BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sejak lebih dari satu dekade terakhir ini telah terjadi perubahan dalam pandangan dan metode seksual masyarakat khususnya di kota-kota besar di Indonesia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan di beberapa kota sejak tahun 1981 dengan kuat telah menunjukkan adanya perubahan itu. Pola pergaulan menjadi semakin bebas yang didukung oleh berbagai fasilitas, aktifitas seksual semakin mudah dilakukan, bahkan mudah berlanjut menjadi hubungan seksual. Agaknya hubungan seksual tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang sakral, yang hanya patut dilakukan dalam ikatan perkawinan. Beberapa bentuk hubungan seksual bebas yang terjadi di masyarakat ialah hubungan seksual dengan Wanita Tuna Susila (WTS), hubungan seksual dengan banyak pasangan, hubungan seksual dengan satu orang yang mempunyai banyak pasangan dan hubungan seksual dengan orang yang tidak dikenal baik. sekalipun praktek prostitusi secara hukum dan agama dilarang di Indonesia, kegiatan prostitusi bawah tanah tetap saja marak di kota-kota besar di Indonesia. Prostitusi merupakan profesi wanita, tempat wanita memperoleh penghasilan dengan menjual dirinya sendiri dalam keadaan ekonomi yang sulit (Yuyu Karim dalam buku Kartini Kartono, 1986 : 5) Walaupun di Indonesia tidak ada undang-undang yang melarang secara jelas dan tegas akan tetapi perbuatan tersebut telah melanggar hukum agama.Nabi Muhammad SAW besabda “Jauhilah hal-hal yang mendekati zinah”. Sebagai
bangsa yang "bermoral" dan "beragama", perlulah kita memiliki upaya mengatasi masalah prostitusi. Pergeseran paradigma dan liberalisasi seksual ini dapat menimbulkan konsekuensi yang merusak moral bangsa. Indonesia sangat mungkin melakukan penataan terhadap wanita tuna susila. Pemerintah dapat memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjerumus kedalam kegiatan prostitusi. Sering kali masalah kebutuhan ekonomi dijadikan para wanita tuna susila terjerumus kedalam dunia prostitusi, memang jika di sangkut pautkan dengan masalah ekonomi sangatlah sulit untuk menghilangkan kegiatan prostitusi. Para wanita tuna susila berkilah sebenarnya mereka ingin hidup normal dan bekerja dengan layak akan tetapi bila di hadapkan dengan lapangan pekerjaan yang terbatas dilain sisi tuntutan kehidupan semakin hari semakin meningkat mereka tidak bisa menghindar dari bisnis prostitusi ini Hal ini dapat dilihat dari kutipan berita sebagai berikut : Petugas Kantor Sosial Pemkot Bandung, bekerja sama dengan Bimmas Polwiltabes Bandung, Sabtu (24/8) malam, secara mendadak mengadakan operasi penyakit masyarakat (pekat). Pada operasi itu petugas sedikitnya menangkap 106 wanita yang berprofesi sebagai pramunikmat. Sebanyak 70 orang di antaranya berasal dari lokalisasi Saritem berhasil menjaring sekitar 40% WTS muka-muka lama. Mereka sebelumnya sudah berkalikali terjaring. Bahkan ada beberapa WTS yang pernah ikut "dibina", baik di PSKW Cibadak, Sukabumi, maupun di PSKW Palimanan, Cirebon, kembali ke jalan dan tidak pernah jera. Seperti WTS, Dewi (18), yang mengaku kelahiran Majalengka, menyatakan, jika kini ia dikirim lagi ke Palimanan, berarti sudah yang keempat kali. Ia ditangkap di daerah Jln Asia Afrika, dengan pakaian cukup seronok. Hal senada dikatakan Ine (21), asal Cirebon. Katanya, dirinya pernah tertangkap beberapa waktu lalu dan dikirimkan ke PSKW Cibadak Sukabumi. "Jadi jika sekarang dikirim lagi, berarti dalam tahun ini saya untuk kedua kalinya," ujar Ine.
Lain lagi dengan nasib Susi (22), nama samaran. Ia mengaku sedang mengandung empat bulan dan tertangkap di Kompleks Tegallega. Dirinya terpaksa menjajakan cinta sesaat, karena perlu biaya untuk biaya melahirkan. "Kalau tidak bekerja begini dari mana biaya untuk persalinan anak yang akan lahir nanti. Sedangkan bapaknya tidak ada," ujar Susi polos, sambil mengelus-ngelus perutnya (Sumber Pikiran Rakyat 24/8 2005) Di Bandung praktik prostitusi masih saja banyak terjadi, meski berbagai upaya pembinaan terhadap para pekerja seks komersial (PSK) dan mucikari terus dilakukan. Razia yang sering dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) lewat operasi wibawa praja pun tampaknya tak pernah membuat para wanita malam itu jera. "Ada korelasi antara subjek (pembeli jasa--red.) dan objek (penjual jasa--red.). Selama keduanya tetap ada, praktik yang melanggar norma agama dan sosial tersebut tidak bisa dihilangkan,"hal ini dapat dilihat dalam kutipan berita sebagai berikut: Selama ini metode yang dilakukan bisa dikatakan kurang tepat. Kekurang tepatan tersebut akibat dari tunggalnya sudut pandang terhadap komponen prostitusi, yaitu hanya para PSK, yang notabene para perempuan. Padahal, sedikitnya ada empat komponen yang melingkupi prostitusi, yaitu para penjaja seks/PSK, pengguna seks, penyedia fasilitas, dan orang yang melindungi praktik prostitusi. Selain itu, sesungguhnya bisnis prostitusi juga menganut hukum ekonomi, di mana adanya penawaran adalah akibat dari adanya permintaan. Tampak bahwa telah terjadi ketimpangan perlakuan dengan hanya menyudutkan para PSK, baik sebagai subjek sekaligus objek hukum. Mengapa para laki-laki hidung belang tidak juga ikut ditangkap? "Mereka keburu kabur," itulah alasan yang kerap dilontarkan aparat. Sebuah alasan yang mengada-ada, sebab bila memang aparat berkeinginan untuk juga menangkap mereka (seperti halnya menangkap para PSK), tentu mereka akan berupaya keras untuk mengejarnya. Kalaupun ada laki-laki yang ditangkap, paling-paling mereka hanya didata kemudian dilepas. Mereka tidak diberi ceramah moral, tidak dicek darah, yang kemudian "dididik" di panti rehabilitasi. (Pikiran Rakyat 20 Nopember 2004, artikelPenggagas Forum Studi Pemberdayaan Keluarga)
Baik subjek maupun objek itu sangat dipengaruhi oleh mental dan norma susila maupun agama, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepada mereka telah dilakukan pembinaan supaya mengerti bahwa perbuatan itu dilarang agama maupun negara.Berkaitan dengan usaha pembinaan terhadap para WTS tersebut, dinas terkait (pemerintah kota Bandung, Departemen Agama kota Bandung serta Forum Komunikasi Pondok Pesantren) berupaya memotivasi peran serta masyarakat sekitar karena bagaimanapun aktivitasnya mereka adalah manusia. Penyuluhan terhadap masyarakat di sekitar lokasi prostitusi pun dilakukan. Tidak hanya sebatas melakukan pembinaan terhadap PSK dan memotivasi masyarakat sekitar, akan tetapi peran lembaga swadaya masyarakat (LSM Mitra Citra Remaja), tokoh agama, dan tokoh masyarakat peduli dan bisa menjadi kunci sukses pemberantasan kegiatan prostitusi. Peran masyarakat sekitar sangat penting untuk merangkul para WTS untuk segera bertaubat, oleh karenanya masyrakat sekitar kawasan Saritem harus bisa berpartisipasi aktif dalam kegiatan keagaaman yang diselenggarakan Pesantren Daar Al-Taubah sehingga para WTS disekitar lingkungan tersebut merasa tepanggil untuk ikut dalam kegiatan keagamaan tersebut, pentingnya peran Pesantren dan masyarakat sekitar didukung oleh pendapat sebagai berikut : Pembinaan akhlak bisa dibentuk melalui keteladanan, akhlak yang baik tidak hanya dapat dibentuk melalui pelajaran, intruksi atau larangan, sebab tabi’at jiwa untuk meneriama keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu, menanamkan akhlak harus ada pendekatan yang lestari.Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan pemberian contoh keteladanan yang baik dan nyata. (Prof. Dr. H. Abbudin Nata, M.A., 2003 : 166)
Cara pendidikan dengan menggunakan keteladanan telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Keadaan ini dinyatakan dalam ayat yang mengandung arti : “Sungguh pada diri Rasullah itu terdapat contoh keteladanan yang baik bagi kamu sekalian, yaitu bagi orang-orang yang mengharapakan (keridlaan) Allah dan (berjumpa dengan Nya) di hari kiamat, dan selalu banyak menyebut nama Allah”. (QS. Al-Ahzab, 33:21) Upaya pembinaan yang dilakukan Dinas Sosial ada dua sistem yakni upaya pembinaan yang dilakukan di dalam panti dan di luar panti. Pembinaan di dalam panti merupakan hasil razia bekerja sama dengan aparat keamanan dan hasil motivasi. Mereka dikirimkan ke Balai Pemulihan Sosial Wanita (BPSW) Silih Asih Palimanan Cirebon, dulu Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Silih Asih. Sementara pembinaan di luar panti adalah hasil motivasi di lokasi. Kegiatan tersebut bertujuan sebagai usaha untuk menyadarkan mental para PSK, meski diakui pihak Dinas Sosial bahwa upaya tersebut dinilai belum optimal. Selama ini upaya pembinaan banyak dilakukan secara sepihak, seharusnya proses penyadaran tersebut di samping dilakukan terhadap objek (penjual jasa) juga terhadap subjeknya (penjual jasa). Kawasan permukiman padat di Jalan Saritem Bandung, yang sudah puluhan tahun menjadi pusat pangkalan wanita tuna susila (WTS),
berubah
menjadi pesantren. Wali Kota Bandung Aa Tarmana yang menggagas proyek tersebut pada tahun 2000, dengan maksud membalik kesan Saritem dari tempat maksiat menjadi tempat bertaubat. Pesantren yang bernama "Daar al-Taubah" tersebut diresmikan wali kota pada awal Mei tahun 2000. Sementara itu, Pesantren Daar al-Taubah yang berdiri ditengah-tengah prostitusi terbesar di Jawa Barat memiliki visi untuk penyebaran dan penerapan
nilai-nilai agama Islam serta memiliki misi untuk mengubah citra negatif Saritem menjadi kawasan yang beradab. Wanita Tuna Susila dengan berbagai latar belakang ketunasusilaannya memiliki karakter yang berbeda dengan wanita pada umumnya, sehingga penanggulangannya memerlukan pendekatan dan materi serta metode yang sesuai dengan karakteristik mereka. Pembinaan akhlak WTS merupakan sasaran inti dari Pesantren Daar al-Taubah hal ini tidak semudah seperti
membalikan
telapak
tangan
akan
tetapi
perlu
usaha
yang
berkesinambungan dalam membentuk akhlak seseorang hal ini didukung oleh pendapat sebagai berikut : Akhlak merupakan hasil usaha (muktasabah) dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah (akal, nafsu, amarah, syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, intuisi) yang terdapat dalam diri manusia, jika program pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik dan dilaksanakan dengan sungguh maka akan menghasilkan orang-orang yang baik akhlaknya. (Prof. Dr. H. Abbudin Nata, M.A., 2003: 156) Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk individu dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. . (Prof. Dr. H. Abbudin Nata, M.A., 2003 : 158) Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Yan utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Dalam satu hadistnya beliau menegaskan : “Hanya saja akau diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR Ahmad) Pentingnya pembinaan akhlak menurut pandangan Islam dapat dilihat dari penyataan bahwa pembinaan jiwa harus didahulukan daripada pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan-perbuatan yang baik yang pada tahap selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada Seluruh kehidupan manusia, lahir dan batin. (Muhammad al-Ghazali, dalam buku Abudin Nata 2000 : 13 ) Berkenaan dengan pembinaan akhlak bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembinaan, oleh karena itu akhlak harus di bina, yaitu dengan cara melatih jiwa
kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. (Muhammad al-Ghazali, dalam buku Abudin Nata 2000: 45 ) Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas darti komponen-komponen yang berintegrasi secara bersama-sama dalam mencapai tujuan. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, kiyai, santri, pondokan mesjid, pengajaran dan lingkungan. Pesantren Daar Al-Taubah selain sebagai lembaga pendidikan Islam juga sebagai media dakwah ajaran Islam, didirikan dengan misi untuk penyebaran dan penerapan nilai-nilai agama Islam, mencetak ulama dan kader-kader pemimpin yang muttaqin. Dengan kata lain, harapan kedalam ini lebih terfokus dalam tata penyebaran serta pengamalan ajaran Islam, sedangkan tujuan keluar dimaksudkan untuk mengikis sedikit demi sedikit praktek prostitusi serta citra negatif dikawasan Saritem. Pembinaan para wanita tuna susila memerlukan usaha serta tahapan yang berkesinambungan. Dengan berdirinya Pesantren Daar Al-Taubah usaha untuk menekan tingkat praktek prostitusi bisa terwujud. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk lebih memahami pola pembinaan di pesantren Daar Al-Taubah terhadap wanita tuna susila. Maka dengan pertimbangan tersebut penulis mengambil judul penelitian “Pola Pembinaan Pesantren Daar Al-Taubah terhadap Akhlak Wanita Tuna Susila”.
B. Rumusan dan Pembatasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana pola pembinaan Pesantren Daar Al-Taubah terhadap akhlak Wanita Tuna Susila”.
Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1
Bagaimana proses rekruitmen Wanita Tuna Susila dalam pembinaan akhlak di Pesantren Daar Al-Taubah ?
2
Materi apa yang diterapkan Pesantren Daar Al-Taubah
dalam membina
akhlak wanita tuna susila ? 3
Bagaimana metode yang diterapkan Pesantren Daar Al-Taubah dalam membina akhlak para wanita tuna susila ?
4
Bagaimana pengaruh Pola pembinaan pesantren Daar Al-Taubah terhadap akhlak wanita tuna susila ?
5
Bagaimana hambatan dalam proses pembinaan wanita tuna susila serta upaya yang dilakukan pihak pesantren Daar Al-Taubah dalam mengatasi hambatan tersebut ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian Pola Pembinaan di pesantren Daar Al-Taubah ini bertujuan untuk meneliti hal-hal sebagai berikut : 1. Proses rekruitment dalam pembinaan akhlak Wanita Tuna Susila di Pesantren Daar Al-Taubah. 2. Materi yang diterapkan Pesantren Daar Al-Taubah dalam membina akhlak wanita tuna susila. 3.
Metode yang diterapkan Pesantren Daar Al-Taubah dalam membina akhlak wanita tuna susila.
4. Pengaruh pola pembinaan Pesantren Daar Al-Taubah terhadap akhlak wanita tuna susila. 5. Hambatan dalam proses pembinaan wanita tuna susila serta upaya yang dilakukan pihak pesantren Daar al-Taubah dalam mengatasi hambatan tersebut.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Berdasarkan pada permasalahan yang akan diteliti maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif karena penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai kejadian dewasa ini. metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif, dimana penulis merupakan instrumen utama untuk mendapatkan data secara mendalam. Studi kasus ini didasarkan pada rasionalisasi bahwa dengan metode penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang menjadi kecenderungan ataupun fenomena dewasa ini untuk kemudian diambil suatu pemecahan masalah (Prof. Dr. Robert KYin, 2002:18) 2. Teknik Pengumpulan data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Observasi, yaitu melakukan peninjauan dan pengamatan langsung kepada wanita tuna susila yang mengikuti pembinaan akhlak di Pesantren Daar Al-Taubah..
b. Wawancara, yaitu suatu teknik penelitian dengan memberikan pertanyaan kepada responden untuk melengkapi data. Wawancara kepada wanita tuna susila yang mengikuti pembinaan dan pengurus Pesantren Daar Al-Taubah. c. Studi dokumentasi, yaitu teknik penelitian yang melakukan kajian dokumen untuk memperoleh keterangan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. d. Studi literatur, yaitu mempelajari berbagai literatur untuk mendapatkan informasi secara teoritis yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti. 3. Pendekatan penelitian Kajian dari penelitian ini adalah akhlak oleh karenanya pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan Pendekatan kualitatif yaitu pendekatan yang bersifat konstektual dan mengunakan peneliti sebagai instrument, guna menghasilkan deskripsi yang utuh dari. suatu keadaan. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati (Lexi J. Maleong, 2006: 90) Penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan mengandalkan manusia sebagai alat penelitian , memanfaatkan metode kualitatif, mengadakan analisis secara induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan teori-teori dasar, bersifat deskriftip,
lebih mementingkan proses dari pada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, Rancangan penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak. (Lexi J. Maleong, 1994:90) E. Penjelasan Istilah 1. Akhlak Akhlak merupakan hasil usaha (muktasabah) dalam mendidik dan melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah (akal, nafsu, amarah, syahwat, fitrah, kata hati, hati nurani, intuisi) yang terdapat dalam diri manusia, jika program pembinaan akhlak itu dirancang dengan baik, sistematik dan dilaksanakan dengan sungguh maka akan menghasilkan orang-orang yang baik akhlaknya. (Prof. Dr. H. Abbudin Nata, M.A., 2003: 156) 2. Pembinaan Pembinaan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk individu dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan konsisten. (Prof. Dr. H. Abbudin Nata, M.A., 2003 : 158) 3. Pesantren Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas darti komponen-komponen yang berintegrasi secara bersama-sama dalam mencapai tujuan. Komponen-
komponen tersebut adalah tujuan, kiyai, santri, pondokan mesjid, pengajaran dan lingkungan. (H.A. Timur Djaelani, 1983:50)
F. Subyek Dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daar Al-Taubah, kawasan Saritem Jln Kebon Tangkil RT 10 RW 07 Kelurahan Kebon Jeruk Kecamatan Andir Kota Bandung Jawa Barat. Pemilihan Pondok Pesantren Daar Al-Taubah sebagai kajian hal ini dikarenakan Pondok Pesantren Daar Al-Taubah berdiri ditengah-tengah lokalisasi WTS tebesar di Jawa Barat. Subjek Penelitian adalah para pimpinan dan jajaran pengurus 4 orang sebagai pengelola Pesantren Daar Al-Taubah serta para Wanita Tuna Susila sebanyak 13 orang.
F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan dan mengkaji masalah
Wanita Tuna Susila. Selain itu juga penelitian ini
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai hal-hal yang berkenan dengan proses pembinaan Wanita Tuana Susila.
2. Manfaat Praktis Selain itu juga penelitian ini mempunyai manfaat praktis yang bisa dijadikan masukan bagi pihak terkait khususnya pihak pesantren Daar AlTaubah dalam menuntaskan masalah yang berkaitan dengan pembinaanWanita Tuna Susila.