BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi merupakan masalah kompleks yang masih mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. Persoalan gizi yang memiliki prevalensi terbesar di berbagai belahan dunia yaitu anemia, terutama anemia gizi besi (Park, 2009). Di Indonesia sendiri, permasalahan anemia merupakan salah satu dari 4 persoalan gizi utama selain kurang energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), dan defisiensi vitamin A. Menurut Park (2009), diantara kelompok populasi, bayi dan anak-anak, remaja, wanita hamil, wanita usia produktif, dan lansia adalah kelompok yang paling rentan terhadap defisiensi besi. Hasil Riskesdas (2007) diperoleh angka untuk anemia sebesar 11,9%, dengan jumlah wanita sebanyak 11,3% dan anak-anak sebanyak 12,8%. Selain itu, prevalensi anemia menurut karakteristik kelompok umur, diketahui sebanyak 9,4% anemia terjadi pada kelompok usia 5-14 tahun dan 27,7% pada kelompok usia 1-4 tahun. Sedangkan, prevalensi untuk anemia gizi besi (AGB), data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (2001) menunjukkan angka pada balita sebesar 47%, dimana 32,1% dialami oleh balita usia 4-5. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan bahwa balita dan anak-anak adalah populasi rentan terhadap AGB di Indonesia. AGB memberikan dampak yang cukup berat bagi anak-anak. Diantaranya adalah fungsi sistem kekebalan tubuh yang menurun dan kemampuan motorik serta mental yang menurun (Almatsier, 2004). Dampak
1
jangka panjang di masa dewasa yaitu menurunnya produktivitas kerja yang akan berakibat pada kestabilan ekonomi suatu negara. Penyebab tingginya angka prevalensi AGB yaitu asupan makanan kaya zat besi yang tidak adekuat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang belum memenuhi kecukupan asupan yang seharusnya, terutama protein sebagai sumber utama zat besi. Menurut Riskesdas (2007), pemenuhan konsumsi protein penduduk Indonesia setiap harinya hanya sekitar 50,9%. Hasil Riskesdas tahun 2010 menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi energi dari protein pada anak usia 7-12 tahun hanya sebesar 51,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pendapatan rumah tangga yang rendah, kurangnya perhatian terhadap kesehatan, kualitas diet yang buruk, dan tingkat pendidikan orang tua yang rendah (Sharlin et al., 2011). Salah satu solusi yang bisa diterapkan yaitu fortifikasi zat besi ke dalam bahan makanan yang dikonsumsi secara luas oleh populasi rentan defisiensi besi, terutama balita dan anak-anak. Fortifikasi merupakan penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan makanan yang bertujuan agar masyarakat terhindar dari defisiensi zat gizi tersebut, dimana yang lazim ditambahkan adalah zat gizi mikro, disebabkan defisiensi zat gizi mikro sering menjadi masalah dalam suatu negara (Andersen, 2009). Pemilihan senyawa besi atau fortifikan yang cukup baik diserap tanpa menyebabkan perubahan sensorik dan kemampuannya yang baik dalam mengatasi inhibitor zat besi dalam bahan pangan pembawa merupakan kunci sukses fortifikasi besi (Hurrel, 2002). NaFeEDTA dengan semua keunggulan tersebut, telah direkomendasikan oleh World Health
2
Organization (WHO) untuk digunakan dalam berbagai fortifikasi makanan (Allen et al., 2006). Susu dan produk susu merupakan kendaraan fortifikasi zat besi yang tepat dengan alasan selain bahan makanan tersebut cukup familiar dalam berbagai budaya seluruh dunia, susu dan produk susu juga mengandung zat besi yang rendah (Mattila-Sandholm et al., 2003). Salah satu produk susu yang popular dan disukai karena rasanya yang unik yaitu susu asam. Menurut Subroto (2006), susu asam merupakan susu hasil fermentasi yang berasal dari susu rendah lemak dengan menggunakan Streptococcus spp dan Lactobacillus spp atau bakteri asam laktat (BAL) sebagai kultur starter untuk membentuk asam laktat dari laktosa. Bakteri asam laktat yang akan digunakan dalam fermentasi produk ini yaitu L. plantarum Dad.13. Lactobacillus plantarum Dad.13 merupakan salah satu jenis bakteri asam laktat (BAL) yang dikenal sebagai probiotik asli Indonesia (Rahayu, 2011). L.plantarum sendiri sudah membuktikan kemampuannya bertahan hidup ketika melalui lambung dan hidup mendiami saluran usus manusia serta mamalia lain (de Vries, 2006). Selain itu, L.plantarum adalah salah satu dari sedikit BAL yang tidak membutuhkan besi dalam pertumbuhannya (Boyaval, 1989; Imbert & Blondeau, 1998) sehingga tidak mengganggu ketersediaan jumlah besi dalam pangan berfortifikasi besi. Menurut sebuah studi RCT pada anak-anak Afrika, perlakuan fortifikasi besi justru memberikan dampak peningkatan profil microbiota patogen dalam usus (Goran et al., 2010). Oleh sebab itu, formula susu asam yang akan digunakan merupakan susu asam sinbiotik. Susu asam sinbiotik adalah susu asam yang ditambahkan ke dalamnya baik prebiotik maupun
3
probiotik. Probiotik memasukkan bakteri eksogen ke dalam usus manusia, sedangkan prebiotik menstimulasi pertumbuhan selektif dari bakteri dalam jumlah terbatas yang telah ada dalam mikrobiota sehat dan asli (MattilaSandholm et al., 2003). Formula sinbiotik akan memaksimalkan pertumbuhan bakteri ataupun efek prebiotik terhadap mikrobiota asli usus (MattilaSandholm et al., 2003). Beberapa studi pada hewan coba menunjukkan bahwa prebiotik mampu meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus (Scholz-Ahrens
et
al.,
2007).
Prebiotik,
khususnya
chitosan,
yang
ditambahkan ke dalam yogurt dengan fortifikasi besi juga menunjukkan peningkatan penyimpanan besi pada sebuah studi in vitro model pencernaan kimia (Staffolo et al., 2011). Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui pengaruh fortifikasi besi (NaFeEDTA) dalam satu variasi kadar yang dibandingkan kontrol pada susu asam sinbiotik dengan probiotik lokal (L. plantarum Dad 13) terhadap sifat fisik dan kadar besi. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi dasar agar produk ini menjadi salah satu alternatif pangan bergizi untuk penanggulangan dan pencegahan AGB.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh sifat fisik susu asam sinbiotik (dengan probiotik lokal L. plantarum Dad 13 dan prebiotik FOS) yang difortifikasi NaFeEDTA pada kadar 50 ppm dibandingkan dengan kontrol? 2. Apakah ada pengaruh kadar besi susu asam sinbiotik (dengan probiotik lokal L. plantarum Dad 13 dan prebiotik FOS) yang difortifikasi NaFeEDTA pada kadar 50 ppm dibandingkan dengan kontrol?
4
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui sifat fisik dan kadar besi susu asam sinbiotik (dengan probiotik lokal L. plantarum Dad 13 dan prebiotik FOS) yang difortifikasi NaFeEDTA dengan kadar bervariasi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui
sifat
fisik
(rasa,
aroma,
warna,
kenampakan,
homogenitas, pH) susu asam sinbiotik kontrol dan susu asam sinbiotik yang difortifikasi NaFeEDTA pada kadar 50 ppm. b. Mengetahui kadar besi susu asam sinbiotik kontrol dan susu asam sinbiotik yang difortifikasi NaFeEDTA pada kadar 50 ppm. c. Mengetahui pengaruh fortifikasi besi (NaFeEDTA) terhadap sifat fisik susu asam sinbiotik dibandingkan dengan kontrol. d. Mengetahui pengaruh fortifikasi besi (NaFeEDTA) terhadap kadar besi susu asam sinbiotik dibandingkan dengan kontrol.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan penelitian secara eksperimental serta cara berfikir ilmiah dalam penyusunan karya tulis. b. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai pembuatan produk baru dengan fortifikasi besi yang memiliki kandungan gizi dan sifat fisik yang baik agar dapat diterima masyarakat luas.
5
2. Bagi Masyarakat Memberikan variasi pangan sehat kaya kandungan besi untuk mencegah dan menanggulangi anemia gizi besi bagi populasi rentan. 3. Bagi Institusi Menambah informasi yang aktual dan sumbangan ilmu pengetahuan yang baik serta dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengetahui
pengaruh
fortifikasi
besi
(NaFeEDTA) pada susu asam sinbiotik (dengan penambahan probiotik lokal L. plantarum Dad 13 dan prebiotik FOS) terhadap sifat fisik dan kadar besinya. Beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini antara lain: 1. Drago, S. R. & Valencia, M. E. (2008) dalam Mineral Dialyzability in Milk and Fermented Dairy Products Fortified with FeNaEDTA. Penelitian ini dirancang untuk mengetahui ketersediaan besi, zink, dan kalsium pada susu dan yogurt yang difortifikasi dengan NaFeEDTA atau fero sulfat, dengan atau tanpa penambahan asam askorbat. Subjek penelitian berupa susu difortifikasi besi sebanyak 2,5 mg/ 100 g dengan fortifikan NaFeEDTA atau ferrous sulfat, dengan atau tanpa penambahan asam askorbat sebanyak 31 mg/ 100 g. Setelah itu susu difermentasi dengan bakteri asam laktat Streptococcus thermopillus dan L.delbruecki ssp bulgaricus menjadi yogurt. Selanjutnya, menentukan keasaman laktat, kelarutan mineral (besi, zink, kalsium), dan kandungan asam askorbat pada yogurt.
6
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa penggunaan fortifikan besi NaFeEDTA meningkatkan kelarutan besi pada semua subjek, proses fermentasi meningkatkan ketersediaan besi, dan penambahan asam askorbat justru menurunkan kelarutan besi pada susu dengan fortifikasi NaFeEDTA, berkebalikan ketika ferrous sulfat yang digunakan sebagai fortifikan. Kesamaan artikel jurnal ini dengan penelitian saya yaitu analisa kadar besi pada produk olahan susu dan jenis fortifikan besi FeNaEDTA yang digunakan.
Sedangkan,
perbedaannya
yaitu
yogurt
pada
subjek
penelitian dalam artikel ini bukan formula sinbiotik. Selain itu penelitian saya tidak menguji ketersediaan mineral lain (zink dan kalsium) selain besi. 2. Desnita (2010) dalam Pengaruh Fortifikasi Natrium Feri Ethylene Diamine Tetra Asetat (NaFeEDTA) Terhadap Sifat Fisik, Organoleptik, dan Kadar Zat Besi Biskuit "Cassava Cholocate Cookies". Penelitian ini dirancang untuk mengetahui perbedaan sifat fisik, kadar besi, dan daya terima biskuit tepung singkong dengan fortifikasi NaFeEDTA dibandingkan dengan dengan biskuit tepung singkong tanpa fortifikasi. Subjek penelitian berupa biskuit tepung singkong dengan atau tanpa fortifikasi NaFeEDTA pada kadar 0 ppm (kontrol), 30 ppm, dan 50 ppm. Kemudian, subjek penelitian diperiksa sifat fisik dengan pengamatan organoleptik, uji organoleptik dengan skala hedonik, dan analisis zat besi. Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu bahwa terdapat perbedaan sifat fisik dalam hal warna dan tekstur dimana warna lebih
7
muda dibandingkan kontrol serta tekstur yang agak kasar dan rapuh dibandingkan dengan kontrol, semakin besar penambahan NaFeEDTA maka semakin besar kadar zat besi biskuit yang dihasilkan, dan tidak ada perbedaan tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptik kecuali dalam segi tekstur. Kesamaan penelitian ini dengan penelitian saya yaitu jenis fortifikan yang digunakan adalah NaFeEDTA dan kadar fortifikan yang digunakan sebesar 30 ppm dan 50 ppm. Sedangkan, perbedaannya yaitu subjek penelitian ini adalah biskuit tepung singkong dengan atau tanpa fortifikan, dimana pada penelitian saya yang digunakan adalah susu asam sinbiotik dengan atau tanpa fortifikasi NaFeEDTA.
8