BAB I PENGANTAR
1.1 Latar Belakang Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang memberikan predikat opini penilaian wajar, tidak wajar maupun tidak memberi pendapat, lebih sering disebabkan masalah pengelolaan aset. Pada kasus tertentu, ada daerah yang mengalami penurunan opini dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP),
atau
tidak
memberi
pendapat
(disclaimer)
yang
disebabkan
kekurangmampuan mewujudkan tata kelola aset pemerintah daerah secara baik. Lemahnya tata kelola aset pemerintah daerah ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal pemerintah daerah, antara lain terbatasnya kapasitas sumber daya manusia pengelola aset pemerintah daerah; terbatasnya sarana prasarana dan sistem pendukung pengelolaan aset pemerintah daerah. Ketidakjelasan administrasi aset akibat data pencatatan yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya, berakibat tidak diketahui dan sulitnya menelusuri sumber kepemilikan aset; regulasi yang belum mampu menjawab permasalahan lokal di lapangan seperti legalitas kepemilikan tanah dan masalah lainnya. Pemerintah Provinsi Maluku termasuk daerah yang masih berkutat dengan permasalahan aset dan menyandang predikat opini disclaimer pada laporan keuangannya sampai saat ini. Masalah tersebut antara lain karena penatausahaan aset tidak jelas, sehingga auditor tidak meyakini data aset tetap yang disajikan.
1
2
Badan Pemeriksa Keuangan RI Perwakilan Maluku dalam rilisnya, mengungkapkan kelemahan atas penatausahaan aset tetap yang intinya seperti berikut. 1.
Nilai aset tetap per 31 Desember 2009 yang disajikan dalam neraca berbeda dengan nilai aset tetap yang disajikan dalam buku inventarisasi.
2.
Mutasi aset tetap yang disajikan baik dalam Neraca maupun Buku Inventaris lebih kecil daripada total nilai realisasi belanja modal.
3.
Terdapat lebih catat dalam penyajian aset tetap di neraca pada kelompok gedung dan bangunan, serta jalan, jaringan dan irigasi.
4.
Terdapat kesalahan penyajian atas pergantian jembatan, penggantian papan lantai jembatan dan rehab jembatan.
5.
Terdapat kekurangan penyajian saldo kontruksi dalam pengerjaan.
Rekomendasi atas temuan ini kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Gubernur Maluku Nomor 700/2601 dan 700/2602 tanggal 11 November 2010. Namun dalam pemeriksaan BPK selanjutnya, ditemukan fakta-fakta terkait penatausahaan (LHP BPK RI, 2011). 1.
Penetapan penyimpan/pengurus barang pada pertengahan tahun 2010 menyebabkan
terjadinya
kekosongan
penanggung
jawab
formal
penatausahaan selama kurun waktu sebelumnya sejak Januari. 2.
Hasil pemeriksaan uji petik mengemukakan hal-hal seperti RKBU dan RKPBU tidak dibuat semua SKPD, status penggunaan BMD belum ditetapkan oleh Gubernur, Kepala SKPD selaku Pengguna Barang tidak membuat Laporan Barang Semesteran/Tahunan, Kartu Inventaris Barang
3
tidak dibuat secara memadai yaitu tidak dilengkapi rincian dan informasi harga perolehan, lokasi dan spesifikasi, pencatatan BMD oleh pengurus barang dan petugas akuntansi tidak memadai atau tidak sinkron. 3.
Hasil Inventarisasi Aset Tetap per 31 Desember 2010 belum menggambarkan keadaan BMD yang dikuasai dan dimiliki oleh Pemprov Maluku. Pemeriksaan terhadap LKPD tahun 2011, mengungkapkan delapan
masalah yang ditemukan auditor yang salah satunya (point keenam) terkait dengan penatausahaan dan pelaporan aset tetap yang tidak memadai. Terdapat perbedaan antara saldo pada neraca dengan kompilasi Laporan Keuangan SKPD sebesar
Rp52.969.147.660,00
yang
terdiri
dari
selisih
lebih
besar
Rp84.219.438.411,00 dan selisih kurang sebesar Rp31.250.290.751,00 dengan buku inventaris sebesar Rp32.283.359.168,99 yang terdiri dari selisih lebih sebesar Rp56.018.681.483,00 dan selisih kurang sebesar Rp23.735.322.314,01. Selanjutnya, terdapat selisih antara saldo pada kompilasi Laporan Keuangan SKPD dengan buku inventaris sebesar Rp20.685.788.491,01 yang terdiri dari selisih
lebih
sebesar
Rp51.540.881.165,01,
Rp30.855.092.674,00
dan
serta
tetap
selisih
aset
selisih Dinas
kurang PU
sebesar sebesar
Rp2.664.589.399,00 yang terdiri dari selisih lebih dan selisih kurang masingmasing Rp11.405.451.148,00 dan Rp14.070.040.547,00. Pemerintah Provinsi Maluku tidak dapat menjelaskan selisih tersebut serta rincian mutasi tambah dan kurang
tahun
2011
Rp222.767.079.298,00.
masing-masing Sementara
sebesar aset
tetap
Rp484.442.247.673,47 berupa
tanah
dan
senilai
Rp308.808.970.383,00 tidak didukung dokumen kepemilikan. Selain itu,
4
pemberian kode aset tetap sebesar Rp1.556.311.233.274,00 pada SKPD tidak sesuai dengan kode barang pada Buku Inventaris/KIB/KIR. Pencatatan Buku Inventaris, KIB dan KIR tidak memadai, diantaranya tidak terdapat informasi mengenai luas/lokasi/bukti kepemilikan tanah, merk/type peralatan mesin, nomor pabrik/rangka/mesin/polisi/BPKB, luas/lokasi bangunan, nama ruas dan ukuran jalan serta dokumen sumber perolehan/pengadaan (http://www.beritamaluku.com). Keberagaman data pencatatan aset tersebut memunculkan masalah dalam penatausahaan. Oleh karenanya, proses penatausahaan membutuhkan perhatian serius pemerintah daerah mengingat golongan aset yang dipersyaratkan harus sesuai standar akuntansi pemerintahan sebab tidak semua data telah lengkap atau dimiliki dengan benar dan pencatatannya belum terintegrasi. Dengan tidak adanya data yang terintegrasi, maka akan sangat menyulitkan pemerintah daerah dalam membuat status neraca yang dapat diyakini/dipercaya oleh stakeholder. Kepercayaan tersebut meliputi kebenaran terhadap lokasi/alamat aset, jumlah aset, pengguna aset, spesifikasi aset dan nilai aset (Yusuf, 2010: 9). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mustika (2012), permasalahan penatausahaan aset tetap pemda umumnya menyangkut, keterbatasan data pendukung berupa aspek legal/bukti kepemilikan aset, status penggunaan dan asal usul, pemahaman pengelola BMD terkait peraturan berlaku masih lemah, keterbatasan sumber daya manusia pelaksana, dan kurangnya kompensasi yang memadai terhadap kesejahteraan pegawai di bidang penatausahaan aset. Hal ini terjadi juga yang disinyalir terjadi dalam penatausahaan aset tetap di Provinsi
5
Maluku sebagaimana diungkap auditor BPK, baik SKPD yang aset tetapnya banyak atau sedikit sekalipun. Sesuai fakta-fakta terkait penatausahaan yang dikemukakan BPK, tergambar pentingnya peran pengurus barang (bendahara barang) dalam proses penatausahaan karena merekalah ujung tombak terdepan pelaksana penatausahaan aset tetap dilapangan. Walaupun penting, terkadang fungsi dan perannya terkesampingkan dibanding bendahara keuangan dalam penatausahaan keuangan. Padahal bila dibandingkan justru nilai likuidasi aset itu cenderung lebih besar dari jumlah uang yang dikelola pemerintah, sebagaimana sering disampaikan dalam LHP BPK RI terkait masalah aset dalam LKPD. Tabel 1.1. Daftar Jumlah Penyimpan dan Pengurus Barang SKPD Lingkup Pemprov Maluku Tahun 2012 No Satuan Kerja (SKPD) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Dinas Badan Sekretariat Biro Kantor UPT/RSUD/Sekolah Jumlah
Penyimpan Barang
Pengurus Barang
14 14 3 8 2 22 63
14 14 3 8 2 22 63
Surat Keputusan Gubernur Maluku Nomor 04.c Tahun 2012, (diolah) Ekspektasi kinerja kepada pengurus barang begitu mengemuka guna menghasilkan Laporan BMD handal dan akuntabel sebagai data bagi neraca serta turut berperan dalam upaya menindaklanjuti LHP auditor. Idealnya, upaya itu melalui pelaksanaan penatausahaan yang sesuai dengan ketentuan yang ada, namun realitasnya masih terbentur keterbatasan pengetahuan, informasi data pendukung, limit waktu dan kendala lapangan lainnya. Kecenderungannya, data
6
untuk Laporan BMD disajikan seadanya tanpa memperhatikan kepatutannya atau kesesuaian dengan ketentuan. Kemudian pada gilirannya data laporan tersebut yang dimasukkan ke neraca keuangan masih belum dapat meyakinkan auditor untuk percaya kebenarannya dan membuat opini penilaian yang baik. Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan sebelumnya tentang penatausahaan aset tetap yang dilakukan pengurus barang sebagai salah satu komponen pengelola barang milik daerah, rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah “Proses penatausahaan aset tetap yang dilakukan pengurus barang untuk menghasilkan Laporan Barang Milik Daerah sebagai komponen Neraca Keuangan belum menghasilkan data yang valid sehingga memunculkan opini disclaimer auditor BPK”. Rumusan masalah inilah yang diteliti untuk menentukan kendala-kendala yang dihadapi pengurus barang dalam proses penatausahaan aset tetap serta pengaruh faktor-faktor kendala tersebut untuk menghasilkan data Laporan BMD yang dapat dipercaya atau valid.
1.2 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai analisis penatausahaan aset tetap untuk menghasilkan data yang dipercaya dalam Laporan Barang Milik Daerah Provinsi Maluku, sepengetahuan penulis belum pernah ada. Namun dari hasil pengamatan literatur yang dilakukan, sejauh ini ditemukan ada beberapa penelitian terkait penatausahaan aset tetap pemerintah daerah yang pernah dilakukan sebagai berikut. 1.
Joniger (2012) penelitian kualitatifnya dengan teknik analisis deskriptif mengemukakan evaluasi dalam pelaksanakan penatausahaan aset tetap milik
7
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah belum berjalan maksimal sesuai harapan Permendagri No. 17 Tahun 2007. Hal tersebut karena faktor-faktor sumber daya manusia, koordinasi kurang baik dan fasilitas kurang memadai. 2.
Mustika (2012) secara kualitatif metoda studi kasus mengevaluasi penatausahaan aset tetap pada pemerintah Kota Padang yang belum dapat mencapai derajat kesesuaian sebesar 100 persen karena rata-rata baik evaluasi pembukuan,
inventarisasi,
pelaporan
maupun
kelengkapan
pengisian
dokumen menghasilkan derajat kesesuaian sebesar 62 persen atau masuk kategori sesuai terhadap Permendagri No. 17 Tahun 2007. Penyebabnya kendala-kendala yaitu keterbatasan data pendukung, sosialisasi peraturan masih lemah, keterbatasan SDM, kurang kompensasi memadai terhadap pegawai. 3.
Syafitri (2010) menyatakan bahwa variabel perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan dari kegiatan inventarisasi aset tetap memiliki pengaruh positif dan signifikan serta unsur yang terintegrasi, saling terkait satu sama lain, harus dilakukan dan diterapkan bersama guna mendukung penyajian nilai wajar neraca daerah.
4.
Oktoviana (2010) menyatakan bahwa pelaksanaan faktor perencanaan, penatausahaan, peningkatan produktifitas serta pembinaan, pengawasan, pengendalian berkaitan terhadap opini disclaimer BPK. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Joniger (2012), Mustika (2012)
dan Syafitri (2010), Oktaviana (2010), meliputi sebagian kajian terkait penatausahaan dan sebagian alat analisis. Perbedaannya terdapat pada lokasi,
8
waktu dan fokus analisis yaitu terhadap pengurus barang, kedalaman penelitian dan alat analisis yang dipakai menjawab tujuan penelitian.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menjawab permasalahan sebagai berikut. 1.
Mengidentifikasi kendala-kendala proses penatausahaan aset tetap yang dilakukan pengurus barang dalam upaya menghasilkan data Laporan BMD yang valid.
2.
Menganalisis faktor-faktor kendala yang mempengaruhi penatausahaan aset tetap oleh pengurus barang guna menghasilkan data Laporan BMD yang valid.
1.3.2 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat yang berarti untuk berbagai pihak, antara lain. 1.
Bagi pemerintah daerah menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran yang kiranya bermanfaat dalam rangka menentukan konsep strategis peningkatan kinerja pelaksanaan penatausahaan aset tetap pemerintah daerah.
2.
Bagi akademisi menjadi referensi atau bahan perbandingan informasi dan menambah wawasan ilmu pengetahuan terkait ilmu manajemen khususnya manajemen/penatausahaan aset tetap pemerintah daerah, serta dapat dipakai sebagai referensi bagi penelitian lain selanjutnya.
9
1.4 Sistematika Penulisan Penelitian ini terdiri dari empat bab, ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
Bab
permasalahan
I Pengantar yang
menguraikan
berkaitan
dengan
tentang bagaimana
penatausahaan
aset
memahami tetap
untuk
menghasilkan data yang dipercaya dalam Laporan BMD Pemerintah Provinsi Maluku yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Alat Analisis berisikan uraian tentang tinjauan pustaka dan landasan teori yang digunakan dari studi empiris yang relevan maupun ketentuan berkaitan dengan proses penatausahaan aset tetap pemerintah daerah dan bagaimana menggunakan alat analisis dalam penelitian tersebut. Bab III Analisis Data berisikan uraian tentang cara penelitian, pengumpulan dan pembahasan serta menganalisis data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan alat analisis yang digunakan. Bab IV Kesimpulan dan Saran berisikan uraian singkat mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, dan menyampaikan saran implikasi kebijakan sebagai rekomendasi yang diberikan penulis dari hasil penelitian dan pembahasan, khususnya mengenai upaya menghasilkan data Laporan BMD yang valid di Pemerintah Provinsi Maluku.