TINJAUAN PUSTAKA Rekayasa Genetika (Transgenik) Secara tradisional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman. Salah satu contohnya adalah tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat dan lebih tahan terhadap penyakit (Anonim 2007). Pemuliaan tradisional telah banyak membantu meningkatkan produktivitas pertanian. Namun karena jumlah penduduk masih jauh lebii besar dibandingkan dengan produksi pangan, peningkatan hasil pangan melalui proses pemuliaan ini masih tens dikembangkan. Untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus bertarnbah diperlukan lahan pertanian yang luas, sementara ifu ketersediaan lahan untuk pertanian makin lama makin berkurang karena peruntukkannya banyak yang diubah ienjadi lahan perumahan dan industri. Oleh karena itu diperlukan terobosan-terobosan di bidang teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian per unit lahan (Anonim 2007). Survei sekilas dari literatur majalah ilmiah mengenai tanaman transgenik menunjukkan bahwa tanaman transgenik dibuat untuk beberapa tujuan yaitu : pengembangan teknik transformasi baru, studi dasar mengenai peranan atau fungsi suatu gen, dan perbaikan tanaman untuk tujuan khusus. Dengan rekayasa genetika dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanaman kedelai yang tahan terhadap herbisida, dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi.
Tanaman transgenik mempunyai potensi manfaat yang besar, karena
ditengarai dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki gizi, memperbaiki kesehatan dengan mengintrodusi vaksin ke dalam tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk dan pestisida (Bahagiawati dan Herman 2008).
Saat ini
tanaman kedelai dapat dibuat mengandung lebih banyak protein dan zat besi untuk mengatasi anemia. Bahkan ilmuwan Eropa sudah berhasil memasukan vitamin A pada padi.
Hasil kajian terhadap penggunaan pestisida memberikan gambaran bahwa kegiatan usahatani untuk lcapas bollgard telah menurunkan ketergantungan terhadap jumlah dan takaran pestisida yang digunakan dalam pengendalian hama tanaman. Menurut Bahagiawati & Herman (2008), sejak tanaman produk bioteknologi mulai ditanam pada tahun 1996 telah terjadi penurunan penggunaan pestisida di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Australia, Brazil, Afrika Selatan, Cina, dan Filipina. Pada tahun 2003 Bayer melaporkan bahwa penjualan pestisidanya menurun sekitar 60 persen sebagai akibat peninglcatan luas areal tanaman produk bioteknologi (Anonim 2007). Teknologi Rekayasa Genetika Dalam
hasil
keputusan
bersama
998.1iKpts/OT.210/9/99; 790.aKpts-W1999;
empat
menteri
Nomor.
145A/MENKES/SKB/W1999;
015An\imenegPHOR/09/1999,tentang lteamanan hayati dan keamanan pangan produk pertanian hasil rekayasa genetika, dijelaskan bahwa teknologi rekayasa genetika adalah upaya untulc mengadakan perubahan secara sengaja pada genom makhluk hidup dengan menambah, inengurangi, danlatau mengubah susunan asli genom dengan menggunakan telinik DNA rekombian, yaitu suatu lcombinasi DNA yang terbentuk secara in vitro dari fragmen-fragmen DNA dari dua spesies organisme. Organisme transgenik atau didunia lebih dikenal sebagai Genetically
Modified Organism (GMO) merupakan organisme yang sudah mengalami pemuliaan secara genetika dengan mendapatlcan sisipan gen baru dengan teknologi rekombinasi genetika. Pada umumnya prinsip dasarnya adalah dengan mengisolasi DNA organisme kemudian dimumikan dan ditransfonnasikan kedalam velctor. Setelah itu ditransfer ke organisme target. Organisme target ini bisa dari jenis yang sarna bisa juga dari spesies yang berbeda. DNA sisipan yang dimasukkx tadi akan memunculkan sifat baru di dalam organisme tersebut sehingga digolonglcan sebagai organisme transgenik (Santosa 2002). Salah satu jenis dari organisme hasil rekayasa genetika ini adalah tanaman transgenik. Tanaman transgenik inempakan tanainan yang mempunyai gel1 asing yang terintegrasi dalam genom dan bisa terelcspresi. Usaha yang dilalcultan untulc
merakit ataupun merancang tanaman transgenik ini melibatkan organisme lain seperti bakteri, tanaman, dan hewan. Integrasi dari gen asing ini pada tanaman diharapkan akan membawa sifat yang diinginkan pada tanaman target dan dapat dilakukan melalui rekayasa genetika. Beberapa tanaman komersial yang mengandung gen ketahanan terhadap serangan hama yang berasal dari Bacillus thuringiensis (Bt)adalah kedelai, kentang, jagung, kanola dan kapas. Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman makhluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Perbedaan rekayasa genetika dengan pemuliaan tradisional adalah kemampuan rekayasa genetika dalam memanfaatkan gen-gen yang tidak dapat dipergunakan secara maksimal pada pemuliaan tradisional karena banyak gen yang terhalang saat penyerbukan. Beberapa varietas tanaman yang telah dihasilkan melalui rekayasa genetika antara lain jagung Bt, kapas Bt, padi pro vitamin A, jagung tahan herbisida, gandum, kedelai tahan virus, dan beberapa tanaman pangan lainnya (Suwanto 2000). Perkembangan Produk Rekayasa Genetika Tanaman produk bioteknologi hasil rekayasa genetika (transgenik) telah dimanfaatkan oleh petani di banyak negara. Peredaran benih transgenik sekarang ini terutama sekali adalah tanaman yang tahan terhadap serangga dan tahan herbisida. Kemampuan ini memberikan keuntungan pada petani karena petani lebih mudah mengendalikan gulma. Menurut penelitian organisasi ISAAA tahun 2006, penanaman produk rekayasa genetika merupakan satu-satunya teknologi pertanian yang digunakan secara luas oleh petani sehingga mengalami peningkatan yang pesat setiap tahunnya. Dengan tanaman hasil rekayasa genetika, petani menjadi lebih puas terhadap produk pertanian, karena produk ini telah memberikan berbagai keuntungan bagi petani seperti memberikan hasil yang meningkat, memudahkan
budidaya pertanian, serta lebih ramah lingkungan karena berkurangnya penggunaan bahan-bahan pestisida kimiawi. Sejak dilepas pada tahun 1996 untuk tujuan kornersialisasi, telah terjadi peningkatan luas areal penanaman produk bioteknologiPRG secara global, yaitu dari 1.7 juta ha menjadi 114.7 juta ha pada tahun 2007. Produk bioteknologi ditanam di 23 negara yang terdiri atas 11 negara industri dan 12 negara berkembang (Bahagiawati & Herman 2008). AREA GLOBAL D A i l TANAMAN BIOTEK
luta Hckra- (1996.2007)
!!Uejara Fen$h;sil ~narran Biolei
Gambar 1. Peningkatan Luas Areal Tanaman Biotek (1996-2007) Luas tanam PRG paling tinggi di dunia adalah di Amerika Serikat (lebih dari 50 %), disusul Argentina dan Brazil. Tanaman produk bioteknologi yang ditanam dalam skala luas adalah kedelai, jagung, kapas dan kanola. Kedelai transgenik menempati urutan pertama sebagai produk bioteknologi hasil rekayasa genetika yang paling banyak ditanam. Luas tanam dan jenis tanaman PRG diberbagai negara secara rinci disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas Tanam dan Jenis Tanaman Produk Rekayasa Genetika (PRG) di berbagai Negara Tahun 2007 No Negara Luas Tanam Jenis Tanaman (Juta ha) 1 AS* 57.7 Kedelai, jagung, kapas, kanola, labu, pepaya, alfalfa 2 Argentina* 19.1 Kedelai, jagung, kapas 15.0 Kedelai, kapas 3 Brazil* 7.0 Kanolajagung, kedelai 4 Kanada* 6.2 Kapas 5 India* 3.8 Kapas, tomat, pepaya 6 Cina* 2.6 Kedelai 7 Paraguay* 8 Afrika Selatan* 1.8 Jagung, kedelai, kapas 0.5 Kedelai, jagung 9 Uruguay* 0.3 Jagung 10 Philippina* 11 Australia* 0.1 Kapas 0.1 Jagung 12 Spanyol* 0.1 Kapas, Kedelai 13 Mexico*
Meskipun Indonesia tidak tercatat sebagai produsen tanaman transgenik, kenyataannya beberapa jenis komoditas transgenik sudah tumbuh di Tanah Air. Menurut Hartiko (2005), di Indonesia sudah ditanam 10 tanaman transgenik, antara lain jagung (4 jenis), kacang tanah, kapas (2 macam), kakao, kedelai, padi, tebu, tembakau, ubi jalar, dan kentang. Uji coba lapangan tanaman transgenik di Indonesia terkesan ditutup-tutupi. Bahkan, pihak penelitian dan pengembangan Departemen Pertanian mengakui, saat ini ada sekitar 20 lokasi uji coba tanaman transgenik tersebar di Indonesia. Ada kapas Bt, jagung Bt, kapas, jagung, dan kedelai tahan herbisida.
Sejauh ini pengujian tanaman
transgenik oleh Departemen Pertanian masih terbatas pada pengamatan secara fisik. Kontroversi PRG di Masyarakat
Tujuan pengembangan bioteknologi PRG adalah untuk menjawab tantangan dan kesulitan meningkatkan produktifitas dan kualitas produk pangan dan pertanian bagi penduduk (Pardey 2001).
Menurut Bouis et al. (2003)
pengembangan PRG dimaksudkan untuk: 1) meningkatakan produktifitas pangan atau produk pertanian, 2) meningkatkan jumlah zat gizi atau bio-aktif bermanfaat yang dikandung pangan, 3) meningkatkan kuaiitas penampakan dan citarasa (organoleptik) produk pangan, dan 4) Meningkatkan daya tahan produk dalam proses distribusi dan pemasaran produk pangan dan nonpangan. Namun tujuan yang luhur tersebut menjadi persepsi yang kurang baik karena proses menghasilkan produk PRG tersebut (penyisipan gen) yang kadangkala dianggap kurang ethik. Sebab gen yang disisipkan diambil dari binatang tertentu. Ada kekhawatiran bahwa sesuatu yang berasal dari gen baru tersebut akan mengganggu kesehatan tubuh manusia dalam jangka panjang, bahkan tidak ethik untuk dilaksanakan. Penelitian klinik tentang kemungkinan dampak buruk bagi kesehatan manusia dari produk PRG sulit dilakukan d m memerlukan waktu yang panjang. Meski penelitian pada binatang percobaan dilakukan tetapi hasilnya tidak selalu langsung bisa diterapkan secara kedokteran bagi manusia (Hardinsyah et al. 2007).
Wacana mengenai Produk Rekayasa Genetika memang masih santer diperdebatkan di level praktisi dan akademisi, perdebatan ini memunculkan dua kubu yang bersebrangan yaitu kubu yang pro PRG dan kubu yang kontra PRG. Kelompok yang pro PRG melihat potensi manfaat yang besar dari penerapan teknologi ini, diantaranya adalah dengan diterapkannya teknologi ini oleh para ahli yang dapat mengubah "gen" suatu tanaman sehingga dapat lebih tinggi produktifitas dan kualitasnya,
selain itu transgenik juga
menawarkan
kemungkinan pengurangan penggunaan pestisida kimia Namun kelompok yang kontra PRG melihat teknologi ini dari sudut pandang yang berbeda, yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini. Makna transgenik diiawatirkan mengandung senyawa-senyawa yang membahayakan kesehatan manusia misalnya senyawa Allergen yaitu zat yang dapat menimbulkan alergi. Di pihak lain para pemerhati lingkungan beranggapan bahwa ada kemungkinan penyisipan gen baru tidak kompatibel dengan lingkungan sehingga memungkinkan gangguan biodiversity. Dalam banyak hal pengujian ini relatif lebih mudah d i b d m g pengujian
klinis pada manusia (Hardiisyah et al. 2007). Pada tahun 2005 pemerintah mengeluarkan PP No. 21 tentang keamanan hayati PRG.
PP ini lebih fokus pada PRG, mulai dari jenis, persyaratan,
penelitian dan pengembangan, pemasukan dari luar negeri (impor), pengkajian, pelepasan dan peredaran, pemanfaatan, sampai kelembagaan yang menangani PRG (Swastika dan Hardinsyah 2008). Tujuan dikeluarkannya PP ini adalah untuk meningkatkan hasil dan daya guna PRG bagi kesejahteraan rakyat berdasarkan prinsip kesehatan dan pengelolaan sumberdaya hayati, perlindungan konsumen, kepastian hukum, dan kepastian dalam melakukan usaha. Hardinsyah et al. (2007) melaporkan bahwa Inggris merupakan salah satu negara Eropa yang sejak awal sangat gencar menentang PRG. Untuk pertama kali di dunia dilakukan penelitian tentang persepsi masyarakat (lebih fokus pada konsumen) terhadap produk pangan hasil PRG di Inggris pada tahun 1996. Hasilnya menunjukkan bahwa 90% responden di Inggris menolak menggunakan pangan hasil PRG. Alasannya adalah masyarakat khawatir pangan hasil PRG mengganggu kesehatan dalam jangka panjang, karena belum ada bukti penelitian klinik pada manusia yang sudah dilakukan. Alasan lainnya adalah bertentangan
dengan ajaran agarna dan tidak etis. Hasil survei ini menjadi umpan balik bagi pemerintah Inggris untuk mengatur atau membuat regulasi dan program advokasi serta sosialisiasi pangan rekayasa genetika di Inggris. Menurut Hardinsyah (2001), sisi negatif dari penolakan ini adalah tidak berkembangnya perdagangan dan pasar pangan produk PRG. Bagi Inggris yang mempakan negara maju dan masih memungkinkan untuk memproduksi dan membeli pangan non PRG, tidak menimbulkan masalah food insecurity di negaranya. Tetapi bila hal tersebut terjadi di negara-negara yang padat penduduk dan produksi pangannya tidak memadai (tergantung sebagian pada impor pangan) seperti Indonesia, bisa jadi menimbulkan masalah ketidaktahananpangan. Meskipun sebenamya definisi ketahanan pangan bukan berarti setiap negara hams marnpu memproduksi untuk kebutuhan sendii. Bagi Pemerintah di negara sedang berkembang seperti Indonesia, akan menghadapi dilema dengan masalah tersebut. Karena pangan yang tidak cukup, sementara hams mengedepankan peran petani lokal, dan pemerintah sebagai regulator serta hams memberikan perlindungan konsumen dan produsen kepada rakyatnya. Negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia, pada umumnya melakukan penelitian uji coba adaptasi dan lapang dari benih produk-produk PRG yang diimpor (Hardinsyah 2000).
Oleh karena itu sambil melakukan
penelitian-penelitian pengembangan biotek PRG, uji adaptasi dan uji lapang dari PRG impor, sebaiknya juga dilakukan penelitian
PRG dari dimensi sosial
ekonomi, yang akan menjadi dasar yang kokoh dalam melakukan rekayasa sosial seperti sosialisasi, advokasi, serta perumusan regulasi dan pedoman PRG di masa yang akan datang.
Keamanan Produk Rekayasa Genetika Peredaran pangan di Indonesia hams melalui uji keamanan terlebih dahulu. Aturan ini jelas tercantum pada Undang Undang RI nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan pada PP nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Dalam UU lU nomor 7 tentang Pangan dijelaskan dan diatur bagaimana produksil penggunaan bahan baku pangan dan bahan tambahan pangan yang digunakan dalam kegiatanlproduksi pangan yang dihasilkan dari proses
rekayasa genetika wajib untuk terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia. Beberapa bahan pangan dari tanaman transgenik telah Indonesia, terutama kedelai dan jagung.
masuk ke
Hingga saat ini Pemerintah belum
melakukan kajian untuk menetapkan jenis kedelai, jagung, dan bahan pangan transgenik apa yang boleh masuk di Indonesia (Santosa 2002). Ketidakmampuan menetapkan jenis bahan pangan transgenik yang boleh masuk berisiko bagi pengusaha makanan yang berorientasi ekspor. Bila bahan transgenik itu dilarang di negara tujuan ekspor, maka produknya akan ditolak. Kemampuan Pemerintah melacak dan mengendalikan distribusi bahan pangan transgenik juga berperan penting. Hingga saat ini tidak diketahui kemana bahan tersebut beredar serta digunakan untuk apa Boleh jadi bahan tersebut yang seharusnya untuk pakan, karena ketidaktahuan masyarakat atau petani kemudian ditanam dan dikonsumsi. Peraturan mengenai keamanan hayati PRG di Indonesia, selain didasarkan pada UU Pangan No. 7 tahun 1996 @asal 6 dan pasal 13), juga diatur dalam SK Bersama Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura tahun 1999 tentang Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan Produk Pertanian Hasil Rekayasa Genetika basal 43) serta yang terakhir diatur dalam PP RI No. 21 tahun 2005. Negara yang melakukan penanaman komersial produk transgenik seharusnya melakukan analisis keamanannya, termasuk konsekuensi langsung dan tidak langsung. Konsekuensi langsung, misalnya, kajian apakah tejadi perubahan nutrisi, munculnya efek alergi, atau toksisitas akibat rekayasa genetika. Beberapa negara menetapkan standar dan melakukan sendiri analisis keamanan pangan terhadap produk-produk transgenik impor.
Penjelasan
mengenai pengaturan keamanan pangan PRG untuk negara Amerika Serikat, Australia, Jepang, Kanada, dan Malaysia adalah sebagai berikut (Hardinsyah et al. 2007) : 1. Amerika Serikat.
Keamanan pangan termasuk produk rekayasa genetika
ditangani oleh suatu badan Food and Drug Adminishation (FDA) yang menyusun pedoman keamanan pangan dengan dibantu dua institusi Center of
Food Safety and Applied Nutrient (CFSAN) dan Center for Veterinary
Medicare (CVM). Pedoman lceamanan pangan bertujuan untuk memberikan kepastian bahwa produlc ban1 (termasuk yang berasal dari rekayasa genetika) sebel~undilcomersiallcan, arnan untuk dikonsumsi, dan masalah keamanan pangan dapat dikendalikan dengan baik. 2. Australia. ICeamanan hayati dan keamanan pangan produk rekayasa genetika ditangani ole11 suatu komite "Genetic Manipulation Advisory Committee (GMAC), yang membawahi beberapa komite: Institutional Biosafety Committee, Large Scale Sub Committee, dan Planned Release Sub Committee. 3. Jepang.
Penilaian keamanan pangan dilaksanakan oleh Food Sanitation
Council (FSC) dan Food Safety Investigation Council (FISC), yang merupakan penasehat Ministry of Health and Welfare (MHWJ Kedua lembaga ini nmmbuat tiga pedoman yaitu (1) Pedoman penilaian kearnaan pangan dan aditif pangan; (2) Pedoman manufaktur untuk produk pangan; dan (3) pedoman penilaian produk pangan. 4. Kanada.
Badan Inspelcsi Malcanan Kanada (Canadian Food Inspection
Agency) merupakan badan yang melakukan pemeriksaan dan membuatkan izin kepada produk rekayasa genetika yang akan diimpor atau dikomersialkan sebagai bahan makanan. 5. Malaysia. ICeamanan pangan produlc rekayasa genetika ditangani oleh suatu
komite "Jawatan ICuasa Penasehat Pengubahsuaian Genetilc atau seperti GMAC (Genetic Modzj?cation Advisory Committee) yang berada di bawah kementerian Sains, Teknologi dan Alam sekitar. GMAC telah membuat pedoman yang disebut "Garis Panduan Kebangsaan bagi Pelepasan Organisme Diubahsuai secara Genetilc (GMO)".
Petani Petani adalah orang yang mengelola/membudidayakan tanaman pangan dan atat1 yang menanan1 tanaman perlcebunan. Dalam lcarnus Bahasa Indonesia, petani didefinisilcan sebagai orang yang mata pencahariannya bercocok tanam. Menurut Mosher (1965) diacu
aSofivanto (2006),petani adalah orang yang
mengubah tanaman dan hewan serta sifat-sifat tubuh tanah supaya Iebih berguna
baginya dan manusia lainnya. Petani lebih dari hanya seorang juru tani dan manager, tetapi ia adalah seorang manusia dan menjadi anggota dari dua kelompok manusia, yaitu sebagai anggota suatu keluarga dan anggota suatu masyarakat setempat. Karakteristik petani menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian.
Karakteristik petani terdiri dari faktor internal yaitu umur, besar
(jumlah anggota) keluarga, pendidikan,
pengalaman berusaha tani dan
pendapatan. Umdusia secara biologis menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya yang berada dalam keadaan hidup. Menurut Padmowihardjo (1994),
umur bukan mempakan faktor psikologis, namun dapat mempengaruhi faktor psikologis. Terdapat dua faktor yang dipengaruhi oleh umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual, dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentukbentuk proses belajar yang lain. Jumlah
Anggota
keluarga
adalah
banyaknya
individu
yang
tinggallmenetap bersama dalam satu rumahkeluarga dan hidup dari pengahasilan yang sarna. Banyaknya jumlah anggota keluarga berdampak pada pemenuhan kebutuhan keluarga. Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan tarnbahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupannya. Menurut Hemanto (1993), besarnya jumlah anggota keluarga yang akan menggunakan jumlah pendapatan yang sediit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas kerja, kecerdasan, dan menurunnya kemampuan berinvestasi. Pendidikan mempakan suatu proses pembahan tingkah laku menuju kepada perilaku yang lebih baik. Slamet (2003),
menyatakan pendidikan
mempakan suatu usaha untuk menghasilkan pembahan-pembahan pada perilaku manusia. Seseorang dapat menarnbah pengetahuannya melalui pendidikan yang dilaluinya, baik pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan yang semakin tinggi dapat menghasilkan keadaan sosio ekonomi makin baik dan kemandirian yang semakin mantap. Pendidikan mentpakan fenomena dan usaha manusiawi yang selalu terselenggara dimanapun manusia berada. Pendidikan memegang
peran sentral dalam perkembangan kebudayaan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pendidikan didefinisikan sebagai suatu proses yang diorganisir dengan tujuan mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan dalam tingkah laku. Menurut Soekanto (2002), pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana b e r f i i secara ilmiah. Pendidiian mempunyai dua aspek, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang baik. Padmowihardjo (1994) mengemukakan, bahwa pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan dalam proses belajar. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. Dalam mengelola usahatani, umumnya petani mas& banyak mempergunakan pengalaman sendii atau pengalaman orang lain dan perasaan. Pendapatan petani adalah penghasilan yang diperoleh dari upah kelugrga dan keuntungan usaha. Soekartawi et al. (1986) menyatakan bahwa pendapatan merupakan cermin kehidupan petani. Pendapatan petani yang rendah men~pakan ciri petani kecil dan masuk dalam golongan petani miskin. Faktor ekstemal yang menentukan pemahaman petani terhadap informasi pertanian adalah interaksi dengan akses terhadap sumber informasi. Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. Golongan yang inovatif, biasanya banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidiian, lembaga penelitian, diias terkait, media massa, tokoh masyarakat, sesama petani, maupun dari lembaga-lembaga komersial (pedagang). Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari media massa (Sofwanto 2006).
Penerimaan Petani tehadap PRG Penerimaan (Acceptance) menyangkut penilaian seseorang akan sifat suatu benda yang menyebabkan orang menyenangi bendalobjek tersebut. Pembentukan penerimaan akan suatu produk didapatkan dari pengetahuan yang berbentuk pengalaman pribadi serta berdasarkan informasi yang diterima dari orang lain, yang memiliki pengaruh. Alur pembentukan sikap penerimaan terhadap sesuatu dimulai ketika seseorang menerima informasi tentang produk atau jasa. Informasi tersebut kemudian dievaluasi dan dipilah, berdasarkan kebutuhan, nilai, kepribadian, dan kepercayaan dari individu, sehingga terjadilah pembentukan, perubahan atau konfirmasi dalam kepercayaan konsumen terhadap produk, serta tingkat kepentingan dari tiap atribut produk terhadap dirinya atau terhadap kebutuhannya saat ini (Sumanvan 2003). Hasil akhirnya adalah terbentuknya penerimaan dari individu terhadap suatu objek (produk, jasa atau hal lainnya). Dalam ilmu perilaku konsumen disebutkan bahwa konsumen akan mengalami serangkaian tahap mental dan perilaku yang rumit untuk sampai pada keputusan pembelian. Tahap-tahap ini,berkisar dari kesadaran (terpapar terhadap informasi), evaluasi (pilihan dan pembentukan sikap), perilaku (pembelian), sampai ke evaluasi akhir (adopsi atau penolakan). Rangkaian tahap-tahap ini sering disebut sebagai proses penerimaan konsumen. Sumanvan (2003), mengungkapkan bahwa penerimaan merupakan salah satu tahap dalam proses pengolahan informasi pada diri konsurnen. Pengolahan informasi yang dimaksud adalah bagaiman proses yang terjadi pada d i i konsumen ketika salah satu panca indera menerima input dalam bentuk stimulus. Setelah melihat stimulus, memperhatikan, dan memahami stimulus tersebut maka sampailah kepada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau objek tersebut. Dari tahapan tersebut, timbullah penerimaan pada din konsumen terhadap suatu objek. Lebih lanjut Sumanvan (2003), mengatakan bahwa terbentuknya suatu perilaku (tindakan) seseorang dimulai dari domain kognitif yaitu subjek mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek. Hal ini kemudian menimbulkan pengetahun baru pada subjek tersebut dan selanjutnya memunculkan respon dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya. Akhimya rangsangan tersebut menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa
suatu tindakan atau perilaku sehubungan dengan stimulus yang telah dialaminya tersebut. Pengetahuan mengenai suatu objek baru menjadi sikap terhadap objek tersebut apabila pengetahuan tersebut disertai dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap objek. Inovasi diartilcan sebagai sesuatu ide, perilaku, produk, informasi, dan praktek-praktelc baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakad diterapkaddilaksanalcan oleh sebagaian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu tenvujudnya perbaikan-perbailcan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat bersangkutan (Departemen Kehutanan 1996). Adopsi pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, bailc yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-motoric) pada din seseorang setelah menenma inovasi. Penenmaan tersebut tidak hanya sampai sekedar tahu, tetapi sampai benar-benar dapat melalcsanakan atau meneraplcannya dengan benar serta menghayatinya dalarn kehidupan. Penerimaan inovasi tersebut, dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetah~lan,dan atau lceterampilannya. Menurut ICotler dan Armstrong (2004), konsumen umumnya akan melalui lima tahap proses pengadopsian sebelum menerimalmenerapkan suatu inovasi (produk baru). Tahapan adopsi itu adalah : 1. Kesadaran (awareness), lconsumen tahu akan produk baru tetapi
kekurangan informasi tentangnya. 2. I<etertarilcan (interest), konsumen mencari informasi tentang produk baru tersebut.
3. Pengevaluasian (evaluation), konsumen mempertimbangkan apakah mencoba prod~~lc ban1 adalah masulc alcal. Pada tahap ini konsumen memberilcan penilaian terhadap baild bumk atau manfaat produk yang telah dilcetahui informasinya secara lebih lengkap.
4. percobaan (trial), lconsumen mencoba produk dalam skala yang kecil nntuk meninglcatlcannperlciraan besarnya nilai produk tersebut. Dalam ha1
ini percobaan slcala lcecil dilalculcan untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebelum menerapkan untuk slcala yang lebih luas lagi. 5. Pengadopsian (adoption), Iconsumen menetukan apakah akan menjadi
pengguna atau tidalc dari produk ban1 tersebut. Pada tahap ini konsumen alcan meberilcan lceputusan alcan menerima atau menerapkan produk baru (inovasi) berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukanl diamatinya sendiri. Departeinen ICehutanan (1996) mengemulcakan beberapa faktor yang mempengan&i kecepatan seseorang (petani) untuk mengadopsi inovasi, meliputi : a. Luas usahatani.
Semakin luas usahatani biasanya semakin cepat
mengadopsi, lcarena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. b. Tinglcut pendapatan. Petani dengan tinglcat pendapatan semakin tinggi biasanya alcan semakin cepat mengadopsi inovasi. c. Keberanian mengambil resilo, sebab, pada tahap awal biasanya tidak berhasil seperti yang diharapkan. ICema itu,individu yang memiliki keberanian menghadapi resilco biasnya lebih inovatif. d. Umur.
Semalcin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban
mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yuang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat. e. Tinglcnt partisipasinya clalam Icelompoldorganisasi diluar lingkungannnya sendiri. Warga masyarakat yang s ~ k abergabung dengan orang-orang diluar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melalculcan lcontak pribadi dengan warga masyarakat setempat. f. Aktivitas mencari informasi dun ide-ide baru. Golongan masyarakat yang alctif mencari informasi dan ide-ide baru biasanya lebih inovatif dibandinglcan orang-orang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru. g. Sumber informasi yang clinzanfaatlcan. Golongan yang inovatif biasnya banyak memanfaatlcan beragam sumber informasi, seperti
lembaga
pendidilcan/perguruan tinggi, lembaga penelitian, dinas terkait, media masa, tolcoh masyaralcat (petani) setemapat maupun dari luar lembaga-
lambaga komersial. Sedangkan golongan masyarakat yang kurang inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh @etani) setempat dan relatif sedikit memanfaatkan informasi dari media masa. Penerimaan petani terhadap PRG terbentuk karena adanya informasi baik yang dilihat, dibaca, didengar atau dirasakan, dan dari persepsi yang dibentuk oleh pengetahuan akan PRG.
Pengetahuan Petani tentang PRG Pengetahuan merupakan hasil usaha manusia untuk memahami sesuatu obyek tertentu. Pengetahuan didapatkan individu baik melalui proses belajar, pengalaman atau media elektronika yang kemudian disimpan dalam diri individu. Aziz (1995) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan segala informasi dan kebijaksanaan dari dunia sekitar yang disertai dengan pemahaman pada informasi yang diterima pada sesuatu obyek, karena tanpa adanya unsur pemahaman, belumlah dapat seseortang dikatakan telah berpengetahuan. Pengetahuan atau knowledge adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk mengungkapkan atau mengingat kembali pengalaman, konsep, prinsipprinsip materi, dan kejadian pada hal-ha1 yang urnum maupun khusus. Pendapat lain mengatakan pengetahuan adalah segala sesuatu yang diietahui seseorang dari hasil belajar atau pengalaman tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar sebagai aktifitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, serta diperoleh melalui pengalaman. Menurut Notoatmojo (1995), pengetahuan adalah hasil dari proses belajar dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Para ahli psikologi kognitif membagi pengetahuan kedalam pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan pengetahuan prosedur (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif adalah fakta atau subjektif yang diketahui seseorang, sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai bagaimana fakta-fakta tersebut digunakan (Sumarwan 2003).
Secara sederhana pengetahuan pada dasarnya keseluruhan keterangan dan ide yang terkandung dalam pemyataan-pemyataan yang dibuat mengenai sesuatu gejalal peristiwa baik yang bersifat alamiah, sosial, maupun keorangan (Gie 1991). Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dengan pengetahuan manusia mempunyai wawasan dan gambaran dari objekobjek yang ditelitinya. Untuk bisa mendapatkan pengetahuan, manusia perlu mengetahui sesuatu hal tentang apa yang ingin diketahui dari hasil pengamatan secara berulang-ulang sampai dengan mendapatkan kesirnpulan. Pengetahuan petani tentang PRG adalah segala sesuatu yang diietahui petani berkenaan dengan peredaran, manfaat, dan kerugian PRG. Petani, yang dalam hal ini sebagai produsen dan konsumen, dapat memperoleh pengetahuan melalui media massa seperti televisi, radio, surat kabar, bertanya pada orang lain atau pada anggota kelompok taninya dan pada penyuluh pertanian, mengalami sendiri dan mendengarkan cerita orang lain maupun dari pendidiian formal dan non formal yang dijalaninya. Sumarwan (2003) mengungkapkan, bahwa pengetahuan yang baik mengenai suatu produk dapat mendorong konsumen untuk menyukai produk tersebut. Dengan demikian, sikap positif terhadap suatu produk dapat mencerminkan pengetahuan konsumen mengenai produk tersebut. Pengetahuan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengerti suatu pesan, membantu mengganti logika yang salah, dan menghiidarkannya dari persepsi yang tidak tepat. Persepsi Petani tedtang PRG
Kata persepsi berasal dari Bahasa Latin yaitu perseptio yang berarti mengambil, mengerti atau menangkap dan dalam bahasa Inggris yaituperception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami. Sedangkan dalam bahasa sehari-hari persepsi diartikan sebagai mengerti, memahami atau menyadari. Rakhmat (1992) mengatakan,
persepsi adalah pengalaman tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
persepsi adalah tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan atau juga proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Pada urnumnya pengertian persepsi berkisar diantara penginderaan dan pemikiran. Namun demikian persepsi bukan hanya sekedar hasil penginderaan, ada unsur penafsiran (interpretation) terlebih dahulu terhadap stimulus yang diterima. Persepsi merupakan proses penginterpretasian yang merupakan pemaknaan hasil pengamatan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, secara singkat dapat dipahami bahwa persepsi adalah proses memberikan makna pada stimuli inderawi yang menghasikan pengalaman (Rakhrnat 1992). Dalam proses pembentukan persepsi terjadi pemusatan perhatian, yang merupakan langkah awal dalam proses persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Perhatian menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera dilanjutkan oleh alat sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses didiam otak atau pusat kesadaran, itu yang dinamakan proses psikologis.
Sehingga dengan begitu
individu dapat menyadai tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor itu. Persepsi tentang sesuatu merupakan interpretasi atau respon kesadaran sesorang terhadap lingkungan fisik atau stimulasi yang diperolehnya (Hardinsyah dan Yunita 1997). Persepsi juga dinyatakan sebagai proses seseorang mengungkapkan pendapat atau opini dari berbagai stimulus yang diterimanya. Apa yang didengar, dibaca, dilihat, dan dirasakan oleh seseorang akibat faktor lingkungannya yang akan memberi respon persepsi dari seseorang. Menurut Sarwono (1989) hasil persepsi individu terhadap objek persepsi berbeda antara individu yang satu dengan yang lain. Persepsi bersifat individual, ada faktor-faktor yang mempengamhi perbedaan persepsi tersebut, yaitu karakteristik objek yang dipersepsi, karakteristik individu yang mempersepsi, dan karakteristik lingkungan dimana persepsi itu dibentuk. Dalam mempersepsikan sesuatu setiap orang tidaklah sama. Karena persepsi merupakan proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan garnbaran keseluruhan yang bermakna. Disamping itu
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan perhatian, keyakinan dan kebutuhan, pengalaman, serta harapan pada diri masing-masing. Lebih lanjut Sarwono (1989) mengatakan, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan persepsi seseorang adalah (1) Perhatian, yaitu rangsangan yang ada disekitar individu tidak seluruhnya dapat ditangkap, tetapi akan difokuskan perhatiannya terhadap objek tertentu saja, perbedaan fokus akan mengakibatkan perbedaan persepsi; (2) Set, yaitu harapan-harapan seseorang terhadap rangsangan yang akan timbul ;(3) Sistem nilai, sistem nilai yang berlaku dimasyarakat juga mempengaruhi bagairnana seseorang memberikan persepsi terhadap suatu objek. Seseorang akan cenderung menyesuaikan persepsinya dengan sistem nilai yang berlaku dimasyarakat pada saat itu; (4) Ciri kepribadian, yaitu ciri kepribadian seperti terbuka, tertutup, pemarah, dan sebagainya. Sikap (attitudes) adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen (Sumarwan 2003). Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belied dan perilaku (behavior). Sikap adalah gambaran perasaan dari seseorang, dan perasaan tersebut akan direfleksikan oleh perilakunya. Sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab sikap akan mengarahkan pada apa yang dilakukan. Sikap positif akan menumbuhkan perilaku yang positif, sebaliknya sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif. Menurut tricomponent attitude model, sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif, dan konatif.
Kognitif adalah pengetahuan dan persepsi
konsumen, yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari berbagai sumber. Afektif menggambarkan emosi dan perasaan konsumen, yaitu menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai. Konatif menunjukkan tindakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek, konatif berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seseorang (Schiffman dan kanuk 1994; Engel, Blackwell, dan Miniard 1993 diacu dalam Sumarwan 2003). Informasi, baik yang dilihat, dibaca, didengar, atau dirasakan akan menjadi pengetahuan bagi seseorang dan dapat mempengamhi persepsi seseorang terhadap objek tertentu, termasuk PRG. Dikarenakan persepsi bertautan dengan
cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi kapan saja stimulus menggerakkan indera. Dalarn teori perilaku konsumen, persepsi dan pengetahuan seseorang
merupakan dua ha1 yang penting diperhatikan bahkan dijadikan
sasaran
perubahan untuk tujuan pemasaran. Demikian pula dalam psikologi untuk tujuan terapi (Belch & Belch 1995).