1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem reproduksi manusia dan berbagai faktor yang berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini terkait dengan adanya berbagai jenis kelainan perkembangan seksual yang banyak ditemukan di masyarakat. Gangguan pada sistem ini akan membawa dampak besar pada kehidupan seksual maupun psikologis anak di masa yang akan datang. Sehingga upaya untuk menemukan terapi efektif dengan didasari oleh pengetahuan tentang mekanisme perkembangan sistem reproduksi dan faktor-faktor yang terkait di dalamnya sangat diperlukan. Pertumbuhan panjang penis yang dapat diamati sejak lahir dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hormon testosteron merupakan salah satu faktor hormonal yang diduga berperan penting dalam pertumbuhan panjang penis. Sistem reproduksi normal akan tumbuh dan berkembang mengikuti suatu pola tertentu. Beberapa fase perkembangan dalam pola tersebut, akan meningkat secara bermakna pada usia-usia tertentu dari seorang anak. Perkembangan sistem reproduksi sudah terjadi sejak dalam kandungan yaitu pada masa gestasi sekitar 6-14 minggu ( Hughes, 2001 ). Perkembangan normal sistem ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase determinasi dan fase diferensiasi. Fase determinasi diartikan sebagai fase penentuan jenis gonad, sedangkan diferensiasi merupakan fase
2
terjadinya perkembangan genitalia interna dan genitalia eksterna yang sesuai dengan kromosom seks ( Tridjaja, 2010 ). Penis merupakan organ genitalia eksterna yang berkembang pada lakilaki. Kecepatan pertumbuhan penis meningkat secara bermakna pada 3 bulan pertama kehidupan seorang anak ( Boas, dkk., 2006 ). Selain faktor hormonal, terdapat beberapa faktor lain yang diduga berperan dalam pertumbuhan penis, di antaranya adalah usia kehamilan saat bayi lahir, berat badan, panjang badan, ras, genetik, reseptor androgen, faktor lingkungan dan status nutrisi ( Boas, dkk., 2006; Hanninen, dkk., 2010 ). Testosteron sebagai salah satu faktor hormonal yang berperan merangsang pertumbuhan penis pada laki-laki, dihasilkan oleh sel Leydig testis ( Ji, dkk., 2008 ). Kadar hormon ini bervariasi dan menunjukkan adanya 3 periode lonjakan yang terjadi sejak janin hingga seseorang tumbuh dewasa. Periode lonjakan pertama yaitu pada masa fetus kira-kira usia kehamilan 11 minggu. Pada periode ini testosteron berperan dalam diferensiasi genitalia interna & eksterna ( Tridjaja, 2010 ). Setelah itu kadar testosteron mulai menurun sampai akhirnya mengalami peningkatan kedua saat bayi lahir. Peningkatan testosteron pada periode kedua sampai saat ini masih belum diketahui fungsinya secara jelas. Peningkatan kadar testosteron ketiga terjadi pada periode pubertas yang berperan dalam proses pacu tumbuh serta menginduksi pertumbuhan seks sekunder ( Ji, dkk., 2008; Tridjaja, 2010; Hanninen, dkk., 2010 ).
3
Peran peningkatan testosteron kedua yang dimulai saat bayi lahir hingga mencapai puncaknya pada beberapa bulan awal kehidupan ini masih menjadi kontroversi. Pada penelitian oleh Hanninen, dkk. ( 2010 ) didapatkan adanya korelasi yang kuat antara hormon testosteron postnatal dengan kecepatan pertumbuhan panjang penis. Grumbach ( 2005 ) juga menduga testosteron pada periode ini berperan dalam merangsang pertumbuhan penis, karena pada bayi dengan hypogonadotrophic hypogonadism yang memiliki kadar testosteron rendah pada 3 bulan awal kehidupannya ditemukan memiliki panjang penis di bawah normal. Pada penelitian lain dikemukakan bahwa pemberian terapi testosteron saat awal kehidupan bayi pada kasus mikropenis akan meningkatkan panjang penis sampai ukuran normal sesuai usia ( Main, dkk., 2002; Ishii, dkk., 2004 ). Namun, Husman ( 2004 ) mengungkapkan pada penelitiannya bahwa terapi testosteron pada kasus mikropenis tidak efektif untuk merangsang pertumbuhan penis. Penelitian yang dilakukan oleh Zenaty, dkk. ( 2006 ) juga menunjukkan kecepatan pertumbuhan penis yang rendah dan panjang akhir penis di bawah normal pada individu yang mendapatkan terapi testosteron saat masih bayi. Data yang mengungkap tentang hubungan antara hormon testosteron postnatal dengan pertumbuhan penis di Indonesia sendiri masih belum ada. Adanya kontroversial akan fungsi lonjakan testosteron tahap kedua saat bayi baru lahir ini mondorong peneliti melakukan suatu penelitian untuk mengetahui hubungan antara kadar testosteron serum postnatal dengan kecepatan pertumbuhan panjang penis pada
4
bayi, agar lebih memahami mekanisme pertumbuhan dan perkembangan sistem reproduksi dan faktor hormonal yaitu testosteron yang terkait di dalamnya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Berapakah rerata kadar testosteron serum postnatal pada bayi aterm? 2. Berapakah rerata ukuran panjang penis pada bayi aterm baru lahir, usia 3 bulan dan usia 6 bulan? 3. Apakah kadar testosteron serum postnatal yang lebih tinggi pada bayi aterm merupakan faktor terjadinya peningkatan kecepatan pertumbuhan panjang penis?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui pengaruh kadar testosteron serum postnatal yang tinggi terhadap kecepatan pertumbuhan panjang penis pada bayi aterm.
1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengetahui rerata kadar testosteron serum postnatal pada bayi aterm.
5
2. Mengetahui rerata ukuran panjang penis pada bayi aterm baru lahir, usia 3 bulan dan usia 6 bulan. 3. Membuktikan kadar testosteron serum postnatal yang lebih tinggi pada bayi aterm sebagai faktor terjadinya peningkatan kecepatan pertumbuhan panjang penis.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
bagi
pengembangan ilmu dan bidang pengabdian masyarakat seperti di bawah ini : 1.
Manfaat Teoritis Dengan mengetahui bahwa kadar serum testosteron postnatal yang lebih tinggi merupakan faktor terjadinya peningkatan kecepatan pertumbuhan panjang penis pada bayi aterm, maka diharapkan dapat memberikan acuan dalam penelitian yang akan datang mengenai
pengaruh
hormonal testosteron terhadap
pertumbuhan penis. 2.
Manfaat praktis Dengan mengetahui bahwa kadar serum testosteron postnatal yang lebih tinggi merupakan faktor terjadinya peningkatan kecepatan pertumbuhan panjang penis pada bayi aterm, maka diharapkan dapat menjadi acuan pendukung dalam dasar pemberian testosteron sebagai terapi pada kasus-kasus kelainan pertumbuhan penis dengan kadar testosteron yang rendah.