BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Stroke
masih
merupakan
suatu
perhatian
mayoritas
dalam
kesehatan
masyarakat. Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker dan juga mengakibatkan disabilitas jangka panjang. Terdapat variasi angka insidensi dan outcome stroke diberbagai negara. Insidensi stroke di Asia umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika Serikat dan juga lebih banyak terjadi pada negara Eropa bagian timur dibandingkan bagian barat. Angka Insidensinya bervariasi dari 660/100.000 pria di Rusia sampai 303/100.000 pria di Swedia (Ali dkk,2009; Carandang dkk, 2006; Goldstein dkk, 2006). Setiap tahunnya, 795.000 orang mengalami kejadian stroke yang baru atau rekuren. Lebih kurang 610.000 orang diantaranya mengalami serangan pertama dan 185.000 orang merupakan rekuren. Insiden stroke pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan pada usia lebih muda, tetapi tidak demikian halnya pada usia tua. Rasio insiden pria terhadap wanita pada usia 55-64 tahun adalah 1,25, pada usia 65-74 tahun adalah 1,50, pada usia 75-84 tahun adalah 1,07 dan pada usia ≥ 85 tahun adalah 0,76 (Carnethon dkk, 2009). Di Indonesia, penelitian berskala cukup besar pernah dilakukan oleh ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 Rumah Sakit (RS) seluruh Indonesia. Studi epidemiologi stroke ini bertujuan untuk melihat profile klinis stroke dimana dari 2065 pasien stroke akut, dijumpai rata-rata usia adalah 58,8 tahun (range 18-95 tahun) dengan kasus pada pria lebih banyak dari pada wanita. Rata-rata waktu masuk ke RS adalah lebih dari 48,5 jam (range 1-968 jam) dari onset. Rekuren stroke dijumpai hampir pada 20% pasien dan frekuensi stroke iskemik adalah yang paling sering terjadi (Misbach dkk, 2007) .
Usaha preventif dan terapi infark iskemik yang tepat membutuhkan usaha untuk mendeteksi mekanisme timbulnya iskemik pada tiap-tiap individu. Disini neurovaskular ultrasound memiliki peran penting pada pasien stroke iskemik. Transcranial Doppler merupakan metode non invasive yang cepat, aman, akurat dan lebih murah dalam Universitas Sumatera Utara
mengevaluasi sistem vaskular untuk penyebab potensial iskemik. Meskipun begitu, hasil pemeriksaan TCD dapat dipengaruhi oleh faktor hemodinamik (seperti panjang dan area potong lintang pembuluh darah (PD), perbedaan tekanan pada PD dan viskositas darah) dan faktor lainnya (seperti usia, jenis kelamin,tekanan parsial oksigen dan karbon dioksida, temperatur tubuh, dan beberapa perubahan fisiologis) secara signifikan. Laporan sebelumnya melaporkan adanya penurunan kecepatan aliran dan peningkatan pulsasity indices (PI) berdasarkan usia dengan rata-rata penurunan sekitar 0,3-0,5% pertahun pada usia 20-70 tahun ( (Neumyer dkk, 2004; Isikay dkk, 2005). Dari suatu penelitian retrospektif, ditemukan bahwa aliran darah yang diukur dengan TCD secara signifikan dipengaruhi oleh level hematokrit dan usia dimana pada analisis statistik diketahui bahwa level hematokrit memiliki hubungan terbalik terfadap mean flow velocity (MFV) dan usia memiliki hubungan terbalik yang sedang dengan MFV dan korelasi positif terhadap PI. Mean flow velocity sendiri ditemukan memiliki korelasi positif yang kuat dengan peak systolic velocity (PSV) dan kolerasi negative dengan pulsasity index (PI) (Isikay dkk,2005). Macko dkk (1993), pada studi cohort, mengevalusi kontribusi dari faktor usia, oksigenasi dan hemorheologikal terhadap kecepatan aliran darah MCA pada dewasa dengan gagal ginjal kronik yang memiliki profile hematologi yang signifikan berfluktuasi. Studi ini menunjukkan bahwa Usia, peningkatan viskositas dan kandungan oksigen pada arteri memiliki hubungan terbalik terhadap kecepatan aliran darah pada MCA. Usia merupakan prediktor yang paling mempengaruhi velocity, dimana diperkirakan terdapat sekitar 37% varian dengan menggunakan analisis simple regression. Perubahan intraindividual pada kandungan oksigen dalam arteri menjelaskan hampir 54% varian antara studi. Analisa multiple regresi menunjukkan bahwa inklusi variabel tambahan tidak dapat menambah varian velocity kecuali perubahan kandungan oksdigen dalam arteri sendiri. Disimpulkan bahwa usia dan kandungan oksigen dalam arteri merupakan penentu varian interindividual dan intraindividual kecepatan aliran darah yang penting. Ameriso dkk (1990) melakukan suatu studi Cohort pada 42 subjek berusia 63-86 tahun yang sehat tanpa ada gangguan hematologi atau gejala serebrovaskular untuk melihat hubungan antara faktor hematologi dan kecepatan aliran darah pada MCA Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan TCD. Mereka menemukan hubungan terbalik yang signifikan antara mean velocity dan level konsentrasi hematokrit dan fibrinogen. Kedua variable ini ditemukan berhubungan secara independen terhadap velocity. Baracchini dkk (2000) melakukan studi dengan tujuan mengevaluasi nilai prognostik TCD pada stroke iskemik akut ketika keputusan terapi utama harus dipilih. Mereka menemukan bahwa total anterior circulation infarct dan abnormal TCD memiliki hubungan yang signifikan dengan rata-rata mortalitas yang tinggi dan outcome yang buruk (BI ≤ 60). Dari uji regresi logistik didapatkan bahwa baseline TCD yang normal sebagai prediktor yang indepeden terhadap outcome jangka panjang yang baik dan tidak dijumpainya aliran pada middle cerebri artery sebagai prediktor disabilitas dan mortalitas. Mereka menyimpulkan bahwa temuan TCD memiliki peranan yang penting terhadap prognosis anterior circulation stroke dan juga sebagai pemandu dalam terapi intervensi. Jam-jam awal setelah stroke akut adalah penting, karena pada waktu tersebutlah merupakan waktu yang paling penting untuk efektivitas dari intervensi. Sehinga sangat di tekankan pentingnya untuk menentukan faktor prognostik secepat mungkin. Banyak studi yang telah menyoroti pentingnya prognostik dari berbagai parameter laboratorium. (Chammoro dkk, 1995; Bhatia dkk, 2004, ) Suatu studi prospektif meneliti mengenai peranan nilai prognostik klinikal rutin, parameter hematologikal dan biokimiawi termasuk agregasi platelet terhadap fatalitas 30 hari stroke akut. Pada analisis univariate diperoleh total leucocyte count (TLC) (11614,44±3789,52/mm3), erythrocyte sedimentation rate (ESR) (32,20±13,78 mm/jam), urea (70,66±72,47 mg/dl), kreatinin (2,07±2,25 mg/dl), SGOT (55,05±83,46 lU/L), SGPT (39,58±36,54 lU/L) dan level globulin (3,79±0,70 g/dl) memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome yang buruk. Dari uji regresi logistik yang dilakukan pada parameter yang bermakna tersebut, diketahui bahwa serum kreatinin, SGPT, ESR dan TLC yang tinggi berhubungan dengan prognosis mortalitas. Platelet telah diketahui memiliki peranan pada patogenesis komplikasi aterosklerosis dan pembentukan thrombus. Mean platelet volume (MPV) merupakan sebuah marker untuk fungsi platelet yang berukuran besar yang mengandung granul yang lebih tebal dan memproduksi tromboksan A2. Pada suatu studi potong lintang Universitas Sumatera Utara
ditemukan bahwa peningkatan MPV memiliki hubungan independent dengan outcome kejadian iskemik serebrovaskular akut yang buruk tetapi tidak dengan dijumpai hubungannya dengan level platelet count. (Greissenegar dkk, 2004). Chamorro dkk (1995) melakukan penelitian mengenai prediktor klinis awal secara prospektif terhadap fungsional outcome jangka pendek pada pasien stroke iskemik. Dari analisa univariat ditemukan bahwa usia >65 tahun, jenis kelamin wanita, Admission Mathew Score <75, perburukan klinis, volume infark > 6 cm3, komplikasi infeksi, kadar gula darah (KGD) puasa >110mg/dl, KGD adrandom >130mg/dl dan peningkatan ESR memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome yang buruk. Dengan menggunakan analisa regresi logistik, didapatkan bahwa skor Mathew, volume infark, status klinis, dan
ESR sebagai model prediktif outcome stroke dengan
sensitivitas 89,91% dan spesifisitas 85,71% dan setelah mengeluarkan informasi yang diperoleh dari computed tomographis (CT) dari model tersebut, didapatkan sensitivitas sebesar 94,29% dan spesifisitas 83,05%. Diamond dkk (2003) melakukan studi untuk melihat hubungan level inisial hematokrit dengan outcome pada pasien stroke iskemik. Mereka menemukan bahwa dari 1012 sampel stroke iskemik, 58% pulang ke rumah, 10% pulang ke rumah dengan home care services, 15% dirawat di RS rehabilitasi, 11% dirawat di intermediate care facility dan 6% yang meninggal. Setelah diadjust faktor usia, jenis kelamin, ras dan komorbiditas, dijumpai hubungan yang bermakana antara outcome ketika keluar RS dan inisial level hematokrit. Probabilitas untuk outcome yang kurang baik akan meningkat pada level hematokrit yang tinggi maupun yang rendah. Huang dkk (2008) melakukan studi prospektif untuk mengetahui faktor prediktif outcome klinis dan rekuren stroke pada pasien stroke iskemik yang berhubungan dengan unilateral aterosklerosis yang mengakibatkan oklusi internal carotid artery (ICA). Mereka menemukan bahwa usia tua, total anterior circulation syndrome (TACS), stroke in evolution dan pneumonia merupakan prediktor outcome fungsional yang buruk. Riwayat TIA sebelumnya dan anemia merupakan merupakan prediktor mortalitas dan rekuren stroke dalam 2 tahun. Bagg dkk (2002) melakukan studi untuk mengidentifikasi pengaruh usia pada fungsional outcome yang diukur dengan menggunakan Functional Independence Universitas Sumatera Utara
Measure (FIM) sebelum mengadopsi sistem yang membatasi penggunaan rehabilitasi berdasarkan usia. Skor FIM terdiri dari: global score (full scale), 2 domain kognitif dan motorik, dan 6 subskala (self care, mobilitas, kemampuan untuk bergerak, spingter, kognisi sosial dan komunikasi). yang dapat dipresentasikan dalam 3 cara yang berbeda. Pada 2 outcome pertama diukur status fungsional pada saat keluar RS dan perubahan fungsional outcomenya. Outcome ketiga yang diukur adalah skor motorik FIM pada saat keluar RS. Mereka menemukan bahwa faktor usia sendiri merupakan prediktor yang bermakna terhadap skor total FIM dan motorik FIM pada saat keluar RS, tetapi tidak pada perubahan skor FIM. Untuk skor total FIM dan motorik pada saat keluar RS, terdapat 3% pengaruh faktor usia terhadap variasi outcome
dan 1,3%
terhadap variasi fungsional outcome setelah faktor prediktor lainnya diadjust. Studi ini menyimpulkan bahwa hanya sedikit dari variasi outcome yang dapat dijelaskan oleh faktor usia, sehingga diduga bahwa tidak terdapat alasan yang kuat untuk menolak rehabilitasi pasien dengan alasan faktor usia.
I.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut : Bagaimanakah efek parameter hematologi rutin dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD dan hubungannya dengan outcome pada pasien stroke iskemik akut
I.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : 1.1.1 Tujuan umum: Untuk mengetahui efek parameter hematologi dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD dan hubungannya dengan outcome pada pasien stroke iskemik akut
Universitas Sumatera Utara
1.1.2 Tujuan Khusus : 1. Untuk mengetahui efek parameter hematologi dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD dan hubungannya dengan outcome pada pasien stroke iskemik akut 2. Untuk mengetahui hubungan hasil pemeriksaan TCD dengan outcome pada pasien stroke iskemik akut 3. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografik, parameter hematologi rutin dan hasil pemeriksaan TCD pada MCA dan ICA pada penderita stroke iskemik akut di RSUP H. Adam Malik Medan
I.4 Hipotesis Terdapat pengaruh dari perameter hematologi rutin dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD dan hubungannya dengan outcome pada pasien stroke iskemik
I.5 Manfaat Penelitian Dengan mengetahui adanya efek parameter hematologikal rutin dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD dan hubungannya dengan outcome pasien stroke iskemik akut, dapat dijadikan bahan pertimbangan terhadap perolehan hasil pemeriksaan TCD, dan terhadap perencaan terapi yang lebih baik serta dalam menentukan outcome pada pasien stroke iskemik akut yang dirawat di bangsal neurologi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik.
Universitas Sumatera Utara