1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Jumlah penduduk negara kita berdasarkan hasil sensus di tahun 2010 adalah lebih dari 240 juta jiwa dan dengan jumlah tersebut maka negara kita berada di peringkat 4 negara negara didunia dengan jumlah penduduk terbanyak setelah China, India dan Amerika Serikat. Bagi para pengusaha lokal maupun manca negara, Indonesia merupakan pasar dengan potensi yang sangat besar dan sangat menjanjikan bagi pengembangan usaha yang dimilikinya. Disamping jumlah penduduk yang sangat besar, beberapa faktor yang menjadi alasan atau dasar pertimbangan bagi para pengusaha untuk berinvestasi di negara kita adalah : a. Tingkat pendidikan yang semakin baik, b. Tingkat penghasilan yang semakin meingkat dari tahun ke tahun, c. Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dari tahun ke tahun, d. Kondisi politik dan keamanan yang relatif membaik dari waktu ke waktu, e. Sumber informasi dari seluruh dunia yang semakin terbuka lebar bagi penduduk Indonesia, f. Perubahan gaya hidup yang berakibat bagi perubahan pola belanja penduduk Indonesia,
1
2
Didalam Undang-undang No 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, mewajibkan perusahaan asing untuk menunjuk perusahaan perdagangan nasional sebagai penyalur/agen didalam memasarkan hasil produksinya. Sebagai upaya untuk meningkatkan pembangunan di negara kita, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan perekonomian Indonesia dengan melakukan perubahan kebijakan-kebijakan yang ada untuk menjadi lebih luwes sehingga dapat lebih menarik bagi pengusaha lokal maupun asing berinvestasi di negara kita. Salah satu peraturan yang merupakan bentuk nyata dari upaya tersebut adalah Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1988 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1977 Tentang Pengakhiran Kegiatan Usaha Asing Dalam Bidang Perdagangan Didalam Peraturan Pemerintah tersebut, perusahaan asing mendapatkan kesempatan untuk dapat memasarkan hasil produksi perusahaan tersebut, dengan membentuk penyalur/agen dalam bentuk perusahaan patungan dengan perusahaan nasional. Pemasaran yang dilakukan perusahaan patungan tersebut mencakup pemasaran hingga tingkat penyalur (dealer) sebagai agen. Sedangkan pemasaran pada tingkat pengecer (retailer) tetap hanya dapat dilakukan oleh perusahaan nasional di bidang perdagangan.
Meskipun terdapat kemudahan seperti yang tertuang didalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1988, akan tetapi untuk melakukan penggarapan
3
(coverage) potensial pasar yang ada di Indonesia bukanlah suatu hal yang mudah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut : a. Luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sekitar 1.910.931 km2, dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 124 orang per Km2, b. Konsentrasi penduduk di Pulau Jawa sebesar 58% dan 42% tersebar di kepulauan lainnya, c. Masih terbatasnya sarana infra struktur yang ada sebagai sarana penghubung antara wilayah satu dengan wilayah yang lainnya, d. Tingkat serta kwalitas pendidikan yang belum merata disetiap daerah, e. Perbedaan tingkat ekonomi yang berbeda-beda, f. Perbedaan peraturan disetiap daerah sebagai dampak berlakunya otonomi daerah. Kesulitan yang dihadapi oleh perusahaan asing atau Multi National Company akan lebih kompleks tentunya, karena disamping kesulitan kesulitan seperti yang disebutkan diatas terdapat kesulitan lain yang harus diantisipasi : a. Rendahnya pemahaman atas perbedaan budaya, kebiasaan serta adat istiadat disetiap daerah, b. Rendahnya pemahaman atas perbedaan karakter setiap penduduk baik sebagai mitra, pelanggan ataupun sebagai pengguna atau konsumen akhir dari suatu produk. c. Birokrasi perijinan serta pengurusan yang relatif berbelit-belit dihampir sebagian besar instansi yang ada,
4
d. Dan kesulitan kesulitan lainnya yang mungkin dihadapi oleh perusahaan asing yang ingin melakukan pengembangan usaha di negara kita.
Akan tetapi kendala-kendala serta kesulitan-kesulitan
yang mungkin ada,
tidaklah menyurutkan keinginan para pengusaha untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnisnya di negara kita. Salah satu bidang usaha yang memiliki potensi besar di Indonesia adalah dengan menyediakan barang barang yang merupakan kebutuhan sehari hari atau biasa disebut dengan istilah consumer goods bagi penduduk Indonesia. Didalam dunia pemasaran (marketing), terjadinya perubahan atau perbaikan kwalitas serta tingkat pendidikkan maupun pendapatan konsumen akan merubah gaya hidup serta perilaku belanja (Shopping Behaviour) dari konsumen. Didalam kerangka awal, setiap manusia akan menerapkan pemenuhan kebutuhan hidupnya berdasarkan skala prioritas, yaitu : a. Kebutuhannya (Need), b.
Keinginannya (Want)
c.
Harapannya (Expectation).
Sebagai contoh adalah pada awalnya seseorang membutuhkan (need) minum, dengan bertumbuhnya kwalitas pendidikan serta pendapatannya, seseorang bukan saja membutuhkan minum akan tetapi menginginkan (want) minuman dengan kwalitas yang lebih baik untuk kesehatan serta mudah dibawa-bawa. Semakin meningkatnya kwalitas pendidikan serta pendapatannya, seorang konsumen bukan hanya membutuhkan dan menginginkan air minum yang berkwalitas akan tetapi
5
juga mengharapan (Expectation) memperoleh kemudahan untuk mendapatkan air minum berkwalitas tersebut dimanapun konsumen berada. Menyadari hal tersebut diatas, maka para pengusaha yang akan memasuki pasar Indonesia haruslah memahami serta
menentukan terlebih dahulu STP
(Segmentasi, Targeting & Positioning) dari setiap jenis produk yang dimilikinya. Hal ini sangat penting karena dapat digunakan untuk menentukan Strategi didalam melakukan
penggarapan pasar (Road to Market Strategy) atau sering pula
digunakan dengan istilah Strategi Distribusi. Strategi Distribusi menjadi bagian yang sangat penting didalam melakukan penggarapan pasar diwilayah Indonesia, karena disamping luas wilayah serta keterbatasan infra struktur, jumlah Toko (Point Of Sales) yang berada dinegara kita cukup banyak dengan mekanisme berjualan yang berbeda beda sehingga memerlukan mekanisme penggarapan / pelayanan yang berbeda pula. Kesalahan penentuan Strategi Distribusi produk dapat menjadi penyebab gagalnya suatu produk atau jasa untuk dapat diterima oleh konsumen di negara kita. Ada 2 cara yang dapat dilakukan oleh Prinsipal (Pemilik Produk/Jasa) dalam menggarap pasa di Indonesia, yaitu : 1. Penggarapan Langsung (Direct Coverage) 2. Penggarapan Tidak Langsung (In-direct Coverage) Penggarapan Langsung (Direct Coverage) akan dipilih oleh pengusaha dengan mempertimbangkan hal hal sebagai berikut : a. Kemasan produk memiliki nilai jual (harga) yang lebih tinggi dari produk yang akan dijual,
6
b. Penggarapan hanya dilakukan terhadap pelanggan pelanggan dengan jumlah tertentu (Jenis Pelanggan Tertentu), c. Volume produk yang akan dipasarkan jumlahnya tidak terlalu banyak, d. Pengiriman produk kepada pelanggan tidak perlu dilakukan secara cepat (waktu pengiriman lebih pendek dari kesepakatan jual beli). Didalam mekanisme ini, akan sulit dilakukan untuk produk produk kebutuhan sehari hari (Consumer Goods) karena karakteristik pengguna/konsumen produk tersebut adalah : a. Cenderung tidak loyal terhadap suatu merk tertentu, b. Cenderung mencoba produk baru, c. Sensitif terhadap harga, d. Kebutuhan produk merupakan kebutuhan saat itu, e. Volume penjualan relatif banyak, f. Pengguna atau konsumen cenderung tidak memiliki persedian produk dirumah masing-masing,
Prinsipal cenderung menggunakan konsep kerjasama distrusi dengan pengusaha lokal, karena jika pihak prinsipal akan melakukan distribusi atau penggarapan pasar secara langsung, maka prinsipal harus menghadapi beberapa resiko, yaitu : 1. Investasi yang cukup besar (Gudang, Stock, Kantor, Armada dan sebagainya),
7
2. Pengelolaan Sumber Daya Manusia yang cukup banyak dengan segala konsekwensinya, 3. Aktivitas kontrol didalam operasional yang sangat tinggi, 4. Resiko piutang tidak terbayar (bad debt) yang cukup besar, 5. Resiko atas terjadinya kehilangan barang.
Didalam melaksanakan strategi distribusi ini, Prinsipal menjalin kerjasama usaha dengan perusahaan baik yang berskala Nasional, Regional ataupun lokal (per daerah) untuk menditribusikan produk produk yang dimilikinya. Beberapa bentuk Kerjasama usaha didalam memasarkan suatu produk yang
dilakukan oleh Prinsipal
multi nasional ataupun lokal adalah dengan
melakukan kerjasama ke-agenan, makelar, ataupun distributor dengan lembaga lembaga perdagangan yang didalam kegiatan usahanya adalah melakukan aktifitas distribusi atau penjualan atas barang ataupun jasa. Didalam dunia perdagangan, distributor memiliki peran yang hampir sama dengan lembaga keagenan yaitu sebagai lembaga yang memiliki fungsi untuk memudahkan dan mendekatkan konsumen atau pengguna terhadap produk yang dimiliki oleh prinsipal. Pemerintah dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPM/Kep/1998 Pasal 1 butir 3 memberikan penjelasan tentang Lembaga Perdagangan adalah suatu instansi/badan yang dapat berbentuk perorangan atau badan usaha, baik sebagai eksportir, importir, pedagang besar, pedagang pengecer, ataupun lembaga lembaga perdagangan lain yang sejenis,
8
yang didalam tatanan pemasaran barang dan atau jasa, melakukan kegiatan perdagangan dengan cara memindahkan barang atau jasa, baik langsung maupun tidak langsung dari produsen sampai ke konsumen. Beberapa perusahaan multi nasional ataupun perusahaan nasional yang berinvestasi di negara kita memilih jenis produk kebutuhan sehari hari bagi masyarakat Indonesia sebagai jenis usaha yang akan dikembangkannya. Pemilihan jenis produk tersebut tentunya tidak lepas dari besarnya potensi yang ada dengan mempertimbangkan jumlah populasi, perbaikan tingkat pendidikan serta, meningkatnya penghasilan penduduk, semakin mudahnya informasi yang didapat yang semuanya itu akan berpengaruh kepada gaya hidup serta pola konsumsi dari masyarakat kita. Beberapa perusahaan multi nasional yang menguasai pasar negara kita adalah : PT Unilever Indonesia, PT Nestle Indonesia, PT Frisian Flag Indonesia, PT Perfeti Van Melle Indonesia dan masih banyak yang lainnya. Sedangkan beberapa perusahaan nasional yang cukup besar dan menguasai pasar di negara kita adalah : PT Softex Indonesia, PT Mayora, PT Agel Langgeng, PT Kinocare Era Kosmetindo, PT Artha Boga Cemerlang serta beberapa perusahaan besar lainnya. Di dalam melakukan pengembangan usahanya tersebut sebagian besar dari perusahaan perusahaan manufaktur yang ada di negara kita cenderung memilih menggunakan kerjasama distribusi dengan pengusaha lainnya dalam format kerjasama penunjukan sebagai Distributor dalam upaya memastikan keberadaan
9
produk di toko yang lebih maksimal. Penunjukan kerjasama distribusi ini, dapat dilakukan dengan penunjukan distributor secara per daerah kerja (Kota, Provinsi ataupun Nasional) ataupun per Channel (Traditional Market, Modern Market atau Institusi seperti Rumah Sakit, Hotel, Pabrik dan sebagainya). Didalam melakukan kerjasama tersebut, diperlukan perjanjian tertulis antara pihak Prinsipal dan Distributor sebagai jaminan dan perlindungan hukum bagi para pihak atas hak dan kewajiban yang timbul dari kerjasama tersebut. Perjanjian kerjasama distribusi antara Prinsipal dan Distributor seharusnya adalah merupakan hubungan hukum yang sejajar, dimana akan timbul hak dan kewajiban bagi masing masing pihak sebagai akibat hukum dari perjanjian yang dibuatnya. Akan tetapi didalam praktek yang terjadi adalah didalam perjanjian antar Prinsipal dan Distributor, pihak prinsipal berada pada posisi yang lebih dominan dimana keadaan ini seringkali kurang menguntungkan bagi pihak distributor diantaranya adalah dalam hal pemutusan perjanjian distributor (distributor termination agreement) secara sepihak oleh prinsipal pada saat perjanjian belum berakhir ataupun perpanjangan atas perjanjian distributor yang tidak dilakukan Definisi distributor
sendiri tidak dapat diketemukan didalam kamus
hukum negara kita, akan tetapi terdapat pegertian “Distributor” didalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No 21/M-DAG/PER/6/2008 Tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian
10
didalam Ketentuan Umum Pasal 1 menyebutkan pengertian Distributor adalah sebagai berikut : “Distributor adalah usaha perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum ataupun bukan badan hukum yang ditunjuk oleh produsen berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli (SPJB) untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penyaluran, dan penjualan Pupuk Bersubsidi dalam partai besar di wilayah tanggung jawabnya untuk dijual kepada Petani dan /atau Kelompok Tani melalui Pengecer yang ditunjuknya” Meskipun Keputusan Menteri tersebut terbatas mengenai penyaluran pupuk bersubsidi, akan tetapi pengertian distributor termaksud dapat diterapkan sebagai pergertian distributor secara umum didalam hubungan kerja antara Prinsipal dan Distributor didalam bidang usaha lainnya. Sedangkan menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), pengertian Distributor adalah perusahaan/pihak yang ditunjuk oleh prinsipalnya untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipalnya dalam wilayah tertentu untuk jangka waktu tertentu, tetapi bukan sebagai kuasa prinsipal. Distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya, akan tetapi bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam melakukan kegiatannya sehari hari.
Distributor harus membeli barang-barang yang telah diperjanjikan dari
prinsipalnya, dan kemudian ia harus menjualnya kepada para pembeli (toko ataupun konsumen) yang berada di dalam wilayah kerja yang telah diperjanjikan oleh prinsipal dan distributor sebelumnya. Segala akibat hukum yang timbul (selain dikarenakan kesalahan yang nyata nyata merupakan tanggung jawab
11
prinsipal) atas kegiatan sehari hari dari distributor beserta seluruh teamnya akan menjadi tanggung jawab distributor itu sendiri. Perjanjian distributor tidak diatur secara khusus dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata (KUHPerdata), akan tetapi mengingat bahwa distributor dan prinsipal adalah lembaga yang menjalankan usaha dan perusahaan, maka segala bentuk kegiatan dan kerjasamanya harus selalu diawali dengan perjanjian. Pada dasarnya hubungan distributor dengan prinsipal diatur dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 tentang Jual Beli Pada Umumnya . 1 Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang Perikatan / Perjanjian terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Tentang Perikatan Bab I sampai dengan Bab IV, dapat diberlakukan pula didalam perjanjian antara Prinsipal dan Distributor selama tidak diperjanjikan lain didalam Perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak. Perjanjian Distributor berbeda dengan Perjanjian Keagenan, adapun beberapa perbedaannya adalah : 1. Hubungan Kerja sama a. Agen dalam kegiatannya bertindak untuk dan atas nama dari Prisipal b. Distributor bertindak untuk dan atas nama diri sendiri
1
BPHN Departemen Kehakiman, Laporan Pengkajian Tentang Beberapa Aspek Hukum Perjanjian Keagenan dan Distribusi, 1992/1993, hlm 19
12
2. Penyediaan Barang a. Agen tidak diwajibkan memiliki persediaan barang secara standard, b. Distributor harus menyediakan stock barang dengan kalkulasi yang ditetapkan dalam perjanjian kerjasama 3. Infra Strukture / Sarana Pendukung a. Agen tidak memerlukan sarana pendukung yang terlalu banyak, b. Distributor harus menyediakan sarana pendukung sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh pihak prinsipal 4. Keuntungan a. Agen mendapat keuntungan berdasarkan bonus dari penjualan yang didapatkannya, b. Distributor mendapatkan keuntungan berdasarkan selisih antara harga beli dan harga jual, setelah dipotong dengan biaya biaya operasionalnya. 5. Pembayaran a. Agen tidak menerima pembayaran langsung dari pelanggan, b. Distributor menerima pembayaran langsung dari pelanggan 6. Pengiriman Barang a. Agen biasanya tidak mengirimkan barang secara langsung kepada pelanggan, b. Distributor mengirimkan barang atau produk secara langsung kepada pelanggan
13
7. Resiko a. Resiko agen terhadap pembayaran dan kerugian relatif rendah, b. Distributor memiliki resiko bad debt dari pelanggan, dan hal ini tidak mempengaruhi kewajiban bayar dari distributor kepada prinsipal 8. Investasi a. Agen tidak terlalu besar dalam mengeluarkan investasinya, b. Distributor harus menyiapkan investasi yang cukup besar, baik untuk infra struktur maupun untuk keperluan lainnya. Secara yuridis Perjanjian Distributor ini adalah merupakan kontrak dagang atau jual beli beserta segala akibat hukumnya didalam transaksi antara Prinsipal dengan distributor. Kontrak dagang merupakan perjanjian yang dibuat secara tertulis oleh para pihak pada obyek dagang tertentu berupa barang dan jasa.
Kontrak dagang
merujuk pada pemikiran akan adanya keuntungan komersial yang diperoleh para pihak, sedang perjanjian dapat berarti perjanjian sosial yang belum tentu menguntungkan para pihak. 2 Perjanjian distributor (Distributor Agreement) antara Prinsipal dan Distributor merupakan suatu instrumen bisnis yang saling mengikat para pihak, dan bentuk perjanjiannya merupakan perjanjian yang tertulis.
2
Etty Susilowati, Tahapan pada Pembuatan Kontrak Bisnis, Pelatihan IKM, 24 Juli 2005
14
Pada hakekatnya didalam setiap Perjanjian Kerjasama, dibuat dan dipahami sebagai suatu ketentuan dan persyaratan yang disepakati oleh para pihak yang merupakan hasil dari perundingan, negosiasi dan kesepakatan antar pihak yang membuatnya. Seperti didalam setiap perjanjian lainnya, maka didalam pembuatan Perjanjian Distribusi ini pun diperlukan adanya keseimbangan posisi antar pihak sesuai dengan azas kebebasan berkontrak untuk mencapai tujuannya bila para pihak memiliki bargaining position yang seimbang.3 Akan tetapi didalam prakteknya, bentuk perjanjian kerjasama distribusi antara prinsipal dan distributor dibuat dalam perjanjian yang berbentuk baku (Standardized Contract) yang format dasarnya beserta kondisi kondisi dibuat sepihak oleh Prinsipal serta pihak distributor tidak mempunyai kesempatan untuk bernegosiasi atau merubah isi perjanjian seperti yang diinginkannya, sehingga secara yuridis maupun secara ekonomi sebenarnya distributor berada pada posisi yang lemah. Peran distributor yang sangat penting didalam memastikan keberhasilan suatu produk serta besarnya resiko yang harus dihadapi oleh distributor, seringkali tidak tercermin dari proses pembuatan kerjasama distribusi maupun dari isi yang terkadung didalam setiap perjanjian kerjasama distribusi tersebut. Dalam kondisi tertentu, sangat dimungkinkan seorang distributor yang baru menanamkan investasi sesuai dengan tuntutan prinsipal, perjanjian 3
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia Seri Hukum Perbankan, 1993, hlm 8
15
distributor yang masih berlaku dihentikan sepihak oleh prinsipal dengan alasan yang sering kali tidak berada dibawah kendali distributor secara langsung. Bertitik tolak dari uraian di atas maka Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DISTRIBUTOR ATAS PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJA SAMA SECARA SEPIHAK YANG DILAKUKAN OLEH PRINSIPAL”
B. Perumusan masalah Atas dasar uraian Latar Belakang di atas maka permasalahan yang timbul didalam perjanjian kerjasama distribusi (Distributor Agreement) adalah: “Bagaimanakah Perlindungan hukum bagi distributor atas pemutusan kerjasama sepihak berdasarkan kondisi kondisi yang
tidak dicantumkan
secara jelas didalam perjanjian kerjasama antara Prinsipal dan Distributor atau kondisi yang tidak berada dibawah kendali distributor ?”
C. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperjelas serta mengetahui beberapa hal sebagai berikut : 1. Kekuatan hukum dari perjanjian distributor dengan melihat aturan-aturan hukum yang berlaku saat ini, 2. Keseimbangan hak dan kewajiban dari para pihak,
16
3. Mengetahui dasar atau alasan yang digunakan oleh prinsipal didalam melakukan pemutusan perjanjian distributor secara sepihak. 4. Dampak pemutusan hubungan kerjasama sepihak oleh prinsipal terhadap distributor
D. Manfaat penelitian Dari hasil penelitian serta penulisan tesis ini, diharapakan akan dapat memberikan gambaran jelas serta memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis, yaitu : 1. Teoritis a. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang hukum perjanjian, khususnya didalam perjanjian kerjasama distribusi, b. Sebagai tambahan pengetahuan dan literatur dalam materi hukum perjanjian distribusi bagi akademisi maupun pihak lainnya yang tertarik didalam mempelajari aspek aspek hukum yang timbul dari perjanjian distributor, khususnya untuk distributor barang-barang kebutuhan sehari-hari (Consumer Goods) 2. Praktis Bagi pengusaha ataupun pihak lain yang akan memasuki usaha distribusi, penelitian ini dapat dijadikan acuan atau landasan berpikir dan menentukan sikap sebelum melakukan atau menanda tangani perjanjian kerjasama distribusi.
17
E. Keaslian penelitian Berdasarkan penelusuran baik kepustakaan ataupun selama proses pembuatan tesis ini dimana penulis mencari informasi dari nara sumber yang ada, Tesis dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DISTRIBUTOR ATAS PEMUTUSAN PERJANJIAN KERJA SAMA SECARA SEPIHAK YANG DILAKUKAN OLEH PRINSIPAL”, belum pernah dilakukan sebelumnya.