BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida sintetik pada umumnya kurang aman karena mempunyai dampak yang merugikan terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, untuk itu pestisida sintetik yang merupakan komponen penting dalam pengendalian hama terpadu perlu dicari penggantinya. Alternatif yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al., 1992). Pestisida dari bahan nabati adalah salah satu produk yang dapat berperan sebagai pengganti insektisida sintetik, karena beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak bagian tumbuhan ada yang bersifat toksik terhadap hama serangga (Balfas, 1994; Mudjiono et al.,1994). Seperti yang dikemukakan Campbell dan Sullivan (1933) serta Burkill, (1935) bahwa berbagai jenis tumbuhan telah diketahui mengandung senyawa bioaktif seperti alkaloid, terpenoid, steroid, asetogenin, fenil propan, dan tannin yang dapat berfungsi sebagai insektisida dan rapellent. Beberapa contoh yang dikemukakan Othmer (1966), nikotin dari daun tembakau, rotenoid dengan bahan aktif rotenon dari banyak spesies dari genus Tephrosea, Derris, Lonchocarpus, Miletia dan Mundilea, kemudian ekstrak dari biji Schoenocaulon officinale.
1
Tanaman sawi (Brassica juncea) merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Serangan berat organisme pengganggu pada tanaman menyebabkan daun rusak atau habis termakan sehingga dapat menurunkan produksi sampai mematikan tanaman. Hama ulat pemakan daun Spodoptera sp. paling banyak menyerang tanaman sayur-sayuran dan menyebabkan kerusakan sekitar 80 % (Sriniastuti, 2005). Pengendalian ulat pemakan daun oleh petani masih tergantung pada penggunaan insektisida sintetik yang diyakini praktis dalam aplikasi dan hasil pengendalian jelas terlihat. Namun, petani cenderung menggunakan pestisida dengan takaran yang berlebihan, sehingga penggunaan pestisida perlu dikelola dan dikendalikan secara efektif dan aman bagi lingkungan (Haryanto, 2003).
Tanaman sawi merupakan salah satu jenis sayuran yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Selain budidayanya yang mudah, sawi juga bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi manusia dalam bentuk sayuran. Sawi merupakan jenis sayuran yang banyak digemari oleh para konsumen di berbagai lapisan masyarakat, sehingga berpotensi sebagai peluang usaha/bisnis. Sawi tergolong sayuran yang dapat ditanam pada berbagai musim. Oleh karena itu, sayuran ini dapat ditanam sepanjang tahun baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Dalam budidaya tanaman sawi, ada beberapa faktor dapat menghambat produksi baik secara kualitas maupun kuantitas, faktor tersebut adalah adanya serangan organisme pengganggu tanaman, terutama hama ulat. Adapun
2
hama ulat yang menyerang tanaman sawi yaitu ulat Grayak (Spodoptera litura) dan (Plutella xylostella) (Anonim, 2008), namun ulat grayak (Spodoptera litura) lebih banyak merusak tanaman sawi karena pada fase instar III ulat tersebut lebih rakus dan tidak hanya makan daun sawi namun batang sawi juga.
Pada
umumnya,
petani
melakukan
pengendalian
dengan
menggunakan pestisida sintetik dengan asumsi bahwa pestisida sintetik lebih efektif untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pestisida kimia mempunyai dampak negatif bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungannya. Hal ini disebabkan pestisida sintetik (kimia) dapat menimbulkan dampak residu dan mengakibatkan terjadinya pencemaran pada tanah, air dan udara. (Harno, 2012). Selain itu penggunaan pestisida sintetik yang berlebihan dapat menyebabkan hama menjadi kebal, peledakan hama baru, penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia. Oleh karena itu perlu dicari cara pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) yang lebih aman dan ramah lingkungan (Lubis, 2002). Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan OPT adalah dengan penggunaan pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan di lingkungan
sekitar.
Pestisida
nabati
dapat
dimanfaatkan
untuk
mengendalikan serangan ulat pada tanaman maupun gulma. Pestisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tertentu dari tumbuhan baik dari daun, buah, biji atau akar. Pestisida nabati mudah dibuat dan bahan
3
dasarnya pun relatif mudah didapat, sehingga para petani diharapkan mampu mengaplikasikannya dan tidak bergantung lagi pada penggunaan pestisida kimiawi. Dengan modal usaha yang kecil petani dan kelompok usaha kecil bisa memanfaatkan bahan alam sebagai bahan pestisida dan obat-obatan tanaman. mudah hanya memerlukan ketelatenan, selain itu biayanya pun sangat murah (Novizan, 2002).
Salah satu tumbuhan yang diperkirakan berpotensi sebagai pestisida nabati adalah tumbuhan Majapahit (Crescentia cujete) yang selama ini dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional untuk luka bakar dan diare. Dalam penelitian lain menjelaskan bahwa kandungan kimia yang terdapat pada batang Majapahit ( Crescentia cujete) adalah saponin dan polifenol, kandungan pada buah yaitu : tannin dan polifenol, sedangkan daun Majapahit mengandung saponin, alkaloid, terpenoid, tannin dan flavonoid.
Penelitian Linda (2013) juga menunjukkan bahwa alkaloid dapat berkhasiat sebagai insektisida. Kandungan lain dari daun majapahit adalah saponin, cara kerja saponin adalah memasuki tubuh larva melalui kulit dengan proses adhesi dan menimbulkan efek sistemik. Penetrasi senyawa tersebut ke dalam tubuh serangga melalui epikutikula serangga, senyawa tersebut masuk ke dalam jaringan di bawah integumen menuju daerah sasaran. Masuknya saponin mengakibatkan rusaknya lilin pada lapisan kutikula sehingga menyebabkan kematian karena larva mengalami banyak
4
kehilangan air. Saponin juga dapat merendahkan tegangan permukaan. Selain masuk melalui kutikula, saponin masuk melalui makanan yang dapat memberikan pengaruh terhadap proses biologi tubuh dan metabolisme zat nutrisi dengan cara menghambat produktivitas kerja enzim
kimotripsin
yang
mengakibatkan
terganggunya
sistem
pencernaannya. Saponin juga dapat menurunkan aktivitas enzim protease dalam saluran pencernaan serta mengganggu penyerapan makanan.
Cara kerja alkaloid adalah mendegradasi membran sel untuk masuk ke dalam dan merusak sel dan juga dapat mengganggu sistem kerja syaraf larva dengan menghambat kerja enzim asetilkolinesterase. Terjadinya perubahan warna pada tubuh larva menjadi lebih transparan dan gerakan tubuh larva yang melambat bila dirangsang sentuhan serta selalu membengkokkan badan disebabkan oleh senyawa alkaloid sedangkan flavonoid dapat menyebabkan cacat bakar dan amat beracun. Kandungan tannin pada daun maja inilah yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian dengan pestisida nabati. Kandungan tannin inilah yang menyebabkan daun maja memiliki rasa yang pahit atau sepet. Terpenoid bersifat racun perut yag dapat membunuh hama sasaran dengan cara masuk kedalam pencernaan melalui makanan yang hama makan (Linda, 2013)
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Efektivitas Ekstrak Daun Majapahit (Crescentia
5
cujete) sebagai Pestisida nabati Hama Spodoptera litura pada Tanaman Sawi (Brassica juncea).
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang sudah diuraikan, maka dapat di identifikasi permasalahan-permasalahan penelitian antara lain:
1. Permasalahan cara pengendalian hama Spodoptera litura yang berwawasan lingkungan. 2. Jenis tanaman yang mengandung bahan aktif sebagai pestisida nabati. 3. Dosis ekstrak daun Majapahit yang paling berpangaruh terhadap mortalitas Spodoptera litura. 4. Efektivitas ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) dalam mengendalikan hama Spodoptera litura. 5. Pengaruh yang ditimbulkan akibat paparan ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap hama Spodoptera litura. 6. Pengaruh ekstrak daun Majapahit terhadap berat basah sawi (Brassica juncea)
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dibatasi pada pengamatan mortalitas hama, pemendekan fase hama Spodoptera litura dari larva instar III menjadi
6
pupa, serta pengaruh ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap morfologi dan tingkat kerusakan tanaman sawi dengan membandingkan antara masing-masing dosis perlakuan.
D. Rumusan Masalah
1. Berapakah dosis optimal ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura, pemendekan siklus larva instar III menjadi pupa, tingkat kerusakan dan berat basah sawi? 2. Berapakah kematian hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete)? 3. Bagaimana pengaruh
pemberian ekstrak daun majapahit
(Crescentia cujete) terhadap pemendekan fase hama Spodoptera litura instar III menjadi pupa? 4. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete)
terhadap morfologi dan tingkat kerusakan
tanaman sawi (Brassica juncea) ? 5. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea) ?
7
E. Tujuan
1. Mengetahui dosis optimal ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) yang berpengaruh terhadap mortalitas larva Spodoptera litura, pemendekan siklus larva instar III menjadi pupa, tingkat kerusakan dan berat basah sawi 2. Mengetahui kematian hama Spodoptera litura setelah pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) 3. Mengetahui pengaruh
pemberian ekstrak daun majapahit
(Crescentia cujete) terhadap pemendekan fase hama Spodoptera litura larva instar III menjadi pupa 4. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap tingkat kerusakan tanaman sawi (Brassica juncea) 5. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak daun majapahit (Crescentia cujete) terhadap berat basah tanaman sawi (Brassica juncea)
8
F. Manfaat
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian eksperimen ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan kajian mengenai manfaat ekstrak daun Majapahit (Crescentia cujete) sebagai pestisida nabati dan pengendali hama Spodoptera litura.
2. Bagi Masyarakat
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi masyarakat
mengenai
(Crescentia
cujete)
manfaat sebagai
ekstrak pestisida
daun
majapahit
nabati
untuk
mengendalikan serangan hama Spodoptera litura. b. Mengurangi
dampak
pencemaran
lingkungan
dengan
mengganti pemakaian pestisida kimiawi menjadi pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan
9
G. Batasan Operasional
a. Benih sawi (Brasicca juncea) yang digunakan adalah benih sawi caisim yang lulus hasil uji KEPMENTAN No: 254/Kpts/TP.240/5/2000. b. Tanaman sawi (Brasicca juncea) yang akan diinfeksikan adalah tanaman sawi yang berumur 21 hari. c. Hama yang digunakan adalah larva instar III Spodoptera litura. Larva instar III Spodoptera litura mempunyai ciri-ciri: memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm, yang diinfeksikan pada masing-masing tanaman sawi caisim (Brasicca juncea) yang ditanam di polybag berjumlah 5 larva. d. Pestisida Nabati
10