BAB III Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia di Indonesia
A. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi menjadi penyebab terjadinya perdagangan organ tubuh manusia yang dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan lapangan kerja yang tidak memadai dengan besarnya jumlah penduduk, sehingga menyebabkan seseorang untuk melakukan apa saja demi memenuhi biaya hidup keluarga. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2004, bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 37,7 juta jiwa termasuk 13,2 juta di daerah perkotaan, dari 213 juta penduduk Indonesia pada saat ini hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkanoleh pemerintah, dengan penghasilan kurang dari Rp.9.000,00 per hari dan pengangguran di Indonesia pun semakin meningkat jumlah per harinya.61 Keadaan ekonomi yang terpuruk dan langkanya kesempatan kerja mendorong jutaan penduduk Indonesia untuk melakukan migrasi di dalam dan keluar negeri guna menemukan cara agar dapat menghidupi diri mereka dan keluarga meraka. Daerah tempat tinggal mereka umumnya daerah miskin, sehingga mereka bermigrasi ke daerah yang kelihatannya menjanjikan kehidupan atau lapangan pekerjaan yang lebih baik. Kebijakan pemerintah dalam pembangunan ekonomi menggariskan untuk lebih mengutamakan ekonomi berbasis Industri daripada 61
Farhana, Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal
50.
54
Universitas Sumatera Utara
55
ekonomi berbasis agraris, struktur produksi juga mengalami perubahan. Produksi pertanian terus berkurang, proses penyempitan lahan pertanian berjalan sangat cepat, dan kebutuhan tenaga kerja di pedesaan semakin berkurang. Sementara disisi lain, produksi di bidang industri terus meningkat seiring pembangunan berbagai pabrik kota. Ini juga penarik terjadinya migrasi penduduk dari desa ke kota. Kenyataan menunjukan bahwa kebutuhan tenaga disektor industri yang terus bertambah tersebut sulit diisi oleh sebagian penduduk Indonesia dari pedesaan, karena rendahnya pendidikan dan kurang mendapat peluang ekonomi.62 Kebijakan internasional globalisasi ekonomi, juga brarti globalisasi pasar kerja yang membuka peluang adanya permintaan dan pemenuhan pasokan tenaga kerja dengan upah murah. Didukung oleh kemajuan teknologi transportasi, proses migrasi dari satu negara ke negara lain semakin pesat. Terutama sejak dibukanya kebijakan pengiriman tenaga kerja keluar negeri pada tahun 1980-an. Sebagaimana layaknya pasar, maka pasar kerja global menemukan dua kepentingan, yaitu tingginya angka pencari kerja dengan sumber daya manusia yang rendah karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingginya permintaan dari luar negeri terhadap tenaga murah dan di sektor domestik dan sektor informal yang tidak membutuhkan tenaga terdidik. Hal ini mengakibatkan meledaknya pengiriman tenaga kerja keluar negeri dan antar kota atau antar pulau.63 Dengan tingkat pendidikan yang rendah banyak masyarakat yang rentan terhadap perdagangan organ tubuh yang dilakukan dengan banyak modus, dan banyak anak-anak terlantar tanpa perlindungan, sehingga rentan menjadi korban 62 63
Ibid, hal 50‐52. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
56
perdagangan organ tubuh karena orang tua mereka bekerja diluar daerah atau di luar negeri. Penduduk yang bermigrasi ke dalam atau pun keluar negeri tidak semua mendapat pekerjaan seperti yang di inginkan, kebanyakan tidak mempunyai kemampuan yang cukup untuk mendapat pekerjaan sehingga untuk bertahan hidup di luar daerah banyak yang menggunakan cara-cara yang melanggar hukum. Pengadilan Sigapura pernah mengadili 2 warga negara Indonesia karena terlibat perdagangan organ tubuh (ginjal). 2 WNI tersebut bernama Toni dan Sulaiman Damanik. Keduanya divonis bersalah oleh pengadilan Singapura. Sulaiman Damanik, yang menjual ginjalnya kepada tang wee sung dipenjara dua minggu dan denda S$ 1.000 atau Rp.6,7 juta. Sedangkan Toni dihukum lebih berat karena penjualan ginjal telah berhasil dilakukan, dan Toni mendapat uang Rp.180 juta. Yang lebih memberatkan Toni juga bersalah karena telah menjadi penghubung penjualan ginjal Sulaiman.64 Orang dewasa sendiri tidak hanya memanfaatkan dirinya untuk mendapatkan uang, namun juga memanfaatkan anak-anak. Indonesia sudah dinyatakan sebagai kawasan potensial untuk perdagangan anak. Sepanjang 2003-2004 ditemukan sedikitnya 80 kasus perdagangan anak berkedok adopsi yang melibatkan jaringan dalam negeri.65Dalam beberapa kasus ditemukan adanya bayi yang belakangan diketahui diadopsi untuk diambil organ tubuhnya dan sebagian besar bayi yang diadopsi tersebut dikirim ke sejumlah negara di antaranya ke Singapura, Malaysia, Belanda, Swedia, dan Prancis. Hal ini diungkap mantan ketua Gugus Tugas 64
http://m.detik.com/news/berita/1899428/perdagangan-organ-tubuh-ilegal-dari-kemiskinanhingga-terpidana-mati., diakses 18 September 2016, pukul 11.39 WIB. 65 http://www.sinarharapan.co.id/berita/0508/04/sh01.html, diakses 18 September 2016
Universitas Sumatera Utara
57
Penghapus Perdagangan Anak dan Perempuan Kementrian Negara Pemberdaya Perempuan, Rachmat.66 Praktik perdagangan organ tubuh sangat menjanjikan keuntungan yang cukup besar. Karenanya, ditengah himpitan ekonomi saat ini, bisnis ilegal tersebut menjadi lahan empuk untuk mencari penghasilan yang mengiurkan. Ketika penghasilan dari pekerjaan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, menjual organ tubuh seakan menjadi solusi yang lebih menguntungkan. Harga sebuah organ memang sangat mahal dan menguntungkan. Untuk sebuah ginjal di pasar gelap dijual seharga US$ 15.000, sedangkan di China, harga sebuah ginjal bisa mencapai US$ 62.000. harga jantung di pasar gelap bisa mencapai US$ 119.000. Mahalnya harga sebuah organ tubuh menjadi daya tarik yang menguntungkan dan diperkuat oleh fakta bahwa manusia dapat hidup normal dengan organ yang tidak lengkap.67 Pengaruh rendahnya ekonomi dapat menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya perdagangan organ tubuh manusia. Kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki keadaan ekonomi seseorang masih menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan. B. Faktor Kesehatan Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia, karena tanpa kesehatan tidak akan mencapai kesejahteraan. Seiring berkembangnya teknologi dan kemajuan zaman, dunia kesehatan juga mulai mengalami banyak 66
Ibid. http://tiyangkayunan.blogspot.co.id/2012/04/perdagangan-organ-tubuh-manusia.html?m=1, diakses 19 September 2016, pukul 13:54. 67
Universitas Sumatera Utara
58
kemajuan terutama untuk beberapa penyakit yang telah ditemukan metode baru dalam pengobatannya. Misalnya dengan ditemukannya metode pengobatan baru dengan cara pencangkokan organ tubuh (transplantasi). Transplantasi organ tubuh merupakan tindakan yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan organ tubuh yang berat. Tentunya bagi orang yang mengalami gangguan organ tubuh yang berat akan mempunyai kesempatan yang besar untuk sembuh bila melakukan transplantasi organ tubuh. Di Indonesia sendiri telah banyak yang melakukan transplantasi guna kesembuhan. Kendala Transplansi di Indonesia masih tinggi. Tidak hanya biaya, namun juga ketersediaan donor masih lebih rendah dari pada permintaan akan organ tubuh guna dilakukannya transplantasi.68 Di Indonesia transplantasi ginjal dirintis oleh Prof. Dr. Iwan Santoso (ahli bedah) pada tahun 1977 di RSCM beserta timnya. Saat ini di seluruh Indonesia sudah banyak rumah sakit besar yang melaksanakan operasi transplantasi ginjal. Rumah sakit yang melaksanakan transplantasi ginjal di Indonesia antara lain: RS PGI Cikini Jakarta : sejak 1977 - 277 RS Kariadi Semarang : sejak 1985 -2 RS Telogorejo Semarang : sejak 1985 - 58 RS Hasan Sadikin Bandung : sejak 1987 -1 RS Sutomo Surabaya : sejak 1988 - 28 RS Gatot Subroto Jakarta : sejak 1988 - 50 RS Sardjito Yogyakarta : sejak 1991 - 29 RS Dr. Pirngadi Medan : sejak 1992 -2 RS Advent Bandung : sejak 1994 -3 RS Siloam Kawaraci Jakarta : sejak 1996 -1 ----------------------------------------------------------------------- = 479
kasus kasus kasus kasus kasus kasus kasus kasus kasus kasus kasus69
Trini Handayani, Op. Cit., hal 154. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/730 Usul Majadi Sinaga dalam Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Bedah pada Fakultas Kedokteran, 28 Juli 2007, diakses pada 19 September 2016, pukul 17:30 Wib. 68
69
Universitas Sumatera Utara
59
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal, berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000.70 Diungkapkan oleh Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD, KGH, kepala divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSCM, secara kumulatif jumlah pasien transplantasi ginjal di Indonesia sejak tahun 1977 baru 600 orang. Padahal, jumlah pasien gagal ginjal tahap akhir terus meningkat. “kebanyakan pasien mendapat donor ginjal dari luar negeri. Jumlahnya mencapai tiga kali lipat daripada pasien yang mendapat donor di Indonesia,” katanya dalam acara media edukasi di RSCM Kencana, Jakarta.71 Ketersediaan donor yang tidak seimbang dengan permintaan terhadap donor mengakibatkan banyaknya pasien yang rela membayar mahal untuk mendapatkan donor organ untuk dapat melakukan transplantasi. Hal ini menyebabkan banyak orang memanfaatkan kondisi ini untuk mencari keuntungan yang cukup besar dengan cara memperdagangkan organ tubuhnya sendiri maupun organ tubuh orang lain. C. Faktor Sosial Satu abad sebelum Masehi, Cisero mengemukakan hubungan antara hukum dan masyarakat melalui kalimat sederhana “ubi societas ibi ius”, di mana ada masyarakat, di situ ada hukum. Hukum dibentuk oleh masyarakat untuk mengatur
70 http://kolektor-makalah.blogspot.com/2011/01/realita-permasalahan-transplantasi.html Judul Artikel : Realita Permasalahan Transplantasi, diakses tanggal 20 September 2016 pukul 19:22 Wib. 71 http://health.kompas.com/read/2012/01/12/16373548/Donor.Ginjal.Masih.Terbatas Judul Artikel : Donor Ginjal Masih Terbatas, diakses pada tanggal 20 September 2016, pukul 19:40 Wib.
Universitas Sumatera Utara
60
kehidupan mereka. Dengan kata lain, hukum dibentuk oleh dan diberlakukan untuk masyarakat demi ketertiban, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat.72 Dalam kehidupan masyarakat, setiap anggota masyarakat mempunyai kepentingan tersendiri. Ada yang mempunyai kepentingan yang sama, dan ada yang kepentingannya berbeda satu sama lain. Silang sengketa kedua macam kepentingan tersebut menjadi sebab lahirnya permasalahan. Untuk mengatur berbagai kepentingan dalam masyarakat tersebut dan dapat menyelesaikan sengketa secara tertib, masyarakat membentuk aturan-aturan dan diberlakukan dalam kehidupan mereka.73 Proses hukum secara garis besar dapat dipandang sebagai penyelaras berbagai kepentingan dalam masyarakat dan hasilnya adalah keadilan atau hukum yang adil. Hukum yang baik, yaitu hukum yang adil dan benar, memiliki keabsahan dan mengikat, mewajibkan serta dapat dipaksakan untuk dijalankan sebagai upaya mewujudkan rasa keadilan, harmonis agar kepentingan umum yang menjadi tujuan hukum itu sendiri. Hasil dari proses hukum tersebut kemudian menjadi masukan bagi proses hukum berikutnya, demikian seterusnya sehingga sistem hukum bergerak menjalankan fungsinya secara harmonis.74 Hukum bekerja dengan cara membatasi perbuataan seseorang atau hubungan antara orang-orang dalam masyarakat. Untuk membatasi tersebut maka hukum berfungsi sebagai: pembuatan norma-norma, penyelesaian sengketa-sengketa dan menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat. Dengan demikian hukum 72 T. Subarsyah Sumadikara, Penegakan Hukum (Sebuah Pendekatan Politik Hukum dan Politik Kriminal), Kencana Utama, Bandung, 2010, hal 8. 73 ibid. 74 idem, hal 9.
Universitas Sumatera Utara
61
digolongkan sebagai sarana untuk melakukan kontrol sosial, yaitu suatu proses mempengaruhi orang-orang untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Pengkontrolan oleh hukum itu dijalankan dengan berbagai cara dan melalui pembentukan badan-badan. Dalam hal ini maka hukum disebut suatu sarana untuk melakukan kontrol sosial yang bersifat formal.75 Aspek pertama yang berhubungan dengan pelaksanaan kontrol sosial, bersifat statis, yaitu merupakan jenis kontrol yang paling mendekati rumusan pengertian sosial. Pelaksanaan kontrol sosial ini tidak hanya berhenti pada orientasi masa sekarang, melainkan juga menjangkau masa yang akan datang. Dengan demikan masalah yang ingin dipecahkan bukannya bagaimana mempengaruhi tingkah laku orang-orang agar sesuai dengan harapan masyarakat dalam keadaan sekarang ini, melainkan menyangkut masalah perubahan-perubahan yang dikehendaki. Jenis kontrol sosial ini sering disebut dengan istilah Social engineering.76 Menurut T. Parsons, fungsi utama suatu sistem hukum itu bersifat integratif, artinya untuk mengurangi unsur-unsur konflik yang potensial dalam masyarakat dan untuk melicinkan proses pergaulan sosial. Dengan mentaati sistem hukum maka sistem interaksi sosial akan berfungsi dengan baik, tanpa kemungkinan berubah menjadi konflik terbuka atau terselubung.77 Agar sistem hukum dapat menjalankan fungsi integratifnya secara efektif, menurut Parsons, terdapat 4 masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, yaitu: Legitimasi, yang akan menjadi landasan bagi pentaatan aturan-aturan; Interpretasi, yang akan menyangkut masalah penetapan hak dan kewajiban Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial, Alumni, Bandung, 1983, hal 126. idem, hal 127. 77 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal 135. 75 76
Universitas Sumatera Utara
62
subjek, melalui proses penetapan hak dan kewajiban subjek, melalui proses penetapan aturan tertentu; Sanksi, yang menegaskan sanksi apakah yang akan timbul apabila ada pengingkaran terhadap aturan, serta sekaligus menegaskan siapakah yang akan menerapkan sanksi; Yurisdiksi, yang menetapkan garis-garis kewenangan yang berkuasa menegakkan norma-norma hukum.78 Kebijakan pembentuk hukum (Legal policy) diarahkan untuk membentuk substansi hukum yang responsif dan mampu menjadi sarana pembaharuan dan pembangunan yang mengabdi pada kepentingan nasional dengan mewujudkan ketertiban, legitimasi dan keadilan.79 Berkenaan dengan penurunan fungsi organ tubuh manusia terjadi setiap tahunnya sehingga terjadi kerusakan yang memerlukan terapi transplantasi. Ginjal misalnya akan mengalami penurunan fungsinya 10 persen setiap sepuluh tahun sekali.80 Menurut ketua harian Yegina Indrawati Sukadis, sebenarnya Transplantasi organ tubuh merupakan cara terbaik untuk mengatasi penyakit gangguan organ tubuh yang berat, misalnya penyakit gagal ginjal terminal.81 Namun cara ini menpunyai banyak kendala, selain biaya yang mahal juga jumlah donor yang tersedia sangat minim. Minimnya donor organ tubuh (dalam hal ini ginjal) yang ada karena adanya kekawatiran untuk hidup dengan organ tubuh yang tidak lengkap. Sebenarnya secara medis orang dapat hidup normal hanya dengan satu ginjal saja, namun 78
ibid. Trini Handayani, Op. Cit., hal 160. 80 idem. 81 idem, hal 161. 79
Universitas Sumatera Utara
63
pengetahuan seperti ini belum tersosialisasi secara meluas ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga masih diperlukan sosialisasi yang lebih. Karena langkanya orang yang mau menjadi pendonor untuk transplantasi, pada akhirnya telah memunculkan isu tak sedap. Kerap muncul pertanyaan dari berbagai kalangan proses transplantasi organ tubuh diwarnai aksi jual beli, adanya semacam pemberian kompensasi dan tidak bersifat transaksi. Undang-undang melarang adanya transaksi jual beli organ tubuh manusia. Regulasi dapat menjadi sangat keras memagari peluang penyalahgunaan seperti itu. Padahal masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang penuh basa-basi. Sehingga ketentuan yang mengatur secara keras tersebut masih mungkin mempunyai celah.82 Melakukan perdagangan organ tubuh dengan modus memberikan kompensasi dan ucapan terimakasi dan tidak bersifat mengikat, maka akan susah untuk membuktikan bahwa hal tersebut merupakan perdagangan organ tubuh. Transplantasi butuh peraturan yang tegas pemerintah. Tunggul Situmorang mengatakan sejak transplantasi ginjal pertama pada 1977 yang dilakukan oleh Sidabutar dan timnya di RSUPN Ciptomangunkusumo dan RS PGI Cikini, belum ada perkembangan yang berarti bagi praktik transplantasi di tanah air. Penyebabnya,
selain
tidak
ada
donor,
peraturan
pemerintah
mengenai
transplantasi belum jelas.83 Peraturan sangat diperlukan supaya donasi organ tubuh menjadi legal dan tidak ditemukan lagi pratik perdagangan organ tubuh.
82 83
idem, hal 161-162. idem, hal 164.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV Upaya Penanggulangan dan Penegakan hukum terhadap Tindak Pidana Perdangangan Organ Tubuh Manusia di Indonesia
A. Upaya Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia di Indonesia Pemidanaan bukanlah merupakan tujuan akhir dari sistem peradilan pidana dan juga bukan merupakan satu-satunya cara untuk mencapai tujuan sistem peradilan pidana. Ada banyak cara yang dapat ditempuh, dengan menggunakan hukum pidana maupun dengan menggunakan cara diluar hukum pidana. Upaya penanggulangan yang merupakan bagian dari kebijakan sosial pada hakikatnya juga merupakan bagian integral dari upaya perlindungan masyarakat (social defence) yang dapat ditempuh dengan 2 jalur, yaitu :84 1. Jalur penal, yaitu dengan menerapkan hukum pidana (criminal law application) 2. Jalur non penal, yaitu dengan cara : a. Pencegahan
tanpa
pidana
(prevention
without
punisment),
termasuk di dalamnya penerapan sanksi administrative dan sanksi perdata.
84
M. Hamdan, 1997, Politik Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 72.
64
Universitas Sumatera Utara
65
b. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pembinaan lewat media massa (influencing view of society on crime and punishment) Jadi dapat dikatakan bahwa
upaya penanggulangan melalui jalur penal
merupakan upaya yang bersifat “repressive”, yaitu upaya yang dilakukan setelah tindak pidana tersebut telah dilakukan dengan cara menjatuhkan hukuman, sedangkan upaya non penal merupakan upaya yang bersifat ”preventif”, yaitu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya suatu tindak pidana, jadi dilakukan sebelum tindak pidana tersebut dilakukan. Upaya Pencegahan seharusnya lebih diutamakan daripada upaya yang bersifat represif. W.A. Bonger mengatakan bahwa, dilihat dari efisiensi dan efektifitas upaya pencegahan lebih baik daripada upaya yang bersifat represif. Dalam dunia kedokteran kriminal telah disepakati suatu pemikiran mencegah kejahatan adalah lebih baik dari pada mencoba mendidik penjahat menjadi baik kembali, lebih baik disini juga berarti lebih mudah, lebih murah dan lebih mencapai tujuannya.85 Upaya penanggulangan kejahatan dengan jalur nonpenal bersifat pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utama dari upaya ini yaitu menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain, berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya nonpenal W. A. Bonger, Pengantar tentang Kriminologi Pembangunan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995, hal 167. 85
Universitas Sumatera Utara
66
menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Di berbagai kongres PBB mengenai “The Prevention of Crime and Treatment of Offenders” ditegaskan upaya-upaya strategis mengenai penanggulangan sebabsebab timbulnya kejahaatan.86 Secara umum pencegaha kejahatan dapat dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode. Pertama, cara Moralistic (miring) yang dilaksanakan dengan penyebarluasan ajaran-ajaran agama dan moral, undang-undang yang baik dan sarana-sarana lain yang dapat mengekang nafsu untuk berbuat kejahatan. Kedua, adalah dengan cara Abiliosinistik yang berusaha untuk memberantas sebabmusababnya. Umpanya kita ketahui bahwa faktor tekanan ekonomi (kemelaratan) merupakan salah satu faktor penyebab, maka usaha untuk mencapai kesejahteraan untuk mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi merupakan cara
Abiliosinistik.
Adapun
pencegahan
kejahatan
melalui
pendekatan
kemasyarakatan, yang biasa disebut Community Based Crime Prevention, melibatkan segala kegiatannya untuk memperbaiki kapasitas masyarakat dalam mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan kontrol sosial informal.87 Pencegahan kejahatan memfokuskan diri pada campur tangan sosial, ekonomi dan berbagai area kebijakan publik dengan maksud mencegah terjadinya kejahatan. Bentuk lain dari keterlibatan masyarakat, nampak dari upaya pencegahan situasional dan peningkatan kapasitas masyarakat dalam penggunaan sarana kontrol sosial informal. Peningkatan pencegahan kejahatannya berorientasi 86 http://kilometer25.blogspot.com/2012/09/upaya -non-penal-dalam-menganggulangi.html, diakses 27 September 2016, pukul 23:22. 87 Hery Firmansyah, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di Indonesia, Mimbar Hukum, Volume 23, Nomor 2, Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
67
pada pelaku atau offender-centred crime prevention dan berorientasi pada korban atau victim-centred crime prevention.88 Tujuan utama dari usaha-usaha non penal bagaimana mampu memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, secara langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Upaya keseluruhan kegiatan preventif non penal itu memiliki kedudukan strategis dalam memegang posisi kunci yang seyogianya terus diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi strategis ini justru akan berakibat sangat fatal bagi usaha penanggulangan kejahatan. Oleh karena itu suatu kebijakan kriminal harus dapat mengintegrasikan dan mengharmonisasikan seluruh kegiatan preventif non penal ke dalam satu sistem kegiatan negara yang teratur dan terpadu. Sebagaimana diungkapkan Radzinovics menyakatakan :89 “Criminal policy must combine the varior preventive activities and adjust them so as to from a single comprehensive machine and finally coordinate the whole into an arganized system of activity” (Kebijakan
kriminal
harus
menggabungkan
variasi
kegiatan
pencegahan dan menyesuaikannya sehingga ada satu kesatuan yang komprehensif dan akhirnya dapat terkordinasikan dalam satu kesatuan sistem yang sama) Pendekatan non penal menurut Hoefnagels adalah pendekatan pencegahan kejahatan
tanpa
menggunakan
sarana
pemidanaan
(prevention
without
Abintoro Prakoso, Kriminologi Hukum & Hukum Pidana, Laksbang Grafika, Yogyakarta, 2013, hal 159. 89 ibid. 88
Universitas Sumatera Utara
68
punishment), yaitu antara lain perencanaan kesehatan mental masyarakat (community planning mental helth), kesehatan mental masyarakat secara nasional (national mental health), kesejahteraan anak dan pekerja sosial (social worker and child welfare), serta penggunaan hukum civil dan hukum administrasi (administrative & civil law).90 Hal ini menunjukan bahwa kejahataan itu pada dasarnya berasal dari faktorfaktor yang berkaitan dengan lingkungan sosial masyarakat itu sendiri. Dan karenanya upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulanginya harus didasarkan pada penguatan sumber daya yang ada di dalam masyarakat tersebut. Berikut ini merupakan beberapa upaya yang dapat dilakukan beberapa cara, baik sebelum terjadi, pada saat terjadi, dan sesudah terjadi, yakni sebagai berikut :91 1. Memperluas kesempatan kerja bagi para pemuda; 2. Usaha menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan masyarakat di area yang miskin; 3. Menciptakan lapangan pekerjaan yang merata di seluruh wilayah Indonesia 4. Pemberdayaan tingkat pendidikan masyarakat; 5. Mendidik tenaga kerja yang akan diberangkatkan ke luar negeri, baik pemahaman nilai-nilai keagamaan dan moral, serta pendidikan; 6. Menghilangkan budaya konsumtif yang teralu berlebihan; 7. Memberdayakan perempuan sehingga mereka tidak mudah untuk dijerat sebagai objek perdagangan orang. 90 91
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, Hal 58. ibid.
Universitas Sumatera Utara
69
8. Penegakan dan regulasi sistem hukum, khususnya perdagangan orang (dalam hal eksploitasi perdagangang organ tubuh), serta koordnasi dalam proses penanggulangan dan penanganan korban secara regional dan internasional; Permasalahan isu perdangan organ tubuh manusia sudah cukup lama berlangsung, dan semakin marak terjadi di Indonesia. Hal ini semakin memanas akhir-akhir ini setelah terbongkarnya sindikat perdagangan organ tubuh yang ditangkap di kota Bandung pada bulan Januari tahun 2016, menurut hasil pemesiksaaan sindikat ini telah beraksi sejak tahun 2008 silam.92 Dalam uapaya pencegahan peredagangan organ tubuh manusia pemerintah belum memberikan kebijakan secara khusus guna mencegah dan menanggulanginya. Namun secara umum pemerintah telah mensahkan berbagai regulasi kebijakan secara nasional maupun lokal tentang perdagangan orang, dimana salah satu bentuk tindakan eksploitasi yang diatur dalam UU No.21 Tahun 2007 mengenai TPPO Pasal 1 butir 7 merupakan perdagangan organ tubuh. Wujud komitmen negara dalam mengatur tugas dan tanggung jawab dalam mendorong para pihak untuk berpartisipasi melakukan pencegahan dan perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang. Komitmen negara sudah cukup jelas dalam menyikapi perlawanan terhadap perdagangan orang. Diawali dengan lahirnya RAN (Rencana Aksi Nasional) Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak dan Pembentukan Gugus Tugas Nasional melalui Keppres No.88 Tahun 2002. Selanjutnya berbagai 92
http://www.indoheadlinenews.com/2016/01/membongkar-sindikat-penjualanorgan.html?m=1, diakses pada 28 September 2016, pukul 11:05 WIB.
Universitas Sumatera Utara
70
kebijakan hukum yang bertujuan dalam menyelamatkan perempuan dan anak dari berbagai bentuk penindasan dan perbudakan perlahan-lahan disahkan dan diratifikasi sebagai kebijakan nasional.93 Konsep kebijakan kriminal dalam wujud pencegahan dan perlindungan, jika dirujuk dari pemikiran Saparinah Sadli sebagaimana dikemukakan oleh Muladi dan Barda Nawawi merumuskan kejahatan atau tindak kriminal merupakan salah satu bentuk dari “perilaku menyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada masyarakat yang sepi dari kejahatan. Sehingga prilaku yang menyimpang itu menjadi ancaman yang nyata dan ancaman terhadap norma-norma sosial yag mendasar pada kehidupan dan keteraturan sosial, yang menimbulkan ketegangan individual maupun ketegangan sosial.94 Tindak pidana perdagangan organ tubuh yang semakin marak, masih banyak orang yang ingin menjual organ tubuhnya guna memenuhi kebutuhan ekonomi , membuktikan bahwa pencegahan yang dilakukan pemerintah masih kurang maksimal. kurangnya pengawasan terhadap rumah sakit yang melakukan transplantasi organ tubuh juga salah satu penyebab masih banyak orang yang dapat melakukan perdagangan organ tubuh.
93 Kepres No. 88 Tahun 2002 tentang RAN Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak 94 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung, 1998, Hal 148.
Universitas Sumatera Utara
71
B. Penegakan Hukum Terhadap Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Organ Tubuh Manusia di Indonesia Penegakan hukum secara represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan dan ternyata masih juga terdapat pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas. Penegakan hukum represif pada tingkat operasionalnya didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama, penegakan hukum represif diawali dari lembaga kepolisian, berikutnya kejaksaan, kemudian diteruskan ke lembaga pengadilan dan berakhir pada lembaga pemasyarakatan.95 Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan ketiga ide inilah yang merupakan hakekat dari penegakan hukum. Penegakan hukum dapat diartikan pula penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku.96 Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara nilai dan kaidah serta perilaku nyata manusia. Kaidah-kaidah tersebut kemudian menjadi pedoman atau patokan bagi 95 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, Hal 112. 96 Satjipto Raharjo, Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir, Angkasa, Bandung, 1980, Hal 15.
Universitas Sumatera Utara
72
perilaku atau tindakan yang dianggap pantas atau seharusnya, perilaku atau sikap tindak itu bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan. Walaupun dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian. Sehingga pengertian Law Enforcement begitu populer. Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksana keputusan-keputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan peundang-undangan atau keputusan pengadilan, bisa terjadi malahan justru mengganggu kedamaian dalam pergaulan hidup masyarakat.97 Upaya penal merupakan salah satu upaya penegakan hukum atau segala tindakan
yang
dilakukan
oleh
aparatur
penegak
hukum
yang
lebih
menitikberatkan pada pemberantasan setelah terjadinya kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya. Penyidikan, penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya merupakan bagian-bagian dari politik kriminil.98 Fungsionalisasi hukum pidana adalah suatu usaha untuk menaggulangi kejahatan melalui penegakan hukum pidana yang rasional untuk memenuhi rasa keadilan dan daya guna.99
Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hal 5. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1986, Hal 113. 99 Muladi dan Barda Nawawi Arif, Op., Cit., Hal 14. 97 98
Universitas Sumatera Utara
73
Penegakan hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan pidana melalui beberapa tahap.100 Tahap-tahap tersebut adalah :101 a.
Tahap Formulasi
Tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh badan pembuat undang-undang yang melakukan kegiatan memilih yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut dengan tahap kebijakan legislaif. b.
Tahap Aplikasi
Tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian sampai ke pengadilan. Dengan demikian aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturanperaturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undangundang, dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini disebut sebagai tahap yudikatif. c.
Tahap Eksekusi
Tahap penegakan pelaksanaan hukum serta secara konkret oleh aparat-aparat pelaksana pidana. Pada tahap ini aparat-aparat pelaksana pidana bertugas menegakkan peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah diterapkan dalam putusan pengadilan. Dengan demikian proses pelaksanaan pemidanaan yang telah Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995, Hal 13-14. 101 Muladi dan Barda Nawawi Arif, Op., Cit., Hal 14. 100
Universitas Sumatera Utara
74
ditetapkan dalam pengadilan, aparat-aparat pelaksana pidana itu dalam pelaksanaan tugasnya harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang dan undang-undang daya guna. Ketiga tahap penegakan hukum pidana tersebut, dilihat sebagai suatu usaha atau proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jelas harus merupakan jalinan mata rantai aktivitas yang terputus yang bersumber dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan Pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut:102 a.
Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada undang-undang saja.
b.
Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.
c.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d.
Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.
e.
Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hal 9.
102
Universitas Sumatera Utara
75
Tindak pidana perdagangan organ tubuh di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 64 ayat 3 yang mengatakan “organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjual belikan dengan dalih apapun” dalam pasal tersebut jelas dikatakan bahwa organ tubuh di larang untuk diperjual belikan. pada pasal 192 diatur mengenai pidana bagi orang yang melakukan perdagangan organ tubuh. Dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga melarang perdagangan organ tubuh manusia, dalam pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 ini menjelaskan bahwa kewajiban negara, pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh anak serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan anak. Pemidanaan terhadap pelaku yang melanggar ketentuan tersebut terdapat pada pasal 84 dan pasal 85 UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, perdagangan organ tubuh masuk kedalam salah satu bentuk eksploitasi yang terdapat dalam pasal 1 angka 7. Peraturan
tersebut
semua
mengatur
mengenai
larangan
untuk
memperdagangkan organ tubuh manusia dengan alasan apapun, namum peraturan perundang-undangan yang ada tidak menjawab permasalahan yang ada, perdagangan organ tubuh manusia dipicu karena adanya metode pengobatan transplantasi organ tubuh manusia yang dapat menyelamatkan orang dari penyakit yang menyerang organ tubuh manusia. Langkanya pendonor mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
76
banyak orang mencari cara mendapatkan organ tubuh sehingga organ tubuh manusia menjadi barang yang mahal. Di Indonesia sendiri transplantasi sudah lama dilakukan diberbagai rumah sakit, namun dalam peraturan perundangundangan sendiri belum mengatur secara spesifik mengenai kebutuhan donor berikut mekanisme penyalurannya, sehingga penegakan peraturan perundangundangan tersebut menjadi sulit. Peraturan perundang-undangan harusnya mengatur secara spesifik pada ranah donor mekanisme donor organ tubuh, sehingga pendonor dan resipien terlindungi dari perdagangan organ yang dilakukan secara paksa maupun penipuan. Pengawasan pemerintah terhadap rumah sakit yang melakukan transplantasi juga masih tergolong lemah. David Holcberg mengatakan bahwa regulasi perdagangan organ bisa mengatasi kekurangan organ dan membuat praktek lebih aman dan adil bagi para donor. Menurut Ivan Illich berpendapat bahwa kelangkaan adalah kebutuhan artifisial yang diciptakan. Tidak ada kekurangan yang nyata dari organ tubuh, namun berlebih dan terbuang. Kelangkaan hanya untuk sekelompok orang yang menolak organ tubuh dan bagi mereka yang tidak mampu membelinya. Jadi yang perlu diatur adalah pengadaan organ tubuh manusia dan praktik distribusi.103 Di Malaysia didirikan National Transplant Resource Center pada tahun 1997 yang secara resmi merupakan lembaga pemerintah di bawah kementrian kesehatan, lembaga ini telah banyak menerima dan mendistribusi organ tubuh berupa ginjal, jantung, hati, paru-paru, pankreas, mata, tulang, kulit dan jantung. 103
http://etikaprograming.blogspot.co.id/2013/04/perlunya-pengawasan-perdaganganorgan.html?m=1, diakses 30 September 2016, Pukul 13:19 WIB.
Universitas Sumatera Utara
77
Sedangkan di Singapura, mekanisme donor organ tubuh ditempuh melalui pendekatan hukum. Setiap warga negaranya diwajibkan menyumbangkan organ tubuhnya jika meninggal. Mereka yang tidak bersedia harus membuat pernyataan tertulis. Dengan demikian, jumlah donor organ diperlukan menjadi banyak. Di Tiongkok, terdapat bank donor nasional untuk mendukung distribusi organ tubuh bagi mereka yang membutuhkan donor. Stok bank donor didapat dari sumbangan masyarakat.104 Indonesia sendiri membutuhkan peraturan pemerintah yang lebih spesifik dalam mengatur perdagangan organ tubuh manusia dan juha yang mengatur pengadaan organ tubuh yang legal dan mekanisme yang sah dalam transplantasi organ tubuh manusia.
104 Http://www.befa.mediaIndonesia.com/news/read/26833/lemahnya-pengawasan-danpenegakan-hukum-picu-perdagangan-organ-tubuh-manusia/2016-02-01, diakses 30 September 2016, Pukul 13:33 WIB.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya mengenai tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia (ditinjau dari UndangUndang Nomor 36 Tahun 20009 tentang Kesehatan), maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan sebagai jawaban dari pokok-pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu : 1.
Pengaturan hukum yang mengatur tindak pidana perdagangan organ tubuh
terdapat di dalam : a. Dalam KUHPidana Dalam pasal 204 KUHPidana membahas tentang sanksi pidana bagi yang memperjualbelikan barang yang diketahui membahayakan nyawa atau kesehatan orang. Pada pasal 206 KUHPidana ditambah dengan pidana tambaha berupa pencabutan terhadap hak tertentu dan pengumuman putusan hakim Pasal 204 KUHP berbunyi: (1)
(2)
Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak diberi tahu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun, Jika perbuatan itu mengakibatkan orang mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
78
Universitas Sumatera Utara
79
Dihubungkan dengan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia, rumusan pasal ini tidak mengatur secara langsung tentang perdagangan organ tubuh manusia. Perbuatan “menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang berbahaya” yang disebutkan dalam pasal ini merupakan delik formil, yaitu menitik beratkan pada perbuatan tersebut. Maka orang yang menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagibagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang . Tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sadar akan membahayakan kesehatan bahkan nyawa korban yang diambil organ tubuhnya jika tidak mendapat perawatan yang sesuai dengan arahan dokte. Sehingga seseorang yang melakukan perbuatan menjual, menawarkan, dan menyerahkan organ tubuh manusia dapat dikenakan ancaman pidana sekalipun perbuatan tersebut tidak sampai mengakibatkan suatu akibat. Tindakan “mengakibatkan orang mati” yang tertulis dalam ayat 2 (dua) pasal ini merupakan delik materiil dan termasuk delik yang ada pemberatannya (gequalificeerde delict). Maka seseorang hanya dapat dikenakan pidana pemberatan apabila telah mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Seperti yang tertulis dalam Pasal 204 KUHPidana ayat (1) terhadap Pasal 204 KUHPidana ayat (2) disertai dengan pemberatan pidana karena adanya syarat-syarat tertentu. Jadi pelaku perbuatan perdagangan organ tubuh manusia yang diketahui dapat membahayakan
Universitas Sumatera Utara
80
kesehatan bahkan nyawa korban hanya dapat dikenakan pemberatan pidana apabila korban meninggal dunia diakibatkan oleh pengambilan organ tubuh korban. b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Perdagangan organ tubuh diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang tertuang dalam Pasal 64 , dan Pasal 192. Sedangkan ketentuan sanksi pidana diatur dalam ketentuan Pasal 192 pada undang-undang ini. Pasal 64 Undang-Undang ini berbunyi : 1.
2.
3.
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, serta penggunaan sel punca. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersilkan. Organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.
Pada Pasal 64 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ini mengatur tentang penyembuhan penyakit maupun pemulihan penyakit melalui transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh, implant obat dan/atau alat kesehatan serta bedah plastik dan rekonstruksi maupun penggunaan sel punca (stem cell). Selain itu juga ada tujuan kemanusiaan. Pada ayat (3) merupakan penjelasan tentang perbuatan jual beli organ dan/atau jaringan tubuh yang dilarang dan dijelaskan sanksi pidananya pada Pasal 192. Pasal 64 ayat (2) dan (3) dijelaskan bahwa, organ tubuh yang digunakan guna keperluan medis tidak diperbolehkan untuk tujuan komersialisasi. Komersialisasi yang dimaksud dari pasal tersbut adalah mempergunakan
Universitas Sumatera Utara
81
kesempatan untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya yang dilakukan oleh dokter atas tindakan medisnya yang mengakibatkan biaya yang dibutuhkan terlampau tinggi sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat. Selain itu, dalam pengadaan organ donor hanya diperbolehkan mendapatkan organ tersebut dari pendonor organ yang rela organnya diambil secara sukarela. Dan tidak diperbolehkan mendpatkan organ tersebut dengan cara-cara olegal seperti mencuri dari orang yang telah mati ataupun membeli dari orang yang menginginkan organnya tau organ orang lain dijual demi mendapatkan keuntungan. Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 juga mengatur ketentuan pidana mengenai tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia. Pasal 192 Undang-Undang ini berbunyi : Setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Anak sangat rentan terhadap tindakan eksploitasi dalam rangka pengambilan organ tubuh. Maka sebagai upaya menghindari hal tersebut telah diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 47 berbunyi : (1) (2)
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan : a. Pengambilan organ tubuh anak dan atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak.
Universitas Sumatera Utara
82
b. Jual beli organ dan atau jaringan tubuh anak; dan c. Penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik untuk anak. Pada Pasal 47 UU No 23 Tahun 2002 ini menjelaskan bahwa kewajiban negara, pemerintah, keluarga maupun orang tua dalam melindungi anak dari perbuatan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, jual beli organ tubuh atau jaringan tubuh anak serta penelitian kesehatan dengan objek penelitiannya menggunakan anak. Sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 47 disebutkan dalam Pasal 85 yang berbunyi: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh anak untuk pihak lain dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, di pidana dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ).” Pasal 85 UU No.23 Tahun 2002 : (1)
(2)
Setiap orang yang melakukan jual beli organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun (lima belas tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 300,000,000 (tiga ratus juta rupiah). Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan pengambilan organ tubuh dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memperhatikan kesehatan anak, atau penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai obyek penelitian tanpa seizin orang tua atau tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak, dipidan de ngan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 200,000,000 (dua ratus juta rupiah).
Universitas Sumatera Utara
83
d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Perdagangan Orang Peraturan mengenai perdagangan organ tubuh manusia dalam undangundang ini terdapat pada defenisi eksploitasi, menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1 angka 7 menjelaskan definisi eksploitasi, yaitu: Eksploitasi adalah Tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau, praktik, semacam, perbudakan, penindasan, pemerasan,pemanf atan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil. Pada definisi eksploitasi terdapat rumusan perbuatan yang dapat di pidana berupa pemindahan atau mentransplantasikan organ/jaringan tubuh untuk mendapat keuntungan baik materiil maupun immateriil.
Pengaturan dalam hal pelarangan perdagangan organ tubuh manusia tertera pada pengaturan Pasal 2 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang berbunyi : (1)
Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
Universitas Sumatera Utara
84
(2)
denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah). Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pengaturan pada ayat dua pasal ini mengancam untuk tindak pidana yang menimbulkan akibat seseorang tereksploitasi. Apabila dapat dibuktikan bahwa telah terjadi eksploitasi terhadap seseorang maka pelaku tindak pidana tersebut dapat diancam pidana seperti ketentuan pada ayat satu. Penjatuhan pidana dilakukan setelah terjadinya akibat dari suatu peruatan di karenakan pada ayat dua pasal ini merupakan delik materiil. Delik materiil merupakan perbuatan yang dilarang dan dapat dipidana ketika perbuatan tersebut menimbulkan akibat tertentu. Ketentuan pelarangan lainnya tertera pada rumusan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, yang berbunyi: Setiap orang yang memasukan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di wilyah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). Jika dikaitkan dengan perdagangan organ tubuh manusia, maka sesuai dengan ketentuan pasal ini maka hukuman dapat dijatuhkan bukan hanya kepada perbuatan mengeksploitasi atau menjual organ tubuh manusia namun juga kepada perbuatan yang mendatangkan seseorang ke Indonesia dengan tujuan untuk diperdagangkan organ tubuhnya.
Universitas Sumatera Utara
85
Pada ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 ini berbunyi : Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). Dalam ketentuan pasal ini perbuatan mengeksploitasi warga negara Indonesia akan dapat diancam hukuman pidana sekalipun dilakukan di luar wilayah Indonesia. Pada pasal 5 Undang-undang Nomor 21 tahun 2007: Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah) Pada rumusan pasal ini mengatakan bahwa adanya larangan mengangkat anak dengan maksud untuk dieksploitasi. Karena rumusan pasal ini merupakan rumusan
delik
formil
maka
ketika
telah
dilakukannya
perbuatan
pengangkatan anak dengan maksud untuk dieksplotasi maka telah dapat dikenakan ancaman pidana bagi siapa yang melakukan perbuatan tersebut tanpa adanya akibat dari perbuatannya. Pengaturan lain mengenai perdagangan organ tubuh manusia dimuat juga dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yaitu : Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan anak
Universitas Sumatera Utara
86
tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah) Rumusan pasal ini merupakan rumusan delik materil sehingga perbuatan dapat dikenakan ancaman pidana apabila perbuatan tersebut telah mengakibatkan hal yang dilarang dalam pasal tersebut. Dalam pasal ini dikatakan bahwa dilarang mengakibatkan anak tereksploitasi. Ketika suatu perbuatan
pengiriman
anak
keluar
negeri
atau
kedalam
negeri
mengakibatkan anak tereksploitasi maka pelaku dalam dikenakan ancaman pidana. Bahkan ketika seseorang melakukan perbuatan pengiriman anak tanpa tujuan untuk mengeksploitasi anak namun anak merasa tereksplotasi maka pelaku perbuatan pengiriman anak dapat diancam pidana sesuai dengan pasal tersebut. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 berbunyi : (1)
(2)
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan korban menderita luka berat, gangguan jiwa berat, penyakit menular lainnya yang membahayakan jiwanya, kehamilan, atau terganggu atau hilangnya fungsi reproduksinya, maka ancaman pidananya ditambah1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana dalam pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Jika tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama penjara seumur hidup dan pidana denda paling sedikit Rp. 200.00.00,- (Dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.00,- (Lima milyar rupiah).
Namun dalam rumusan pasal ini memuat ketentuan penambahan hukuman pidananya apabila korban menderita luka berat.
Luka berat yang
Universitas Sumatera Utara
87
dimaksud sesuai dengan luka berat pada penjelasan pasal 7 (tujuh) undangundang ini. Pemberatan pidana diberikan dengan menambah ancaman pidana sepertiga dari ancaman pidana untuk dari ketentuan Pasal 2 ayat 2, Pasal 4, 5, dan Pasal 6. Sedangkan apabila perbuatan pengeksploitasian mengakibatkan korban meninggal dunia maka ancaman hukuman bagi pelaku bertambah menjadi paling singkat 5 tahun dan paling lama penjara seumur hidup. 2.
Perdagangan organ tubuh manusia di Indonesia terjadi dipengaruhi
beberapa faktor, antara lain : a. Faktor Ekonomi Praktik perdagangan organ tubuh sangat menjanjikan keuntungan yang cukup besar. Karenanya, ditengah himpitan ekonomi saat ini, bisnis ilegal tersebut menjadi lahan empuk untuk mencari penghasilan yang mengiurkan. Ketika penghasilan dari pekerjaan tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup, menjual organ tubuh seakan menjadi solusi yang lebih menguntungkan. Harga sebuah organ memang sangat mahal dan menguntungkan. Untuk sebuah ginjal di pasar gelap dijual seharga US$ 15.000, sedangkan di China, harga sebuah ginjal bisa mencapai US$ 62.000. harga jantung di pasar gelap bisa mencapai US$ 119.000. Mahalnya harga sebuah organ tubuh menjadi daya tarik yang menguntungkan dan diperkuat oleh fakta bahwa manusia dapat hidup normal dengan organ yang tidak lengkap.
Universitas Sumatera Utara
88
Pengaruh rendahnya ekonomi dapat menjadi salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya perdagangan organ tubuh manusia. Kemiskinan dan keinginan untuk memperbaiki keadaan ekonomi seseorang masih menjadi faktor yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan. b. Faktor Kesehatan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal, berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000. Diungkapkan oleh Prof. DR. Dr. Endang Susalit, SpPD, KGH, kepala divisi Ginjal Hipertensi FKUI/RSCM, secara kumulatif jumlah pasien transplantasi ginjal di Indonesia sejak tahun 1977 baru 600 orang. Padahal, jumlah pasien gagal ginjal tahap akhir terus meningkat. “kebanyakan pasien mendapat donor ginjal dari luar negeri. Jumlahnya mencapai tiga kali lipat daripada pasien yang mendapat donor di Indonesia,” katanya dalam acara media edukasi di RSCM Kencana, Jakarta. Ketersediaan donor yang tidak seimbang dengan permintaan terhadap donor mengakibatkan banyaknya pasien yang rela membayar mahal untuk mendapatkan donor organ untuk dapat melakukan transplantasi. Hal ini menyebabkan banyak orang memanfaatkan kondisi ini untuk mencari keuntungan yang cukup besar dengan cara memperdagangkan organ tubuhnya sendiri maupun organ tubuh orang lain .
Universitas Sumatera Utara
89
c. Faktor Sosial Minimnya donor organ tubuh (dalam hal ini ginjal) yang ada karena adanya kekawatiran untuk hidup dengan organ tubuh yang tidak lengkap. Sebenarnya secara medis orang dapat hidup normal hanya dengan satu ginjal saja, namun pengetahuan seperti ini belum tersosialisasi secara meluas ke tengah-tengah masyarakat. Sehingga masih diperlukan sosialisasi yang lebih. Karena langkanya orang yang mau menjadi pendonor untuk transplantasi, pada akhirnya telah memunculkan isu tak sedap. Kerap muncul pertanyaan dari berbagai kalangan proses transplantasi organ tubuh diwarnai aksi jual beli, adanya semacam pemberian kompensasi dan tidak bersifat transaksi. Undang-undang melarang adanya transaksi jual beli organ tubuh manusia. Regulasi dapat menjadi sangat keras memagari peluang penyalahgunaan seperti itu. Padahal masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang penuh basa-basi. Sehingga ketentuan yang mengatur secara keras tersebut masih mungkin mempunyai celah. Melakukan perdagangan organ tubuh dengan modus memberikan kompensasi dan ucapan terimakasi dan tidak bersifat mengikat, maka akan susah untuk membuktikan bahwa hal tersebut merupakan perdagangan organ tubuh. Peraturan pemerintah mengenai transplantasi belum jelas. Peraturan sangat diperlukan supaya donasi organ tubuh menjadi legal dan tidak ditemukan lagi pratik perdagangan organ tubuh.
Universitas Sumatera Utara
90
3.
Upaya pencegahan tindak pidana organ tubuh manusia dapat dilakukan melalui kebijakan non penal, dimana kebijakan non penal merupakan kebijakan yang lebih meninitik beratkan kedalam pencegahan sebelum suatu tindak pidana tersebut dilakukan. Tujuan utama dari usaha-usaha non penal bagaimana mampu memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, secara langsung mempunyai pengaruh preventif terhadap kejahatan. Di Indonesia sendiri upaya pencegahan tindak pidana perdagangan organ tubuh manusia masih dinilai kurang maksimal, sehingga masih marak terjadi perdagangan organ tubuh manusia di berbagai daerah. Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perdagangan organ tubuh manusia belum dapat mencakup dasar terjadinya perdagangan organ tubuh. Peraturan perundang-undangan yang ada tidak mengatur secara spesifik mengenai mekanisme melakukan donor organ tubuh dan juga tidak adanya pengadaan organ tubuh guna melakukan transplantasi. Sehingga penegakan hukum yang ada menjadi sulit dikarenakan terlalu banyak cela untuk mengelabui penegak hukum agar perdagangan organ tubuh tetap dapat di laksanakan, ini terbukti dari belum pernah ada pelaku perdagangan organ tubuh yang sampai di ranah hukum. Pengawasan pemerintah atas rumah sakit yang melakukan pratik transplantasi masih kurang maksimal sehingga masih banyak sindikat perdagangan organ tubuh yang dapat beraksi.
Universitas Sumatera Utara
91
B. Saran Adapun yang menjadi saran atau harapan di dalam penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa hal yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah diharapkan menyusun sebuah peraturan perundangundangan yang khusus mengatur mengenai perdagangan organ tubuh manusia dan mengenai mekanisme serta regulasi donor organ tubuh manusia guna keperluan transplantasi organ tubuh manusia. 2. Sebaiknya pemerintah membentuk sebuah lembaga pemerintahan yang mengatur mengenai pengadaan donor organ tubuh manusia untuk kebutuhan transplantasi dan yang mengatur mengenai distribusi perdagangan organ tubuh manusi guna keperluan medis. 3. Perlunya pengawsan yang ketat terhadap rumah sakit yang melakukan transplantasi organ tubuh manusia.
Universitas Sumatera Utara