BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki buruh dengan jumlah yang besar. Semakin berkembangnnya industri dalam suatu negara maka jumlah buruh pun semakin meningkat. Begitu pula dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka semakin bertambah pula jumlah buruh. Buruh, pekerja, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya merupakan manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada pemberi kerja atau pengusaha atau majikan. Pada dasarnya, buruh, pekerja, tenaga kerja maupun karyawan adalah sama namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja, tenaga kerja dan karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. Akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini memiliki arti yang sama yaitu Pekerja. Hal ini terutama merujuk pada Undang-Undang No.25 tahun 1997, tentang ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang pria atau wanita yang sedang, dalam dan atau akan melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar hubungan kerja, guna
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi keperluan masyarakat di dalam undang-undang no.25 tahun 1997 pasal 1, ayat 1, angka 2 (Asri Wijayanti:2009). Semakin banyaknya jumlah buruh yang ada maka masalah buruh menjadi masalah yang sering terjadi dan tidak pernah selesai hingga saat ini dan bahkan semua negara di dunia mengalami hal yang sama tentang gejolak dari para buruh. Buruh pada dasarnya melakukan pemberontakan ketika ia merasa tidak adil dalam pekerjaannya dan ketika hak-haknya sebagai manusia dan sebagai buruh harus dirampas oleh penguasa ataupun bagi orang-orang yang memiliki kepentingan didalam sistem Kapitalis. Buruh yang sedemikian banyaknya memiliki permasalahan yang berbeda-beda tergantung dengan tidak terealisasinya hak-hak normatif yang dimiliki oleh setiap buruh. Hak normatif buruh tersebut mencakup hak untuk mendapatkan upah seperti upah lembur, UMK, upah hari libur dan upah berkala. Lalu ada hak jaminan kesehatan, jaminan hari tua, cuti haid,
cuti
melahirkan dan hak untuk berserikat. Hak-Hak normatif tersebut diatur dalam UU no 13 tahun 2003. (Bahder:2004) Pada hak-hak buruh tersebut walaupun sudah disahkan dalam UU, tetap saja memiliki hambatan dari elit berkuasa. Buruh diidentikkan dengan kondisi ketidakadilan, kebobrokan dan kemelaratan. Dengan adanya kondisi ketidakadilan tersebut maka muncullah permasalahan-permasalahan buruh. Abdulah (2008), permasalahan perburuhan di Indonesia sendiri mengalami peningkatan dari masa ke masa. Perampasan hak-hak manusiawi ( sosial, ekonomi, dan politik ) buruh secara umum selalu terjadi sepanjang sejarah perburuhan. Indonesia sendiri sejak kemerdekaan
berlangsung,
masih
saja
mengalami
problematika
dalam
ketidakadilan. Bangsa-bangsa asing masih berperan untuk memonopoli terhadap
kepemilikan yang ada di Indonesia. Akibat perekonomian yang terus-menerus dikuasai pihak asing menimbulkan sebagian besar rakyat mengalami kelaparan sehingga buruh melakukan mogok. Bersamaan dengan ketidakadilan tersebut, muncullah suatu tindakan yang dilakukan buruh untuk menuntut hak-hak normatif tersebut. Namun semua tuntutan tersebut tidak dapat terwujud apabila hanya diperjuangkan sendiri saja. Hal inilah yang membuat Buruh pun sadar dan memilih membentuk suatu organisasi yang merupakan gerakan sosial sebagai tempat mereka bersatu dan sama-sama menyuarakan apa yang menjadi masalah mereka agar buruh menjadi kuat ketika mereka akan menuntut. Gerakan sosial merupakan hal mendasar sebagai wadah para buruh menyampaikan aspirasinya. Dalam buku perubahan sosial oleh Nanang (2011), ia menjelaskan bahwa gerakan sosial merupakan suatu aliansi sosial sejumlah besar orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat. Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan atau kepentingan bersama. Gerakan sosial ditandai dengan adanya tujuan jangka panjang yaitu untuk mengubah ataupun mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Dalam gerakan sosial, buruh membuat suatu wadah yang dinamakan dengan serikat buruh. Munculnya serikat buruh adalah pada tingkat awal kapitalisme. Bertolak dari kepentingan langsung untuk perbaikan syarat-syarat ekonomi dan sosial bagi kehidupan kaum buruh. Kaum buruh menyatukan diri dalam wadah organisasi berupa serikat buruh. Di dalam masyarakat kapitalis, penitingnya menyatukan diri adalah karena kaum buruh menghadapi kekuatan-kekuatan yang berpotensi lebih unggul daripada mereka sendiri. Hingga pada masa reformasi, serikat-setikat buruh mulai bertambah. Akan
tetapi terdapat fakta bahwa serikat-serikat pekerja, sebagaimana juga partai politik memiliki agenda-agenda tersembunyi yang tentu aja berujung pada kekuasaan dibalik visi dan misinya untuk memperjuangkan pekerja. Kuatnya suatu organisasi serikat buruh tergantung pada bagaimana para anggotanya peduli dan sadar akan pentingnya suatu organisasi pekerja. Organisasi pekerja menjadi keberlanjutan dari bentuk perjuangan kaum buruh. Dalam Bahder (2004) serikat pekerja maupun serikat buruh didirikan secara bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab oleh pekerja atau buruh untuk memperjuangkan kepentingan buruh maupun keluarganya. Dalam pembentukan Serikat Pekerja atau Serikat Buruh dapat menggunakan nama yang berbeda seperti perkumpulan pekerja atau perkumpulan buruh, organisasi pekerja atau organisasi buruh sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-Undang. Serikat buruh berfungsi sebagai sarana untuk memperjuangkan, melindungi, membela kepentingan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja atau buruh serta keluarganya. Tujuan dari dibentuknya serikat buruh adalah: 1. Melindungi dan membela hak-hak serta kepentingan pekerja atau buruh. 2. Menghimpun serta mempersatukan kaum pekerja untuk mewujudkan rasa kesetiakawanan dan tali persaudaraan sesama kaum pekerja atau buruh, dan 3. Meningkatkan partisipasi dan tanggung jawab kaum pekerja atau buruh di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam usaha pembangunan.
Serikat buruh tersebut merupakan bentuk dari gerakan sosial yang dilakukan oleh buruh. Gerakan sosial buruh merupakan istilah yang digunakan secara luas dalam menjelaskan dinamika organisasi kolektif para buruh dalam rangka menuntut perbaikan nasib mereka kepada para elit penguasa dan kebijakan-kebijakan perburuhan yang pro buruh dan adil. Gerakan sosial buruh memiliki 4 kategori diantaranya: 1. Gerakan sosial buruh yang berorientasi untuk mensejaterahkan para anggotanya sehingga para anggotanya mendapatkan keuntungan. 2. Gerakan sosial buruh yang bertujuan untuk melakukan tawar-menawar secara kolektif sehingga mereka dapat bernegosiasi dengan para pengusaha mengenai upah dan kondisi kerja yang manusiawi. 3. Gerakan sosial buruh yang berorientasi untuk melakukan tindakan perlawanan seperti unjuk rasa,boikot,sabotase dan pemogokan. 4. Gerakan sosial buruh yang berorientasi pada aktivitas politik. Gerakan ini bertujuan untuk mewujudkan legislasi yang adil untuk para buruh. Gerakan ini biasanya berwujud partai politik. (Nanang: 2011) Gerakan sosial hingga saat ini semakin berkembang dan menghasilkan reposisi gerakan buruh. Gerakan sosial buruh di Indonesia berdiri pada tahun 1878 dan pada masa ini gerakan sosial buruh telah memiliki perkembangan yang pesat karena adanya 4 kategori gerakan sosial yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut. Gerakan sosial yang berorientasi pada organisasi mencapai jumlah sebanyak 1.446 bagian. Seperti misalnya Serikat Buruh Muslim Indonesia (SARBUMUSI), Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBI) dan banyak lainnya. Akan tetapi setiap gerakan-gerakan sosial yang ada di Indonesia ini pun kemudian
dipersatukan dengan membentuk Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). (Bahder:2004) Di Sumatera Utara sendiri, konflik antara buruh dan pihak pengusaha sering terjadi. Perkebunan merupakan salah satu wadah perusahaan yang sering terlibat konflik baik itu dari segi sengketa tanah maupun upah. Konflik diperkebunan didominasi oleh
masyarakat
suku
Jawa
yang
datang
ke
Sumatera
sebagai kuli kontrak. Dalam jurnal (D.Syahpani,2010 repository.usu.a c.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf , tentang datangnya orang Jawa ke Sumatera) terjadinya arus migrasi penduduk yang deras dari
pulau
Jawa
untuk
menjadi
kuli
kontrak
di
Sumatera
berlangsung menjelang terjadinya depresi ekonomi dunia. Para penduduk miskin di Jawa yang terutama berada di desa-desa terpencil, dibawa ke Sumatera untuk di jadikan pekerja di sejumlah perkebunan di wilayah tersebut. Bersamaan dengan pesatnya pembukaan lahan baru untuk perkebunan tembakau, tahun 18901920 adalah era dimana masuknya gelombang kuli untuk bekerja di perkebunan tembakau swasta milik Belanda datang secara besar-besaran.
Para
kuli
yang
disebut
kuli
kontrak
adalah
kebanyakan dari Jawa. Kebanyakan dari mereka tertipu oleh bujukan para agen pencari kerja yang mengatakan kepada mereka bahwa Deli adalah tempat dimana pohon yang berdaun uang (metafor dari tembakau). Dijanjikan akan kaya raya namun
kenyataannya mereka dijadikan budak. Selama puluhan tahun mereka menjalani kehidupan yang sangat tidak manusiawi, upah yang sangat rendah, perlakuan kasar majikan. Orang-orang asing berlomba menanamkan modal ke Sumatera Timur. Oleh karena sulit mendatangkan buruh Cina dan India ke Sumatera Timur, maka kuli kontrak didatangkan dari Jawa. Selain itu, upah para buruh Jawa lebih rendah dari pada buruh Cina yang pada waktu itu juga merupakan kuli kontrak. Kesadaran akan perbedaan status dan upah antara pribumi yaitu suku Jawa dan nonpribumi yaitu Cina yang membuat terjadinya konflik buruh di perkebunan yang didominasi oleh suku Jawa. Mereka merasa terjadi ketimpangan sosial sebagai WNI karena kesenjangan upah tersebut. Kesadaran akan kesenjangan inilah yang membuat konflik itu muncul dan menghasilkan suatu gerakan. Berdasarkan pengamatan dilapangan, peneliti lebih tertarik untuk mengamati konflik yang ada di PTPN II. Kita dapat melihat bahwa PTPN II merupakan perusahaan yang banyak memiliki konflik yang terdapat diberbagai tempat seperti di Kabupaten Langkat, Binjai dan Kabupaten Deli Serdang. Di Kabupaten Deli Serdang sendiri, konflik yang paling sering terjadi yaitu di daerah Tanjung Morawa dan Batang Kuis. Untuk itulah maka Peneliti memilih kawasan Batang Kuisi sebagai objek penelitian.
Di Batang Kuis merupakan wadah dari gerakan sosial sebagai bentuk perlawanan terhadap PTPN II yaitu HIPPMA ( Himpunan Pensiunan Maju Bersama ). Organisasi ini sama dengan organisasi yang lainnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan apa yang menjadi hak-hak pekerja. Tetapi perbedaannya adalah dimana organisasi ini berorientasi pada hak pensiunan buruh PTPN II. Ribuan pensiunan PT Perkebunan Nusantara II di Sumatera Utara yang tergabung dalam Himpunan Pensiunan Perkebunan Maju Bersama ( HIPPMA ) menuntut hak kepemilikan rumah, tanah, Santunan Hari Tua ( SHT ), upah dan pekarangan kebun sayur yang puluhan tahun sudah mereka tempati. Mereka berunjuk rasa di Kantor DPRD Sumut, Kantor Gubernur Sumut, dan Kantor PTPN II di Tanjung Morawa. Pensiunan turun ke jalan dipicu surat direksi PTPN II yang meminta pengosongan rumah dinas ditambah ancanam akan dilaporkan kepada yang berwajib. Sebelumnya, pada tahun 2002 PTPN II pernah berjanji untuk mendistribusikan tanah seluas 558,35 hektar untuk pensiunan PTPN II eks PTPN IX, namun hingga kini belum ada realisasinya. Keputusan itu dikuatkan dengan SK BPN nomor 42, 43, 44/HGU/BPN/2002 tanggal 29 November 2002. Kondisi para pensiunan buruh PTPN II ini memang mengkhawatirkan dimana ada 6.070 kepala keluarga yang terancam tergusur dari rumah pondok PTPN II. Kondisi seperti ini menjadi dilema tersendiri bagi para pensiunan dimana mereka diperhadapkan pada keadaan yang sulit. Pada kenyataannya, HIPPMA masih berupaya keras dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan buruh tetapi masih terombang-ambing padahal kehadiran gerakan sosial ini seyogiyanya dapat menjadi penghubung dalam penyelesaian masalah sehingga mencapai suatu
kesepakatan diantara dua pihak.Sampai sekarang organisasi HIPPMA masih terus berjuang untuk mendapatkan hak-hak mereka. Dengan melihat realita ini, penulis tertarik untuk mendeskripsikan tentang peran dari gerakan sosial HIPPMA ini sehingga mampu menjadi pejuang hak pensiunan buruh.
1.2 Rumusan Masalah Dalam sebuah peneilitian harus memiliki batasan-batasan permasalahan yang harus diamati maupun diteliti sehingga penelitian tersebut dapat terfokus dalam suatu permasalahan yang dapat diselesaikandan peneliti tidak lari dari jalur yang telah ditetapkan. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana bentuk strategi gerakan sosial HIPPMA dalam memperjuangkan hak-hak pensiunan PTPN II ? 2. Apa saja yang menjadi kendala maupun hambatan yang diperoleh selama proses gerakan HIPPMA? 3. Apa hasil yang diperoleh dari gerakan sosial tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana peran dari gerakan sosial HIPPMA tersebut yang berdampak bagi kesejahteraan para pensiunan buruh dengan usaha mengembalikan hak-hak mereka di Desa Tanjung Sari,Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian merupakan sesuatu yang diharapkan ketika sebuah penelitian telah selesai dilaksanakan. Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa sosiologi dan setiap orang yang membaca hasil penelitian ini memahami bagaimana sebenarnya gerakan sosial pensiunan buruh selama ini, serta dapat menambah referensi hasil penelitian bagi peneliti selanjutnya yang mengkaji persoalan terkait dengan penelitian ini. 1.4.2
Manfaat Praktis Rangkaian kegiatan penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan dan kemampuan berfikir peneliti dalam menyusun karya tulis ilmiah, serta hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait seperti para buruh, masyarakat dan pemerintah Kabupaten Deli Serdang dalam pengambilan kebijakan.
1.5 Definisi Konsep 1.5.1 Gerakan sosial Gerakan sosial pada hakekatnya merupakan hasil perilaku kolektif, yaitu sebuah perilaku yang dilakukan bersama-sama oleh sejumlah orang yang tidak bersifat rutin dan perilaku mereka merupakan hasil tanggapan atau respon terhadap rangsangan tertentu. Gerakan sosial ini sifatnya lebih terorganisir dan lebih memiliki tujuan dan kepentingan bersama dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elit, lawan dan penguasa hingga mencapai suatu hak yang sedang diperjuangkan. 1.5.2
Hak Hak merupakan segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap
orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Hak memiliki pengertian tentang sesatu hal yang benar, milik kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu ( karena telah ditentukan oleh undangundang, aturan dan sebagainya), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Tetapi dari pengertian tersebut, hak tidak selalu bersifat absolut karena suatu hak akan kalah oleh alasan atau keadaan tertentu lainnya yang dapat menggugurkan posisi hak tersebut. 1.5.3
Pensiunan Buruh
Usia pensiun pada dasarnya telah ditentukan dalam peraturan internal
perusahaan
atau
diperjanjian
kerjasama.
Sebagian
besar
perusahaan di Indonesia menentukan usia pensiunan kerja adalah 55 tahun. Para pekerja yang memasuki usia pensiun berhak atas imbalan santunan hari tua dan pesangon secara berkelanjutan sampai ia meninggal.