BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia. Penyakit ini membunuh 1,5 juta orang pada tahun 2014 (1,1 juta orang penderita TB dan 0,4 juta orang penderita TB-HIV), yaitu penderita laki-laki sekitar 890.000 orang, wanita 480.000 orang dan 140.000 orang anak-anak (WHO, 2015). Sebagian besar penderita penyakit ini adalah pada usia produktif terutama laki-laki. Hal ini berdampak pada ekonomi dimana mereka dapat kehilangan waktu bekerjanya selama 3-4 bulan. Negara dengan insidensi penyakit tuberkulosis yang tinggi telah terbukti menurunkan pertumbuhan ekonomi, sebagai contoh seseorang penderita tuberkulosis rata-rata kehilangan 20-30% pendapatan karena penyakitnya. Total beban ekonomi yang diakibatkan oleh TB adalah sekitar 2,1 miliar USD. Komponen terbesar sejauh ini adalah kerugian produktivitas 1,5 miliar USD akibat kematian dini (73%) dan orang-orang karena cacat sementara 481 juta USD (22%). Penderita tuberkulosis yang meninggal akan kehilangan potensi pendapatan sebanyak 13 kali Gross Domestic Product (GDP) per kapita Indonesia (WHO, 2000). Program pengendalian tuberkulosis merupakan program prioritas dalam pembangunan nasional dan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs), yaitu pada tujuan keenam (Sekretariat Negara, 2010). Program pengendalian TB di Indonesia telah mencapai target indikator MDGs. Hal ini
1
2
dapat dilihat dari penurunan angka insiden, prevalensi dan angka mortalitas TB yang diukur berdasarkan jumlah kasus per 100.000 penduduk per tahun. Insiden TB sejak tahun 1990 turun dari 343/100.000 penduduk menjadi 183/100.000 penduduk pada tahun 2013. Indikator kedua MDGs adalah prevalensi TB, di Indonesia prevalensi menunjukkan penurunan yang cukup signifikan sejak tahun 1990. Angka prevalensi pada tahun 1990 sebesar 442 kasus menjadi 272 kasus pada tahun 2013. Adanya penurunan angka insidensi dan prevalensi ini, diikuti dengan penurunan angka mortalitas akibat TB. Kematian akibat TB sebesar 53 kasus pada tahun 1990 turun menjadi 25 kematian pada tahun 2013 (turun sebesar 49%) (Bappenas, 2015). Program pengendalian tuberkulosis telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat di Indonesia melalui bantuan pendanaan yang berasal dari eksternal. Global Fund (GF) sebagai lembaga donor untuk bidang kesehatan terutama pada penyakit AIDS, TB dan Malaria (ATM) sejak tahun 2002 ikut membantu memerangi penyakit ini di negara berkembang. Dampak dari bantuan hibah Global Fund (GF) sangat dirasakan oleh program tuberkulosis di berbagai negara termasuk Indonesia. Namun dana hibah Global Fund (GF) diperkirakan akan berakhir sepenuhnya pada tahun 2015 akibat krisis ekonomi dan meningkatnya status ekonomi Indonesia sebagai Upper Lower Middle Income Countries. Ketergantungan yang tinggi pada pendanaan eksternal, menimbulkan ancaman terhadap
kesinambungan
pendanaan
untuk
kegiatan
pengendalian
TB.
Berdasarkan kondisi tersebut Kementerian Kesehatan telah menyiapkan suatu strategi pembiayaan program AIDS, TB dan Malaria (ATM) sebagai rencana
3
transisi dan mencegah terjadinya penurunan kinerja setelah pendanaan hibah berakhir (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Program pengendalian TB memiliki strategi, yang dikenal dengan strategi DOTs (Directly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTs terdiri dari 5 komponen kunci. Salah satu komponen kunci strategi DOTs adalah sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. OAT merupakan obat dengan kategori
“Sangat
Sangat
Esensial”
(SSE)
sehingga
pemerintah
wajib
menyediakannya, baik pemerintah pusat maupun daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Saat ini kebutuhan OAT masih dipenuhi dari pengadaan pusat dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah pusat mengadakan OAT berdasarkan usulan perencanaan kebutuhan OAT yang dikirim dari masing-masing daerah. OAT didistribusikan langsung ke instalasi farmasi kabupaten/kota. OAT yang diterima oleh instalasi farmasi sebagian mengalami kerusakan dan memiliki masa expired date yang pendek. Hal ini terjadi pada OAT yang didistribusikan pada tahun 2014 memiliki waktu expired date yang pendek, sehingga kabupaten mengalami kekurangan stok. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional, puskesmas mendapatkan kewenangan untuk mengelola dana kapitasi yang dikucurkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Salah satu komponen pembiayaan dana kapitasi adalah untuk belanja obat-obatan. Kebijakan penggunaan dana kapitasi saat ini baru ditujukan untuk jasa laboratorium dalam penegakan diagnosa tuberkulosis, belum mengarah pada pengadaan logistik. Pemanfaatan dana ini diharapkan dapat mengurangi beban pemerintah dalam penyediaan dana
4
pengadaan obat anti tuberkulosis seiring dengan lepasnya pendanaan dari Global Fund (GF) pada akhir tahun 2015 (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Dengan adanya latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis pada tingkat kabupaten dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat. B. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana kinerja perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat?
2.
Bagaimana gambaran strategi ketersediaan obat anti tuberkulosis dalam rangka exit strategy dana hibah Global Fund di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat? C. Keaslian Penelitian Penelitian peran Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat dalam
perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis pada era jaminan kesehatan nasional belum pernah dilakukan penelitian serupa, namun ada beberapa penelitian yang cukup relevan yaitu oleh Puspita (2009) dan Pratiwi (2011) perbedaan masing-masing penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
5 Tabel 1. Keaslian Penelitian Nama
Puspita (2009)
Pratiwi (2011)
Penulis (2015)
Judul Penelitian
Tujuan Penelitian
Lokasi Penelitian
Rancangan Penelitian
Indikator
Pengumpulan Data
Evaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka tahun 2006, 2007 dan 2008 Evaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang
Mengetahui kesesuaian antara perencanaan obat dengan pengadaan obat yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka 1. Mengevaluasi perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang 2. Mengetahui kesesuaian antara perencanaan dan pengadaan obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Semarang
Kabupaten Majalengka
Deskriptif
Observasi dokumen tahun 2006, 2007 dan 2008, wawancara
Kota Semarang
Deskriptif analisis
Evaluasi perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis Tahun 2014 serta pengatasan exit strategy dana hibah Global Fund di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat
1. Mengetahui gambaran perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kab. Babar 2. Mengetahui Gambaran kebijakan ketersediaan obat anti tuberkulosis dalam rangka exit strategy di Dinas Kesehatan Kab. Babar
Kabupaten Bangka Barat
Deskriptif analisis
1. Alokasi dana pengadaan obat 2. Biaya obat per penduduk 3. Biaya obat per kunjungan kasus penyakit 4. Ketepatan perencanaan 5. Tingkat ketersediaan 1. Tahap perencanaan a. Kesesuaian item obat dengan DOEN b. Persentase obat kadaluarsa c. Persentase obat rusak d. Tingkat ketersediaan obat e. Rata-rata waktu kekosongan obat f. Ketepatan perencanaan obat 2. Tahap pengadaan a. Biaya obat per penduduk b. Persentase alokasi dana pengadaan obat c. Alokasi dana pengadaan obat 1. Persentase ketersediaan dana pengadaan obat 2. Ketepatan perencanaan 3. Penyimpangan perencanaan 4. Persentase keberhasilan pengadaan 5. Tingkat ketersediaan obat 6. Kecocokan jadwal barang diterima 7. Frekuensi kesalahan berita acara serah terima
Observasi dokumen tahun 2007 dan 2008, wawancara
Observasi dokumen tahun 2014, wawancara
6
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui : 1.
Kinerja perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat.
2.
Gambaran strategi ketersediaan obat anti tuberkulosis dalam rangka exit strategy dana hibah Global Fund di Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat. E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.
Kementerian Kesehatan RI Hasil penelitian dapat memberikan masukan dalam penyediaan obat anti tuberkulosis pada era Jaminan Kesehatan Nasional.
2.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Hasil penelitian dapat memberikan masukan dalam pengambilan kebijakan pembiayaan khususnya obat anti tuberkulosis.
3.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat dan Jaringannya Hasil penelitian dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan untuk pengambilan kebijakan dalam perencanaan dan pengadaan obat anti tuberkulosis agar lebih efektif dan efisien.
7
4.
Peneliti a. Hasil penelitian ini bermanfaat dalam memberikan tambahan ilmu selain yang diperoleh selama mengikuti pendidikan, untuk dapat diaplikasikan dalam dunia kerja terkait dengan perencanaan dan pengadaan obat. b. Hasil penelitian dapat memberikan masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lanjutan.