untuk melakukan suatu perbuatan akibat daya nalar yang rendah sering irasional akan tetapi lebih dominan dipengaruhi oleh emosi semata (b) Lingkungan Hidup yang Kurang Baik Pada hakekatnya keadaan lingkungan yang kurang baik dapat digolongkan dalam dua hal yaitu lingkungan hidup internal (keluarga) dan lingkungan hidup eksternal. Pada lingkungan internal, masalah ketidak-harmonisan hubungan para anggota keluarga merupakan faktor utama yang tidak kecil pengaruhnya. Misalnya : Ayah yang seorang pecandu minuman keras dan obat, atau perceraian antara ayah dan ibu menjadikan anak sebagai pelampiasan amarah, emosi dan tekanan. Sedangkan pada lingkungan hidup yang tidak baik secara eksternal adalah meliputi kondisi lingkungan sosial yang buruk, permukiman kumuh, sikap acuh tak acuh terhadap eksploitasi dan tidak adanya mekanisme kontrol sosial membuat
Universitas Sumatera Utara
norma, adat, susila, etika dan hukum menjadi barang yang aneh dan dilupakan sama sekali, sehingga perlakuan – perlakuan yang sembarang yang sering terjadi di luar rumah terbawa – bawa dalam keluarga.
(2)
Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orangtua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat, kekurangan keterlibatan sosial ini mengilangkan sistem dukungan dari orangtua yang bertindak keras, yang akan membantu mereka mengatasi stress keluarga atau sosial dengan lebih baik. 42 Lagi pula, kurangnya kontak masyarakat menjadikan para orangtua ini kurang memungkinkan mengubah perilaku mereka sesuai dengan nilai – nilai standar masyarakat.
(3)
Faktor Alat – alat Media Media massa merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk menyampaikan
informasi antara pemerintah dan rakyat atau antara sesama anggota masyarakat. Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari – hari dan media ini tentu mempengaruhi penerimaan konsep – konsep, sikap – sikap, nilai –
42
Abu Huraerah, opcit, halaman 53
Universitas Sumatera Utara
nilai dan pokok – pokok moral. Pada hakekatnya alat – alat media ini memiliki fungsi yang positif terhadap pengguna jasa media tersebut. Faktor – faktor alat – alat media yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana kejahatan kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari : 43 (a) Surat kabar dan buku – buku (Media Cetak) Dalam hal menyediakan berita – berita tentang kejahatan, surat kabar banyak yang melupakan tanggung jawabnya. Berita – berita mengenai kejahatan misalnya pembunuhan, penganiayaan, kekerasan merupakan berita menarik sebagai bahan untuk diperdagangkan sehingga berita yang demikian sering dimuat berkali – kali di surat kabar secara gamblang dan vulgar. Hal ini tentunya mempengaruhi perkembangan jiwa si pembaca baik secara langsung maupun tidak langsung. Undang – Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang Undang – Undang Pokok Pers dalam BAB II tentang fungsi kewajiban dan hak pers, di dalam Pasal 2 ayat 1, “ Pers nasional adalah alat revolusi dan merupakan massa media yang bersifat aktif, dinamis, kreatif, edukatif, informatif dan mempunyai fungsi kemasyarakatan, pendorong dan pemupuk daya pikiran kritis dan progressif meliputi segala perwujudan kehidupan masyarakat Indonesia”. 44 Melihat isi pasal peraturan tersebut diatas jelas bagi kita jika pihak pers sebagai salah satu alat media massa benar – benar melakukan hak dan kewajibannya sesuai dengan amanah pasal tersebut. Maka jelas pengaruhnya terhadap setiap pembaca adalah berfungsi edukatif. 43
Taufiq Mustakim, 2009, Laporan Tugas Akhir : Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Ditinjau Dari Psikologi Kriminal, Medan, USU Repository, halaman 103. 44
Lihat rumusan Bab II Pasal 2 ayat (1) Undang – Undang Nomor 11 tahun 1966 tentang Pokok Pers.
Universitas Sumatera Utara
Namun dengan munculnya berbagai pemberitaan tentang berbagai bentuk kejahatan, kekerasan, penganiayaan membawa pengaruh yang bukan tidak mungkin ditiru oleh pembaca. Bagi pembaca yang tidak dapat menyikapinya secara positif justru akan berdampak negatif dalam dirinya.
(b) Radio, Televisi, Video dan Film (Media Elektronik) Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang – bidang alat – alat media komunikasi canggih seperti radio, televisi, video, kaset dan film sangat memperngaruhi perkembangan kejahatan berupa penganiayaan, kekerasan bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga. Hal ini disebabkan oleh karena hampir setiap hari berbagai media elektronik ini menyajikan acara tontonan film yang mengandung adegan – adegan kekerasan yang terlalu diekspos secara gamblang. Dengan seringnya melihat tontonan yang sedemikian rupa akan berdampak negatif terhadap kejiwaan penonton karena jiwanya akan terkontaminasi akibat sudah terbiasa melihatnya. Jadi peristiwa kekerasan yang dilihat tersebut dianggap sudah menjadi keadaan yang biasa dijumpai sehari – hari, maka ketika apa yang dilihat atau ditonton akan dipraktekkan pada orang – orang di lingkungannya.
(4)
Praktek – Praktek Budaya yang Merugikan Anak Tindakan semena – mena orangtua terhadap anak sering kali juga disebabkan
Universitas Sumatera Utara
karena masih dianutnya praktek – praktek budaya yang hidup dalam sebagian besar masyarakat dimana pemikiran – pemikiran tersebut berupa : 45 (a) Status anak yang dipandang rendah, sehingga ketika anak tidak dapat memenuhi harapan orangtua, orangtua merasa anak harus dihukum. (b) Khususnya bagi anak laki – laki, adanya nilai dalam masyarakat bahwa anak laki – laki tidak boleh cengeng atau anak laki – laki harus tahan uji. Pemahaman itu mempengaruhi dan membuat orangtua ketika memukul, menendang, atau menindas anak adalah suatu hal yang wajar untuk menjadikan anak sebagai pribadi yang kuat dan tidak boleh lemah.
b) Dampak Penganiayaan yang Dialami Anak Dalam Keluarga Banyak masyarakat pada umumnya tidak menyadari luasnya pengaruh kekerasan yang dialami anak. Sebagai gambaran, beberapa pakar anak berdasarkan penelitian mereka menyampaikan dampak atau efek yang dapat diderita anak akibat mengalami kasus – kasus penganiayaan yang terjadi dalam rumahnya sendiri dan dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Anak yang sering mengalami perlakuan penganiayaan oleh orangtuanya dapat menghadapi resiko : a) Usia yang lebih pendek
45
Fentini Nugroho, 2002, Studi Eksploratif Mengenai Tindakan Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga. Dalam Jurnal Sosiologi “Masyarakat”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, halaman 41.
Universitas Sumatera Utara
b) Kesehatan mental dan fisik yang buruk c) Masalah pendidikan (termasuk drop – out dari sekolah) d) Kemampuan yang terbatas sebagai orangtua kelak e) Melarikan diri dari rumah dan menjadi gelandangan Sementara
itu,
YKAI
(
Yayasan
Kesejahteraan
Anak
Indonesia)
menyimpulkan bahwa anak yang mengalami penganiayaan dalam rumah dapat mengalami dampak serius pada kehidupan anak di kemudian hari, antara lain : a) Cacat tubuh permanen b) Kegagalan belajar c) Gangguan emosional bahkan dapat menjurus pada gangguan kepribadian d) Konsep diri yang buruk dan ketidakmampuan untuk mempercayai atau mencintai orang lain e) Pasif dan menarik diri dari lingkungan, takut membina hubungan baru dengan orang lain f) Agresif dan kadang – kadang melakukan tindakan kriminal g) Menjadi penganiaya ketika dewasa h) Menggunakan obat – obatan atau alkohol i) Kematian. Gambaran yang lebih jelas tentang efek tindakan penganiayaan fisik pada anak dapat dilihat dalam penjelasan Moore yang mengamati beberapa kasus anak korban penganiayaan fisik. Diungkapkannya bahwa efek tersebut demikian meluas dan secara umum dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori: ada
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi negatif dan agresif serta mudah frustasi, ada yang menjadi sangat pasif dan apatis, ada yang tidak mempunyai kepribadian sendri, apa yang dilakukan sepanjang hidupnya hanyalah memenuhi keinginan orangtuanya, tidak mampu menghargai diri sendirinya, timbulnya rasa benci yang luar biasa terhadap dirinya karena merasa hanya dirinyalah yang selalu bersalah sehingga menyebabkan penyiksaan terhadap dirinya dan rasa benci terhadap dirinya sendiri ini menimbulkan tindakan untuk menayakiti diri sendiri seperti bunuh diri dan sebagainya. Mungkin belum banyak orangtua yang tahu bahwa tindakan pemukulan yang bersifat fisik itu menyebabkan kerusakan emosional anak. Ketika mereka semakin besar, anak laki – laki cenderung menjadi sangat agresif dan bermusuhan dengan orang lain, sementara anak perempuan sering mengalami kemunduran dan menarik diri ke dalam dunia fantasinya sendiri. Namun, dampak yang lebih menyedihkan adalah bahwa anak perempuan kemudian merasa semua anak pria itu menyakiti (menyebabkan mereka membenci para pria), sedangkan anak laki – laki kemudian percaya bahwa laki – laki mempunyai hak untuk memukul istrinya.
Universitas Sumatera Utara