BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dikenal sebagai penyebab utama gangguan kesehatan manusia. The United Nation Environment Programme memperkirakan 1.1 juta orang per tahun menghirup udara yang tidak sehat (UNEP, 2002). Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa konsentrasi ambien partikel udara mempunyai hubungan dengan tingkat kesehatan manusia, terutama terhadap sistem kardiovaskular dan pernafasan (Bates, 1992; Dockery dan Pope,1994). World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa polusi udara menyebabkan mortalitas 800.000 jiwa per tahun (WHO, 2000).
Pencemaran
udara di negara-negara Asia berkaitan erat dengan perubahan peningkatan perekonomian dan perkembangan sosial masyarakat. Perkembangan industri yang cepat,
urbanisasi,
pertumbuhan
penduduk
dan
ketergantungan
terhadap
transportasi menyebabkan perubahan udara di negara Asia termasuk Indonesia. Sebagai salah satu negara berkembang di kawasan Asia Tenggara , Indonesia menghadapi pertumbuhan penduduk yang padat dan beranjak dari negara agraris menuju kepada perkembangan industri yang tercermin dari tumbuhnya kawasan industri dan urbanisasi. Proses industrialisasi tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di Negara serta merta mendorong perubahan diberbagai sektor kehidupan masyarakat termasuk pertambahan transportasi dan pengggunaan kenderaan bermotor (Soeripto, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Sulfur dioksida sebagai salah satu komponen penyebab pencemaran merupakan parikulat mater dengan diameter < 2.5 μm (PM
2.5 )
bersumber dari
kombusi emisi kendaraan bermotor dan bila terinhalasi akan masuk mencapai kedalam paru-paru dan terdeposit pada alveoli , mengikuti sirkulasi pulmonal dan sirkulasi sistemik (Li dkk., 2012). Paparan 100 bagian sulfur dioksida per juta bagian udara (ppm) sangat berbahaya terhadap nyawa dan kesehatan. Menurut beberapa penelitian fungsi paru mengalami perubahan apabila terpapar oleh sulfur dioksida 0.4 – 3.0 ppm. Penelitian terhadap hewan percobaan (guinea pigs) terpapar sulfur dioxide di bawah kadar 1 ppm memperlihatkan gangguan pernafasan, penurunan daya bernafas, menimbulkan reaksi inflamasi atau infeksi saluran nafas dan destruksi organ paru paru (Azmi et al., 2002; Petruzzi et al., 1994; Tunniclife et al., 2001). C-Reactive Protein merupakan salah satu protein fase akut yang dapat ditemui dalam serum darah manusia dalam keadaan normal . Keadaan inflamasi atau kerusakan jaringan akibat infeksi ataupun trauma dan jejas lainnya menyebabkan kadar C-Reactive Protein meningkat melalui suatu sistem reaksi yang kompleks. (Macintyre, Schultz, dan Kushner, 1982) C-Reactive Protein adalah komponen penting dari sistem immune tubuh manusia memegang
peranan penting dalam reaksi inflamasi untuk proses
penyembuhan luka, eliminasi bakteri, virus , proses akibat jejas dan trauma. Beberapa studi memperlihatkan adanya hubungan kadar C-Reactive Protein dengan resiko terjadinya penyakit jantung (Ridker, 2014), peningkatan C-Reactive Protein pada penderita Diabetes Tipe 2 akibat paparan polusi udara di Pune City
Universitas Sumatera Utara
India ( Khafaie & Salvi, 2013), peningkatan C-Reactive Proteinpada ibu hamil akibat polusi udara yang kronis di negera Belanda ( Hooven, Kluizenaar dan Pierik, 2012) termasuk akibat gangguan pernafasan yang disebabkan polusi udara dan partikulat matter (Li dkk., 2012). Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia melalui Badan Lingkungan Hidup tingkat Propinsi dan Kota menjelaskan bahwa terjadinya penurunan kualitas udara berdampak terhadap perubahan iklim yang dikenal sebagai
Global Warming
dan menyebabkan gangguan terhadap kesehatan,
terutama system prnafasan. sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi bagi
negara. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam fosil, menghasilkan minyak mentah yang merupakan sumber bahan bakar kenderaan bermotor. Kebijakan pemerintah terhadap bahan bakar ditentukan oleh Direktorat Pengolahan dan Niaga Migas , Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi bahwa mutu atau spesifikasi Bahan Bakar Minyak ditingkatkan secara bertahap yaitu perubahan kandungan pada aromatic benzene dan olefin serta pengurangan kandungan sulfur. Indonesia masih memproduksi Bahan Bakar Minyak bensin dengan kandungan Pb 0,30/0,013/0,010 gr/dl serta Sulfur 0,2/0,1/0,1 gr/dl, tertinggi bila dibandingkan dengan Negara Malaysia, Thailand, Singapura, Philipina, Vietnam dan Jepang. Kota Medan adalah Ibukota Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 265,10 km2 atau 26.510 Ha. Kota Medan merupakan kota yang berkembang kearah metropolitan sarat dengan penduduk pendatang dengan pembagunan kawasan industri serta pembagunan infrastruktur yang berkembang pesat. Dengan jumlah wilayah 21 kecamatan dan 151 kelurahan diperkirakan jumlah penduduk
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2010 berjumlah 2.121.053 jiwa dengan kepadatan penduduk 80 jiwa per hektar. Kepadatan penduduk berdampak terhadap kebutuhan peningkatan transportasi, dimana jumlah kenderaan bermotor pada tahun 2010 mencapai 2.708.511 dengan pertumbuhan rata-rata 24 persen per tahun. Peningkatan transportasi menyebabkan peningkatan polusi udara terutama yang dihasilkan oleh kenderaan bermotor yang belum ditunjang oleh sarana kwalitas bahan bakar yang rendah Plumbum (Pb) dan Sulfur ( Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, 2011). Pemantauan kualitas udara ambien yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 di Kota Medan menunjukkan bahwa daerah Kecamatan Medan Amplas merupakan daerah yang mempunyai kecenderungan kenaikan Sulfur Dioksida. Baku Mutu Lingkungan ( ambien) SO 2 yang telah ditentukan adalah sebesar 900μg/Nm3 . (Standar Nasional Indonesia, 2005 dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara, 2011). Kondisi lingkungan yang terpolusi akibat emisi kenderaan bermotor dapat ditunjukkan oleh beberapa penelitian seperti di Bombay, India dimana efek emisi kenderaan bermotor tersebut meningkatkan kejadian penyakit jantung dan pernafasan dimana hasil uji faal paru menunjukkan penurunan nilai Kapasitas Vital Paksa (Kamat dan Rupwate, 1988). Pekerja operator Stasion Pengisi
Bahan Bakar Minyak untuk Umum
(SPBU) adalah tenaga kerja yang beresiko tinggi untuk terkena gangguan pernafasan. Gangguan fungsi paru dan efek inflamasi yang berkenaan dengan polusi partikel matter dan bahan iritan seperti sulfur dioksida yang bersumber dari emisi kenderaan bermotor dalam jangka panjang akan menyebabkan gangguan
Universitas Sumatera Utara
terhadap faal paru dan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Studi uji fungsi paru pekerja pengisi bahan bakar di Mysore City dan Kanchepuram India memperlihatkan penurunan fungsi paru yang signifikan dalam Kapasitas Vital Paksa ( KVP ) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Begum dan Rathna, 2012). Begitu pula menurut beberapa studi lainnya bahwa kegagalan fungsi nafas (dengan melihat VEP1) juga berhubungan dengan resiko penyakit jantung lainnya dan peningkatan nilai CRP (Kony,S, 2004). Hiper responsif saluran nafas dan prevalensi timbulnya gejala-gejala gangguan saluran nafas kronis akibat bahan – bahan yang ber iritasi juga juga menunjukkan adanya hubungan dengan penurunan nilai VEP1 dan KVP (Kremer dan Pal, 1994). Pada sisi lain di Indonesia pengkajian
efek polusi udara akibat sulfur
dioksida emisi kenderaan bermotor terhadap fungsi faal paru serta konsentrasi CReactive Protein masih sulit dijumpai. Kajian yang dilakukan di Sokaraja, Purwokerto pada pekerja operator Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum
(
SPBU ) ditemui adanya korelasi yang sangat lemah antara lama bekerja dengan nilai Kapasitas Vital Paksa (KVP) dengan nilai kekuatan korelasi (r) sebesar 0,163 (Halim & Ghozali, 2011).
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1.Apakah terdapat korelasi lama paparan sulfur dioksida dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
C- Reactive Protein pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan ? 2. Bagaimana Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1) pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan akibat paparan sulfur dioksida ? 3. Bagaimana
Kapasitas Vital Paksa (KVP) pekerja oerator SPBU di
Kecamatan Medan Amplas Kota Medan disebabkan paparan sulfur dioksida ? 4. Apakah dijumpai perubahan rasio VEP1/KVP akibat paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan ? 5. Bagaimana Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) dihubungkan dengan paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
5.1. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan akibat lama paparan sulfur dioksida terhadap nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus 1.
Menganalisa kadar konsentrasi sulfur dioksida di lingkungan SPBU di Kecamatan Amplas Kota Medan.
2.
Meneliti kadar Protein C-Reaktif pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
3.
Mendapatkan nilai Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
4.
Menganalisis hasil interpretasi uji spirometri pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
5.
Mengkaji korelasi antara lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
5.2.Hipotesis Terdapat korelasi antara lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 2575%) pada pekerja SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. Adapun hipotesis adalah sebagai berikut : 1.Terdapat korelasi lama paparan sulfur dioksida dengan nilai
Universitas Sumatera Utara
C- Reactive Protein pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan . 2.Dijumpai korelasi Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1) pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan akibat paparan sulfur dioksida . 3.Adanya korelasi Kapasitas Vital Paksa (KVP) pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan disebabkan paparan sulfur dioksida. 4.Adanya korelasi rasio VEP1/KVP akibat paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. 5.Adanya korelasi Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 25-75%) dihubungkan dengan paparan sulfur dioksida pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
5.3. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian diharapkan akan mengungkapkan tentang korelasi antara lama paparan sulfur dioksida dengan nilai kadar Protein C-Reaktif, Volume Ekspirasi Paru Detik Pertama (VEP1), Kapasitas Vital Paksa (KVP), rasio VEP1:KVP, dan Aliran Ekspirasi Paksa 25-75% (AEP 2575%). 2. Mendapatkan data konsentrasi sulfur dioksida di lingkungan SPBU Kecamatan Medan Amplas Kota Medan. 3. Memberi data mengenai konsentrasi sulfur dioksida kepada pengusaha SPBU Kecamatan Medan Amplas Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
4. Meningkatkan pengetahuan pekerja dan pengusaha SPBU tentang keterkaitan
konsentrasi sulfur dioksida dengan kesehatan kerja dalam
rangka mencegah penyakit yang dapat timbul akibat pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara