1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan
dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan kesehatan baik jasmani maupun rohani.1 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan), keamanan pangan diartikan sebagai kondisi atau upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dan kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan. Penggunaan bahan makanan yang berlebihan akan menimbulkan resiko terhadap kesehatan manusia. Maka dari itu disinilah masyarakat harus fokus terhadap lingkup kesehatan makanan, makanan yang masuk dalam perhatian bidang kesehatan adalah mengusahakan makanan tidak mengandung zat atau bahan yang dapat membahayakan kehidupan manusia. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandung gizi yang seimbang dan mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh kita untuk tumbuh dan berkembang. Makanan ini seharusnya memiliki kandungan gizi yang banyak, dan kandungan tersebut antara lain karbohidrat, mineral, protein,
1
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, h.169
vitamin, dan lemak tak jenuh dalam jumlah yang sedikit saja.2 Gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu perlu pelayanan terhadap gizi yang berkualitas pada individu dan masyarakat.3 . Pengawasan produk dan bahan berbahaya yang disalahgunakan dalam pangan perlu diintensifkan, mengingat masih banyak ditemukan pangan yang tidak aman untuk dikonsumsi. Pengawasan yang intensif dan berkualitas perlu didukung oleh sumber daya yang kompeten. Keamanan makanan dan minuman di Indonesia masih jauh dari keadaan aman, yang dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang terjadi belakangan ini, seperti yang terajadi di Kabupaten Badung pada tahun 2014 terdapat 2 kasus keracunan makanan di Restoran Hotel di kawasan Kuta. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat kasus ini menjadi sebuah penelitian guna mengatahui bagaimana pelaksanaan pengawasan yang dapat diberikan kepada konsumen terhadap keamanan pangan. “Dalam kondisi demikian, konsumen pada umumnya belum memperdulikan atau belum mempunyai kesadaran tentang keamanan makanan dan minuman yang mereka konsumsi, sehingga belum banyak menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman, hal ini menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen.”4 Salah satu contoh kasus pangan berbahaya : “Waspadailah Pangan Berbahaya dan 2
Andre Fillophy, 2015, “Pengertian Makanan Sehat untuk Menjaga Kesehatan Kita”, URL : www.duniainfokesehatan.com, diakses tanggal 10 Februari 2015 3 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014, Pedoman Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), Jakarta, h.1 4 ibid, h.170
2
Substandar di era global, semakin mudah beredarnya produk pangan dari dalam dan luar negeri yang masuk ke pasar domestik. Tidak menutup kemungkinan, produk pangan ini kadarluasa, mengandung atau terkontaminasi bahan berbahaya dan bahan tambahan pangan yang dilarang (seperti formalin, borax, rodhamin B, methanyl yellow). Sebagai gambaran, mari perhatikan jajanan anak sekolah, contohnya pada pangan olahan tahu, bakso, mie basah, dan ikan. Sungguh menarik untuk dikonsumsi berbagai aneka macam bentuk dan warna pangan yang dikemas secara sederhana ini. Tapi bagaimana konsumen tahu pangan mana yang aman dan sehat? Bermula dari upaya menekan biaya produksi, pelaku usaha kecil menengah tidak jarang menggunakan alternatif bahan baku dari bahan berbahaya dengan harga relatif murah. Bahkan dengan memanfaatkan keterbatasan informasi pada label dan rendahnya daya beli konsumen, terdapat oknum pelaku usaha yang masih memperjualbelikan pangan yang tidak sesuai dengan standar yang sudah di tentukan. Tentu hal ini sangat meresahkan karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L). Untuk itu, jadilah konsumen cerdas, yaitu yang mengerti akan hak dan kewajibannya, kritis terhadap produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan perlindungan konsumen, dapat menjadi mitra pemerintahan dalam mengawasi kegiatan peredaran produk pangan di pasar domestik dan memahami akses pemulihan haknya. Sementara bagi pelaku usaha, persaingan global yang semakin ketat menuntut diproduksinya pangan yang lebih bermutu dan aman. Tentu ini merupakan peluang bagi produk-produk pangan 3
lokal untuk dapat bersaing di pasar dalam negeri dan luar negeri.”5 Makanan haruslah dikelola dengan baik dan benar agar memenuhi persyaratan dan bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Pengelolaan makanan yang baik dan benar pada dasarnya mengikuti prinsip-prinsip higiene dan sanitasi makanan dalam setiap tahapannya mulai dari penyiapan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, pengolahan, penyimpanan makanan matang, pendistribusiannya sampai dengan penyajian makanan itu sendiri. Disamping itu peralatan yang digunakan dan penjamah makanan yang mengolah makanan tersebut juga menjadi perhatian. Dengan pengelolaan makanan yang baik dan benar, peralatan yang memenuhi syarat, serta penjamah makanan yang sehat dan didukung dengan fasilitas sanitasi yang memadai, maka kualitas makanan yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan akan makanan sehat dan aman bagi masyarakat khususnya makanan siap saji. Jadi yang dimaksud higiene sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya.6 Hukum perlindungan konsumen saat ini mendapat cukup perhatian karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan namun pelaku usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan, masing-masing
5
M. Sadar, Moh. Taufik Makarao, dan Habloel Mawadi, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, akademia, Jakarta Barat, h. 115 6 Sub Direktorat Higiene Sanitasi Pangan, 2012, Kursus Higiene Sanitasi makanan dan minuman, Jakarta, h.15
4
mempunyai hak dan kewajiban. Adapun peraturan perundang-undangan tentang perlindungan konsumen dan tentang makanan yang memiliki manfaat untuk menjadi landasan
hukum
bagi
aparat
pemerintahan
dalam
menindak
lanjuti
pelanggaran/penyimpangan yang dilakukan oleh produsen/distributor dan agar dapat menjadi sebuah pedoman yang wajib ditaati oleh masyarakat. Pada pasal 30 UndangUndang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen) disebutkan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan kosumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen ini bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat sebagai konsumen maupun pelaku usaha sebagai produsen. Perlindungan Konsumen (consumer protection), berarti membahas tentang salah satu sisi dari korelasi antara lapangan perekonomian dengan lapangan etika. Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan konsumen, Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan diselenggarakan oleh pemerintah, masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat. Pemerintah dalam hal ini berwenang melakukan pengawasan terhadap ketersediaan dan/atau kecukupan pangan pokok yang aman, bergizi, dan terjangkau 5
bagi masayarakat dan persyaratan keamanan pangan, mutu pangan, dan gizi pangan serta persyaratan label dan iklan. Pemerintah juga menyelenggarakan program pemantauan, evaluasi, dan pengawasan secara berkala terhadap kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan oleh pelaku usaha. Hal ini sudah diatur didalam Undang-Undang Pangan. Pemerintah haruslah gencar didalam pemberian penyuluhan bagaimana mengolah makanan yang higienis sehingga layak untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat. Pemerintah yang memiliki kewenangan
dalam
mengawasi
Higiene
Sanitasi
adalah
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota. Dinas Kesehatan mengawasi higiene sanitasi dari para pengelola pangan yang salah satunya adalah restoran hotel. Restoran hotel adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian bangunan yang permanen dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya. Setiap restoran haruslah memiliki setifikat laik higiene sanitasi restoran yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota hal ini diatur didalam pasal 2 KEPMENKES RI No. 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran (selanjutnya disebut KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran). Dalam hal ini penulis disini bermaksud melakukan penelitian di restoran hotel yang terdapat di Kabupaten Badung. Kabupaten badung merupakan kabupaten yang terletak di provinsi Bali, Indonesia. Daerah ini banyak memiliki obyek wisata yang sangat terkenal. Di Kabupaten Badung juga banyak terdapat rumah makan dan 6
restoran. Dinas Kesehatan Kabupaten Badung yang memiliki kewenangan dalam mengawasi higiene sanitasi daripada rumah makan dan restoran yang berada di Kabupaten Badung.
1.2.
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan 2 (dua)
permasalahan : 1.
Bagaimana penerapan pengawasan terhadap Higiene Sanitasi makanan dan minuman pada Restoran Hotel di Kabupaten Badung?
2.
Apa sajakah hambatan yang dialami didalam melaksanakan pengawasan Higiene Sanitasi makanan dan minuman?
1.3.
Ruang Lingkup Masalah Di dalam penulisan skripsi ini, agar pembahasannya tidak jauh menyimpang,
maka masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya. Skripsi ini akan membahas tentang bagaimana instansi pemerintah mengawasi makanan dan minuman di restoran hotel berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah ada di Indonesia dan akan membahas bagaimana perlindungan konsumen terhadap makanan yang beredar di dalam masyakarat jika distributor melakukan kecurangan terhadap makanan yang dibuat, atau tidak sesuai dengan kualitas yang sudah ada di Badan Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia.
7
1.4.
Orisinalitas Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul PELAKSANAAN
PENGAWASAN
TERHADAP
HIGIENE
SANITASI
MAKANAN
DAN
MINUMAN PADA RESTORAN HOTEL DI KABUPATEN BADUNG adalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi refrensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut : No
Judul Skripsi
Penulis
Rumusan masalah
1.
PERLINDUNGAN
Risma
KONSUMEN
(Mahasiswa Fakultas perlindungan konsumen
TERHADAP
Syari’ah
BAHAN-BAHAN
Islam Negeri Sunan bahan kimia berbahaya
KIMIA
Kalijaga Yogyakarta)
Qumilaila 1.
Universitas terhadap
hukum
PADA
MAKANAN
UUPK?
(Studi
Komprasi Islam
penggunaan
pada makanan menurut
BERBAHAYA
Hukum
Bagaimana
islam
dan
2. Apakah Sanksi bagi
dan
pelaku
penggunaan
Undang-Undang
bahan kimia berbahaya
Perlindungan
pada makanan dalam
Konsumen)
hukum UUPK?
8
islam
dan
3.
Bagaimanakah
persamaan
dan
perbedaan dalam kedua system hukum tersebut?
2.
PENGAWASAN
Theo Karismajaya
1.
Bagaimanakah
DINAS
(Mahasiswa Fakultas
bentuk
KESEHATAN
Hukum Universitas
Dinas
Kesehatan
PEMERINTAH
Jendral Soedirman
Kabupaten
Banyumas
KABUPATEN
Purwokerto)
terhadap
pengawasan
kualitas
air
BANYUMAS
minum usaha depot air
TERHADAP
minum isi ulang?
KUALITAS MINUM
AIR
2. Bagaimanakah
USAHA
Penyelesaian hukum
DEPOT AIR MINUM
terhadap pelanggaran
ISI ULANG (Tinjauan
yang dilakukan oleh
Yuridis
pihak usaha depot air
Pasal
10
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
minum isi ulang berdasarkan pasal 10
736/MENKES/PER/V
Peraturan Menteri
9
I/2010)
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 736/MENKES/PER/VI/ 2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kesehatan Air Minum?
1.5.
Tujuan Penulisan
1.5.1 Tujuan Umum Secara umum yang menjadi tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk melatih diri dalam usaha membuka pikiran ilmiah secara tertulis serta untuk memenuhi tugas akhir kuliah atau skripsi di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 1.5.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dari pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui lebih jauh peranan pemerintahan dalam pengawasan makanan demi terjaganya kesehatan masyarakat, dan mengetahui apakah dasar hukum yang melindungi masyarakat sudah sesuai dengan apa yang sudah dibuat.
10
1.6.
Manfaat Penulisan
1.6.1 Manfaat Teoritis Seluruh hasil penulisan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah bahan penelitian kembali bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan refrensi pada perpustakaan. 1.6.2 Manfaat Praktis Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa demi mengetahui praktek hukum di dalam masyarakat secara langsung
1.7.
Landasan Teoritis Pemberian Perlindungan hukum tidak akan pernah lepas dari negara hukum.
Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim yang dimaksud negara hukum adalah : “Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya”.7 Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan pancasila. Perlindungan hukum terdiri dari dua bentuk yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
7
Moh. Kusnardi dan Harmaily Y. Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, hal.155
11
1. Perlindungan Hukum Preventif Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan. 2. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran. Selain itu juga digunakan teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto. Beliau menyatakan, secara konsepsial inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah yang mantap dan mengejawantahkan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakannya keberhasilan penegakan hukum mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai arti yang netral, sehingga dampak negative atau positifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang saling berkaitan dengan
12
eratnya, yang merupakan esensi serta tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut adalah:8
Hukum (undang-undang)
Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan
Kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup Dalam Ketentuan pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen diuraikan,
bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu: 1. Asas Manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.
8
Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.5
13
3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan daalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Berdasarkan KEPMENKES tentang persyaratan Higiene Sanitasi rumah makan dan restoran, Higiene Sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor pangan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
1.8.
Metode Penelitian
1.8.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan
yuridis empiris. Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum, literature-literatur dan peraturan perundangundangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu
14
metode dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi.9 1.8.2
Jenis Pendekatan Penelitian ini menggunakan metode pendekatan fakta (the fact approach) dan
pendekatan perundang-undangan (the statue approach). Pendekatan fakta adaalah pendekatan yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian berupa data-data dan wawancara langsung pada suatu instansi atau lembaga yang menjadi obyek penelitian dan pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang dikaji. Dapat disimpulkan di sini penulis ingin melakukan pendekatan terhadap perlindungan konsumen tentang pengawasan makanan yang beredar pada konsumen yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan instansi pemerintahan yang bersangkutan lainnya. 1.8.3
Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan didalam penulisan skripsi ini adalah sifat
penelitian deskriptif yaitu penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau menentukan penyebaran suatu gejala, demikian pula untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain di dalam masyarakat.
9
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian ilmu Hukum, Mandar Maju, Badung, h.3
15
1.8.4
Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. 2. Data sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasilhasil penelitian, yang berwujud laporan dan sebagainya.10 1.8.5
Teknik Pengumpulan Data Dalam Penulisan skripsi ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian normatif maupun dalam penelitian hukum empiris. Karena meskipun aspeknya berbeda namum keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan teknik wawancara merupakan teknik yang lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada respodem maupun informan.
10
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Peneltian Hukum, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.30
16
1.8.6
Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan didalam penulisan
skripsi ini adalah Teknik Non Probability Sampling. Adapun yang dimaksud Teknik non probability sampling yaitu setiap unit atau manusia tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel.11 Bentuk dari teknik non probability sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Quota Sampling. Quota Sampling merupakan suatu proses penarikan sampel dengan memperhatikan sampel yang paling mudah untuk diambil dan sampel tersebut telah memenuhi ciri-ciri tertentu yang menarik perhatian peneliti.12 1.8.7
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data yang digunakan didalam penulisan ini adalah
analisis kualitatif. Analisis kualitatif diterapkan dalam suatu penelitian yang sifatnya eksploratif dan deskriptif. Dalam hal ini data yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat disusun ke dalam struktur klasifikasi. Hubungan antar variable tidak jelas, sampel lebih bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data meggunakan pedoman wawancara.13
11
ibid, h.103 Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h.86 13 ibid, h.88 12
17