BAB II DESKRIPSI KOTA PADANGSIDIMPUAN DAN PROFIL PARTAI GOLKAR
A. Deskripsi Kota Padangsidimpuan A.1 Letak Geografis Kota Padangsidimpuan Secara geografis Kota Padangsidimpuan terletak pada posisi 01° 08’ 07’’ 01° 28’ 19’’ Lintang Utara dan 99° 13’ 53’’ - 99° 21’ 31’’ Bujur Timur. Sebelumnya Padangsidimpuan merupakan Kota Administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1982. Kemudian sejak tanggal 21 Juni 2001, berdasarkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001, Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai Daerah Otonom dan merupakan hasil penggabungan dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan
Padangsidimpuan
Batunadua,
Kecamatan
Padangsidimpuan
Hutaimbaru, dan Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara yang sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.Kota Padangsidimpuan berada dengan batasbatas wilayah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan.
29
A.2 Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan pada tahun 2009 mencapai 191,912
Jiwa.
Kecamatan
Padangsidimpuan
Selatan
dan
Kecamatan
Padangsidimpuan Utara memiliki jumlah penduduk yang relatif lebih besar dibanding dengan kecamatan lainnya yakni masing-masing mencapai 61,855 jiwa dan 59,535 jiwa. Sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu memiliki jumlah penduduk paling sedikit jika dibandingkan dengan Kecamatan lainnya yakni 7,612 jiwa. Kondisi ini tentunya dipengaruhi oleh sifat perkotaan dan perdesaan yang mencirikan masing-masing kecamatan
dimana
Kecamatan
Padangsidimpuan Selatan dan Padangsidimpuan Utara lebih bersifat urban sedangkan Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu lebih bersifat plural. Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Kota Padangsidimpuan SP-2010 Jenis Kelamin Kelompok Total LakiUmur Perempuan laki 0-4 10,304 10,127 20,431 5-9 10,724 10,055 20,779 10 - 14 11,026 10,648 21,674 15 - 19 10,823 11,716 22,539 20 - 24 8,702 10,282 18,984 25 - 29 7,712 7,905 15,617 30 - 34 6,710 6,691 13,401 35 - 39 5,936 6,362 12,298 40 - 44 5,579 6,228 11,807 45 - 49 5,151 5,388 10,539 50 - 54 4,329 4,420 8,749 55 - 59 2,726 2,818 5,544 60 - 64 1,374 1,772 3,146 65 - 69 1,022 1,458 2,480 70 - 74 703 1,018 1,721 75 + 613 1,209 1,822 Total 93,434 98,097 191,531
30
Berdasarkan tabel di atas maka dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan yang disensus tahun 2010 lebih banyak didominasi oleh penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Dari tabel di atas juga dapat kita simpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas berusia 15-50 tahun keatas (termasuk usia pemilih pemula, usia produktif dan memiliki hak pilih dalam pemilihan Walkota dan Wakil Walikota Kota Padangsidimpuan Tahun 2012). Apabila partai politik ataupun calon Walikota dan calon Wakil Walikota dapat menyakinkan hati penduduk untuk menggunakan hak pilihnya dan memilih mereka dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah, maka kesempatan mereka untuk memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Padangsidimpuan semakin terbuka lebar jika dilihat dari banyak jumlah penduduk usia produktif dan memiliki hak pilih dalam Pemilukada Di Kota Padangsidimpuan.
Tabel 2.2 Komposisi etnik di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas dan Kota Padangsidimpuan, 2010 Kabupaten/kota Etnik Total Mandailing Tapanuli Padang Padang P.Sidimpuan Natal Selatan Lawas Utara Lawas Aceh 0.09 0.06 0.07 0.02 0.13 0.07 Angkola
0.52
60.14
73.18
37.23
44.81
37.72
Karo
0.11
0.11
0.25
0.17
0.29
0.17
Mandailing
77.71
7.38
2.62
42.79
20.10
36.30
Pakpak
0.01
0.20
0.07
0.02
0.03
0.06
Simalungun
0.11
0.16
0.26
0.16
0.05
0.15
Sibolga
1.19
0.18
0.24
0.38
0.35
0.56
Toba
2.56
14.67
7.25
3.15
14.48
7.64
Dairi
0.02
0.05
-
-
-
0.02
Asahan
-
-
0.00
0.03
0.01
0.01
Deli
0.05
0.02
0.01
0.08
0.05
0.04
31
Nias
1.03
9.48
4.54
2.81
2.45
3.84
Pesisir
4.16
-
-
-
-
1.29
Siladang
0.01
0.01
0.00
0.05
0.02
0.02
Ulu
1.47
-
-
-
-
0.46
Minangkabau
0.53
0.79
0.35
0.62
4.18
1.10
Riau
0.02
0.00
0.00
0.01
0.03
0.01
Melayu
2.61
0.04
0.09
0.16
0.36
0.91
Sunda
0.37
0.07
0.26
0.67
0.28
0.33
Jawa
7.23
6.56
10.62
11.49
11.31
9.01
Tionghoa
0.01
0.00
0.01
-
0.70
0.11
Lainnya
0.19
0.07
0.16
0.16
0.37
0.18
Total
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Sumber: Diolah dari Sensus Penduduk 2010
Etnik Melayu, Jawa, Minang dan Aceh umumnya menganut agama Islam (99 persen lebih), sebaliknya etnik Nias umumnya menganut agama Kristen (78.9 persen). Etnik Tionghoa, selain ada yang menganut agama Islam, Kristen dan Katolik, etnik Tionghoa umumnya menganut agama Budha (86.6 persen). Hanya 0.3 persen etnik Tionghoa yang menganut Khonghucu. Dari grafik di atas dapat dilihat
bahwa
etnik
Mandailing
dan
32
Angkola
yang
mendiami
Kota
Padangsidimpuan mayoritas beragama Islam, dan dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Padangsidimpuan mayoritas beragama Islam. A.3 Perekonomian Wilayah Kota Padangsidimpuan Kota Padangsidimpuan merupakan kota di Provinsi Sumatera Utara yang dikenal sebagai salah satu pusat perdagangan bagi kota-kota di sekitarnya. Sejalan dengan hal tersebut, sektor perdagangan merupakan kontributor terbesar bagi PDRB daerah ini dibanding sektor lainnya. Sektor-sektor yang mempunyai peran besar menunjukkan basis perekonomian suatu wilayah, urutan sektor-sektor sesuai dengan besarnya kontribusi adalah sebagai berikut:
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Jasa-Jasa
Pertanian
Pengangkutan dan Komunikasi
Industri Pengolahan
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Pertambangan/Penggalian. Kontribusi yang sangat besar dari sektor perdagangan, hotel dan restoran
serta
jasa-jasa
sebesar
sekitar
41,77%, menunjukkan bahwa Kota
Padangsidimpuan memiliki potensi yang besar menjadi kota perdagangan dan jasa. Pertanian juga masih termasuk sektor yang cukup dominan dan mengalami kenaikan yang konstan.
33
Karena posisinya itu, kota ini juga sering disebut sebagai kota transit. Posisi yang menguntungkan itu membuat transportasi darat dari dan ke kota ini mudah. Dengan kemudahan sarana transportasi, Padangsidimpuan merupakan pusat perdagangan untuk menampung dan menjadi tempat pemasaran hasil-hasil pertanian kawasan Batang Toru dan sekitarnya, kawasan Sipirok, Gunung Tua dan sekitarnya serta kawasan Angkola Jaya dan sekitarnya. Sehingga dalam rencana struktur ruang wilayah Provinsi Sumatera Utara, Kota Padangsidimpuan ditetapkan sebagai PKW dengan fungsi utama pusat pemerintahan Kabupaten; pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan hasil hutan; serta perdagangan dan Jasa. Artinya fokus pengembangan Kota Padangsidimpuan dalam
aspek
pertanian adalah pada aspek pengolahan hasil, sehingga memberi nilai lebih terhadap perekonomian kota. A.4 Sarana Pendidikan Salah satu unsur penting dalam pelaksanaan pembangunan yang baik dan berkesinambungan adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup dan memiliki keahlian/skill yang tinggi. Keahlian yang tinggi dapat diperoleh melalui pemberian pembelajaran lebih dini melalui wajib belajar minimal 9 tahun. Untuk mendukung hal tersebut di atas, sampai dengan tahun 2009, ketersediaan prasarana sekolah sebagai salah satu faktor pendukung kemajuan pendidikan di Kota Padangsidimpuan telah tersedia mulai dari pendidikan SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.
34
Tabel 2.3 Jumlah dan Jarak Seluruh Sekolah di Kota Padangsidimpuan Jumlah dan Jarak SMK menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan Kecamatan
Jumlah keluarga
Jumlah SMK
Jika tidak ada SMK dalam desa, jarak terdekat
Total SMK
Negeri
Swasta
39,074
4
12
16
5.7
16.5
5,887
0
0
0
7.1
14.0
12,274
2
4
6
2.2
2.8
3,802
0
0
0
5.7
10.4
11,940
2
7
9
2.3
8.0
P. Sidimpuan Hutaimbaru
3,544
0
0
0
5.0
9.0
P. Sidimpuan Angkola Julu
1,627
0
1
1
11.1
16.5
Kota Padangsidimpuan P. Sidimpuan Tenggara P. Sidimpan Selatan P. Sidimpuan Batunadua P. Sidimpuan Utara
Rata-rata
Terjauh
Tabel. Jumlah dan Jarak SMU menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan Kecamatan
Jumlah keluarga
Jumlah SMU
Jika tidak ada SMU dalam desa, jarak terdekat
Total SMU
Negeri
Swasta 22
32
2.7
9.0
5,887
10 1
2
3
3.0
6.0
12,274
2
9
11
1.7
2.5
3,802
1
1
2
2.5
7.3
11,940
6
8
14
1.8
7.0
P. Sidimpuan Hutaimbaru
3,544
0
1
1
4.8
9.0
P. Sidimpuan Angkola Julu
1,627
0
1
1
2.2
16.0
Kota Padangsidimpuan P. Sidimpuan Tenggara P. Sidimpan Selatan P. Sidimpuan Batunadua P. Sidimpuan Utara
39,074
Rata-rata
Terjauh
Tabel. Jumlah dan Jarak SMP menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan Kecamatan
Jumlah keluarga
Jumlah SMP
Jika tidak ada SMP dalam desa, jarak terdekat
Total SMP
Negeri
Swasta
39,074
12
23
35
2.2
7.2
5,887
2
3
5
2.2
5.0
12,274
4
7
11
1.7
2.0
3,802
1
2
3
2.4
7.2
11,940
4
9
13
1.2
2.0
P. Sidimpuan Hutaimbaru
3,544
1
2
3
3.0
5.0
P. Sidimpuan Angkola Julu
1,627
0
0
0
2.5
7.0
Kota Padangsidimpuan P. Sidimpuan Tenggara P. Sidimpan Selatan P. Sidimpuan Batunadua P. Sidimpuan Utara
35
Rata-rata
Terjauh
Tabel. Jumlah dan Jarak SD menurut kecamatan di Kota Padangsidimpuan Kecamatan
Jumlah keluarga
Jumlah SD
Jika tidak ada SD dalam desa, jarak terdekat (km)
Total SD
Negeri
Swasta
39,074
87
17
104
1.0
2.0
P. Sidimpuan Tenggara
5,887
16
0
16
0.8
1.5
P. Sidimpan Selatan P. Sidimpuan Batunadua
12,274 3,802
23 10
10 2
33 12
0.9
. 1.8
P. Sidimpuan Utara
11,940
23
5
28
1.4
2.0
P. Sidimpuan Hutaimbaru
3,544
9
0
9
0.7
1.0
P. Sidimp. Angkola Julu
1,627
6
0
6
1.3
1.5
Kota Padangsidimpuan
Rata-rata
Terjauh
A.5 Sarana Kesehatan Kesehatan merupakan kata kunci yang harus dipedomani, sebab manusia yang sehatlah yang dapat berpikir dan berbuat untuk untuk pembangunan negeri ini. Akan tetapi sebagai manusia suatu waktu pasti akan terkena penyakit. Menyikapi kondisi tersebut perlu adanya antisipasi melalui pengadaan sarana dan prasarana kesehatan. Sarana kesehatan yang tersedia di Kota Padangsidimpuan ada sebanyak 89 unit yang terdiri dari Rumah Sakit 3 unit, Rumah Sakit Bersalin 4 unit, Poliklinik 11 unit, Puskesmas 8 unit, Puskesmas Pembantu 32 unit, Tempat Praktik Dokter 21 unit, dan tempat Praktik Bidan 51 unit.
B. Partai Golkar B.1 Sejarah Berdirinya Partai Golkar Kelahiran Golkar dimulai dari proses pengorganisasian yang dilakukan secara teraratur sejak tahun 1960 yang dipelopori ABRI khususnya TNI-AD, dan secara eksplisit organisasi Golongan Karya lahir pada tanggal 20 Oktober 1964 dengan nama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar), dengan tujuan semula untuk mengimbangi dominasi kekusaan politik PKI, dan
36
perlawanan terhadap rongrongan dari PKI beserta ormasnya. Selanjutnya Sekber GOLKAR beranggotakan 61 organisasi fungsional yang kemudian berkembang menjadi 291 organisasi fungsional. Perkembangan yang cukup signifikan ini terjadi karena adanya kesamaan visi di antara masing-masing anggota. Organisasi-organisasi yang terhimpun ke dalam Sekber GOLKAR ini kemudian dikelompokkan berdasarkan kekaryaannya ke dalam 7 (tujuh) Kelompok Induk Organisasi (KINO), yaitu: 1. Koperasi Serbaguna Gotong Royong (KOSGORO) 2. Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) 3. Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) 4. Organisasi Profesi 5. Ormas Pertahanan Keamanan (HANKAM) 6. Gerakan Karya Rakyat Indonesia (GAKARI) 7. Gerakan Pembangunan Maka lahirnya Sekber Golkar yang merupakan wadah bagi golongan fungsional/golongan karya murni, yang tidak berada dibawah arus pengaruh kekuatan politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar, dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional serta untuk menjaga keutuhan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan dari Golkar sendiri sangat ditunjang oleh keberadaan ABRI, yang menyatu ke dalam tubuh Golkar,
37
karena Golkar dipimpin ABRI aktif, dan faktanya tokoh ABRI begitu berpengaruh dalam terbentuknya Institusi ini Golongan Karya kemudian disebut juga sebagai masyarakat kekaryaan, yang terdiri dari golongan fungsional, selanjutnya ada penggolongan keanggotaan yang berasal dari warga Negara Indonesia sesuai dengan pekerjaannya dalam lapangan produksi yang ada yakni: 1. Angkatan Buruh/Petani 2. Angkatan Tani dan nelayan 3. Angkatan Pengusaha Nasional 4. Angkatan Bersenjata (Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut, Kepolisian, Veteran) 5. Angkatan Alim Ulama (Pemuka 5 Agama yang di akui di Indonesia) 6. Angkatan Proklamasi 7. Angkatan
jasa (cendikiawan, guru dan pendidik, seniman, wartawan,
pemuda, wanita dan warga keturunan) Dalam perjalanan selanjutnya, kegagalan G-30 S PKI dan terbitnya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas Maret), kepada Jend.Soeharto untuk mengendalikan keamanan Negara, menjadikan posisi angkatan Darat yang telah mengkosolidasikan Sekber GOLKAR yang di dalamnya terdapat golongan fungsional di menjadi sangat stategis. Akhir dari kelumpuhan kekuatan PKI maka dimulailah dominasi GOLKAR dalam perpolitikan tanah air Kondisi perpolitikan pada tahun 1965, yakni setahun sesudah Sekber Golkar lahir, sangat di luar dugaan momentum politik saat itu telah ikut mendorong meroketnya eksistensi
38
Sekber Golkar sebagai wadah alternatif atau pengimbang kekuatan front Nasionalis, menyusul kegagalan G30S/PKI. Maka Sekber Golkar bersama kekuatan Pancasila lainnya merapatkan barisan dan mecanangkan upaya pembaharuan, serta pembangunan di berbagai sektor kehidupan, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, Maka pada saat dimulainya pemerintahan Orde Baru jadilah Golkar sebagai kekuatan terbesar dalam perpolitikan Indonesia, hingga akhirnya partai ini memenangkan secara mutlak seluruh PEMILU yang diadakan pada masa pemerintahan orde baru. B.2 Hegemoni Golkar dan kebijakan Kristalisasi Partai Politik Pemilu 1971 menampilkan Golkar sebagai pemenang dan menyapu bersih lawan-lawan politiknya secara nasional, maka hal ini dimanfaatkan oleh Soeharto untuk memperkuat posisi Golkar di parlemen dengan lebih menyederhanakan jumlah partai politik, dengan dalih bahwa Sistem politik dengan menjalankan multipartai, sangat mengganggu jalannya pembangunan di era orde baru. Maka pada 4 maret 1970 terbentuklah kelompok nasionalis yang merupakan gabungan PNI, IPKI, MURBA, PARKINDO dan partai katolik. Tanggal 14 Maret 1970 terbentuk kelompok spiritual yang terdiri dari NU, PARMUSI, PSII dan PERTI. Kemudian kelompok nasionalis diberi nama kelompok demokrasi pembangunan, sedangkan kelompok kedua diberi nama kelompok persatuan. Pengelompokan ini kemudian berlanjut dalam pembagian fraksi di DPR dan MPR hasil Pemilu 1971, dan keadaan seperti ini tentunya tidak memberi pilihan pada partai-partai politik lainnya untuk melakukan perlawanan terhadap pemerintahan otoriter Orde baru, maka pada tahun 1973 partai nasionalis yang kemudian disebut kelompok demokrasi pembangunan menjadi partai demokrasi 39
Indonesia pada tanggal 10 januari 1973. Lalu kelompok spiritual yang kemudian menjadi kelompok persatuan, pada tanggal 19 Februari 1973 menggabungkan kegiatan politiknya ke dalam wadah Partai Persatuan Pembangunan. Selanjutnya tindak lanjut dari isu peleburan partai ini, maka pada tanggal 6 desember 1974 pemerintah orde baru menyampaikan rencana UU partai politik dan Golongan Karya kepada DPR, sebagai aturan hukum peleburan partai politik secara besarbesaran, yang terjadi pertama kalinya dalam sejarah kepartaian Indonesia. Implikasi dari kebijakan itu yakni fusi partai politik, Golkar kemudian menjelma menjadi organisasi politik dengan kekuatan yang tidak bisa disaingi oleh dua kekuatan politik lainnya, sehingga dalam pemilu 1977 Golongan Karya adalah kekuatan politik yang sudah mempunyai identitas, sedangkan kedua partai lainya adalah dua partai baru yang mencoba mempertaruhkan identitasnya untuk menarik masa pendukung dalam pemilu. PPP menangkap isu agama, sebagai satu-satunya pelekat utama bagi partainya. Sasaran utamanya adalah umat Islam dan organisasi-organisasi islam pendukungnya seperti NU, PSII, Muslimin Indonesia dan PERTI. Sasaran lain adalah pemilih rasional yang mengganggap PPP sebagai alternatif pilihan politik bagi masyarakat, serta perwacanaan yang dibangun, bahwa PPP adalah satu-satunya wadah bagi umat Islam. Disisi lain Golkar sangat sadar dengan hal ini, dan dengan kekuatan yang dimilikinya menetralisir isu yang menjadi senjata PPP itu, dengan menyatakan bahwa politik itu adalah urusan duniawi, maka umat islam berhak untuk memilih partai politik sesuai dengan keyakinannya, dan tidak berarti bahwa yang berada dalam barisan Golkar adalah umat islam yang tidak mementingkan Islam. Disisi
40
lain, PDI adalah partai politik yang sangat bersusah payah merumuskan identitas dirinya kepada massa pemilihnya sendiri. PDI yang bercirikan demokrasi Indonesia kebangsaan dan keadilan sosial, mencoba membangun citranya sebagai partai rakyat kecil, walaupun praktis tidak terlalu besar manfaatnya. Hal ini tentunya karena ketidakmampuan partai tersebut untuk merumuskan siapa dirinya, maka diapun tidak mampu menumbuhkan proses identifikasi pemilih dengan dirinya. Golkar sebagai kekuatan politik tidak mampu disaingi oleh dua partai pesaingnya, Golkar dalam Pemilu menjual jargon “politik no pembangunan yes” pada massa pemilihnya. Kemudian, Golkar mengidentifikasi dirinya sebagai golongan yang terdiri dari manusia modern, yang mengusahakan modernisasi dan pembangunan bagi masyarakat. Disamping karena kuatnya pengaruh Golkar ditengah masyarakat, dan ditopang oleh birokrasi dan ABRI yang menjadi landasan kekuatan politik orde baru, maka tak pelak lagi, Golkar menjadi pemenang mutlak dalam setiap pemilu Orde Baru dan menjadi Absolute Majority di parlemen. Kemudian dalam meraih dukungan dari pemilih di seluruh pelosok daerah, Orde Baru memberlakukan kebijakan bahwa partai-partai politik hanya bisa menjangkau masyarakat di tingkat kabupaten, yang tentu saja membatasi ruang gerak partai pesaingnya. Di sisi lain karena Golkar dianggap bukan partai, maka organisasi ini mampu dengan leluasa melakukan pengorganisiran massa hingga ke tingkat grass root (akar rumput), sampai ke tingkat desa dan kelurahan. Kebijakan lain untuk strategi mendapatkan pemilih mengambang, dilakukan dengan mengasingkan para pemimpin partai (PPP dan PDI) dari pengikut mereka, yang memiliki akar-akar historis, dengan tokoh tersebut.
41
Selanjutnya, ada pembentukan keluarga besar Golongan Karya sebagai jaringan konstituen, yang dibina sejak awal Orde Baru melalui suatu pengaturan informal, yaitu jalur A untuk lingkungan militer, jalur B untuk lingkungan birokrasi dan jalur G untuk lingkungan sipil di luar birokrasi. Pemuka ketiga jalur terebut melakukan fungsi pengendalian terhadap Golkar melalui Dewan Pembina yang mempunyai peran sangat strategis. Serangkaian peraturan pun dikeluarkan pemerintah, seperti peraturan Monoloyalitas yang mewajibkan semua pegawai negeri sipil (PNS) untuk menyalurkan aspirasi politiknya kepada Golongan Karya. Dengan iklim politik yang seperti ini, maka selama rezim Orde Baru jadilah Golkar dan ABRI, sebagai tulang punggung pemerintahan, dimana semua politik Orde Baru diciptakan, dan kemudian dilaksanakan oleh pimpinan militer dan Golkar, dimana selama puluhan tahun Orde Baru berkuasa, jabatan-jabatan dalam struktur eksekutif, legislatif dan yudikatif, hampir semuanya diduduki oleh kader-kader Golkar. Maka dapat dikatakan bahwa, selama periode pemerintahan orde baru dalam fakta politiknya terjadi proses demoktratisasi, tetapi
dalam realitasnya hanya menjadi agenda
seremonial 5 tahunan sekali, untuk melegitimasi
pemerintahan Orde Baru.
Dimana kondisinya, sebelum PEMILU itupun dilaksanakan the rulling party’s, atau partai pemenangnya telah diketahui, karena begitu kuatnya cengkeraman kekuatan politik Golkar ke dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat, dan ditunjang oleh kondisi pemerintahan yang otoriter (authoritharian bireucratic) selama rezim pemerintah Soeharto, maka tidak dipungkiri lagi dalam masa itu, Golkar menjadi kekuatan politik terbesar dengan infrastruktrur politik yang sangat mumpuni sebagai partai penguasa, 32 tahun pemerintahan Orde Baru.
42
Daftar Nama Ketua Umum DPP Golkar : 1. Djuhartono (1964-1969) 2. Suprapto Sukowati (1969–1973) 3. Amir Moertono (1973–1983) 4. Sudharmono (1983–1988) 5. Wahono (1988–1993) 6. Harmoko (1993–1998) 7. Akbar Tandjung (1998–2004) 8. Jusuf Kalla (2004–2009) 9. Aburizal Bakrie (2009–sekarang) B.3 Platform Partai Golkar Platform yang dimaksud disini adalah landasan tempat berpijak, yaitu wawasan-wawasan yang menjadi acuan dan arah dari mana dan kemana perjuangan Partai GOLKAR hendak menuju. Platform merupakan sikap dasar yang merupakan kristalisasi dari pemahaman, pengalaman dan kesadaran historis Partai GOLKAR dalam menyertai bangsa membangun masa depan.
43
Adapun yang menjadi acuan Partai Golkar adalah:
Partai GOLKAR bepijak pada landasan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Partai GOLKAR mengembangkan wawasan kemajemukan yang inklusif yang mendorong dinamika dan persaingan yang sehat serta berorientasi pada kemajuan serta senantiasa siap berkompetisi secara sehat.
Partai GOLKAR menjunjung tinggi ajaran agama yang dalam gerak langkahnya senantiasa mendasarkan pada nilai-nilai etika dan moralitas berdasarkan ajaran agama. Etika dan moralitas adalah saripati dari ajaran agama dan buah dari keberagaman itu sendiri.
Partai GOLKAR adalah Partai yang demokratis yang memiliki komitmen pada demokrasi.
Partai GOLKAR adalah Partai Moderat yang senantasa mengambil posisi tengah dan menempuh garis moderasi.
Partai GOLKAR mengutamakan pembangunan hukum untuk keadilan dan tegaknya Hak Asasi Manusia (HAM).
44
B.4 Visi dan Misi Partai Golkar Adapun yang menjadi visi Partai Golkar adalah, “Partai GOLKAR berjuang demi terwujudnya Indonesia baru yang maju, modern, bersatu, damai, adil dan makmur dengan masyarakat yang beriman dan bertaqwa, berahlak baik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, cinta tanah air, demokratis, dan adil dalam tatanan masyarakat madani yang mandiri, terbuka, egaliter, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja dan semangat kekaryaan, serta disiplin yang tinggi. Adapun yang menjadi misi Partai Golkar adalah, “Dalam rangka mengaktualisasikan doktrin dan mewujudkan visi tersebut Partai GOLKAR dengan ini menegaskan misi perjuangannya, yakni: menegakkan, mengamalkan, dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara dan idiologi bangsa demi untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan cita-cita Proklamasi melalui pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, menegakkan supremasi hukum, mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan hak-hak asasi manusia. Dalam rangka membawa misi mulia tersebut Partai GOLKAR melaksanakan fungsi-fungsi sebagai sebuah partai politik modern, yaitu: (1) mempertegas komitmen untuk menyerap, memadukan, mengartikulasikan, dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan rakyat sehingga menjadi kebijakan politik yang bersifat publik.
45
(2) melakukan rekruitmen kader-kader yang berkualitas melalui sistem prestasi (merit system) untuk dapat dipilih oleh rakyat menduduki posisiposisi politik atau jabatan-jabatan publik. Dengan posisi atau jabatan politik ini maka para kader dapat mengontrol atau mempengaruhi jalannya pemerintahan untuk diabdikan sepenuhnya bagi kepentingan dan kesejahteraan rakyat. (3) meningkatkan proses pendidikan dan komunikasi politik yang dialogis dan partisipatif, yaitu membuka diri terhadap berbagai pikiran, aspirasi dan kritik dari masyarakat. B.5 Perkembangan Partai Golkar di Kota Padangsidimpuan Sejarah dan perkembangan Partai Golkar di Kota Padangsidimpuan juga mengalami proses yang hampir sama dengan di daerah-daerah lain khususnya di Sumatera Utara, yakni kekuatan Partai Golkar yang sangat mengakar dan masuk ke dalam pelosok desa di daerah Padangsidimpuan. Fenomena politik ini, tentu saja terjadi karena akses yang dimiliki partai Golkar begitu besar hingga ke masyarakat pelosok desa, akibat dari kuatnya cengkeraman pemerintahan Orde Baru sebagai pemegang kekuasaan dan tidak berdayanya partai politik yang lain yang merupakan pesaing Partai Golkar. Sejak Kota Padangsidimpuan masih menjadi satu kesatuan dengan daerah Tapanuli Selatan, Partai Golkar adalah kekuatan politik yang sangat berpengaruh. Beberapa faktor yang menyebabkannya, termasuk karena banyak masyarakat yang meyakini bahwa pembangunan di daerah ini disebabkan oleh keberadaan Partai Golkar sejak zaman dahulu, sehingga memunculkan pemilih yang loyal kepada Partai Golkar dan secara turun temurun telah memilih partai tersebut. 46
Eksistensi Partai Golkar pun terpelihara dengan baik di daerah paling selatan Sumatera Utara ini, karena dipengaruhi oleh dukungan luas para pemimpin adat ataupun tokoh masyarakat setempat, karena para tokoh masyarakat ini memiliki kedekatan emosional dengan kekuasaan atau pun pemerintah saat itu. Mereka ini menjadi sangat memiliki pengaruh di setiap desa, karena tokoh-tokoh ini yang dianggap sebagai raja-raja adat ini tentunya masih memiliki keterikatan budaya dan ekonomi dengan masyarakat serta memiliki kekuatan yang harus ditaati oleh masyarakatnya. Dilihat dari rivalitas politik, pesaing terberat partai Golkar pada setiap hajatan Pemilu, praktis hanya partai yang berbasis Islam yakni Partai Persatuan Pembangunan. Hal ini dikarenakan basis Islam tradisional yang begitu melekat kuat di daerah Padangsidimpuan dan sekitarnya, serta ditunjang keberadaan pondok pesantren yang membawa simbol-simbol tradisionalisme Islam. Sehingga di Padangsidimpuan sampai sekarang ini, selain Golkar yang memiliki masa pemilih tradisional, PPP juga tercatat tetap memiliki basis pemilih tradisional. Selanjutnya kekuatan politik selain dua diatas terdapat satu partai politik lain yakni PDI,
yang membawa pandangan Marhaenisme dan falsafah
Nasionalisme, dengan memunculkan warna Soekarnoisme, kurang bisa diterima masyarakat di daerah Padangsidimpuan dan sekitarnya karena dianggap kurang melekat dengan budaya masyarakat Mandailing yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan Keislaman yang begitu kental. Bahkan ada asumsi yang menjadi pembenaran bagi sebahagian masyarakat bahwa, PDI ataupun PDI-Perjuangan pada kondisi saat ini adalah basis kekuatan bagi masyarakat diluar Agama Islam dikarenakan bahwa masyarakat melihat banyak fungsionaris PDI-Perjuangan yang
47
berasal dari Tapanuli bagian Utara yang notabene beragama di luar Islam, sehingga ini mempengaruhi pencitraan tersendiri bagi PDI ataupun PDIPerjuangan saat ini di tengah-tengah masyarakat Mandailing secara luas. Kejatuhan rezim Orde Baru, pada 1998 dan dimulainya era Reformasi memberikan dampak besar terhadap eksistensi partai Golkar di Padangsidimpuan, karena pada Pemilu 1999, untuk pertama kalinya Golkar sejak berakhirnya periode Orde Baru mengalami kekalahan dalam Pemilu. Yakni menjadi partai yang hanya memperoleh suara terbanyak kedua setelah PPP di Padangsidimpuan, dan secara nasional juga dikalahkan oleh PDI-Perjuangan, dengan slogan khas partainya, yang mencitrakan diri sebagai partainya “wong cilik” atau yang mewakili rakyat kecil. Hal ini tentu saja di pengaruhi oleh arus bawah yang merubah konstelasi politik tanah air waktu itu, yang menghendaki perubahan secara fundamental terhadap keseluruhan sendi-sendi kehidupan ketatanegaraan Indonesia serta perwacanaan yang di bangun melalui publikasi media, yang seakan-akan menyatakan bahwa Partai Golkar adalah penyebab krisis 1998, maka disitulah masa-masa kemunduran Partai Golkar, bahkan banyak dijumpai masyarakat yang sengaja menghindari segala sesuatu yang melekat dengan simbol-simbol orde baru, termasuk Partai Golkar yang dicitrakan sebagai bagian dan kekuatan politik Orde baru. Kondisi politik pasca Reformasi, disadari memang mengalami perubahan yang sangat signifikan terhadap proses pemenangan suatu partai politik, dimana pertarungan politik lebih terbuka dapat terjadi bagi setiap partai kontestan Pemilu. Dimana setiap partai memiliki peluang untuk memenangkan Pemilu, tergantung bagaimana mesin partai berjuang untuk mendapatkan suara dari konstituen,
48
hingga meraih kemenangan dalam Pemilu. Tidak ada lagi intervensi yang dilakukan untuk memaksakan pilihan politik tertentu dalam pemilu, ataupun pilihan partai yang sangat terbatas seperti yang terjadi semasa Orde Baru. Maka menyikapi hal itu, Partai Golkar pun melakukan metamorfosa melalui program pembaharuan yang dilakukannya, dengan memunculkan wajah baru Partai Golkar, dengan apa disebut sebagai “paradigma Golkar baru”. Penguatan Kader menjadi konsentrasi Partai Golkar, program kerja yang real bagi masyarakat menjadi karya nyata Partai Golkar untuk memperoleh simpatik konstituen. Hal yang sama pun dilakukan oleh seluruh fungsionaris Partai Golkar di Mandailing Natal, yang bahu-membahu sebagai mesin politik partai Golkar untuk memenangkan Pemilu di Padangsidimpuan. Selanjutnya sebagai Partai yang memiliki mesin politik yang cukup kuat, karena sudah sejak lama dibangun, dan pengaruhnya yang masih cukup sentral ditengah masyarakat. Maka dalam Pemilu 2004 Golkar kembali menjadi Partai pemenang Pemilu di Mandailing Natal, sekaligus menjawab kekalahan Partai Golkar pada Pemilu 1999. Kemenangan Golkar pun berlanjut pada Pemilu 2009, dimana secara keseluruhan Partai Golkar pun masih menjadi pilihan mayoritas masyarakat Mandailing Natal.
walaupun suara yang diperoleh tidak sebesar
Pemilu 2004.
49
C. Struktur Pengurus DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan Pada tanggal 5 november 2012 DPD Partai Golkar Provinsi Sumatera Utara mengesahkan Komposisi dan Personalia Dewan Pimpinan Daerah Partai Golongan Karya Kota Padangsidimpuan Masa Bakti : 2009-2015. Berikut adalah susunannya : Tabel 2.4 Susunan Pengurus DPD Partai Golkar Kota Padangsidimpuan Masa Bakti 2009 2015 NO.
NAMA
JABATAN
1.
IRSAN EFENDI NASUTION, SH
KETUA
2.
Drs. SARJAN LUBIS
Wakil Ketua Bidang Organisasi
3.
SAIFUL BAHRI SIREGAR
Wakil Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan
4.
MARA PARDAMEAN NASUTION
Wakil Ketua Bidang Pemenangan Pemilu
5.
ARIFIN NASUTION
Wakil Ketua Bidang Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
6.
SRI PURNAMA DEWI HARAHAP, S.Sos
Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan
7.
Ir. ZAINUL NUL SIREGAR
Wakil Ketua Bidang Hukum, Perundangundangan dan HAM
8.
Drs. HANAFI NASUTION, Msi
Wakil Ketua Bidang Pendidikan Pengkajian dan Pengembangan
9.
H. MHD. ANWAR PANJAITAN
Wakil Ketua Bidang Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi Wakil Ketua Bidang Agama,Kerohanian dan Sosial Masyarakat
10.
Drs. SUTAN KALI HASAN SIREGAR
11.
ILHAM KURNIA PAJRI PASARIBU, SE
Wakil Ketua Bidang Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
12.
SIWAN SISWANTO, SH
SEKRETARIS
13.
MADNUR SIREGAR
Wakil Sekretaris Bidang Organisasi
50
14.
SUKATNO, S.Pd
Wakil Sekretaris Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan
15.
APERINUS WARUWU
Wakil Sekretaris Bidang Pemenangan Pemilu
16.
MANGARAHON SIREGAR
Wakil Sekretaris Bidang Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
17.
RABIYATUL ADAWIYAH SIREGAR, M.Pd
Wakil Sekretaris Bidang Pemberdayaan Perempuan
18.
ULY PANJAITAN
Wakil Sekretaris Bidang Hukum, Perundang-undangan dan HAM
19.
ADEK SAFITRI SITOMPUL
Wakil Sekretaris Bidang Pendidikan Pengkajian dan Pengembangan
20.
NASRUDDIN NASUTION
Wakil Sekretaris Bidang Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
21.
USTADZ H. ALI TUA TANJUNG , LC
Wakil Sekretaris Bidang Agama,Kerohanian dan Sosial Masyarakat
22.
SANTA ELISABET SITUMORANG, SE
Wakil Sekretaris Bidang Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
23.
HJ. HAMIDAH BATUBARA
BENDAHARA
24.
ELFI SAHRI ROMADONA, S.Sos
Wakil Bendahara Bidang Organisasi
25.
ANDRI MARROHA SIREGAR
Wakil Bendahara Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan
26.
DARMANSYAH SIREGAR
Wakil Bendahara Bidang Pemenangan Pemilu
27.
RULIAN
Wakil Bendahara Bidang Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
28.
EMMA MARIANI
Wakil Bendahara Bidang Pemberdayaan Perempuan
29.
AHMAD SUHERI SIMANJUNTAK, S.Sos
Wakil Bendahara Bidang Hukum, Perundang-undangan dan HAM
30.
TONGKU PANUSUNAN HASIBUAN, S.Pd
Wakil Bendahara Bidang Pendidikan Pengkajian dan Pengembangan
31.
RICKY A. GOVA SIREGAR
Wakil Bendahara Bidang Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
32.
MAULINA SARI LUBIS
Wakil Bendahara Bidang Agama,Kerohanian dan Sosial Masyarakat
33.
JULIANI
Wakil Bendahara Bidang Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
51
34.
ARMEN LUBIS
Bagian Organisasi
35.
HAPOSAN PANGGABEAN
Bagian Organisasi
36.
ARIF HAKIKI, S.H.I
Bagian Organisasi
37.
SITI YUSNIDA
Bagian Organisasi
38.
SANGKOT HUTASUHUT
Bagian Kaderisasi dan Keanggotaan
39.
HJ. CHADIJAH LUBIS
Bagian Kaderisasi dan Keanggotaan
40.
ERWINSYAH PUTRA, SE.AK
Bagian Kaderisasi dan Keanggotaan
41.
HAMKA HAMID NASUTION
Bagian Kaderisasi dan Keanggotaan
42.
ALVIAN LAISMANA
Bagian Pemenangan Pemilu
43.
HERRY DONLD SIMORANGKIR
Bagian Pemenangan Pemilu
44.
SAHNAN PURBA
Bagian Pemenangan Pemilu
45.
MHD. SUKRI BATUBARA
Bagian Pemenangan Pemilu
46.
HUSIN BASRI NASUTION
Bagian Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
47.
AINUN MARDIA PULUNGAN
Bagian Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
48.
ZULKIFLI MELAYU
Bagian Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan
49.
NURAINI
Bagian Pemberdayaan Perempuan
50.
RAHIMAH HASIBUAN
Bagian Pemberdayaan Perempuan
51.
FAUZIAH
Bagian Pemberdayaan Perempuan
52.
JULI INDRA YANTI SIREGAR
Bagian Pemberdayaan Perempuan
53.
TAPSIR SIREGAR
Bagian Hukum, Perundang-undangan dan HAM
54.
HJ. NURPILIHAN
Bagian Hukum, Perundang-undangan dan HAM
56.
MUHAMMAD
Bagian Pendidikan, Pengkajian dan Pengembangan
57.
AHMAD RIFAI
Bagian Pendidikan, Pengkajian dan Pengembangan
58.
SUPRIONO
Bagian Pendidikan, Pengkajian dan Pengembangan
52
59.
RONI TUA NASUTION
Bagian Pendidikan, Pengkajian dan Pengembangan
60.
AHMAD MARZUKI LUBIS, SH
Bagian Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
61.
ANDI SYAPUTRA LUBIS
Bagian Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
62.
ANWAR LATIEF
Bagian Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
63.
ROBERT SULAIMAN RITONGA
Bagian Hubungan Antar Organisasi, Komunikasi dan Informasi
64.
PARLAUNGAN HARAHAP
Bagian Agama, Kerohanian dan Sosial Masyarakat
65.
SRI AGUSTINA NASUTION
Bagian Agama, Kerohanian dan Sosial Masyarakat
66.
MUHAMMAD ANSYORSYAH
Bagian Agama, Kerohanian dan Sosial Masyarakat
67.
ARDIANSYAH
Bagian Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
68.
RIANTI WARDIAH
Bagian Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
69.
WAHYUDI AL FARUQI
Bagian Tenaga Kerja, Koperasi dan UMKM
53