BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak masih menjadi fokus perhatian masyarakat dunia. Hal ini dibuktikan dengan salah satu indikator ketiga dari 17 indikator dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pada tahun 2030, angka kematian neonatal sedikitnya 12 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian anak dibawah usia 5 tahun sedikitnya 25 per 1000 kelahiran hidup (United Nations, 2015). Di Indonesia, lebih dari 1,4 juta anak tiap tahun meninggal dunia karena berbagai penyakit seperti difteri, tetanus, hepatitis B, radang selaput otak, radang paruparu, pertusis dan polio. Penyakit - penyakit tersebut sering disebut dengan istilah PD3I atau Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (Profil Kesehatan Indonesia 2013). Melalui program imunisasi diharapkan anak terlindungi dan terbebas dari penularan atau serangan penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kematian (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2015). Penjabaran tujuan ketiga SDGs juga dijelaskan bahwa akan terus dilakukan penelitian dan pengembangan vaksin untuk
penyakit
menular
maupun
penyakit
tidak
menular.
Selain
itu,
pengembangan dan pelatihan tenaga kesehatan akan terus ditingkatkan (United Nations, 2015). Pekan Imunisasi Dunia yang merupakan salah satu kampanye World Health Organization (WHO) terkait imunisasi diperingati pada tanggal 24-30 April 2015 dengan tema “Mengurangi Kesenjangan Imunisasi”. Tujuan Pekan Imunisasi Dunia
pada
tahun
2015
yaitu
mempromosikan
penggunaan
vaksin
1
2
untuk semua umur, meningkatkan kesadaran pentingnya imunisasi dan meningkatkan pelayanan imunisasi (WHO, 2015). Bayi diharapkan mendapatkan kelima jenis imunisasi dasar lengkap, yaitu imunisasi BCG, DPT, HB, Campak dan Polio. Sebanyak 21,8 juta bayi di seluruh dunia pada tahun 2013 belum mendapatkan imunisasi secara lengkap (WHO, 2015). Capaian imunisasi dasar lengkap di Indonesia tahun 2013 mencapai 90% dan telah memenuhi target Renstra tahun 2013 sebesar 88%. Cakupan masing-masing imunisasi lengkap di Indonesia tahun 2013 adalah sebagai berikut BCG (97%), HB0 (86%), DPT/HB1 (96%), DPT/HB3 (95%), Polio (97%), Campak (97%). Provinsi Jawa Tengah menjadi provinsi dengan capaian imunisasi dasar lengkap pada bayi tertinggi di Indonesia tahun 2013 sebesar 100% dengan capaian imunisasi lengkap tertinggi yaitu imunisasi Polio (103%) dan terendah adalah imunisasi HB0 (97%) (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Indikator lain untuk menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi melalui program Universal Child Immunization (UCI). UCI adalah gambaran jumlah bayi berusia 0-11 bulan di suatu desa/kelurahan telah mendapat imunisasi lengkap. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia (2013), terdapat 9 provinsi dengan capaian UCI lebih dari 95% dan salah satunya adalah Provinsi Jawa Tengah sebesar 99%. Peningkatan cakupan imunisasi dan capaian UCI diharapkan akan berdampak pula pada status kesehatan anak. Pemberian imunisasi membantu memberikan perlindungan spesifik untuk mencegah penyakit infeksius yang sering menyerang bayi (Bart, 2000 dalam Behrman et al., 2000). Sebaliknya, apabila anak tidak diberikan imunisasi lengkap maka akan menimbulkan berbagai dampak berbahaya
3
bagi kesehatannya. Hal ini karena sistem kekebalan tubuh terhadap virus yang spesifik belum terbentuk dan tidak mampu melawan kuman atau virus tersebut yang dapat mengakibatkan sakit berat, cacat bahkan meninggal dunia (IDAI, 2015). Menurut data Riskesdas (2013), sebanyak 8.7% anak usia 12-23 bulan di Indonesia belum pernah mendapatkan imunisasi. Alasan utama untuk tidak mengimunisasikan anak karena orang tua takut anak menjadi panas. Perilaku seseorang dalam mengikuti anjuran tenaga kesehatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti keyakinan, persepsi individu tentang keefektifan vaksin, sikap orang tua dan keluarga serta penyedia layanan imunisasi (Katz et al., 2010). Pelayanan dari petugas kesehatan mempengaruhi ibu dalam mengimunisasikan anaknya (Laili, 2006). Pelayanan yang baik dari tenaga kesehatan mendorong ibu untuk mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan (Gunaviani, 2015). Ibu yang tidak mendapatkan dukungan dari tenaga kesehatan 5.9 kali berisiko tidak mengimunisasikan anaknya (Dwiastuti, 2013). Apabila ibu tidak mengetahui tentang imunisasi, maka anak kemungkinan tidak akan mendapat imunisasi lengkap (Pratiwi, 2015). Oleh karena itu peran tenaga kesehatan dapat mempengaruhi ibu dalam mengimunisasikan anaknya. Tenaga kesehatan dapat memberikan edukasi, dukungan serta informasi tentang imunisasi kepada ibu. Tingkat pengetahuan dan pendidikan ibu yang semakin baik berpengaruh pada keinginan ibu untuk memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayinya (Arumsari, 2015; Azarah, 2014). Hal senada dinyatakan oleh Gemilang (2012) yang menjelaskan bahwa tingkat pengetahuan ibu yang semakin baik akan diikuti
4
dengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita. Semakin baik pengetahuan ibu tentang
imunisasi,
maka
ibu
lebih
cenderung
tepat
waktu
dalam
mengimunisasikan anaknya (Kamidah, 2003). Membina hubungan saling percaya antara ibu dengan tenaga kesehatan dapat menjadi salah satu cara agar ibu dengan mudah mempercayai informasi dari tenaga kesehatan (Leask, 2012). Melalui komunikasi yang baik, ibu dapat berdiskusi tentang masalah yang dialami terkait dengan imunisasi. Tenaga kesehatan yang mempunyai kualitas hubungan yang baik dengan ibu akan lebih patuh mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan (WHO, 2003). Tenaga kesehatan juga dapat melibatkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada ibu. Ibu yang mendapat dukungan keluarga berupa informasi, pujian dan anjuran tentang imunisasi cenderung memiliki status imunisasi yang lengkap (Arumsari, 2015). Ibu yang merasakan manfaat imunisasi pada anak pertama, mendorong ibu untuk mengimunisasikan anak berikutnya (Kamidah, 2003). Tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam pelaksanaan program imunisasi. Tenaga kesehatan berkesempatan untuk mengetahui status imunisasi dengan kontak langsung dengan anak atau orang tua (WHO, 2009). Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan persebaran tenaga kesehatan yang merata di setiap daerah agar pelayanan kesehatan, terutama pelayanan imunisasi dapat dilaksanakan (Depkes, 2014). Petugas kesehatan perlu memiliki pemahaman dan pengetahuan yang baik tentang imunisasi, seperti pentingnya imunisasi bagi balita, efek samping pemberian imunisasi, kontraindikasi pemberian imunisasi dan dampak yang timbul jika tidak diberikan imunisasi. Petugas kesehatan harus
5
dapat meyakinkan ibu bahwa pemberian imunisasi tidak menimbulkan masalah kesehatan pada anak (Wawan, 2008). Petugas kesehatan dapat membantu memberikan pemahaman kepada orang tua dan membantu mengubah persepsi orang tua yang salah tentang imunisasi (Wade, 2014). Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan, tenaga kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Ampel 1 cukup baik dalam melaksanakan imunisasi, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu ditingkatkan oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan masih kurang dalam memberikan penjelasan yang lengkap tentang imunisasi, seperti definisi imunisasi, manfaat imunisasi dan akibat jika tidak diberikan imunisasi. Tenaga kesehatan hanya berfokus mengingatkan jadwal imunisasi pada ibu saja dan menurut ibu, informasi yang lengkap tentang imunisasi masih perlu diberikan oleh tenaga kesehatan. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak usia 12-24 bulan dengan representatif Puskesmas Ampel 1 Boyolali karena masih sedikit penelitian yang meneliti tentang kelengkapan imunisasi dasar yang dipengaruhi oleh peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan di daerah tersebut yaitu tentang hubungan peran tenaga kesehatan dalam pemberian ASI eksklusif, pemantauan status gizi balita dan perawatan antenatal, tetapi untuk variabel kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap belum pernah diteliti di daerah tersebut.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Adakah hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ampel 1 Boyolali?” C. Tujuan Untuk mengetahui hubungan peran tenaga kesehatan dengan kelengkapan imunisasi dasar anak usia 12-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas Ampel 1 Boyolali. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah Sebagai sumber informasi untuk mengetahui peran tenaga kesehatan terkait dengan imunisasi dasar lengkap pada anak dan pengambilan keputusan untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan tenaga kesehatan. 2. Bagi Pendidikan Sebagai sumber informasi terkait dengan peran tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasi dasar. 3. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai sumber informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan imunisasi sehingga ibu mengimunisasikan anaknya sesuai jadwal. 4. Bagi Masyarakat Sebagai sumber informasi agar masyarakat, terutama ibu mengetahui manfaat pemberian imunisasi lengkap pada anak tepat waktu.
7
E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan peran tenaga kesehatan dan kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada balita sepengetahuan penulis adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Jasmi (2012) yang berjudul “Pengaruh Persepsi Ibu tentang Peran Tenaga Kesehatan terhadap Pemberian Imunisasi Hepatitis B pada Bayi 0-7 Hari di wilayah Kerja Puskesmas Medan Belawan”. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory survey dengan rancangan penelitian cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 85 orang. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh yang bermakna antara persepsi ibu tentang peran tenaga kesehatan terhadap pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi usia 0-7 hari dan peran tenaga kesehatan
sebagai
motivator
merupakan
variabel
yang
dominan
mempengaruhi pemberian imunisasi hepatitis B. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah jenis penelitian, variabel terikat dan sampel penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory survey, sedangkan penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian survei analitik. Pada penelitian ini variabel terikat adalah pemberian imunisasi hepatitis B, sedangkan pada penelitian yang dilakukan adalah kelengkapan imunisasi dasar. Sampel pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 hari, sedangkan pada penelitan yang akan dilakukan adalah ibu yang mempunyai anak usia 12-24 bulan. Persamaan penelitian ini
8
dengan penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan penelitian cross-sectional. 2. Penelitian yang dilakukan Setyowati, Rasni dan Dewi (2013) yang berjudul “Hubungan Peran Ayah di Keluarga dengan Keikutsertaan Balita Usia 2-24 Bulan dalam Pelaksanaan imunisasi DPT di Desa Pace Kecamatan Silo Kabupaten Jember”. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antar peran ayah dengan keikutsertaan imunisasi DPT. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah rancangan penelitian cross-sectional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel penelitian. Variabel bebas pada penelitian ini adalah peran ayah, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah peran tenaga kesehatan menurut persepsi ibu. Variabel terikat pada penelitian ini adalah keikutsertaan imunisasi DPT, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah kelengkapan imunisasi dasar. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Gunaviani (2015) yang berjudul “Hubungan Peran Tenaga Kesehatan dengan Kepatuhan Ibu dalam Memberikan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Ampel 1 Boyolali”. Hasil penelitian ini adalah ada hubungan peran tenaga kesehatan dengan kepatuhan ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada variabel bebas dan metode sampling. Variabel bebas yaitu peran tenaga kesehatan dan metode sampling menggunakan metode simple stage
9
cluster sampling. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada variabel terikat. Variabel terikat pada penelitian yang dilakukan adalah kelengkapan imunisasi dasar. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Gemilang (2012) yang berjudul “Hubungan
Pengetahuan
Ibu
Tentang
Imunisasi
Dasar
dengan
Kelengkapan Imunisasi Dasar Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sendang Kabupaten Cirebon”. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah pada variabel terikat yaitu kelengkapan imunisasi dasar. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan terletak pada variabel bebas. Pada penelitian ini, variabel bebasnya adalah pengetahuan ibu, sedangkan pada penelitian yang dilakukan adalah peran tenaga kesehatan. Teknik sampling pada penelitian ini adalah accidental sampling, sedangkan pada penelitian yang dilakukan adalah simple stage cluster sampling.