BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung meningkat. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tahun 2004-2007 mengalami peningkatan dengan rata-rata sebesar 2,28 persen per tahun diikuti dengan kenaikan konsumsi daging ayam sebesar 6,10 persen per tahun (Tabel 1). Pencapaian kecukupan kebutuhan nutrisi terutama protein hewani pada masyarakat akan lebih efisien apabila dilakukan dengan meningkatkan konsumsi pangan yang bersumber dari komoditi peternakan khususnya daging ayam ras (broiler). Daging ayam ras mengandung komposisi nilai gizi yang baik dan sebagai sumber bahan makanan yang mengandung protein hewani. Daging ayam ras juga mengandung vitamin-vitamin yang sangat diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan manusia (komposisi kandungan nutrisi daging ayam per 100 g disajikan pada Lampiran 1). Disisi lain yang menyebabkan peningkatan permintaan daging ayam ras pedaging dikarenakan harga daging ayam ras dapat dijangkau oleh konsumen dengan taraf ekonomi menengah sampai taraf ekonomi atas. Tabel 1. Jumlah Populasi Penduduk dan Konsumsi Daging Ayam Ras di Indonesia pada Tahun 2004-2007 Tahun 2004 2005 2006 2007 Laju Pertumbuhan (%/tahun)
∑ Penduduk (juta orang) 217,07 220,33 223,63 226,99 2,28
∑ Konsumsi (kg/tahun) 1.425.300 1.573.000 1.486.100 1.564.200 6,10
Sumber:Direktorat Jenderal Peternakan, 2009
Selain peranan daging ayam ras terhadap penyediaan kebutuhan bahan pangan hewani, hal lain yang menjadi dasar pertimbangan penting untuk memicu perkembangan subsektor peternakan adalah sumbangan pada Produk Domestik Bruto (PDB). Mulai pada tahun 1990 sampai dengan krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, industri peternakan khususnya ayam ras dan penggemukan sapi potong melemah, kondisi ini ditunjukkan pertumbuhan PDB subsektor peternakan 1
meningkat hanya dengan rata-rata sebesar 6,67 persen. Salah satu penyebabnya adalah ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor (bahan baku pakan, bibit) dan teknologi impor (obat-obatan). Situasi yang berbeda terjadi pada tahun 1998-2005 (Lampiran 2), bahwa pertumbuhan PDB subsektor peternakan meningkat lebih tinggi dengan rata-rata sebesar 9,87 persen/tahun. Laju pertumbuhan PDB dari subsektor peternakan (Lampiran 2) berada pada urutan ketiga tertinggi setelah subsektor perikanan (12,83 persen) dan perkebunan (10,10 persen). Laju pertumbuhan PDB subsektor peternakan meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan (9,47 persen) dan subsektor kehutanan (5,28). Pertumbuhan yang meningkat dengan pesat pada subsektor peternakan disebabkan
sudah
berkembangnya industri peternakan, terutama ayam ras dan sapi potong. Dengan demikian, industri dua komoditas (ayam ras dan penggemukan sapi potong) tersebut berpotensi dijadikan sebagai salah satu sumber baru untuk pertumbuhan perekonomian nasional dari sektor pertanian. Jumlah populasi ayam ras pedaging cenderung mengalami peningkatan sebesar 4,55 persen per tahun pada tahun 2004-2007. Peningkatan pada populasi ayam ras pedaging lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan jumlah populasi sapi perah, sapi potong, kerbau, kambing dan domba (Tabel 2). Tabel 2. Populasi Ternak di Indonesia pada Tahun 2004-2007 Jenis Ternak 2004 Sapi potong (ekor) Sapi perah (ekor) Kerbau (ekor) Kambing (ekor) Domba (ekor) Ayam ras pedaging (ekor)
Laju Pertumbuhan (%/tahun)
Tahun 2005
2006
2007
347.000
358.000
374.000
382.000
2,52
11.137.000
11.998.000
10.504.000
10.762.000
-0,84
2.333.000
2.403.000
2.459.000
2.572.000
2,56
12.464.000
12.549.000
11.722.000
13.442.000
1,96
7.401.000
7.641.000
9.811.000
8.246.000
2,85
778.969.843
811.188.684
797.527.446
920.851.120
4,55
Sumber:Direktorat Jenderal Peternakan, 2009
Tahun 2006 populasi ayam ras pedaging mengalami penurunan, hal ini terjadi akibat wabah virus flu burung (H5N1) menyerang ternak unggas di Indonesia. Pada tahun 2007 serangan virus flu burung telah mulai dapat dicegah, sehingga jumlah populasi ayam ras pedaging di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan populasi tersebut juga tidak terlepas dari terbentuknya 2
kepercayaan masyarakat atas informasi yang diberikan pihak terkait yaitu Dinas Peternakan, bahwa virus flu burung dapat dihindari dengan melakukan pemusnahan terhadap ayam yang terkena virus, sedangkan bagi ayam yang tidak terkena virus harus dipisahkan. Produksi total daging di Indonesia pada tahun 2008 sebesar 2.169,8 ton, terdiri dari daging sapi, kerbau, kambing, domba, babi, ayam buras, ayam ras pedaging dan daging lainnya sebesar 91,1 ribu ton (Tabel 3). Sedangkan produksi daging terbesar di sumbang oleh ayam ras pedaging (42,33 persen), sapi dan kerbau (21,38 persen), babi (9,16 persen), dan ayam buras (16,08 persen). Produksi daging di Indonesia pada tahun 2006-2008 disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Daging di Indonesia pada Tahun 2006-2008 Tahun Jenis Sapi (000 ton) Kerbau (000 ton) Kambing (000 ton) Domba (000 ton) Babi (000 ton) Ayam Buras (000 ton) Ayam Ras pedaging (000 ton)
2006
2007
2008
358,7 38,1 50,6 47,3 173,7 301,4 779,1
395,8 43,9 65,0 75,2 196,0 341,3 861,3
418,2 45,9 63,4 84,8 198,9 349,0 918,5
Laju Pertumbuhan (%/Tahun) 5,53 6,82 8,43 26,43 4,84 5,26 5,96
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan (2009)
Laju pertumbuhan produksi daging ayam ras pedaging pada tahun 20062008 sebesar 5,96 persen. Kontribusi ayam ras pedaging terhadap produksi total daging di Indonesia sejak tahun 2006-2008 selalu lebih besar. Produksi ayam ras pedaging pada tahun 2006 sebesar 44,54 persen dan tahun 2007 sebesar 43,53 persen. Produksi daging ayam ras pedaging yang cukup besar menggambarkan bahwa terdapat pertumbuhan ketersediaan pasar dan tingkat konsumsi terhadap komoditas daging ayam ras pedaging. Menanggapi hal tersebut, peningkatan efisiensi ekonomi dalam kegiatan pengadaan daging ayam ras merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi supaya dapat bersaing dengan daging lainnya. Sesuai dengan fenomena pertumbuhan populasi penduduk Indonesia, yang merupakan salah satu potensi sumber daya pendukung pertumbuhan agibisnis peternakan ayam ras pedaging serta peranannya terhadap pendapatan nasional,
maka sangat penting untuk
memperhatikan aspek agribisnis komoditas ayam ras pedaging. 3
1.2 Perumusan Masalah Pada masa yang akan datang populasi penduduk Indonesia diperkirakan mengalami pertumbuhan, hal ini diikuti dengan kebutuhan pangannya. Disi lain telah tejadi perubahan pola konsumsi pangan akibat dari kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi pangan bergizi. Fenomena ini akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap daging, khususnya daging ayam ras pedaging. Hal tersebut menjelaskan bahwa potensi pasar daging ayam ras pedaging diperkirakan terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun yang akan datang. Menanggapi permasalahan tersebut maka salah satu kajian penting yang perlu dilakukan adalah kajian mengenai aspek pemasaran komoditi ayam ras pedaging. Aspek pemasaran sangat penting karena merupakan media yang menyebabkan suatu komoditi dapat sampai pada konsumen akhir. Hal-hal penting mengenai pemasaran ayam ras pedaging adalah fungsi dan saluran pemarasan, keuntungan dan margin pemasaran. Di Kota Bogor pada kurun waktu 2005-2008 populasi ayam ras pedaging mengalami laju pertumbuhan sebesar 16,70 persen per tahun. Perkembangan populasi ternak ayam di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Populasi Ayam di Kota Bogor Tahun 2005-2008 Laju Pertumbuhan (%/tahun)
Tahun
Jenis Ternak
Ayam Buras
2005 1.233.467
2006 1.201.644
2007 1.007.202
2008 986.348
-5,01
Ayam Ras Petelur
3.045.200
3.533.007
3.791.836
3.933.002
7,29
Ayam Ras Pedaging
8.257.900
8.864.000
12.765.300
13.775.475
16,70
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan (2009)
Pemasaran daging ayam ras pedaging merupakan suatu kegiatan yang melibatkan pihak-pihak yang berperan penting untuk mendistribusikan komoditi ayam ras pedaging mulai dari produsen sampai kepada konsumen akhir. Salah satu lembaga yang berperan langsung kepada konsumen akhir adalah para pedagang ayam ras pedaging. Pedagang menggunakan pasar sebagai media untuk memasarkan daging ayam ras. Jenis pasar yang ada di wilayah Kota Bogor terdiri dari pasar modern (market place) dan pasar tradisional. Salah satu pasar tradisional terbesar yang 4
terdapat tepat berada di pusat kota yaitu Pasar Baru Bogor. Letak pasar tersebut sangat strategis, karena lokasi bersebelahan dengan Kebun Raya Bogor dan didukung dengan akses transportasi, sehingga mudah untuk dijangkau oleh konsumen. Sesuai dengan fungsinya maka Pasar Baru Bogor merupakan media penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Komoditi yang dipasarkan di Pasar Baru Bogor terdiri dari produk-produk hasil pertanian dan produk-produk hasil industri. Salah satu produk hasil pertanian yang dipasarkan yaitu komoditi peternakan berupa daging ayam ras pedaging. Tingginya permintaan terhadap daging ayam ras pedaging disebabkan harga daging ayam ras relatif lebih murah dibandingkan dengan harga daging lainnya. Ayam ras pedaging yang dipasarkan di Pasar Baru Bogor berasal dari peternak dari wilayah Bogor dan Sukabumi. Produk tersebut di distribusikan melalui lembaga-lembaga yang berperan. Lembaga tersebut antara lain pedagang pengumpul, pemotong, pedagang besar dan pedagang pengecer. Pemasaran disebut efisien apabila tercipta keadaan ketika pihak-pihak yang terlibat baik produsen,
lembaga-lembaga
pemasaran
maupun
konsumen
terpenuhi
kebutuhannya dengan adanya aktivitas pemasaran. Secara umum lembaga-lembaga yang berperan dalam pemasaran komoditi ayam ras pedaging terdiri dari beberapa lembaga yang berperan mulai dari hulu ke hilir yaitu: produsen, tengkulak, pedagang besar, pedagang pengecer dan konsumen. Keterlibatan dari setiap lembaga yang ada dalam pemasaran ayam ras pedaging merupakan dampak dari keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk. Hal ini menggambarkan setiap lembaga memiliki keterbatasan sehingga diperlukan peranan lembaga lainnya. Distribusi komoditi ayam ras mulai dari produsen hingga ke konsumen akhir melalui beberapa lembaga. Setiap lembaga memiliki fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda untuk meningkatkan nilai jual komoditi ayam ras pedaging. Perbedaan harga yang diterima oleh setiap lembaga merupakan bagian dari marjin pemasaran, semakin banyak lembaga yang berperan maka marjin yang diterima oleh setiap lembaga semakin rendah. Permintaan konsumen atas suatu produk erat kaitannya dengan harga produk tersebut. Pada aspek pemasaran harga jual suatu produk terdiri dari dua komponen antara lain: biaya pemasaran dan 5
keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dibebankan terhadap pedagang, biaya tersebut meliputi biaya: transportasi, pembelian produk, sewa tempat dan biaya lain-lain. Biaya transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang atas jasa pengangkutan yang telah diterima pedagang tersebut. Besaran biaya transportasi yang dikeluarkan tergantung pada jumlah ayam yang dibeli dan jarak yang ditempuh dari lokasi peternak. Keuntungan pemasaran merupakan selisih antara harga yang diterima dari konsumen dengan harga yang dibayar kepada produsen. Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pedagang untuk biaya transportasi akan mempengaruhi marjin yang diterima oleh pedagang, bahwa apabila biaya tranportasi yang dikeluarkan pedagang semakin besar maka marjin yang diterima akan semakin kecil dan sebaliknya. Efisiensi pemasaran adalah optimalisasi dari rasio input dan output. Perubahan yang mengurangi biaya input tanpa mengurangi kepuasan konsumen akan meningkatkan efisiensi, begitupun hal sebaliknya. Pemasaran ayam ras pedaging dihadapkan pada beberapa permasalahan antara lain harga dan biaya pemasaran. Pada umumnya harga dari setiap produk berfluktuasi karena adanya persaingan harga diantara produk-produk yang dipasarkan pada suatu harga yang terbentuk. Pada pemasaran ayam broiler harga yang diterima pedagang masih jauh lebih rendah dari harga yang dibayarkan kepada peternak. Harga yang diterima pedagang ayam broiler pada kondisi nomal adalah Rp 5.000 perkilogram. Harga tersebut masih harus di kurangi biaya pemasaran, dalam hal ini biaya yang terpenting dikeluarkan adalah biaya transportasi yang secara tunai, apabila pedagang mengambil ayam dari jarak yang jauh maka harus mengeluarkan biaya tambahan. Dalam pengangkutan pedagang harus menanggung resiko berupa kematian dan berkurangnya bobot ayam karena peternak tidak menetapkan ukuran standar ayam yang dijualnya. Berdasarkan uraian tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan sistem pemasaran daging ayam ras yang terjadi di Pasar Baru Bogor, maka muncul pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana pola saluran pemasaran daging ayam ras dan apa fungsi masing-masing lembaga yang ada di Pasar Baru Bogor?
6
2. Berapa marjin pemasaran pedagang ayam pedaging di Pasar Baru Bogor? 3. Berapa rasio keuntungan dan biaya yang dikeluarkan pedagang daging ayam di Pasar Baru Bogor? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini adalah antara lain: 1. Mengidentifikasi lembaga pemasaran yang terlibat dan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh setiap lembaga. 2. Menganalisis marjin pemasaran pedagang ayam ras pedaging di Pasar Baru Bogor. 3. Menganalisis keuntungan pedagang ayam ras pedaging di Pasar Baru Bogor 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terkait, manfaat tesebut antara lain: 1. Bagi pedagang ayam pedaging di Pasar Baru Bogor dapat mengetahui mengenai tingkat keuntungan usahanya dan pemasarannya. 2. Bagi instansi yang mengelola Pasar Baru Bogor dalam hal ini yaitu Pengelola Pasar
Baru
Bogor,
DEPERINDAGKOP
dapat
meningkatkan
upaya
pengembangan pemasaran dan pendapatan pedagang. 3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat melakukan penelitian lebih lanjut mengenai perilaku pedagang dalam menjalankan usahanya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan kepada pedagang ayam ras pedaging di Pasar Baru Bogor, bagaimana perbedaan karakteristik pedagang besar dan pedagang kecil yang ada di Pasar Baru Bogor. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pemasaran ayam ras pedaging di Pasar Baru Bogor, termasuk marjin pemasaran, analisis keuntungan yang didapat dari kegiatan berdagang yaitu total penerimaan dikurangi total biaya yang dikeluarkan pedagang.
7