1
Peranan United Nation Development Programme (UNDP) membantu pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan untuk pencapaian MDGs
Oleh
Riandi Isra 207000307
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS FALSAFAH DAN PERADABAN UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA, 2012
2
Peranan United Nation Development Programme (UNDP) membantu pemerintah Indonesia dalam mengentaskan kemiskinan untuk pencapaian MDGs
Abstrak
Sisi lain dengan berkurangnya ancaman militer terhadap kedaulatan rakyat yaitu adanya peningkatan ancaman keamanan yang bersifat sosial dan memerlukan pendekatan nontradisional seperti bencana alam, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan. Negara menggunakan pendekatan non-tradisional dan melakukan hubungan kerjasama dengan negara lain, salah satunya pada tahun 2000 adalah penandatangan MDGs 2015 sebagai kerjasama antar negara dalam mengurangi masalah non-tradisional yang menghasilkan 8 butir tujuan, Dimana poin pertama adalah mengentaskan masalah kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah menerapkan beberapa upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia untuk mencapai MDGs di tahun 2015. Sejak tahun 2000 pemerintah Indonesia melakukan program-program pengentasan kemiskinan, contoh presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi masalah kemiskinan seperti Target 2005-2025 dan Visi Indonesia 2030. Pemerintah indonesia turut dibantu oleh UNDP sebagai organisasi dibawah PBB yang ikut memberikan bantuan dalam mengentaskan kemiskinan. Peranan UNDP lebih kepada memberikan anjuran dalam program-program yang akan dijalankan pemerintah Indonesia guna mengentaskan kemiskinan. UNDP juga sebagai pemantau kinerja pemerintah dan tolak ukur pencapaian MDGs agar dapat sesuai dengan perjanjian yang selesai pada tahun 2015.
3
I. Latar Belakang Masalah Salah satu kerjasama antar negara pada tingkat global dalam menghadapi isu nontradisional adalah mengatasi masalah kemiskinan. Fenomena kemiskinan menjadi ancaman suatu negara dalam isu non-tradisional karena dapat mempengaruhi stabilitas negara dan menyangkut kesejahteraan warga negara. Kemiskinan merupakan masalah pokok di beberapa negara, baik itu kemiskinan secara struktural, kultural dan natural. Di berbagai belahan dunia, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang masalah kemiskinan merupakan masalah utama bagi negaranya. Konsep kemiskinan sangat sulit untuk didefinisikan karena memiliki berbagai bentuk karakteristik dan persepsi yang berbeda-beda. Secara umum, kemiskinan dijelaskan sebagai suatu fenomena multidimensial. Masyarakat miskin hidup tanpa memiliki pilihan hidup yang lebih baik. Orang-orang miskin adalah mereka yang tidak cukup mampu untuk memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, kesehatan, dan pendidikan. Masyarakat miskin juga seringkali mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan oleh negara. Kepedulian global terhadap masalah kemiskinan sebagai permasalahan dunia terlihat dengan adanya kesepakatan Deklarasi Millenium atau yang disebut dengan Millenium Development Goals (MDGs).1 Millenium Development Goals (MDGs) disepakati oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan September tahun 2000 di pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium di New York, menghasilkan 8 butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015 berdasarkan komitmen negara-negara yang menandatangani MDGs untuk menciptakan kesejahteraan serta pembangunan masyarakat. Berikut adalah target dan tujuan MDGs :2 1. Target 1: Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan Tujuan : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990 - 2015 2. Target 2: Menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990 – 2015. Tujuan : Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua 3. Target 3: Menjamin pada tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki - laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar. 1
Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan Program Percepatan, (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), edisi II, 2010. Hal. 39. 2 UNDP, Regional Human Development Report – Promoting ICT for Human Development in Asia : Realising the Millennium Development Goals. New Delhi(UNDP, Elsevier, 2005)
4
Tujuan : Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan. 4. Target 4: Mengurangi Angka Kematian Anak Tujuan : Menurunkan angka kematian balita sebesar dua - per tiganya dalam kurun waktu 1990 - 2015. 5. Tujuan 5: Meningkatkan Kesehatan Ibu Target : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga-perempatnya dalam kurun waktu 1990 - 2015. 6. Tujuan 6: Memerangi HIV/AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya Target : Mengendalikan penyebaran HIV dan AIDS dan mulai menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015. Target : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria dan penyakit lainnya pada tahun 2015. 7. Tujuan 7: Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup Target : Memadukan prinsip - prinsip pembangunan berkelanjutan dengan kebijakan dan program nasional serta mengembalikan sumber daya lingkungan yang hilang. Target : Menurunkan proporsi penduduk tanpa akses terhadap sumber air minum yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas sanitasi dasar sebesar separuhnya pada tahun 2015. Target : Mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020. 8. Tujuan 8 : Membangun Kemitraan Global untuk Pembangunan Target : Mengembangkan sistem keuangan dan perdagangan yang terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, dan tidak diskriminatif. Target : Memenuhi kebutuhan - kebutuhan khusus dari negara – negara kurang berkembang (NKB). Target : Memenuhi kebutuhan - kebutuhan khusus dari negara-negara tanpa perairan dan negara - negara kepulauan. (melalui Programme of Action for the Sustainable Development of Small Island Developing States dan hasil dari Special Session of the General Assembly ke 22).
Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan menjadi butir pertama dalam MDGs memperlihatkan bahwa masalah kemiskinan merupakan prioritas utama dalam mencapai tujuan MDGs di tahun 2015. Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang bersifat multidimensi. Kemiskinan ditandai oleh keterbelakangan dan pengangguran yang
5
selanjutnya meningkat menjadi pemicu ketimpangan pendapatan dan kesenjangan antar golongan penduduk. Pentingnya negara-negara di dunia dalam mengadopsi proyek MDGs karena MDGs beroperasi secara teknis pada tataran pengambilan keputusan untuk kebijakan ekonomi dan kegiatan operasi pada perorangan dalam negara yang berdaulat. Sehingga seluruh proses penyuluhan pembangunan termasuk langkah-langkah penanggulangan kemiskinan, negaranegara pendonor dan penghapusan utang negara, didisain pada tingkat nasional satu negara. Proyek MDGs sendiri menekankan pada kerja sama dari program internasional dan daerah setempat, untuk menyelaraskan kebutuhan negara penerima bantuan dengan target global. Kedua, penerapan langkah-langkah MDGs memerlukan ratifikasi atau persetujuan dari pemerintah nasional suatu negara dan diperlukan standar komitmen akuntabilitas negara terhadap program-program yang akan dijalankan dalam menanggulangi kemiskinan. Menurut Monterrey Consensus (2002), pengurangan kemiskinan merupakan tanggung jawab utama dari negara-negara yang bersangkutan.3 Namun, pada tingkat tertentu tidak menutup kemungkinan bantuan pembangunan internasional diberikan kepada wilayahwilayah yang kritis dan negara yang mengalami kebuntuan ekonomi. Melalui Monterrey Consensus juga dikatakan bahwa pengurangan kemiskinan dapat mengalami pencapaian apabila negara-negara berkembang berkomitmen kuat dan menerapkan dalam langkahlangkah konkret dalam program penanggulangan kemiskinan, disertai pula dukungan pendanaan dari negara-negara maju. 4 World bank ( 2008 ) menghitung tingkat dan jumlah penduduk miskin absolut dengan menggunakan ukuran tunggal yang seragam untuk semua negara. Di negara – negara sedang berkembang seseorang disebut miskin bila berpendapatan kurang dari US$ 1 perhari, dimana diperkirakan ada 1,2 milyar penduduk dunia yang hidup di bawah ukuran tersebut. Sementara garis kemiskinan yang diukur berdasarkan ukuran US$ 2 juga telah dipublikasikan dimana lebih dari 2 milyar penduduk yang hidup kurang dari batas tersebut. US dolar yang digunakan adalah US $ PPP (Purchasing Power Parity) bukan nilai tukar resmi (exchange rate).5 Banyak negara mendapatkan keuntungan dari adanya globalisasi dan setidaknya ada perkembangan signifikan dalam mencapai tujuan MDGs yang tenggat waktunya tahun 2015.
3
"Monterrey Consensus,” http://en.wikipedia.org/wiki/Monterrey_Consensus diakses 15 November 2012, Pukul 13.52 WIB. 4 UN Millennium Project. Investing in Development: A Practical Plan to Achieve the Millennium Development Goals. New York: UNDP, 2005 hlm.4 5 Penghitungankemiskinan BPS dan Bank Duniahttp://lamandaukab.bps.go.id/index.php/layanan/artikelumum/89-penghitungan-kemiskinan-bps-dan-bank-dunia di aksespada 24 Maret 2013 pukul 12.30
6
Di antara periode 1990-2001, World Bank memperkirakan proporsi penduduk negara berkembang yang mengalami kemiskinan ekstrim menurun dari 28% menjadi
21%.
Menurut Chen&Ravallion (dalam UN Millennium Project, 2005), jumlah penduduk miskin menurun dari 1,21 miliar menjadi 1,09 miliar. Penurunan dramatis terjadi di belahan Asia Timur dan Asia Selatan karena berkembanganya kehidupan ekonomi dan sosial di sana. Belahan dunia lain, belum terlihat signifikan adalah Sub-Sahara Afrika, kasus AIDS, epidemik malaria, kelaparan dan penurunan kualitas lingkungan menjadi permasalahan. Sehingga, pencapaian MDGs di daerah tersebut masih di bawah harapan. 6 Sedangkan kemiskinan yang ada di Indonesia sudah menjadi fenomena yag berlangsung dalam dimensi waktu dan ruang yang lama dan juga tak terbatas. Dari masalah kemiskinan dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan, yang menjadikan adanya sebutan lingkaran setan bagi masalah kemiskinan. Kekurangan ekonomi dan keterbatasannya yang dapat membuat masyarakat sulit keluar dari masalah kemiskinan atau sebaliknya masyarakat yang miskin
juga
bisa
jadi dikarenakan kurang
mereka
dalam
hal
intelektual dan
ketidakberdayaannya mereka dalam aspek ekonomi. 7 Dalam masalah kemiskinan, kaum pemerhati masalah kemiskinan telah mencoba membedakan dan mengklasifikasikan kemiskinan dalam empat bentuk, yang masing-masing memiliki pengertian yang berbeda. Empat bentuk kemiskinan yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktual, kemiskinan kultural. 8 Pengertian dari kemiskinan absolut yaitu apabila dalam pemenuhan kebutuhannya minimum pendapatannya tidak mencukupi atau tingkat pendapatannya di bawah ”garis kemiskinan”. Kebutuhan minimumnya antara lain pangan, sandang, papan dan kesehatan. Kemiskinan relatif pengertiannya adalah kondisi pendapatan yang berada di atas garis kemiskinan namun pendapatannya lebih rendah daripada pendapatan masyarakat sekitarnya. Kemiskinan struktual dimana kondisi yang lebih disebabkan oleh adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang bisa menyebabkan ketimpangan pada pendapatan dikarenakan pembangunannya belum dapat menjangkau seluruh masyarakat. Sedangkan kemiskinan kultural pengertiannya adalah lebih mengacu pada individunya, seperti masyarakat yang tidak ada keinginan untuk berusaha keluar dari masalah kemiskinan dan memperbaiki kehidupannya walaupun adanya bantuan dari pihak lain. 9 6
UN Millennium Project. Investing in Development: A Practical Plan to Achieve the Millennium Development Goals. (New York:UNDP, 2005), Hlm 2. 7 Owin Jamasy. Keadilam, Pemberdayaan, dan Penanggulangan kemiskinan. Jakarta : Belantika. 2004. Hlm 6. 8 Ibid,hlm 30. 9 Ibid,hlm 31.
7
II. Kerangka Pemikiran Dalam menganalisis peran UNDP dalam mengurangi kemiskinan di Indonesia untuk pencapain MDGs, penulis menggunakan pendekatan liberal institusionalisme, konsep global governance (pemerintahan global), konsep interdependensi kompleks, konsep organisasi internasional, konsep peran organisasi internasional. Paradigma liberal institusionalis menyatakan bahwa institusi internasional membantu pemajuan kerjasama di antara negaranegara. Menurut paradigma ini, institusi internasional adalah suatu organisasi internasional atau merupakan seperangkat aturan yang mengatur tindakan negara dalam bidang tertentu, yang bisa disebut sebagai rezim. 10 Asumsi paradigma liberal instituisionalis berupaya menengahi keinginan kerja sama negara di tengah tengah negara-negara yang persisten mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasional yang berbenturan dengan aktor-aktor lainnya dengan dikaitkan terhadap sistem internasional yang anarki. 11
Selain itu, aliran ini berasumsi bahwa keberadaan
lembaga-lembaga internasional sebagai wadah bagi fungsi-fungsi tertentu yang gagal dijalankan oleh negara. Paradigma ini meyakini bahwa kerjasama antar negara-negara dapat menjadi lebih berkembang dengan adanya bantuan dari institusi internasional, yang dapat ditandai oleh organisasi internasional atau dengan terbentuknya sebuah rezim, yaitu seperangkat aturan yang mengatur tindakan suatu negara dalam bidang tertentu.12 Kontribusi institusi internasional selain berfungsi dalam mengembangkan kerjasama antara negara-negara, juga turut membantu meningkatkan kepercayaan antar negara, sehingga kesepakatan formal maupun informal akan lebih mudah dicapai. 13 Hubungan negara-negara berkembang yang mendasari Millenium Development Goal’s merupakan bentuk sebuah interdepensi kompleks untuk membangun dunia yang baru dan sejahtera. Liberalisme interdependensi kompleks yang terjadi dalam hubungan negara-negara yang tergabung dalam PBB seperti yang dikemukakan oleh Keohane dan Nye, interdependensi kompleks menyatakan hubungan yang jauh lebih bersahabat dan kooperatif
10
Robert Jackson dan Georg Sorensen, Pengantar Studi Hubungan Internasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 154-155. 11 Ibid, hlm. 155 12 Ibid, hlm. 154-158. 13 Paul D’Anieri, International Politics: Power and Purpose in Global Affairs (Boston: Suzanne Jeans Publisher, 2011), hlm. 74.
8
di antara negara-negara. 14 Menurut Keohane dan Nye, dalam tulisannya beberapa konsekuensi muncul negara-negara akan mengejar terus tujuan yang berbeda dan aktor-aktor transnasional seperti LSM dan perusahaan transnasional akan mengejar tujuan mereka sendiri yang terpisah bebas dari kendali negara. 15 Situasi interdependensi kompleks di bawah naungan instrumen institusional UNDP menjadi lebih kooperatif dan kondusif dikarenaka negara-negara diberikan kesempatan untuk mengkompromikan keperluan dan kebutuhan mereka dalam mengentaskan kemiskinan. Negara-negara anggota lebih dapat menjaga kestabilan perekonomiaan mereka karena produk-produk dari negara anggota yang lebih diutamakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomiaan dalam lingkup negara-negara yang tergabung dalam UNDP. Selain itu, kerjasama negara-negara anggota dalam mengentaskan kemiskinan lebih terfokuskan karena masing-masing negara anggota akan lebih mengembangkan pemikirannya yang dianggap menguntungkan dan sesuai dengan kesepakatan prioritas negara-negara anggota UNDP dalam perjanjian yang telah dibuat. Menurut Messner dalam Sugiono (2004), konsep pemerintahan global mengacu pada serangkaian proses dan strategi yang dilakukan bersama-sama (serentak) untuk memecahkan masalah global atau masalah yang melintasi batas suatu negara. Salah satu fokus aktornya adalah bagaimana peran PBB dalam mengatasi masalah-masalah global. 16 Selain itu, organisasi internasional juga dianggap mewakili norma tertentu yang mengikat yang ditujukan untuk mengelola konflik dan masalah yang saling ketergantungan di berbagai bidang dalam hubungan internasional. 17 Seperti, pencapaian MDGs dapat dianggap sebagai norma global yang disepakati oleh negara-negara dunia secara universal. Dalam konsep interdependensi kompleks, peran sebuah organisasi internasional dikatakan sebagai pemerintahan global (global governance) dengan memperhatikan asumsi bahwa politik internasional bukan hanya menjadi wadah interaksi antar negara saja, melainkan keseluruhan interaksi politik, militer, ekonomi, kultural, yang terjadi bersamaan di antara aktor negara itu sendiri, aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil. Kedua, kerja sama yang terjadi tidak hanya berpatokan pada pencapaian kepentingan negara di tingkat internasional, tetapi sering kali organisasi internasional memiliki agenda sendiri yang berbeda 14
Robert O. Keohane and Joseph S. Nye, Power and Interdependence: World Politics in Transition (Boston: Little Brown and Company, 1977), hlm. 23 15 Ibid. 16 Muhadi Sugiono, “Global Governance sebagai Agenda Penelitian dalam Studi Hubungan Internasional,” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 8, No.2 , November 2004, hlm. 207 17 Ibid. hlm. 205
9
dengan kepentingan negara dan acapkali organisasi internasional melakukan pemaksaan kepentingannya terhadap negara atau aktor lainnya.18 Istilah organisasi internasional memiliki dua arti yang berhubungan namun berbeda. Istilah pertama yaitu dianggap sebagai sebuah organisasi internasional atau lembaga internasional yang di dalamnya tergabung beberapa negara maju dan negara berkembang, seperti PBB. Sedangkan istilah kedua, yaitu proses politik dimana dalam proses tersebut negara-negara yang tergabung berusaha mencoba berdiplomasi untuk mempermudah transaksi di antara mereka. Organisasi internasional didirikan dengan perjanjian yang telah disepakati antar negara yang bergabung didalamnya agar saling membantu serta membangun keberlangsungan organisasi tersebut, dimana indikator dari keanggotaan organisasi internasional tersebut dapat terlihat dari state atau non-state, yang langsung berhubungan dengan pemerintah negara setempat (Goverment to Goverment). Menurut Benett (1988), organisasi internasional didefinisikan sebagai suatu bentuk interaksi antar pihak – pihak tertentu, yaitu aktor negara dan aktor non negara yang kemudian dilembagakan sehingga mempunyai asas, tujuan, pengurus, dan anggota. 19 Selain itu, penjelasan mengenai organisasi internasional diperjelas dengan pembagian kategori untuk organisasi tersebut. Pengklasifikasian organisasi internasional didasarkan jenis dan keanggotaan dibagi dua, yaitu: a. Intergovernmental Organization (IGO), organisasi antar pemerintah, organisasi ini
didirikan oleh beberapa negara dimana mereka bertemu secara regular untuk mencapai tujuan bersama. b. Non-goverment Organization (NGO) organisasi non-pemerintah, dimana non-
organisasi ini merupakan organisasi yang terstruktur dan beroperasi secara internasional. Organisasi ini tidak memiliki hubungan antara pemerintah suatu negara, mereka berdiri sendiri dan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam menjalankan programnya. 20 Organisasi internasional dinilai dapat membantu individu untuk menyelesaikan masalah bersama dengan kerjasama. Kerjasama dari organisasi internasional membuahkan hasil yang
18
Ibid, hlm. 204 A. Leroy Bennet, Organization International: Principal and Issues (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1988) hlm. 3-4 20 Kelly Kate Pease, International Organization: Perspective and Governance in Twentieth First Century, (New Jersey: Prentice Hall. Inc, 2000) , hlm. 276 19
10
cukup memuaskan sehingga peranan mereka sebagai NGO semakin menekan peranan aktor negara. 21 Peran organisasi internasional (OI) dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Organisasi internasional berperan sebagai instrumen. Keberadaan OI ditujukan untuk mencapai tujuan dari negara dan menegakkan ketertiban internasional. OI menjadi wadah yang mendorong negara-negara menjadi lebih partisipasif. Ruang lingkup OI sebagai instrumen di antaranya pendanaan, pelayanan teknis, penyediaan bantuan, dan lain-lain. 2. Organisasi internasional berperan sebagai arena. Keberadaan OI ditujukan sebagai forum pertemuan negara-negara anggota dalam menyikapi masalah satu negara atau lintas negara untuk mendapatkan perhatian internasional. Format OI sebagai arena meliputi bentuk kerjasama seperti konvensi, protokol, traktat atau perjanjian. 3. Organisasi internasional berperan sebagai aktor independen. OI menghasilkan keputusan yang mandiri tanpa dipengaruhi oleh aktor lain. Seringkali, OI ini memberikan rekomendasi netral terkait permasalahan dan solusi. Salah satu bentuk konkret OI sebagai aktor independen adalah melakukan kampanye yang mengajak masyarakat sipil atau aktor lain untuk melakukan gerakan perubahan. 22 Dalam menganalisa peran UNDP menggunakan konsep peranan tersebut, maka peran UNDP sebagai dapat dikategorikan sebagai OI yang berperan sebagai instrumen. UNDP memiliki visi untuk mempercepat pencapaian MDGs. UNDP juga berupaya memfasilitasi pendanaan, atau pun asistensi teknis dari proses percepatan pencapaian MGDs di Indonesia. Menurut Oran R. Young (1992), efektifivitas sebuah adalah tolak ukur yang membentuk peran institusi sosial atau pun masyarakat internasional. 23 Penyesuaian efektifitas suatu organisasi internasional bukan hanya dilihat dari sejauh mana negara-negara mematuhi prosedur kerja sama yang telah dilakukan melainkan juga negara-negra harus memastikan bahwa implementasi program sudah dilaksanakan sesuai prosedur dan target yang hendak dicapai sesuai dengan arahan dari organisasi internasional itu sendiri. Keefektivitas suatu organisasi internasional dapat dilihat dari beberapa variabel berikut: 1. Transparansi dari proses operasi dari organisasi internasional. Transparasi meliputi kemudahan akses dalam mengawasi kepatuhan terhadap standar aturan yang telah ditetapkan OI terhadap aktor yang menjadi objek pelaku kebijakan sehingga faktor-faktor 21
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, hlm. 95. 22 Clive Archer, International Organization (London: Routledge, 1992), hlm. 135 23 Oran R. Young, “ The Effectiveness of International Institutions:Hard Cases and Critical Variables,” dalam Steve Smith (eds), Governance without Government: Order and Change in World Politics (London: Cambrigde University Press, 1992), hlm. 161.
11
seperti pelanggaran terhadap aturan dapat dicegah sedini mungkin, pelanggaran dapat dikenai sanksi yang setimpal dan sanksi pelanggaran bersifat memaksa dan mengikat. 2. Kehandalan dari eksistensi organisasi internasional itu sendiri. Kehandalan OI dapat dilihat dari dua dimensi yaitu: OI mampu mengambil keputusan dengan fleksibel dan kemampuan adaptasi tinggi terhadap kondisi eksternal yang berubah tanpa mengubah nilai-nilai dasar dari OI itu. Kehandalan OI juga dipengaruhi oleh partisipasi anggotaanggota (jumlah maupun dinamika partisipasi) dan perubahan eksternal yang terjadi diluar OI. 3. Fleksibilitas organisasi internasional terhadap perubahan aturan yang tranformatif. Kemampuan untuk melakukan perubahan yang signifikan pada nilai-nilai yang dianut organisasi internasional. Dimana OI sendiri terhambat oleh struktur yang mapan dan resisten terhadap perubahan struktural. 4. Kemampuan
negara
pengadopsi
aturan
organisasi
internasional
untuk
dapat
menyelaraskan aturan OI dengan kondisi negara. Hal itu dilihat dari kemampuan pemerintah untuk melakukan kerja sama dan melakukan perubahan dan perbaikan. Pemerintah satu negara mengalami hambatan dalam pelaksanaan aturan OI karena birokrasi pemerintah sudah tersistem berdasarkan fungsi teknis dari masing birokrasi. Hambatan domestik tersebut dapat meliputi adanya konflik antar kelompok tertentu, ketimpangan dalam penyelerasan aturan antar satu birokrasi pemerintah dengan birokrasi di bawahnya (sinergi pemerintah pusat dan pemerintah daerah), peran dari kelompok kepentingan politik tertentu. 5. Distribusi kekuasaan dalam organisasi internasional. Distribusi kekuatan yangyang tidak berimbang menyebabkan OI yang didominasi oleh negara terkuat. OI yang mampu menyeimbangkan distribusi kekuatan yang simetris lebih sulit untuk terbentuk, namun apabila institusi telah terbentuk maka institusi tersebut akan memiliki efektivitas yang tinggi. 6. Tingkat saling ketergantungan antar negara dalam organisasi internasional. Sebuah situasi dimana perilaku salah satu negara akan memberikan efek terhadap negara lainnya. Dengan demikian keberadaan dalam OI di antar negara menjadi sangat penting bagi kepentingan masing-masing. Saling ketergantungan tidak hanya meliputi interaksi dalam OI sendiri tetapi juga ketergantungan negara di luar OI. Apabila sebuah negara memiliki lebih banyak ketergantungan dengan negara-negara di luar OI maka OI dapat dikatakan tidak efektif.
12
7. Tatanan pemikiran yang melandasi gerak dari organisasi internasional secara teoritik belum dapat dijelaskan hegemoni pemikiran mempengaruhi segala sendi dari proses operasional OI atau pun keefektifan dari perannya. OI tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan masyarakat global secara keseluruhan. Ide yang mendasari berdirinya OI harus berkesinambungan dengan ide-ide yang tengah berkembang di masyarakat internasional. Apabila ide yang mendasari berdiri dan beroperasinya sebuah institusi tidak lagi sesuai dengan ide yang tengah mendominasi masyarakat internasional, maka institusi tersebut menjadi usang dan serta merta tidak lagi efektif. 24 Dengan memperhatikan tujuh indikator yang dijelaskan oleh Young, UNDP sebagai organisasi internasional mengalami hambatan dalam penerapan percepatan pencapaian MDGs di Indonesia dengan mempertimbangkan indikator kemampuan Indonesia dalam proses mengentaskan kemiskinan yang memiliki kompleksitas tinggi. Kompleksitas permasalahan kemiskinan yang multidimensi di Indonesia maka diperlukan proses yang berkesinambungan dari seluruh kolaborasi aktor internasional maupun domestik dalam rangka mencapai tujuan MDGs.
III. Analisa
Ada tiga ciri kemiskinan yang menonjol di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP US$1.55 per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tidak tergolong miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan sehingga tidak mengambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. 25 Berdasarkan pengakuan Kepala BAPPENAS, Armida Alisjahbana, mengatakan bahwa penduduk miskin di Indonesia tersebar tidak merata.26 Jumlah terbesar dari penduduk miskin 24
Ibid. 176-193. ”Kemiskinan Relatif dan Pengentasan Kemiskinan,” http://www.isomwebs.com/2011/kemiskinan-relatif/ diakses pada 04 November 2012 pukul 12.00 26 “Kemiskinan di Indonesia dan Penanggulangannya,” http://www.bappenas.go.id/node/165/3630/kemiskinan-di-indonesia-dan-penanggulangannya diakses pada 04 November 2012 pukul 12.35 25
13
sebesar 57,8% berada di pulau Jawa. Lalu sebanyak 21% di Sumatera, 7,5% di Sulawesi, 6,2% di Nusa Tenggara, 4,2% di Maluku dan Papua dan angka terkecil sebesar 3,4% tersebar di Kalimantan. Angka kemiskinan tidak dapat turun dengan signifikan karena inflasi yang dirasakan oleh masyarakat miskin juga tinggi. Secara keseluruhan, kemiskinan di Indonesia juga turut dipengaruhi oleh kondisi global yang berimbas pada situasi nasional. Situasi krisis mendorong kenaikan harga-harga, kenaikan bahan-bahan pokok yang tertinggi di antara kelompok pengeluaran untuk bahanbahan lainnya. Pengeluaran rumah tangga miskin untuk bahan pokok ini rentan terhadap kenaikan harga pangan. Bahkan pada tahun 2005, meski terjadi pertumbuhan, tetapi dengan poverty basket inflation tercatat sampai dengan 12,78% karena adanya kenaikan harga BBM, yang memicu kenaikan harga bahan pokok sehingga berdampak pada kenaikan angka kemiskian. Oleh karenanya, stabilitas harga pangan harus dijaga. Tercatat pada tahun 2006, angka kemiskinan naik dari 15,97% menjadi 17,75%.27 Walaupun terjadi penaikkan angka kemiskinan, angka kemiskinan bersifat relatif fluktuatif. Pada tahun 2007, angka kemiskinan berkurang dari 17,8% menjadi 16,6% pada tahun 2007 (diukur berdasarkan garis kemiskinan nasional) sedangkan tingkat pengangguran turun dari 10,3% menjadi 9,1%, yang merupakan tingkat terendah sejak tahun 2002. Lapangan pekerjaan meningkat sebesar 4,5 juta orang, sedangkan jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 3,5 juta orang – ini merupakan angka kenaikan pertama sejak tahun 2001. Secara umum menurut UNDP, banyak penduduk Indonesia yang rentan terhadap kemiskinan, dimana hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia (110 juta orang) “nyaris miskin” (hanya sedikit di atas garis kemiskinan) atau hidup dengan pendapatan kurang dari 2 Dolar AS sehari. Selain itu, sepertiga penduduk Indonesia adalah miskin dan tinggal di daerah pinggiran. 28 UNDP adalah organisasi internasional yang membantu proses menciptakan strategi kerja untuk mengentaskan kemiskinan, dan secara lebih luas, untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs).29 Cara-cara untuk memenuhi kebutuhan mereka telah bergeser dari tanggapan cepat menjadi strategi dan perencanaan jangka panjang. Pergeseran ini, bersamaan dengan akibat-akibat desentralisasi. Sasaraan utama dari strategi yang dibangun 27
”Kemiskinan di Indonesia dan Penanggulangannya,” http://www.bappenas.go.id/node/165/3630/kemiskinan-di-indonesia-dan-penanggulangannya diakses pada 04 November 2012 pukul 12.35 28 UNDP Indonesia, Laporan Tahunan UNDP Indonesia 2007, Jakarta:UNDP, Juni 2008, hlm.6 29 “Risalah Desentralisasi,” http://www.undp.or.id/pubs/docs/risalah%20desentralisasi.pdf diakses 4 November 2012, Pukul 12.57 WIB.
14
oleh UNDP dan pemerintah Indonesia bukan hanya menyediakan sumber daya bagi masyarakat, tetapi juga untuk mengembangkan strategi dan metode menuju stabilitas jangka panjang dan kemandirian. UNDP bekerja sama pemerintah Indonesia dengan mengacu pada tujuan Pembangunan Millenium (MDGs), yaitu seperangkat prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh dunia internasional untuk memperbaiki kehidupan kaum yang paling rentan. 30 Pemerintah Indonesia sendiri telah merancang Strategi Penanggulangan Kemiskinan (SPK) sementara itu UNDP adalah mitra yang strategis dalam proses ini. UNDP dan Pemerintah Indonesia mencocokkan strategi tingkat nasional dengan pelayanan, jaringan dan perencanaan pada tingkat daerah yang lebih baik, akan menghasilkan perubahan yang nyata dan lebih lama. Proses desentralisasi yang dilakukan Indonesia, menawarkan kesempatan baru untuk memastikan
agar
rencana-rencana
pengentasan
kemiskinan
di
Indonesia
selalu
memperhatikan kebutuhan setempat dan bersifat fleksibel untuk menampung kebutuhan kebutuhan Indonesia yang beragam. Agenda penguatan MDGs ini sejalan dengan Agenda ketiga dari Rencana Jangka Menengah, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera. Program UNDP ini juga mendukung pencapaian dari Buku Strategi Penanggulangan Kemiskinan yaitu target untuk menciptakan iklim ekonomi, politik dan sosial yang dapat diakses oleh penduduk miskin, tanpa memandang jender, etnis, atau agama dalam mencapai akses yang setara terhadap hakhak dasar dan taraf hidup yang lebih baik. Adapun upaya-upaya UNDP adalah sebagai berikut: 1. Membangun pengalaman reformasi kebijakan yang pro rakyat miskin. 31 UNDP melanjutkan upaya pendampingan terhadap Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan Buku Putih Strategi Penanggulangan Kemiskinan dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009. Langkah-langkah UNDP ditekankan pada melakukan pembiayaan pada upaya memperkuat kapasitas pemerintah propinsi dan kabupaten untuk merumuskan dan melaksanakan strategi penanggulangan kemiskinan dengan fokus peningkatan layanan masyarakat yang memenuhi standar kelayakan. Kampanye media dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap program yang sedang dilaksanakan. 30
”Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,” http://www.undp.or.id/pubs/imdg2005/BI/TUJUAN%201.pdf diakses pada 5 November 2012, Pukul 00.34 WIB. 31 “Pembangunan di Asia Pasific harus Perhatikan Lingkunga, “ http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/05/120515_pengantariklim.shtml, diakses 26 November 2012, Pukul 12.33 WIB.
15
2. UNDP menjadi mitra utama Pemerintah Indonesia dalam mempromosikan kesetaraan jender melalui perencanaan, perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan program pengembangan melalui pendampingan teknis seperti pelatihan, publikasi, advokasi kesetaraan jender. Salah satu fokus pendampingan teknis ini adalah Pendampingan ini memperkuat penerapan program kerja Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) dalam tiga prioritas melalui satu pintu lembaga KPA, meliputi satu kerangka perencanaan program AIDS, satu lembaga koordinasi nasional dan satu pengawasan dan evaluasi pada tingkat nasional. 32 3. Melakukan langkah-langkah pencapaian dan pengawasan MDGs yang berbasis: (a) Pengawasan ketat terhadap ketercapaian indiakator MDGs menjadi harapan agar penyesuaian yang selaras dapat dicapai pada tingkat nasional dan daerah sehingga mempercepat perkembangan dari pencapaian MGS. UNDP bekerja sama dengan multi pihak yang berkepentingan dalam kebijakan dan program beserta pengawasannya. (b) Mempercepat pencapaian MDGs dengan memprioritaskan provinsi yang paling miskin. Propinsi yang harus ditangani secara khusus adalah Papua karena populasi penduduk di propinsi ini sekitar 41,8% di bawah garis kemiskinan nasional dan diperkirakan 75% populasi berada di daerah terpencil yang jauh dari akses layanan sosial. 33 UNDP akan melanjutkan dukungan terhadap pemerintah daerah melalui penyediaan fasilitas, yaitu: proses perencanaan yang lebih serius terhadap kebutuhan pemerintah daerah untuk mencapai MDGs dan koordinasi dan penyelarasan inisiatif pembangunan baik dari donor atau organisasi yang terlibat 4. Memperkuat peran organisasi masyarakat sipil dengan meliputi: (a) Memberikan pengakuan terhadap pentingnya peran dari organisasi sosial kemasyarakatan dalam mencapai MDGs di daerah setempat, sebagai referensi pembanding terkait pengawasan atas kebijakan penanggulangan kemiskinan pemerintah pusat atau dan pemerintah daerah, dan berperan dalam penyediaan bantuan langsung pada masyarakat. (b) UNDP akan mengembangkan kapasitas organisasi sosial kemasyarakatan dengan fokus pada penguatan jaringan organisasi tersebut. (c) UNDP juga akan melanjutkan promosi kemitraan dan dialog antara organisasi sosial 32
Government of Indonesia & UNDP, UNDP Country Program Action Plan, 2006-2010. Jakarta: UNDP,2006 Hlm
7
33
Tim Unipa, Laporan Akhir Kajian Kapasitas Pemerintah Daerah Delapan Kabupaten Terpilih di Papua, (Jakarta:UNDP, 2005), hlm 3
16
kemasyArakatan dengan badan legislatif atau jajaran pemerintahan sehingga organisasi sosial kemasyarakatan diharapkan dapat melakukan pengawasan (d) memiliki pengaruh untuk memberikan masukan pada program dan kebijakan pemerintah pusat dan daerah, (e) menciptakan koalisi strategis yang efektif untuk menyentuh lapisan masyarakat bawah. 34
Dengan melihat indikator sebuah efektivitas sebuah organisasi internasional (OI) maka efektivitas peran UNDP di Indonesia masih mengalami hambatan. Mengutip Oran R. Young, salah satu efektivitas suatu organisasi internasional bergantung pada sejauh mana negara anggota dapat mengadopsi nilai atau norma yang menjadi harapan atau target organisasi internasional dan UNDP sebagai OI tidak dapat berperan fleksibel dalam mendukung program-program pengurangan kemiskinan dikarenakan keterbatasan alokasi pendanaan terlebih alokasi pendanaan pengurangan kemiskinan di Indonesia. Indonesia telah memiliki program pengentasan kemiskinan melalui strategi penanggulangan nasional. Salah satu pendanaan pengentasan kemiskinan adalah melalui mekanisme UNDP sebagai instrumen dalam memberikan pendanaan atau pun penguatan kapasitas sumber daya manusia harus melalui ketentuan hukum nasional Indonesia. Pendanaan asing untuk pembangunan Nasional harus melalui Bappenas. Dengan ketentuan, dari proposal program yang masuk ke Bappenas dari instansi terkait, pejabat daerah, LSM dan aktor lainnya, harus menyesuaikan dengan standarisasi dari UNDP. Dalam proses transparansi pendanaan sebetulnya telah memenuhi aturan yang disepakati pemerintah Indonesia dan UNDP. Namun, permasalahan pendanaan yang tidak sebanding dengan banyaknya program yang dilaksanakan menyebabkan beberapa program UNDP dalam pengurangan kemiskinan di Indonesia difokuskan pada isu-isu yang lebih kritis seperti kemiskinan natural yang disebabkan oleh bencana alam. Kemudian, dilihat dari alokasi pendanaan yang proporsinya lebih kecil menyebabkan secara kapasitas sumber daya manusia UNDP juga bergerak terbatas dalam menjalankan program-programnya.
34
UNDP, CRP Final Report 1998-2006 (Jakarta: UNDP, 2007), hlm 47.
17
IV. Kesimpulan
Pentingnya negara-negara di dunia dalam mengadopsi proyek MDGs ialah karena MDGs beroperasi secara teknis pada tataran pengambilan keputusan untuk kebijakan ekonomi dan kegiatan operasi pada perorangan dalam negara yang berdaulat. Sehingga seluruh proses penyuluhan pembangunan termasuk langkah-langkah penanggulangan kemiskinan, negaranegara pendonor dan penghapusan utang negara, didisain pada tingkat nasional satu negara. Proyek MDGs sendiri menekankan pada kerja sama dari program internasional dan daerah setempat, untuk menyelaraskan kebutuhan negara penerima bantuan dengan target global. Kedua, penerapan langkah-langkah MDGs memerlukan ratifikasi atau persetujuan dari pemerintah nasional suatu negara dan diperlukan standar komitmen akuntabilitas negara terhadap program-program yang akan dijalankan dalam menanggulangi kemiskinan. UNDP merupakan jaringan pembangunan global dengan tujuan melakukan perubahan secara global untuk mencapai butir-butir dari tujuan MDGs dengan menjembatani negaranegara dengan memberikan penyuluhan, transfer pengalaman dan sumber-sumber materi untuk membantu kehidupan manusia menjadi lebih baik. Perwakilan UNDP berada di sekitar 177 negara. UNDP secara global memiliki fokus kerja pada pengurangan kemiskinan dan pencapaian MDGs, mewujudkan pemerintahan suatu negara yang demokratis, mencegah dan melakukan pemulihan krisis, dan pembangunan energi dan lingkungan yang berkelanjutan. Dalam realisasi di lapangan, UNDP selalu mendorong negara-negara penerima bantuan internasional untuk menggunakan bantuan dengan seefektif mungkin. Kerja UNDP mengedepankan perlindungan terhadap hak asasi manusia, pembangunan kapasitas dan pemberdayaan perempuan. Selain itu, UNDP juga mengeluarkan kerangka indikator pembangunan manusia berupa publikasi tahunan Laporan Pembangunan Manusia. Pada tingkat nasional negara, UNDP mendelegasikan satu UNDP Resident Representative. Peran UNDP sesuai dengan kerangka pemikiran yang dipakai yaitu UNDP menjadi instrumen yang memberikan bantuan dukungan baik secara materi dan teknis (asistensi, pendampingan program). Pada periode 2006-2010, UNDP memberikan dukungan dengan didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Pemerintah Indonesia, Rencana Besar Rekonstruksi Aceh dan Nias, MoU antara Pemerintah Indonesia dan GAM, melalui pendampingan pada isu fokus UNDP dan penguatan kapasitas sumber daya. Adapun fokus perhatian UNDP terletak pada meningkatkan pembangunan manusia untuk mencapai MDGs, mempromosikan keberlanjutan lingkungan hidup dan penggunaan energi secara efektif, mempromosikan pemerintahan yang demokratis, menanggulangi
18
kerentanan terhadap krisis, rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara. Secara umum, norma atau nilai yang telah UNDP emban dalam mengurangi kemiskinan Indonesia sudah mengalami penyempurnaan dan evaluasi yang mendalam. Namun, pada tataran pelaksanaan program, belum sepenuhnya maksimal. Pelaksana program UNDP sendiri adalah jajaran Pemerintah Indonesia, baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah. Terlebih, kompleksitas kemiskinan di Indonesia sangat tinggi dan multidimensi sehingga, hal tersebut berpengaruh terhadap jangka dan target pencapaian pengurangan kemiskinan di Indonesia. Berikut ini merupakan bentuk-bentuk hambatan peran UNDP dalam upaya mengurangi kemiskinan di Indonesia.
19
Daftar Pustaka Banyu Perwita, Anak Agung dan Yanyan Mochamad Yani, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Bennet , A. Leroy. Organization International: Principal and Issues (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs, 1988) hlm. 3-4 D’Anieri, Paul. International Politics: Power and Purpose in Global Affairs. Boston: Suzanne Jeans Publisher, 2011. Jackson, Robert dan Georg Sorensen. Pengantar Studi Hubungan Internasional Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Jamasy, Owin. Keadilam, Pemberdayaan, dan Penanggulangan kemiskinan. Jakarta : Belantika. 2004. Keohane Robert O. dan Joseph S. Nye, Power and Interdependence: World Politics in Transition. Boston: Little Brown and Company, 1977. Penanggulangan Kemiskinan: Situasi Terkini, Target Pemerintah, dan Program Percepatan, (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan), edisi II, 2010. Sugiono, Muhadi. “Global Governance sebagai Agenda Penelitian dalam Studi Hubungan Internasional,” Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol 8, No.2 , November 2004. UN Millennium Project. Investing in Development: A Practical Plan to Achieve the Millennium Development Goals. New York: UNDP, 2005. UNDP on Regional Human Development Report, Promoting ICT for Human Development in Asia : Realising the Millennium Development Goals. New Delhi: Elsevier, 2005.
Website : “Kemiskinan
di Indonesia dan Penanggulangannya,” http://www.bappenas.go.id/node/165/3630/kemiskinan-di-indonesia-dan-penanggulangannya diakses pada 04 November 2012 pukul 12.35
”Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan,” http://www.undp.or.id/pubs/imdg2005/BI/TUJUAN%201.pdf diakses pada 5 November 2012, Pukul 00.34 WIB. "Monterrey Consensus,” http://en.wikipedia.org/wiki/Monterrey_Consensus diakses 15 November 2012, Pukul 13.52 WIB. “Pembangunan di Asia Pasific harus Perhatikan Lingkungan, “ http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2012/05/120515_pengantariklim.shtml, diakses 26 November 2012, Pukul 12.33 WIB. “Penghitungankemiskinan BPS dan Bank Dunia,” http://lamandaukab.bps.go.id/index.php/layanan/artikel-umum/89-penghitungankemiskinan-bps-dan-bank-dunia di akses 24 Maret 2013 pukul 12.30 “Risalah Desentralisasi,” http://www.undp.or.id/pubs/docs/risalah%20desentralisasi.pdf diakses 4 November 2012, Pukul 12.57 WIB.