BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Garam merupakan komoditas yang keberadaannya sangat penting dan belum ada produk tertentu yang dapat menggantikannya berdasarkan aspek fungsi dan kegunaannya. Garam disamping menjadi bagian kebutuhan yang penting dalam kehidupan juga termasuk produk yang tidak memiliki subtitusi (Suhelmi et al., 2013). Berdasarkan pemanfaatannya garam bahan baku dikelompokkan menjadi 2 yaitu garam bahan baku untuk konsumsi dan garam bahan baku untuk industrri. Garam hasil produksi petani merupakan garam bahan baku untuk garam konsumsi yaitu untuk diproduksi menjadi garam beryodium. Sebagian masyarakat menyebut garam bahan baku dengan garam “krosok” dan dalam hal ini penulis menggunakan istilah garam bahan baku. Produsen garam nasional terdiri dari dua yaitu petani garam dan PT Garam Persero. Hingga saat ini Indonesia masih belum mampu memenuhi kebutuhan garam secara mandiri sehingga melakukan impor ke beberapa negara. Garam yang selalu diimpor Indonesia adalah garam bahan baku untuk industri kimia, farmasi, tekstil dan lain-lain. Garam impor tersebut memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Kebutuhan garam nasional pertahun mencapai 2,6 juta ton untuk garam konsumsi sedangkan garam untuk bahan baku industri yaitu 2,18 juta ton, pada tahun 2012 total produksi garam nasional mencapai 2,47 juta ton. Dari total produksi tersebut 0,39 juta ton merupakan hasil produksi PT Garam Persero, impor garam untuk
1
2
kebutuhan konsumsi maupun industri pada tahun 2012 mencapai 2,31 juta ton (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2013). Di Indonesia luas lahan garam terbesar berada di Jawa Timur yaitu 60% dari luas lahan garam nasional. Pulau Madura merupakan penghasil garam terbesar untuk wilayah Jawa Timur dengan luas lahan 15.347 ha. Sumenep merupakan salah satu kabupaten yang berada di Pulau Madura. Kabupaten Sumenep terdiri dari 27 kecamatan dan 11 diantaranya merupakan daerah penghasil garam (Anonim, 2013). Distribusi total produksi garam setiap provinsi di Indonesia bervariasi (Tabel 5), daerah dengan jumlah produksi cukup tinggi (>200 ribu ton) yaitu Cirebon, Indramayu, Pati, Sampang dan Sumenep (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2014). Di Sumenep terdapat tiga jenis industri garam berdasarkan kegiatannya yaitu industri garam yang memproduksi sekaligus mengolah garam bahan baku (raw salt) seperti PT Garam Persero, industri garam yang mengolah garam bahan baku seperti PT Budiono Bangun Persada dan industri garam yang memproduksi garam bahan baku yang selanjutnya disebut industri garam petani. Industri garam petani Kabupaten Sumenep merupakan usaha warisan turun temurun dan telah beroperasi sejak zaman kolonial. Hingga saat ini, produktivitas garam di industri garam petani Kabupaten Sumenep sangat bervariasi antar kecamatan dan mutunya masih rendah. Produktivitas garam di beberapa kecamatan yang ada di Kabupaten Sumenep sangat bervariasi. Beberapa kecamatan memiliki produktivitas yang tinggi (>100 ton/ha) dan beberapa kecamatan memiliki produktivitas yang rendah. (<60 ton/ha).
3
Kecamatan Gapura, Kecamatan Kalianget, Kecamatan Giligenting dan Kecamatan Pragaan memiliki produktivitas garam >100 ton/ha. Kecamatam Saronggi dan Kecamatan Raas memiliki produktivitas garam 80≥60 ton/ha sedangkan Kecamatan Talango, Kecamatan Sapeken, Kecamatan Arjasa, Kecamatan Sumenep dan Kecamatan Dungkek memiliki produktivitas garam <60 ton/ha (BPS, 2013). Mutu garam pada umumnya dilihat berdasarkan kemurniannya. Tingkat kemurnian garam petani di Madura yaitu Kabupaten Sampang 88-91%, Kabupaten Pamekasan 91,34% dan Kabupaten Sumenep 91,20% (Anonim, 2013; Aisyah et al., 2013). Adapun standar kemurnian garam bahan baku untuk industri garam beryodium minimal 94,7% (Tabel 4), berdasarkan hal tersebut maka mutu garam hasil produksi petani Kabupaten Sumenep masih berada dibawah SNI. Luas lahan garam di Kabupaten Sumenep yaitu 2012,52 ha dan petani yang terlibat di dalamnya yaitu 3219 orang. Kabupaten Sumenep memiliki luas laut 50000 km2 dan beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan tahunan 1200 mm/tahun dan suhu rata-rata tahunan 30ºC. Menurut Purbani (2006) faktor yang mempengaruhi produksi garam yaitu air laut, cuaca, tanah dan pengaruh air laut yang berkaitan dengan ketebalan dan konsentrasinya. Proses produksi garam yang dilakukan petani di Kabupaten Sumenep yaitu dengan cara menguapkan air laut menggunakan sinar matahari hingga menjadi “air tua” dan selanjutnya dikristalisasi. Sebagian petani menguapkan air laut diatas tanah lahan garam dan sebagian menguapkannya diatas lahan garam yang dilapisi membran.
4
Pada proses kristalisasi, petani di Kabupaten Sumenep menggunakan konsentrasi “air tua” yang disesuaikan dengan ketersediaannya dipetak penguapan, padahal konsentrasi “air tua” merupakan salah satu faktor penting dalam produksi garam sebab berkaitan dengan mineral yang akan terendapkan. Menurut Purbani (2006) jika konsentrasi “air tua” terlalu rendah (>20°be) maka yang banyak terkristalisasi adalah kalsium sulfat sedangkan jika terlalu tinggi (>27°be) maka yang banyak terkristalisasi adalah magnesium, sedangkan yang dikehendaki adalah NaCl. Berdasarkan permasalahan dan potensi yang dimiliki maka sangat memungkinkan untuk dilakukan pengembangan pada industri garam petani di Kabupaten Sumenep sehingga dilakukan penelitian dengan judul “Pengembangan Industri Garam Petani Garam di Kabupaten Sumenep”. 1.2. Rumusan Masalah Produktivitas garam di industri garam petani Kabupaten Sumenep bervariasi antar kecamatan. Permasalahan lain yaitu garam yang dihasilkan mutunya rendah sehingga belum memenuhi SNI garam bahan baku untuk industri garam beryodium.
Penyebab permasalahan tersebut hingga saat ini belum
ditemukan sehingga belum diketahui alternatif perbaikannya. 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian diantaranya untuk: 1. Mengidentifikasi faktor penyebab variasi produktivitas dan rendahnya mutu garam. 2. Mendapatkan alternatif perbaikan dan memberikan rekomendasi teknologi produksi garam.
5
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Dapat ditemukan faktor penyebab variasi produktivitas dan rendahnya mutu garam di industri garam petani Kabupaten Sumenep. 2. Dapat ditemukan alternatif perbaikan teknologi produksi garam sehingga dapat mengurangi variasi produktivitas dan meningkatkan mutu garam di industri garam petani Kabupaten Sumenep.