BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Setidaknya sejak beberapa dekade terakhir, perekonomian dunia bergerak ke arah yang baru, yaitu model perekonomian yang tidak lagi dilakukan secara konvensional. Dunia kini memasuki era Ekonomi Kreatif (Howkins, 2007). Sejarah aktivitas ekonomi dunia mulai tergambarkan sejak meletusnya revolusi industri di Inggris antara tahun 1750-1850 masehi. Revolusi Industri yang identik dengan nama James Watt sebagai salah seorang tokoh inti dari revolusi ini kemudian pada kemajuan berikutnya menyebar ke Eropa barat, Amerika Utara, Jepang dan sampai ke seluruh dunia. Sebelum era Industri, aktivitas ekonomi masyarakat dunia masih sangat bergantung pada produk-produk pertanian yang diolah oleh tenaga manusia. Pergeseran dari Era Pertanian lalu Era Industrialisasi, disusul oleh era informasi yang disertai dengan banyaknya penemuan baru di bidang teknologi infokom serta globalisasi ekonomi, telah menggiring peradaban manusia kedalam suatu
arena
interaksi
sosial
baru
yang
belum
pernah
terbayangkan
sebelumnya.Industrialisasi telah menciptakan pola kerja, pola produksi dan pola distribusi yang lebih murah dan lebih efisien. Penemuan baru di bidang teknologi 1
infokom seperti internet, email, SMS, Global System for Mobile communications (GSM) telah menciptakan interkoneksi antar manusia yang membuat manusia menjadi semakin produktif. Globalisasi di bidang media dan hiburan juga telah mengubah karakter, gaya hidup dan perilaku masyarakat menjadi lebih kritis dan lebih peka atas rasa serta pasar pun menjadi semakin luas dan semakin global. Menurut Howkins (2001), pada tahun 2000, Ekonomi Kreatif bernilai US$ 2 triliun di seluruh dunia dan tumbuh sebesar 5 persen setiap tahunnya. Richard Florida dalam bukunya “The Rise of the Creative Class” (2002) menjabarkan mengenai munculnya tingkatan-tingkatan kreatif dalam sebuah masyarakat yang mana sekumpulan pekerja profesional, ilmiah, serta artistik atas keberadaannya menciptakan dinamisme kultural, sosial, dan ekonomi, khususnya yang berada dalam wilayah pinggiran atau urban. Dalam arti lain, mereka adalah orang-orang yang dalam fungsi ekonomi menciptakan ide-ide baru, penemuan baru, atau makna kreatif baru. Lebih lanjut menurut Florida (2002), kreativitas bukanlah kepintaran. Kreativitas berarti kemampuan untuk mensintesis. Itu adalah tentang mengolah data, persepsi, dan bahan untuk memunculkan sesuatu yang baru dan berguna (Florida, 2002). Negara-negara membangun kompetensi ekonomi kreatif dengan caranya masing-masing sesuai dengan kemampuan yang ada pada negara tersebut. Ada beberapa arah dari pengembangan industri kreatif ini, seperti pengembangan yang lebih menitikberatkan pada industri berbasis: (1) lapangan usaha kreatif dan budaya (creative cultural industry); (2) lapangan usaha kreatif (creative industry), 2
atau (3) Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta (copyright industry) (Depdagri, 2008). Pemerintah
Republik
Indonesia
telah
melakukan
langkah
untuk
mendorong pengembangan Ekonomi Kreatif dengan mencanangkan berbagai program pemberdayaan UMKM yang mana termasuk bisnis kuliner di dalamnya. Pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menerbitkan buku “Rencana Aksi Jangka Menengah 2014-2019” yang merupakan revisi rencana induk yang telah disusun pada tahun 2009. Buku tersebut berfungsi sebagai pedoman bagi Kemenparekraf untuk mewujudkan visi: “Terciptanya landasan yang kuat untuk pengembangan ekonomi kreatif yang berdaya saing global.” (Kemenparekraf, 2014). Dalam buku tersebut disebutkan bahwa ekonomi kreatif adalah sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia yang diperlukan untuk mencapai target pembangunan jangka panjang. Ketersediaan sumber daya manusia dalam jumlah besar
dapat
ditransformasikan
menjadi
orang-orang
kreatif
yang
akan
menciptakan nilai tambah yang besar terhadap sumber daya alam dan budaya yang melimpah ketersediaannya. Buku tersebut diharapkan dapat menjawab 7 isu strategis dalam pengembangan ekonomi kreatif, yakni: (1) Ketersediaan sumber daya manusia kreatif dan professional yang kompetitif; (2) Ketersediaan bahan baku yang berkualitas, beragam, dan kompetitif; (3) Pengembangan industri yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam; (4) Ketersediaan pembiayaan yang sesuai, mudah diakses, dan kompetitif; (5) Perluasan pasar bagi karya, usaha, dan orang 3
kreatif; (6) Ketersediaan infrastruktur dan teknologi yang sesuai dan kompetitif; dan (7) Kelembagaan dan iklim usaha yang kondusif bagi pengembangan ekonomi kreatif (Kemenparekraf, 2014). Membahas Ekonomi Kreatif tidak terlepas dari Industri Kreatif sebagai pemainnya. Kemenparekraf membagi industri kreatif menjadi 15 subsektor, yakni: (1) arsitektur; (2) desain; (3) film, video, dan fotografi; (4) kuliner; (5) kerajinan; (6) mode; (7) musik; (8) penerbitan; (9) permainan interaktif; (10) periklanan; (11) penelitian dan pengembangan; (12) seni rupa; (13) seni pertunjukan; (14) teknologi informasi; dan (15) televisi dan radio. Secara makro, kontribusi ekonomi kreatif telah memberikan capaian awal yang baik. Setidaknya dalam waktu empat tahun terakhir, ekonomi kreatif secara rata-rata telah tumbuh sebesar 5 persen per tahun. Bahkan pada tahun 2013, ekonomi kreatif mengalami pertumbuhan sebesar 5,76 persen, yang mana sedikit lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Ekonomi kreatif juga berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan domestik bruto, rata-rata sekitar 7,1 persen dari PDB. Ekspor karya kreatif mencapai 3,23 miliar dollar AS pada tahun 2013, dengan pertumbuhan 3 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Kemenparekraf, 2014). Secara berurutan, subsektor-subsektor yang memiliki rata-rata kontribusi terbesar terhadap nilai tambah ekonomi kreatif periode 2010-2013 adalah kuliner (32,44%), mode (27,93%), kerajinan (14,88%), penerbitan (8,3%), dan desain 4
(3,97%). Penyerapan tenaga kerja ekonomi kreatif pada tahun 2013 tercatat sebesar 11,8 juta orang. Subsektor mode, kuliner, dan kerajinan merupakan subsektor yang menyerap tenaga kerja terbesar di ekonomi kreatif, secara berturut-turut yaitu 3,8 juta orang (32,3%), 3,7 juta orang (31,5%), dan 3,1 juta orang (25,8%). Ketiga subsektor ini berkontribusi sekitar 90 persen terhadap total penyerapan tenaga kerja pada sektor ekonomi kreatif (Kemenparekraf, 2014). Subsektor kuliner termasuk subsektor baru yang menjadi bagian dari Ekonomi Kreatif seperti yang dicanangkan oleh Kemenparekraf, namun telah membuktikan capaiannya yang baik. Termasuk tiga besar kontribusinya terhadap sektor industri kreatif, subsektor kuliner memberikan peran penting dalam sektor industri kreatif secara keseluruhan. Kuliner merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran vital dalam industri kreatif karena erat dengan kegiatan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana bahan makanan yang sebagian besar berasal dari alam merupakan bahan mentah, subsektor kuliner memberikan nilai tambah melalui pengolahan agar menjadi layak dikonsumsi serta cara penyajian yang unik untuk memberikan pengalaman tersendiri bagi konsumen yang mana mungkin berasal dari subsektor lainnya. Sebagaimana industri terdiri dari banyak subsektor, dalam subsektor juga terdiri dari banyak perusahaan. Melihat posisi strategis subsektor kuliner tersebut, penelitian yang menggali lebih dalam mengenai dinamika yang terjadi pada industri kuliner menjadi penting. Tren masyarakat terhadap produk dan layanan yang berkualitas serta harga yang terjangkau telah meningkatkan persaingan pada 5
industri kuliner. Oleh karena itu, usaha yang prima bukanlah usaha yang hanya unggul dalam masa singkat atau temporer, namun usaha yang memiliki keunggulan kompetitif berkesinambungan (sustained competitive advantage). Sebagai kriteria untuk perusahaan tersebut adalah umur yang relatif muda, memiliki pertumbuhan yang relatif tinggi dan telah mendapat sorotan dalam lingkup nasional. Usaha yang mampu memenuhi kriteria-kriteria tersebut adalah usaha yang dipandang layak untuk diteliti karena tentu memiliki keunikan tersendiri dalam operasinya. Bagaimana proses bisnis saat ini, bagaimana pengelolaan sumber dayanya, serta bagaimana bisnis tersebut dijalankan pada masa mendatang adalah beberapa faktor yang mempengaruhi strategi operasi sebuah bisnis. Strategi-strategi operasi masa mendatang itulah yang akan ditelaah pada penelitian ini. Berdasarkan kriteria-kriteria di atas, usaha yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut adalah Waroeng Spesial Sambal “SS”. Bisnis kuliner ini merupakan salah satu ikon bisnis kuliner nasional yang menjunjung tinggi kearifan lokal sebagaimana yang dicanangkan oleh Kemenparekraf. Selain itu, usaha ini memenuhi kriteria diatas karena berawal dari sebuah warung kaki lima sederhana yang didirikan atas landasan kreativitas pemilik mempergunakan cabai sebagai menu utama yang mana ketika itu belum ada usaha serupa yang menggunakannya. Tidak hanya itu, usaha kuliner ini juga memperhatikan estetika dalam pelayanannya, misalnya seperti penggunaan cobek sebagai wadah penyajian sambal, bakul sebagai tempat penyajian nasi, hingga ciri khas bangunan yang 6
menonjolkan dinding bata tanpa plester. Disamping itu, usaha ini juga menonjolkan tradisi khususnya tradisi Jawa yang dapat ditemui pada berbagai menunya yang merupakan menu-menu tradisional yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apa saja faktor–faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada Waroeng Spesial Sambal? 2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap aktivitas operasi? 3. Bagaimana rekomendasi strategi operasi yang dapat diambil untuk periode 2015 hingga 2020?
1.3 Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas maka terdapat tujuan dalam penelitian ini, yakni: 1. Mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, serta ancaman yang terdapat pada Waroeng Spesial Sambal “SS”. 7
2. Menganalisa pengaruh faktor-faktor tersebut dalam aktivitas operasi. 3. Memberikan rekomendasi strategi operasi Waroeng Spesial Sambal “SS” untuk periode 2015 hingga 2020.
1.4 Manfaat Penelitian Bagi akademisi, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memperkaya literatur mengenai Ekonomi Kreatif di Indonesia, khususnya bidang kuliner. 2. Sebagai awalan studi pada usaha yang dapat dikembangkan pada lingkup yang lebih luas dan mendalam. Penelitian ini dapat menjadi input dalam penelitian dengan alat QSPM. Sedangkan bagi praktisi, manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan pemahaman bagi pemilik usaha dalam melihat berbagai faktor yang berada dalam lingkup usahanya. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen dalam mengambil keputusan jangka panjang khususnya strategi operasi terkait aktivitas bisnisnya. 3. Sebagai acuan operasi bisnis bagi pelaku industri kuliner.
8
1.5 Batasan Masalah Penelitian ini hanya berfokus pada aktivitas operasi dari usaha tersebut, yang mana lebih menyoroti pada faktor-faktor internal maupun eksternal yang memberikan efek positif maupun negatif pada keberlangsungan usaha, sehingga dapat disusun suatu rencana strategisnya. Penelitian ini lebih banyak menggunakan sudut pandang internal dari manajemen dan pihak lain yang terkait secara langsung dalam aktivitas operasi usaha tersebut, sedangkan informasi dari pihak eksternal hanya digunakan sebagai pelengkap.
1.6 Metoda Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif ekploratori untuk mengetahui berbagai faktor yang terkait aktivitas operasi dari Waroeng Spesial Sambal “SS” untuk dikembangkan menjadi rencana implementasi strategi operasinya. Data diperoleh melalui wawancara dengan pihak manajemen, yakni: Christianto Widi Wibowo (selaku Staf Khusus Direktur), Galih Wicaksono (selaku Ketua Tim Corporate Secretary), dan I Kadek Gede Mertayasa (selaku Manager Bagian Legal & SDM), kuesioner, observasi non-partisipan, situs resmi dan buletin bulanan Waroeng Spesial Sambal serta media massa, baik cetak maupun elektronik.
1.7 Alat Penelitian 9
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penentuan strategi operasi sebuah bisnis akan dianalisa menggunakan Matrix Kuantitatif Perencanaan Stratejik
atau
Quantitative
Strategic
Planning
Matrix
(QSPM)
yang
dikombinasikan dengan konsep Strategi Operasi. Beberapa definisi QSPM (David et.al., 2009), diantaranya: a) Merupakan alat yang baik dalam penentuan alternatif-alternatif strategi yang memungkinkan. b) Merupakan alat yang baik dalam mengasimilasi dan memprioritaskan faktor-faktor kunci internal, eksternal, serta informasi kompetitif yang dibutuhkan untuk menilai sebuah rencana stratejik yang efektif. Adapun fitur positif dari QSPM menurut David (2011: 195) adalah: 1) Bahwa sekumpulan strategi-strategi dapat dianalisa secara beriringan atau sekaligus. Tidak ada batasan jumlah strategi yang dapat dievaluasi ataupun jumlah strategi yang dapat dievaluasi sekaligus dengan QSPM. 2) Dengan mengembangkan QSPM akan mengurangi kemungkinan faktorfaktor kunci menjadi overlooked dan ditimbang dengan kurang tepat. Selain itu, QSPM juga dapat diadaptasi pada organisasi for-profit atau nonprofit, baik besar atau kecil sehingga sesungguhnya dapat diterapkan untuk segala bentuk organisasi (David, 2011).
10
1.8 Rerangka Penelitian Ekonomi Kreatif
Industri Kreatif
15 Subsektor Industri Kreatif
Kuliner
Jasa Kuliner
Waroeng Spesial Sambal “SS”
Formulasi
QSPM
Strategi Operasi
Rencana Implementasi Strategi Operasi
Gambar 1 - Rerangka Penelitian
1.9 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Bab I Pendahuluan
11
Bab Pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian yang diawali dengan munculnya Ekonomi Kreatif serta dinamikanya terhadap
perekonomian
dunia
yang
kemudian
direspon
dengan
dicanangkannya Ekonomi Kreatif sebagai bagian dari sumber baru pembangunan ekonomi Indonesia. Salah satu bagian dari Ekonomi Kreatif adalah Industri Kreatif yang mana bisnis kuliner termasuk di dalamnya. Dari latar belakang tersebut muncul rumusan masalah bagaimanakah proses bisnis kuliner tersebut dan bagaimana strategi yang dapat diambil terkait aktivitas operasi untuk jangka panjang. Penelitian ini merupakan studi deskriptif yang bertujuan untuk memahami berbagai faktor terkait aktivitas operasi pada bisnis kuliner serta memberikan masukan dalam pengambilan keputusan terkait perencanaan masa mendatang. Alat analisis yang digunakan adalah QSPM dengan sumber data primer dan sekunder. b) Bab II Landasan Teori Berawal dari konsep Ekonomi Kreatif dimana layanan kuliner merupakan subsektor kreatif baru di Indonesia maka konsep mengenai Layanan Kuliner menjadi penting. Merujuk pada tujuan penelitian pada Bab Pendahuluan, maka konsep mengenai Strategi Operasi merupakan titik berat pada penelitian ini. c) Bab III Metoda Penelitian 12
Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratori. Pengambilan data primer menggunakan wawancara dan kuesioner dengan pihak manajemen serta observasi sedangkan data sekunder dikumpulkan dari situs resmi dan buletin bulanan Waroeng Spesial Sambal “SS”, serta media lainnya baik cetak maupun elektronik. Bab ini akan juga menjelaskan mengenai tahapan analisis data menggunakan konsep Perencanaan Stratejik, yakni Analisis EFE dan IFE, Analisis SWOT/TOWS, kemudian QSPM. d) Bab IV Analisis dan Pembahasan Bab ini berisi proses analisis QSPM yang dikombinasikan dengan sasaransasaran kinerja (performance objectives) yang terkait dengan aktivitas operasi pada Waroeng Spesial Sambal “SS”. Hasilnya adalah rencana implementasi strategi operasi untuk tahun 2015 hingga 2020. e) Bab V Penutup Bab terakhir yang berisikan intisari penelitian yang berupa kesimpulan atas analisis QSPM, temuan-temuan dari proses penelitian, keterbatasan dari penelitian, serta saran-saran bagi penelitian selanjutnya atas hasil temuan dari analisis QSPM pada Waroeng Spesial Sambal “SS”.
13