BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Negara Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari
tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat pula. Peningkatan kebutuhan pangan nasional mencapai laju sekitar 1-2% per tahun yang diakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta jiwa. Untuk mengatasi masalah ini, maka pemerintah Indonesia mengadakan pembaharuan pada sektor pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Salah satu pembaharuan pada sektor pertanian yaitu penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida bertujuan untuk memberantas hama/gulma pada tanaman yang dapat meningkatkan produksi pertanian. Terdapat dua jenis pestisida yaitu pestisida alami dan pestisida sintetik. Pestisida yang lebih banyak digunakan oleh masyarakat yaitu pestisida sintetik. Pestisida sintetik terbuat dari bahan-bahan organik sintetis seperti senyawa organofosfat, organoklor dan karbamat. Menurut direktorat pupuk dan pestisida, pada tahun 2002 terdapat 813 formulasi dan 341 bahan aktif pestisida yang telah dan pernah beredar, 40% diantaranya adalah insektisida, 29% herbisida, dan 19% Fungisida (Las dkk, 2006).
Penggunaan
pestisida
sintetik
yang
semakin
meningkat
dapat
menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu dampak yang timbul akibat penggunaan pestisida yaitu rusaknya lingkungan perairan.
2
Air merupakan salah satu bagian terpenting bagi kehidupan karena tanpa air makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Apabila air telah tercemar oleh pestisida maka akan menimbulkan penurunan kualitas air. Penggunaan pestisida yang terus menerus akan mengakibatkan akumulasi pestisida dan menimbulkan tercemarnya perairan tanah dan perairan pemukaan sehingga dapat meracuni habitat di dalamnya. Berdasarkan hasil penelitian Effendi ditemukan residu pestisida pada plankton sebesar 0,04 ppm, pada tanaman air sebesar 0,08 ppm, pada kerang 0,42 ppm, pada ikan 1,20 ppm, dan pada bebek 3,50 ppm sedangkan ambang batasnya sebesar 0,0007 ppm (Tualeka, 2001). Selain itu juga, air yang telah tercemar pestisida apabila terkonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan diantaranya yaitu mual, muntah, iritasi kulit, kepala pusing dan dalam dosis yang tinggi mengakibatkan kematian. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kandungan pestisida dalam air khususnya air minum adalah melalui proses adsorpsi menggunakan organo–bentonit yaitu bentonit termodifikasi senyawa organik. Modifikasi bentonit ini dilakukan untuk meningkatkan kinerja bentonit dalam mengadsorpsi kontaminan organik yang bersifat hidrofobik. Penggunaan
adsorben
berbahan
dasar
organo–bentonit
telah
dikembangkan untuk mengatasi permasalahan terkontaminasinya air minum oleh pestisida. Carrizosa et al., (2003) mengkaji adsorpsi herbisida bersifat asam menggunakan
bentonit
termodifikasi
hexadecyltrimethylammonium,
dioctadecyldimethylammonium dan octadecylammonium. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahan organo-bentonit tersebut dapat menurunkan jumlah kontaminan
3
herbisida dalam air. Namun penggunaan senyawa organik tersebut untuk modifikasi bentonit dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah baru terhadap lingkungan, dan kesehatan karena senyawa tersebut dapat menghasilkan polutan dari residunya. Oleh karena itu penggunaan senyawa organik untuk modifikasi bentonit sebagai adsorben pestisida dalam air minum harus aman sehingga tidak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Penggunaan asam amino merupakan salah satu cara yang aman untuk modifikasi bentonit sebagai adsorben untuk air minum. Penelitian bentonit termodifikasi asam amino yang telah dilakukan, terbukti dapat menurunkan pestisida dalam air. Rohayani dkk (2005) telah mensintesis organo-bentonit yang berasal dari modifikasi bentonit dengan asam amino triptofan, tirosin, fenilalanin, metionin dan histidin serta menguji kapasitas adsorpsinya terhadap pestisida diazinon dan karbaril di dalam air. Dari keempat organo-bentonit yang diuji, histidin-bentonit menunjukkan kemampuan mengadsorpsi pestisida yang paling besar dibandingkan dengan organo-bentonit lainnya. Histidin–bentonit mampu mengadsorpsi diazinon dan karbaril masing– masing sebesar 95,11% dan 76,87%. Gambaran kinerja histidin-bentonit secara mikroskopis telah diteliti oleh Tirani dkk (2006) dalam bentuk kajian kinetika, kapasitas dan mekanisme adsorpsi pestisida diazinon dalam air minum pada adsorben histidin-bentonit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben histidin-bentonit memiliki kinerja adsorpsi yang lebih baik bila dibandingkan dengan Ca-bentonit sehingga adsorben histidin-bentonit sangat prospektif untuk diaplikasikan lebih lanjut dalam proses pengolahan air minum dalam skala yang lebih besar.
4
Berkaitan dengan peluang aplikasi histidin-bentonit dalam pengolahan air minum untuk keperluan praktis dalam skala yang lebih besar, maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai uji kinerja adsorben histidin-bentonit dalam prototipe kemasan flow dan batch terhadap pestisida endosulfan dalam air minum. Endosulfan merupakan insektisida golongan organoklor yang banyak digunakan oleh petani untuk memberantas hama tanaman. Apabila mengkonsumsi air minum yang telah tercemar pestisida endosulfan dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian sehingga polutan pestisida endosulfan dalam air minum harus dihilangkan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimana kinerja adsorpsi histidin-bentonit terhadap pestisida endosulfan dalam air minum pada prototipe kemasan flow dan batch.
1.3
Batasan Masalah Penelitian ini mengkaji tentang uji kinerja adsorben histidin-bentonit
dalam prototipe kemasan flow dan batch terhadap pestisida endosulfan dalam air minum.
5
1.4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adsorpsi pestisida endosulfan
oleh adsorben histidin-bentonit pada prototipe kemasan flow dan batch dalam air minum.
1.5
Manfaat Penelitian Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kinerja adsorben histidin-bentonit dalam kemasan yang dapat mengadsorpsi pestisida endosulfan dalam air minum secara optimum sehingga pemanfaatannya lebih lanjut sebagai adsorben dalam tataran praktis (pengolahan air minum dalam skala yang lebih besar) menjadi lebih prosfektif sehingga membuka peluang untuk dipatenkan.