PESAN PIMPINAN
Dr. H. Marzuki Alie
Kepemimpinan Politik Demokratis
Sesudah Indonesia meninggalkan era Orde Baru, kultur dan sistem politik tetap menjadi salah satu persoalan serius. Ada anggapan bahwa iklim reformasi belum menyentuh substansi keberpihakan politik para pemimpin kepada rakyat. Para pemimpin dan wakil rakyat, kadangkala menghadirkan diri sebagai elit politik yang dilayani, bukan melayani.
U
Pimpinan DPR Tufik Kurniawan (kanan) lantik Ketua BK
ntuk sekedar mengingatkan kembali, Orde Baru didefinisikan sebagai rezim otoritarian birokratik. Birokrasi yang dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang erat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Rezim Orde Baru menjadi “eksekutor pembangunan” dengan perangkat dan indikatornya sendiri, yang pada gilirannya memunculkan patologi kekuasaan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme. Melekatnya karakter otoritarian ini memunculkan reaksi
2
sosial politik dalam gerakan reformasi lebih dari satu dekade yang lalu. Kondisi ini juga menuntut suatu proses perubahan mendasar, atau reformasi, terhadap politik kekuasaan dan manajemen birokrasi yang terjadi di Indonesia selama ini. Wacana seputar politik dan kekuasaan tidak dapat dilepaskan dari seluruh perjalanan demokrasi di Indonesia. Kini, para wakil rakyat dan semua pemimpin politik di segala level kekuasaan, niscaya akan menjadi ujung tombak kebijakan publik yang dapat memperkuat gagasan-gagasan
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
besar keindonesiaan. Namun, sikap dan tindakan politik yang lebih mengacu pada kepentingan publik, tidak hanya ditentukan perangkat formal kekuasaan dan demokrasi. Dibutuhkan banyak hal lain yang tidak kalah penting. Dibutuhkan kepemimpinan politik yang demokratis, yang ditentukan oleh seberapa dekat politik dengan rakyat, sebesar apa perhatian kekuasaan dan kekuatan politik terhadap kehidupan sosial rakyat, seberapa besar keinginan mereka bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Kepemimpinan politik demokratis adalah rangkaian kemampuan, kecerdasan personal dan institusional, untuk menggerakkan politik dan kekuasaan, bagi kepentingan masyarakat banyak. Kepemimpinan politik tergambarkan dalam segala hasrat dan kehendak para pemimpin, bergerak melampaui kepentingan diri dan kelompok. Artinya, kepentingan publik yang diutamakan. Kepentingan publik memerlukan kualitas kepemimpinan politik demokratis dalam diri pelaku politik pada semua level, baik nasional maupun lokal. Kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa kepemimpinan politik merupakan salah satu pokok persoalan dan simpul perdebatan penting selama ini. Banyak pengalaman menun-
Jajaran pimpinan DPR RI saat pembukaan Sidang Paripurna DPR
jukkan, bahwa kepemimpinan politik akan menghadirkan banyak implikasi yang tidak terkira dalam praktek sosial-politik, termasuk perilaku birokrasi. Kepemimpinan politik pada era Orde Baru tercatat, bahwa kepemimpinan politik demokratis mengalami banyak masalah. Akibat buruk dari kenyataan ini dialami oleh masyarakat. Rakyat harus membayar biaya yang mahal. Ketidakpastian waktu, ketidakpastian biaya, dan ketidakpastian siapa yang bertanggung jawab adalah beberapa fakta empiris rusaknya layanan birokrasi. Kondisi ini cukup lama terbangun sehingga membentuk sikap, perilaku, dan opini bahwa pejabat politik dan pejabat birokrasi tidak dapat dibedakan. Pasca reformasi, kita memerlukan upaya-upaya percepatan reformasi di tubuh birokrasi. Demokrasi membutuhkan institusi untuk mempresentasikan nilai-nilai pemihakan bagi kepentingan rakyat. Kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan adalah cita-cita Indonesia.
Mewujudkan Kepemimpinan Politik Demokratis
Diskusi seputar kepemimpinan
politik amat penting dalam konteks demokratisasi sosial politik di Indonesia. Demokrasi, tidak hanya sebatas mekanisme politik formal, hadirnya isntitusi politik, melainkan terutama nilai-nilai yang menjadi pemihakan paling mendasar demokrasi. Prinsip-prinsip dasar demokrasi harus menjadi acuan dalam mengevaluasi apakah kepemimpinan politik memiliki kapasitas dalam membangun kehidupan publik yang lebih baik. Lebih jauh, korelasi positif antara demokrasi dan kemakmuran sosial harus menjadi kerangka penilai dan indicator utama yang biasa dialami dalam aspek-aspek paling nyata dari kehidupan publik (sosial). Kepemimpinan politik merupakan salah satu kebutuhan politik utama yang harus dikembangkan dalam arus besar reformasi demokratis seperti sekarang ini. ini merujuk pada usaha terbentuknya keseriusan dan kemampuan mempertahankan perubahan sosialpolitik yang memihak kepentingan publik. Tentu juuga terbangunnya birokrasi sebagai bagian dari pendefisian demokrasi dalam mengaktualisasikan kepentingan publik. Ada beberapa hal yang perlu di-
perhatikan dalam mewujudkan kepemimpinan politik demokratis. Pertama, mampu melakukan pemulihan kembali (restorasi) sosial-ekonomi. Krisis sosial dan ekonomi dalam bentuk kemiskinan, pengangguran, kekerasan dan lain-lain, membawa pesan adanya kebutuhan mutlak untuk membangun kembali kehidupan bersama yang berkeadilan dan demokratis. Langkah mengamankan gerak ekonomi nasional harus ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ada beberapa sikap politik yang mencuat di tengah problem sosialekonomi yang melanda kehidupan kita; pertama, faksionalisme politik justru makin mengkristal, ada kecenderungan penonjolan kekuatan politik tertentu; kedua, energi politik terkuras sekian banyak untuk mengurus konflik-konflik sosial yang kadangkala dari permasalahan politik, padahal masyarakat membutuhkan sebuah dedikasi politik untuk menyelamatkan masyarakat dari krisis ekonomi; ketiga, target politik jangka pendek seringkali menjadi orientasi politik yang kuat. Kenyataan ini harus disadari oleh pemimpin politik, bahwa restorasi ter-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
3
PESAN PIMPINAN
Anggota DPR RI usai mengikuti Sidang Paripurna DPR
hadap problem sosial-ekonomi tidak boleh justru memunculkan sikapsikap politik yang justru menghabiskan enegrgi dan biaya yang banyak. Kedua, mampu menjaga ruang publik. Presiden SBY pernah mengatakan bahwa “sinergi” antara kekuatan publik dan aspek kepemimpinan politik saat ini, akan menentukan seberapa cepat kita mengembalikkan Indonesia ke jalur kemakmuran yang berkeadilan. Hal ini ia sampaikan, karena menyadari bahwa kesenjangan politik pada gilirannya menjadi sumber munculnya masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan budaya. Rakyat yang tidak puas dalam perjalanan politik bangsa, merasa bahwa perpolitikan di Indonesia tidak mampu mengelola fenomena sosial yang berkembang. Akibat paling parah adalah ketiadaan opini publik yang dapat menekan negara untuk memikirkan secara serius kehidupan sosial masyarakat. Jurgen Habermas menyebutkan “ruang publik” (the public sphere) sebagai medium antara rakyat dan negara. Habermas menekankan pentingnya pembentukan opini pada ruang publik. Opini publik ini bukan hanya sekedar pembicaraan-pembicaraan
4
lepas di antara rakyat di warung-warung kopi saja, melainkan sebuah konstruksi pemikiran, sikap kritis dan kontrol politik yang memiliki signifikansi tinggi, menekan negara untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan pro rakyat. Dengan demikian, pemimpin politik demokratis harus memperhatikan ruang publik tersebut untuk terus dijaga agar ada check and balances antara negara dan rakyat. Ketiga, mampu mendobrak elitisme politik. Kepemimpinan politik merupakan aspek yang utama dalam pengejawantahan nilai-nilai demokrasi. Kepemimpinan politik tidak selalu berarti memiliki dukungan politik dan kekuasaan mayoritas, melainkan kemampuan mengembangkan sumberdaya sosial politik secara efektif untuk mendorong kemakmuran dan kesajahteraan. Para pemimpin politik demokratis akan menggodok kemampuan personal dan kemampuan politik, untuk mendukung pencapaian kebijakan politik demokratis. Seorang pemimpin politik tidak hanya berkutat dalam “ritual politik” yang dibuat untuk memperkuat kekuasaan. Pemimpin politik demokratis harus mampu menghapus elitisisme politik kekuasaan, berani
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
mendekatkan jarak dengan masyarakat dan konstituen, dan ikut merasakan penderitaan dan kesesakan sosial yang dialami oleh warga. Dapat saja, sebagai pemimpin, ia berada dalam lingkaran kekuasaan, namun keseluruhan pola pikir dan tindakan politik harus mencerminkan kedekatan dengan masyarakat. Keempat, mampu membangun komunikasi politik. Kemampuan melampaui kepentingan kotak-kotak politik yang beragam, amat menentukan kualitas kepemimpinan politik. Kemampuan ini ditentukan pola komunikasi politik yang dikembangkan para pemimpin politik. Kepemimpinan politik demokratis sangat berkaitan dengan substansi komunikasi politik para pemimpin politik. Jika kekuatan politik hanya mengandalkan mekanisme “saling sindir” dalam membangun komunikasi politik, maka demokrasi tidak akan mengakar di wilayah rakyat (massa). Saling sindir di level elit politik menunjukkan keengganan menyelesaikan persoalan kebangsaan dengan kualitas komunikasi politik yang dibangun dalam keadaban yang kuat. Persahabatan politik antar pemimpin politik akan menetukan kualifikasi kepemimpinan yang dibutuhkan dalam arus demokratisasi politik. Komunikasi politik tidak bisa dilepaskan dari persoalan etika demokrasi. Strategi, mekanisme dan metode komunikasi politik oleh Partai Politik harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Prinsip-prinsip demokrasi harus melandasi alur komunikasi politik Partai Politik. Dalam konteks ini, rakyat bukan berperan semata sebagai obyek yang hanya mendengar apa yang disampaikan agen-agen politik (partai politik). Lebih jauh, rakyat adalah subyek politik yang memberikan keseimbangan dalam membangun demokrasi. Komunikasi politik yang baik antar kekuatan politik Parpol dan rakyat akan menentukan bobot kekuasaan. Kelima, konsisten mengawal transisi demokrasi. Kepemimpinan
politik demokratis akan selalu berhubungan dengan penciptaan pemerintahan dan kekuasaan yang baik dan bersih. Hal ini berkaitan dengan usaha mengawal transisi menuju demokrasi yang semakin berkualitas. David W. Lovell, seorang guru besar Ilmu Politik Universitas New South Wales, menegaskan bahwa aspek
menjadi standar dan ukuran untuk melakukan verifikasi atas masalah yang muncul di dalam konstruksi politik kekuasaan. Kedua, pendekatan interaksional. Masalah dalam bidang politik menghasilkan jejaring yang siap “memangsa korban” yang semakin banyak. Lebih dari itu, pada konteks ini, korupsi (koruptor) mem-
transisi demokrasi, dengan banyaknya masalah hukum dan instabilitas politik, memberikan tantangan terhadap usaha transformasi kepada kehidupan demokratis. Para wakil rakyat yang diberi mandat kekuasaan, bisa dengan mudah memainkan aturan sesuai dengan keinginan mereka dan melampaui batas keadilan publik. David W. Lovell memperkenalkan dua pendekatan utama untuk membaca masalah politik pada level politik kekuasaan. Pertama, pendekatan struktural. Pendekatan ini mengutamakan bagaimana politik kekuasaan dibangun. Kekuasaan membahasakan hasrat dan tendensi mesin birokrasi pemerintahan, dan bekerja sebagai bagian dari perspektif struktural. Kinerja para pemimpin politik akan
bangun sistem interaksional yang sedemikian luas, meringkus birokrasi, mengaitkan kekuatan pada para pemilik modal. Disadari ataupun tidak, korupsi sebagai jaringan kejahatan bisa mengikat ingatan bahkan nurani orang-orang terbaik di kancah kekuasaan. Menjembatani dua posisi ideal ini amat dibutuhkan kepemimpinan politik dalam diri setiap pelaku kekuasaan di setiap lembaga politik kekuasaan. Kepemimpinan politik, pertamatama tentu berhubungan dengan kemamuan dan kemampuan untuk melakukan perubahan atas sikap dan pilihan politik.
tis merupakan kualitas manajemen kekuasaan yang amat dibutuhkan untuk mendekatkan prinsip-prinsip demokrasi ke dalam kehidupan rakyat. Ini berhubungan dengan kehidupan nyata masyarakat. Kepemimpinan politik berhubungan dengan aspek moral dan psikologis yang harus dikembangkan pelaku politik,
Pertemuan para Pimpinan Lembaga Tinggi Negara
Penutup
Kepemimpinan politik demokra-
terutama untuk merasakan kegelisahan sosial, menyusun kebijakan politik berdasarkan kegelisahan itu dan mengamankan setiap kebijakan politik dengan keberanian dan keteguhan sikap. Kepemimpinan politik demokratis pada masa kini akan berhubungan dengan dua aspek krusial. Pertama, kebutuhan untuk mematangkan kedewasaan dedikasi institusi politik yang berhubungan dengan kehidupan publik. Kedua, usaha memastikan efektivitas kebijakan publik dalam mendorong kemajuan sosial. Dua aspek penting ini menjadi persoalan yang amat kompleks di tengah keragaman pilihan politik dalam suasana demokrasi. Wallahu’alam. ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
5
DAFTAR ISI DAFTAR ISI
Parlementaria Edisi 84 Tahun XLII 2011 PESAN PIMPINAN
Kepemimpinan Politik Demokratis
02
LAPORAN UTAMA
> OTDA Belum Mampu Berikan Kesehjateraan Bagi Masyarakat > Otonomi Daerah Masih Dijalankan Setengah Hati > OTDA Seringkali Tidak Diikuti Kewenangan Anggaran > Daerah Otonomi Baru Difokuskan Daerah Perbatasan
08 11 13 15
SUMBANG SARAN
Politik Pemekaran dan Otonomi daerah
17
PENGAWASAN Laporan Utama
08 | OTDA Masih Dijalankan Setengah Hati Penyelenggaraan Otonomi daerah ternyata tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat daerah, seringkali perhatian terhadap masyarakat terabaikan dan terpinggirkan. Sorotan
56 | DPR Minta Aparat Tuntaskan NII
Awal April lalu perhatian publik tersita ketika Lian Febriani, PNS bagian Tata Usaha, Direktorat Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan diberitakan hilang. Publik tersentak ketika Lian akhirnya ditemukan di salah satu mesjid kawasan Puncak, Jawa Barat dalam keadaan linglung, tidak mengenal diri dan keluarganya. Butuh waktu sampai akhirnya dapat disimpulkan Lian baru saja dibaiat, dicuci otaknya oleh organisasi NII (Negara Islam Indonesia).
> Pelaksanaan UN 2011 Jauh Lebih Baik Dibanding Tahun-tahun Sebelumnya > Kejahatan Perbankan Terjadi Bukan Karena Pengawasan BI Lemah
20 24
ANGGARAN
Pembangunan Wisma Atlit Di Palembang Habiskan Dana 200 M
28
LEGISLASI
> Penanganan Konflik Sosial: Perlu UU Yang Lebih Komprehensif Dan Integratif > Memperkuat KY Berarti Juga Memperkuat MA > RUU Intelijen Persempit Gerakan Teroris
32 38 40
PROFIL
Kemandirian Bangsa Ditentukan Oleh Kemandirian Industrinya
KUNJUNGAN SPESIFIK PIMPINAN DPR SOROTAN
DPR Minta Aparat Tuntaskan NII
42 48 56
LIPUTAN KHUSUS
Ketua DPR Berpidato Di Sidang Parlemen Irak
SELEBRITIS
Atiqah Hasiholan
58 62
PERNIK
Pers Diharapkan Mengawal Citra Parlemen
POJOK PARLE
Dasar Wartawan
66 70
Anggaran
28 | Pembangunan Wisma Atlit Di Palembang Habiskan Dana 200 M Bulan November 2011, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pelaksanaan Sea Games XXVI. Pesta olahraga se Asia Tenggara ini akan dilaksanakan di Jakarta dan Palembang.
6
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
SUSUNAN REDAKSI PARLEMENTARIA EDISI 84 TH.XLII 2011 Pengawas Umum Pimpinan DPR RI Penanggung Jawab/ Ketua Pengarah Dra. Nining Indra Shaleh, M.Si Wakil Ketua Pengarah Achmad Djuned SH, M.Hum Pimpinan Pelaksana Helmizar Pimpinan Redaksi Djustiawan Widjaya Wakil Pimpinan Redaksi Liber S. Silitonga, Mediantoro SE
Anggota Redaksi Dra. Trihastuti
Nita Juwita, S.Sos, Sugeng Irianto, S.Sos M. Ibnur Khalid, Iwan Armanias, Suciati, S.Sos Faizah Farah Diba, Agung Sulistiono, SH
Fotografer Rizka Arinindya Sirkulasi Supriyanto Alamat Redaksi/Tata Usaha Bagian Pemberitaan DPR RI Lt. II Gedung Nusantara II DPR RI, Jl. Jend. Gatot Soebroto Senayan, Jakarta Telp. (021) 5715348, 5715350, Fax (021) 5715341 Email :
[email protected] www.dpr.go.id/berita
!
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
7
LAPORAN UTAMA
OTDA Belum Mampu Berikan Kesejahteraan Bagi Masyarakat Penyelenggaraan Otonomi daerah ternyata tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat daerah, seringkali perhatian terhadap masyarakat terabaikan dan terpinggirkan.
8
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
H
al tersebut dapat terlihat dari hasil peringkat pemerintah daerah yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri pada awal tahun ini, Didalam laporannya, Kementerian Dalam Negeri menyatakan belum ada satupun daerah otonomi yang menduduki peringkat sangat tinggi dalam evaluasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari 33 provinsi, hanya ada tiga provinsi yang menempati peringkat tinggi, yaitu Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sementara terdapat tujuh provinsi menempati urutan rendah. Daerah yang tiga tahun berturutturut berpredikat rendah, akan segera menjalani evaluasi kinerja penyelenggaraan otonomi daerah. Jika daerah itu masih dinilai rendah, Menteri Dalam Negeri akan menyerahkan nasib daerah itu kepada dewan pertimbangan otonomi daerah. Dewan pertimbangan bisa memutuskan daerah itu digabung atau dihapuskan. Kendala yang sering dihadapi saat ini, yaitu kesulitannya pemerintah daerah mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat pun sulit ditingkatkan. Bahkan hasil rilis Kementerian Dalam Negeri membuktikan, bahwa hampir separuh daerah otonom pemekaran masih memperhatinkan. Kendala lainnya seringkali mengenai kapasitas maupun SDM birokrasi yang masih kurang dan tidak merata. Bahkan kebanyakan daerah yang memiliki kapasitas lebih baik berada di daerah perkotaan. Terlihat di sejumlah daerah, pola penjaringan pejabat daerah masih didasarkan pada kekerabatan dengan kepala daerah tersebut misalnya saja jabatan seperti Kepala Dinas terkait seringkali merupakan tim sukses dari Kepala daerah tersebut sebagai balas jasa dukungan terhadap dirinya. Saat ini kapasitas birokrasi di daerah masih kurang dan tak merata. Kebanyakan pejabat yang memiliki kompetensi tinggi berada di daerah
perkotaan. Bahkan, di sejumlah daerah, pola penjaringan pejabat daerah masih didasarkan pada kekerabatan dengan kepala daerah. Reformasi birokrasi masih belum menyentuh pemerintah daerah, dimana saat ini, kapasitas sumber daya manusia di daerah menjadi salah satu syarat pembentukan daerah otonom. Sementara menurut Rahardi Zakaria dari PDIP, filosofinya daerah otonom harus focus kepada pelayanan public atau mensejahterakan masyarakat. Kalau diteliti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pertama ukurannya daya beli, pendidikan, kesehatan, tata ruang. “Itu bisa digunakan sebagai cros check, factor tadi apabila tidak bisa diraih atau mencapai target daerah itu dikatakan gagal,”paparnya. Pihak pemerintah dan DPR harus melakukan cros check, moratorium memang tidak ada dalam UU, artinya daerah bisa saja mengajukan daerahnya untuk dimekarkan sepanjang sesuai dengan UU. “Kritik saya pem-
bentukan otonom baru sebaiknya dikonsentrasikan kepada wilayah yang tidak terjangkau wilayah ibukota atau provinsi itu banyak terjadi di wilayah perbatasan dan rawan akan ancaman konflik dari luar,”paparna Persoalan otonomi daerah juga terkait dengan proses pelaksanaan Pemilukada yang belum mampu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat daerah tersebut. Pemilukada sejatinya merupakan implementasi amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi daerah yang seharusnya dapat membawa perubahan di tengah masyarakat. “Konsep pemilukada langsung yang mengedepankan suara rakyat sudah betul dan jangan diputar balikkan, dalam teori politik rakyat seharusnya telah mendapatkan yang terbaik, adil dan sejahtera. Namun kenyataan tidak seperti itu,”kata Basuki Tjahaja Purnama baru-baru ini. Bahkan kalau kita evaluasi, terang Basuki, yang dipilih ternyata
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
9
LAPORAN UTAMA
bukan kehendak rakyat dan kadangkadang jumlah yang menang sama Golput lebih banyak Golput yang menang. “Misalnya saja waktu Pemilukada di DKI Jakarta yang tidak memilih mencapai 2 juta orang bahkan hampir mendekati calon terpilih saat itu Foke,”ungkapnya. Pemilukada saat ini telah memberikan peluang kepada orang yang dikenal memiliki integritas untuk mencalonkan diri dari perseorangan, namun ternyata baru dua calon perseorangan yang menang dan menjabat sebagai pejabat pu-blik. Ternyata, terang Basuki yangi biasa dipanggil Ahok, yang mayoritas menang dan menjabat sebagai kepala daerah sebagian besar adalah pemilik modal. “Jika anda mau mengumpulkan KTP massa pendukung juga mengeluarkan uang. Selain itu, banyak pihak yang idealis yang ingin masuk politik terbentur karena partai yang tidak mau merekrut mereka, karena
10
mereka lebih menyukai calon yang bermodal,”jelasnya. Persoalan mendasar saat ini, yaitu proses demorkasi di Indonesia mengijinkan orang kaya yang ingin menguasai sumber daya alam untuk bertanding, baik pejabat, mantan pejabat, atau yang membiayai orang kaya tersebut untuk bertarung menjadi kepala daerah. Esensi perebutan kepala daerah, tambahnya, lebih cocok sebagai perebutan SDA artinya semakin banyak kandungan mineral di daerah tersebut, semakin banyak orang yang mau membiayai dirinya. Sehingga memunculkan distorsi dimana kehendak rakyat tidak tercapai. “KPUD seharusnya membuat sistem yang harus menyiapkan semua sarana, spanduk foto cukup tidak boleh jor-joran dan stiker kecil untuk para calon, sementara penentuan tempat penempelan spaduk dan sebagainya ditentukan oleh KPU
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
atau KPUD, mereka juga menfasilitasi pertemuan dengan masyarakat untuk debat kandidat,”lanjutnya. Melalui cara ini, terangnya, calon tidak perlu keluar biaya banyak. Dia menambahkan, UU Pemilihan Kepala Daerah harus segera direvisi, jadi tidak hanya menyerahkan daftar kekayaan untuk para calon, tetapi KPK harus memiliki hak menyidik dari mana harta calon kepala daerah tersebut, kemudian alangsung digunakan UU no.7 tahun 2006 yang memuat hasil ratifikasi PBB melawan korupsi prinsip kekayaan yang tidak wajar. “Kepala daerah ingin mencalonkan diri harus melaporkan kekayaan jika hartanya tidak bisa dibuktikan langsung ditolak KPK bisa langsung menyidik. Kalau ada peraturan itu orang-orang akan berpikir dua kalia untuk mencalonkan diri dan cara ini dapat menurunkan saingan lapangan tanding, anak-anak idealis bisa ikut bertanding,”Katanya. (si)
Basuki Tjahaja Purnama (F-PG)
Otonomi Daerah Masih Dijalankan Setengah Hati Pelaksanaan UU Otonomi Daerah ternyata menyisahkan satu persoalan besar, yaitu tidak memberikan ruang terciptanya pembuktian terbalik didalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung, dan mampu mejawab persoalan besar konflik kepentingan antara pengusaha dan penguasa.
Bupati lebih mengetahui peluang dan potensi daerahnya masing-masing. Berikut hasil wawancara dengan Basuki Tjahaja Purnama terkait evaluasi UU Otonomi Daerah :
S
Basuki Tjahaja Purnama
elain itu, persoalan Otonomi masih dijalankan setengah hati oleh pemerintah, dimana dana dekonsentrasi masih dipegang oleh
Kementerian, dimana seharusnya memberikan peluang daerah tingkat II untuk mengelola dana tersebut secara bertanggung jawab, dikarenakan para
Bagaimana evaluasi Otonomi daerah yang telah dijalankan selama ini? UU Otonomi daerah di Indonesia prinsipnya mencontek demokrasi ala barat tetapi elit kita terlalu pintar, ada dua UU yang dikebiri kalau bicara demokrasi pilih langsung dari rakyat seharusnya menjalankan pembuktian terbalik, maupun konflik kepentingan pengusaha dan penguasa, karena itu apabila saya seorang pengusaha dan ingin mencalonkan diri harus menyerahkan kekayaannya kepada lembaga trust fund untuk mengelolanya sehingga tidak ada konflik kepentingan. Misalnya mantan Perdana Menteri Thaksin di thailand, kenapa relatif berhasil karena bisa mengerem terjadinya konflik kepentingan antara pengusaha dan penguasa. Sebetulnya dia tidak merugikan keuangan APBN Filipina, namun dia menggunakan kekuasaannya untuk mendorong terciptanya transaksi yang menguntungkan perusahaannya sehingga saham perusahaannya naik terus. Sistem di barat mampu menciptakan kesejahteraan lebih baik na-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
11
LAPORAN UTAMA
mun proses demokrasi harus mampu menciptakan cross check yang harus diikuti penegakan hukum yang kuat bukan bicara minoritas dan mayoritas kalau ada bicara demokrasi harus melihat kepada konstitusi karena kita ada MK. Otonomi daerah saat ini masih setengah dijalankan oleh pemerintah, dimana sebesar 67 persen dana dekon masih dipegang kementerian, 1 desa dikeroyok 18 kementerian. Yang paling mengerti tentang Indonesia adalah kepala desa atau Bupati dimana seharusnya dana dekon itu diserahkan kepada daerah tingkat II apabil ada yang bilang korupsi akan pindah ke tingkat II, maka pemerintah harus segera memberlakukan pembuktian terbalik, Bupati yang kaya raya segera ditangkap, di check punya rumah dimana saja. Hal tersebut apabila terus dibiarin maka di Indonesia akan berlaku prinsip “kamu korupsi porsi kamu saya korupsi porsi saya”. Demokrasi rusak karena kita tidak menegakan hukum tetapi kita memanipulasi UU yang membahayakan kita.
dan pembuktian terbalik. Karena itu kita harus perbaiki UU tentang Desa juga, masih banyak yang ingin jadi Kades digaji pas-pasan. Jika tidak ini akan jadi vakum dan pecah negara ini. Rakyat sekarang sudah
Apakah sulit memberlakukan pembuktian terbalik sementara sebagian besar masyarakat belum siap kearah situ ? Apa susahnya kita menerapkan pembuktian terbalik, sementara dengan diterapkannya hukum mati koruptor, membuat jaksa dan polisi tambah kaya,mereka akan memeras para tersangka korupsi. Contoh rekening gendut polisi, semua orang pasti bilang polisi kaya-kaya, namun sulit membuktikannya, sementara PNS semua banyak honornya seperti Sekda saja bisa memperoleh penghasilan sebesar Rp. 30 juta. Kalau mau jujur sekda apabila ingin mendapat honor yah silakan saja. Karena memang bias dikenai pajak PPH, kalau memiliki kekayaan yang wajar segera ditangkap. Solusi atas demokrasi harus diikuti penegakan hukum, UU yang mengikuti sebuah UU Otda yaitu tadi konflik kepentingan penguasa dan pengusaha,
12
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
tidak percaya apapun tinggal tunggu ditaktor jika tidak kuat maka akan muncul diktator kecil. Pemilukada bisa dikatakan gagal jika memperkaya segelintir golongan karena itu perlu ada pembuktian terbalik.*(si, iw. as)
Otda Seringkali Tidak Diikuti Kewenangan Anggaran
Rommyhurmuzy (F-PPP)
Penyelenggaraan Otonomi daerah ternyata tidak sepenuhnya dapat meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat daerah, seringkali perhatian terhadap masyarakat terabaikan dan terpinggirkan.
S
eharusnya peran pemerintah pusat hanya terbatas 5 persoalan diantaranya, permasalahan luar negeri, pertahanan dan keamanan, hukum dan HAM, keuangan dan agama apabila diluar tersebut merupakan kewenangan daerah. Berikut hasil wawancara dan pendapat Rommyhurmuzy (F-PPP) mengenai evaluasi Pemilukada dan persoalannya.
Bagaimana Bapak melihat evaluasi otonomi daerah yang telah dilaksanakan selama 8 tahun ini? Kita melihat otonomi daerah
yang sekarang dijalankan itu otonomi setengah hati. Kenapa otonomi setengah hati? Karena sesungguhnya pelimpahan kewenangan kepada daerah yang sekarang dilakukan itu tidak diikuti oleh pelimpahan anggaran. Anggaran kita di dalam APBN itu terbagi fifty-fifty untuk urusan pusat dan urusan daerah (belanja pusat dan belanja daerah). Sementara berdasarkan UndangUndang tentang Otonomi Daerah yang menjadi kewenangan pusat sebenarnya tinggal lima urusan (luar negeri, pertahanan dan keamanan, hokum dan HAM, keuangan dan agama). Di luar lima persoalan itu semuanya sudah merupakan kewenangan daerah, tetapi anggaran yang sekarang dibelanjakan oleh pemerintah dari APBN, belanja pusat dan belanja daerah itu relative seimbang malahan sedikit lebih besar belanja pusat. Memang menjadi konsen kita khususnya PPP, bagaimana melakukan penguatan otonomi daerah. Artinya bukan hanya sekadar pemberian kewenangan tapi juga dalam peningkatan porsi anggaran, tentu setiap pelimpahan kewenangan kepada daerah harus diikuti politik anggarannya. Contoh, berapa kabupaten kondisinya sekarang ini defisit. Di Dapil saya misalnya Kebumen itu saat bupati pertama kali menjabat yang baru ini yang kebetulan dari PPP, dia mengatakan “defisit Rp 80 miliar.” Karena memang ada perintah pusat kepada daerah untuk melakukan pengangkatan Pamong, kemudian dari pusat memerintahkan guru-guru honorer dengan klasifikasi tertentu diangkat. Hal ini semua menjadi beban daerah. Setiap pengangka-
tan PNS pasti menjadi beban daerah, kecuali yang dilingkungan kementerian agama, itu menjadi beban pusat. Kalau yang kementerian diknas (PNS guru) itu semuanya menjadi beban daerah dan itu ada di dalam DAU. Sementara komponen DAU-nya sendiri formulasinya tidak ubah untuk ditambah sehingga mereka mendapatkan posisi yang layak. Sekarang ini hanya sekitar 100 kabupaten saja yang mampu menyelenggarakan pemerintahan untuk menjalankan pembangunan dengan layak yaitu kabupaten-kabupaten yang merupakan penghasil Migas dan Tambang, selain itu rata-rata kabupaten berada dalam posisi defisit atau pas-pasan. kemudian 87% sampai dengan 95% dari anggarannya itu habis untuk pembiayaan rutin penyelenggaraan pemerintahan. Anggaran untuk belanja pembangunan itu hanya antara 5% sampai 13%. Ini sangat menyedihkan akhirnya tidak ada pembangunan di daerah. Sementara ketika mereka ingin melakukan tambahan anggaran, mereka harus melakukan pendekatan kepada pemerintah pusat yang saya melihat baik kepada pemerintah pusat maupun kepada DPR RI basisnya itu tidak ada formulasinya. Ini yang saya kira kedepan kurangilah interaksi-interaksi dalam rangka lobby yang dilakukan oleh kepala daerah agar mereka itu tidak disibukan dengan lobby tetapi disibukan dengan upaya pembangunan yang sesungguhnya. Hal itu menjadi point paling penting daripada otonomi itu, Kalau memang kemudian pemerintah pusat sendiri memandang sebagai wujud Negara kesatuan kita masih tetap harus memiliki kendali terhadap
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
13
LAPORAN UTAMA
Upacara peringatan Hari Otonomi Daerah
daerah maka lakukan penataan kembali kewenangan itu agar daerah tidak merasa berat.
Bagaimana pandangan bapak mengenai format ideal otonomi daerah? Perlu ada penataan kembali otonomi daerah, yang ideal sebenarnya kalau otonomi daerah itu diletakan di tingkat provinsi. Karena memang otonomi daerah di tingkat provinsi itu akan membawa sinergi yang lebih bagus untuk pembangunan bangsa ini kedepan. Sekarang misalnya, antara dua-tiga kabupaten yang memiliki surplus anggaran berlomba-lomba membuat bandara internasional. “Ini ‘kan konyol.” Umpamanya antara kabupaten kutai Negara sama kutai
14
timur, ini dua-duanya jor-joran untuk membuat bandara internasional karena mereka menilai wilayahnya merupakan pusat agrobisnis. Sementara bupatinya kalau dikoordinasi sama gubernur, lho wong anggaran gubernur sama anggaran kabupaten saja lebih besar anggaran kabupaten. Jadi mereka berpandangan untuk apa ikut anda, untuk apa kami makmum anda, sementara gubernur adalah wakil dari pemerintah pusat. Jadi ini saya kira kedepan perlu disinergikan. Yang jelas undang-undang pemerintahan daerah ini perlu dipecah menjadi 3 (Undang-Undang Desa, Undang-Undang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah) su-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
paya penataannya kedepan itu sejalan antara kewenangan dan anggaran. Meskipun otonomi itu diletakan di tingkat desa itu memiliki alokasi khusus, alokasi dana desa yang bukan hanya menjadi beban dari pemerintah daerah tapi juga memiliki formulasi khusus dari bagian APBND. Kalau itu terjadi saya kira pemerataan pembangunan ini akan lebih cepat. Karena mendistribusikan anggaran kepada 63 ribu desa, katakanlah kalau misalnya diberikan Rp 1 miliar itu ‘kan Rp 63 triliyun ‘kan. Saya kira itu akan lebih cepat untuk mempercepat kemakmuran daripada kita kemudian berkutat kepada pembangunan-pembangunan pola sektoral yang selama ini dijalankan. (si, iw. as) ***
Rahardi Zakaria (F-PDIP)
Daerah Otonom Baru Difokuskan Daerah Perbatasan
Persoalan Daerah Otonom Baru (DOB) menjadi perhatian sendiri khususnya persoalan anggaran dimana daerah induk merasa tidak puas dikarenakan tersedotnya PAD mereka kedaerah Otonom tersebut. Sejatinya, persoalan DOB lebih memfokuskan kepada pelayanan public dan wilayah terluar di Indonesia. Dimana wilayah tersebut sangat rentan akan konflik dengan Negara sahabat.
M
enurut Rahardi, Kita harus sepakat dulu persoalan 0tda bukan barang baru ketika Indonesia merdeka di UUD 1945 bahkan sudah diatur mengenai pemerintahan daerah. kemudian ada lagi berikutnya UU 11 tahun 1948, UU no.5 tahun 197. “Jadi persoalan Otda bukan barang baru tetapi orang-orang terkejut ketika reformasi kemarin seakan-akan UU no.22 tahun 1999 suatu membuka keran penataan pemerintah daerah yang dilanjutkan dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,”paparnya menjelakan aturan hukum soal Otda kepada Parle. Tentunya selama reformasi, jumlah provinsi yang tadinya 26 menjadi 33 provinsi kemudian kabupaten tadinya 39 kabupaten, 90 kota 6 daerah administrasi di DKI Jakarta menggunakan UU Khusus. “Itulah ledakan pembentukan otonom baru sejak rentang 10 tahun 99 bertambah 205 buah kemudian 7 provinsi,”paparnya. Pembentukan DOB perlu dipikirkan karena menyerap dana yang besar
Rahardi Zakaria (F-PDIP)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
15
LAPORAN UTAMA
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi (kanan) berjabat tangan dengan Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap
baik DAU, maupun DAK itu de-ngan landasan PP No. 129 tahun 2000, diganti PP No. 78 tahun 2007. Ketika reformasi dibuka seperti itu muncul daerah otonom baru, dan kita harus mempertanyakan motivasi daerah otonom baru apakah secara filosofis mendekatkan dengan pelayanan masyarakat atau tidak. “Pertanyaan apakah ada DOB kesejahteraan masyarakat meningkat? Apakah daerah induk ketika pemekaran terjadi deficit atau pengurangan PAD itu banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia seperti tasikmalaya ada daerah otonom baru walikotanya kelimpungan karena deficit anggarannya. Sejujurnya banyak daerah induk yang tidak puas karena berkurangnya PAD dan dana dari pusat. Hal Itu merupakan problematic yang terjadi di Indonesia. Artinya apakah UU yang mengatur pemerintahan daerah tidak serta merta daerah yang tidak mampu mengalami penggabungan. “Filosofinya mereka harus dapat melakukan
16
pelayanan public atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kalau diteliti Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ukurannya daya beli, pendidikan, kesehatan, tata ruang,”paparnya. Dia menambahkan, pembentukan daerah otonom baru sebaiknya dikonsentrasikan kepada wilayah yang tidak terjangkau wilayah ibukota atau provinsi. Hal tersebut banyak terjadi di wilayah perbatasan dan rawan akan ancaman konflik dari luar. “Di daerah perbatasan daya rentangnya jauh pengawasan kurang dan sentuhannya dari pusat. Padahal memiliki tiga potensi penting biasanya menjadi sumber konflik yaitu factor geopolitik, strategis, ekonomik,”ujarnya. Wilayah yang terpencil harus diberdayakan agar kekuatan pembangunan tidak terpusat di pulau Jawa dan harus merata dengan diimbangi perimbangan kekuatan pembangunan. Sebaiknya dibuka daerah baru sebagai jendelanya Indonesia bukan daerah yang mudah dijangkau tetapi
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
dipecah. Hitungannya bukan populasi penduduk Tetapi wilayah-wilayah strategis,”tambahnya. PDIP mengusulkan daerah perbatasan menjadi perhatian kedepan seperti daerah pesisir yang harus dikelola dengan baik seperti SDM dan SDA nya Dirinya melihat DOB banyak yang tidak sehat bahkan kalau mau jujur perlu ada pendalaman kajian dengan memberikan uji coba setahu untuk Calon daerah Otonom Baru, jika tidak lolos tidak jadi pemekaran. Otonomi daerah, lanjutnya kalau mau jujur harus diserahkan kepada kabupaten. Otonomi daerah diperlukan sepanjang melalui koridor NKRI dan dilaksanakan secara benar dan memperhatikan potensi ekonomi, pendidikan, kesehatan. “Kalau IPM tidak bagus atau rendah kenapa tidak digabung, apabila ada daerah pemekaran menjadi miskin itu harus dipertanyakan dan menjadi perhatian bersama antara DPR dan Pemerintah,”jelasnya. (si/as/iw)
SUMBANG SARAN
Politik Pemekaran Dan Otonomi Daerah
Indra Pahlevi
Peneliti di Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI
Pengantar
S
alah satu perubahan sosial politik secara substansial di Indonesia sejak tahun 1998 dalam konteks penataan sistem pemerintahan adalah adanya semangat desentralisasi guna menciptakan efektivitas dalam penyelenggaraan pemerintahan. Instrumen peraturan perundang-undangan pun lahir dalam satu dekade terakhir terutama sejak tahun 1999. Diawali de ngan hadirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan ruang sangat luas bagi adanya otonomi atau desentralisasi di daerah. Bahkan beberapa kalangan cenderung menilai otonomi menurut UU No. 22 tahun 1999 ini sangat berlebihan hingga Pusat sangat sulit mengontrol daerah terutama kabupaten/kota. Aturan ini kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang hingga saat ini masih berlaku dengan beberapa perubahan. Selanjutnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJPM) 2004-2009 menempatkan revitalisasi proses desentralisasi dan
otonomi daerah ini menjadi satu prioritas dalam pemnbangunan nasional. Secara umum revitalisasi ini diarahkan kepada (1) memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan; (2) mendorong kerjasama antar pemerintah daerah; (3) menata kelembagaan pemerintah daerah agar lebih efektif dan efisien; (4) meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah; (5) meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah; dan (6) menata daerah otonom baru (DOB). Berdasarkan hal tersebut, salah satu semangat revitalisasi desentralisasi dan otonomi daerah adalah yang terkait dengan keinginan membentuk daerah otonom baru (DOB) atau pemekaran wilayah yang secara yuridis kemudian diatur dalam PP Nomor 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam PP tersebut, daerah berhak mengajukan usulan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya. Dalam perjalanannya, keinginnan memperkuat otonomi daerah yang salah satunya dilakukan melalui pembentukan DOB atau pemekaran wilayah seringkali menimbulkan kontraproduktif dengan semangat memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Sebut saja evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri yang memberikan catatan bagi daerah-daerah otonom baru baik provinsi maupun kabupaten/ kota. Dalam kajian Staf Ahli Menteri
Dalam Negeri, DR. Made Suwandi, pemekaran menunjukkan kondisi yang tidak sepenuhnya berhasil. Beberapa kondisi riil di lapangan adalah: (1) miknimnya kemampuan keuangan daerah baru; (2) enggannya daerah induk membagi sumber-sumber keuangan; (3) pemekaran lebih berbasis motif politik; (4) kurangnya SDM yang qualified; (5) lebih untuk menampung jabatan-jabatan di pemerintahan daerah; (6) tidak adanya dukungan berkelanjutan dari elit daerah induk karena pejabat berganti; (7) hanya 6% PAD dan sisanya (94%) bergantung kepada dana perimbangan; dan (8) akibatnya pemda pemekaran sangat tergantung dari dana perimbangan, sedangkan jumlah dana perimbangan tidak naik secara signifikan dan yang terjadi adalah proses pemiskinan terhadap daerah induk dan daerah pemekaran. Berdasarkan hal tersebut di atas maka terlihat bahwa politik pemekaran dan otonomi daerah belum sepenuhnya mencapai tujuannya yaitu menciptakan kesejahteraan dan mendukung proses demokrasi di tingkat lokal. Dengan demikian harus dilakukan sebuah kajian yang lebih mendalam terhadap politik pemekaran agar dapat tercapai cita-cita mensejahterakan masyarakat.
Pemekaran dan Otonomi Daerah
Sebagai sebuah upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendukung proses demokrasi di tingkat lokal, maka sesungguhnya pemekaran merupakan salah satu solusi untuk mencapai tujuan tersebut. Apalagi sangat dirasakan adanya kesenjangan antar wilayah ditambah luasnya rentang kendali pemerintahan daerah induk seperti yang terjadi di Sulawesi Barat sebelum “berpisah” dengan Sulawesi Selatan. Oleh karena itu Pemerintah pun mengatur mekanisme dan syarat pemekaran suatu daerah. Setidaknya sejak tahun 1999 – 2009, telah bertambah 205 daerah
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
17
SUMBANG SARAN
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi saat meninjau persiapan pemilukada
otonom baru (DOB) dengan perincian sebanyak 7 provinsi baru, 164 kabupaten, dan 34 kota, sehingga total daerah otonom hingga 2009 berjumlah 524. Jumlah tersebut sangat mungkin bertambah hingga beberapa tahun ke depan apalagi kementerian Dalam Negeri sedang merancang grand design pemekaran di Indonesia. Secara umum dan normatif, terdapat beberapa persyaratan sebuah daerah dapat dimekarkan yaitu: 1. Luas wilayah; 2. Jumlah penduduk; 3. Jumlah kabupaten/kota untuk pemekaran provinsi; 4. Jumlah kecamatan untuk pemekaran kabupaten/kota; 5. Kemampuan keuangan yang dibuktikan dari kemampuan PDRB calon daerah yang dimekarkan; 6. Sumber daya ekonomi yang belum tergali (potensial); 7. Partisipasi masyarakat (kohesivitas); 8. Batas-batas wilayah yang jelas; dan 9. Calon ibukota yang jelas. Kesemua persyaratan tersebut harus menjadi acuan bagi setiap daerah yang hendak dimekarkan. Selain itu masih terdapat persyaratan-persyaratan lainnya baik syarat administratif
18
maupun syarat teknis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007. Oleh karena itu tidaklah mudah bagi suatu daerah untuk dapat dimekarkan. Namun demikian sebagaimana fakta di lapangan yang disebutkan pada bagian awal bahwa ternyata pemekaran memiliki basis politik tertentu. Jika kita melihat data yang disampaikan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri terkait dengan pengaruh pemekaran terhadap DAU kabupaten/kota, maka akan terlihat betapa ada pengaruh terhadap daerah lain seperti terlihat dalam tabel berikut: Dengan melihat data di atas, maka dapat disampaikan bahwa berpengaruh terhadap fungsi pemerataan DAU dengan menurunnya alokasi riil DAU bagi daerah lain yang tersebar secara proporsional kepada seluruh daerah di Indonesia karena bertambahnya jumlah daerah. Selanjutnya, kita bisa melihat studi Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal yang menyatakan bahwa pemekaran berdampak negatif bagi APBN/APBD provinsi karena berkurangnya rata-rata DAU tiap daerah, total DAK prasarana meningkat tapi DAK tiap daerah menurun, pendanaan instansi vertikal, pendanaan sarana pelayanan umum, dan dana bantuan dari APBD Propinsi in-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
duk . sementara studi Decentralization Support Facility (DSF) menyatakan bahwa biaya pemekaran daerah lebih besar daripada manfaatnya. Diperkirakan bahwa perbandingan biaya pemekaran dengan total biaya terhadap APBN dan total biaya terhadap daerah dikurangi manfaat pemekaran daerah adalah sebesar Rp7,8 triliun. Dengan angka tersebut banyak pihak yang menyatakan pemekaran daerah belum berhasil mencapai tujuan dari sisi teknis administrasi pemerintahan. Pemaparan di atas menunjukkan bagaimana implementasi kebijakan pemekaran dilihat sebagian secara kuantitatif, meskipun ada banyak data kuantitatif lainnya yang menunjukkan adanya kekurangan dalam kebijakan pemekaran. Namun demikian kebijakan tersebut tidak hanya dapat dilihat secara kuantitatif belaka. Harus juga dilihat secara kualitatif bagaimana sesungguhnya dampak pemekaran yang bermuara kepada hadirnya daerah otonom baru. Pada tahap awal memang kehadiran DOB akan memberikan beban terutama anggaran baik bagi daerah induk maupun Pemerintah (pusat). Namun demikian terdapat kondisi yang menyebabkan hal itu terjadi. Setidaknya dalam kajian penulis saat melakukan penelitian tentang pemekaran di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan bahwa selain perkembangan infrastruktur dan pembangunan fisik lainnya, masyarakat menerima manfaat dari pemeka-ran seperti dalam hal semakin mudahnya akses untuk melakukan usaha serta pemenuhan hidup lainnya selain semakin meningkatnya lapangan kerja serta munculnya potensi sumber daya alam yang dimiliki untuk digarap oleh investor. Kementerian Dalam Negeri sendiri memberikan evaluasi terhadap DOB baru ini baik provinsi maupun kabupaten/kota. Terakhir melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 – 277 Tahun 2011 tentang Penetapan Peringkat Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom Hasil Pemekaran Tahun 1999 Sampai
Dengan 2009 menyebutkan ada 4 (empat) indikator melihat peringkat evaluasi daerah otonom hasil pemekaran (DOHP). Keempat indikator tersebut adalah: (1) kesejahteraan masyarakat; (2) good governance; (3) pelayanan publik; dan (4) daya saing. Secara umum berdasarkan evaluasi yang menggunakan metodologi indeks relatif serta metodologi normatif tersebut disebutkan bahwa dari sisi kesejahteraan masyarakat, kinerja secara umum menunjukkan ketimpangan antara daerah yang peringkat atas dan terbawah. Selanjutnya bagi kabupaten/kota dalam peringkat 1-10 menunjukkan kemampuan masingmasing daerah yang cukup merata. Pencapaian tersebut memang dipengaruhi oleh usia DOHP. Untuk daerah dengan usia lebih dari 3 tahun memiliki kinerja lebih baik daripada DOHP dengan usia kurang dari 3 tahun. Berdasarkan hal tersebut sesungguhnya kebijakan pemekaran dapat memacu pertumbuhan kesejahteraan
masyarakat di daerah yang bersangkutan. Namun demikian harus menjadi pertimbangan bahwa selain mencapai tujuan kesejahteraan, juga harus bisa memenuhi keempat indikator lainnya yakni good governance, pelayanan publik, dan daya saing yang menurut evaluasi Kemendagri tersebut masih memiliki beberapa kekurangan. Oleh karena itu setiap DOHP harus mengenali kekurangannya masingmasing. Kepada Pemerintah dan DPR agar mempertimbangkan kembali ukuran kelayakan pembentukan DOB dan termasuk proses pengembangan calon DOB agar mereka menjadi daerah otonom yang kuat dan mampu mengelola urusan pemerintahan secara efektif dan efisien.
demokrasi di tingkat lokal harus menjadi sebuah kebijakan yang memiliki daya jangkau jauh ke depan. Artinya harus memperhatikan secara lebih seksama bagaimana sesungguhnya keadaan dan kondisi setiap daerah yang hendak dimekarkan. Salah satu kebijakan yang patut dipertimbangkan berdasarkan evaluasi adalah kebijakan penggabungan daerah dalam upaya mempercepat proses pembangunan yang ada di wilayah tersebut. Namun demikian disadari bahwa kebijakan itu mungkin dinilai tidak populer bagi kalangan tertentu. Akan tetapi jika dilakukan mulai dengan hasil evaluasi, lalu dibuat sebuah intstrumen perundang-undangan serta sosialisasi yang cukup dan dilakukan dengan memperhatikan kepentingan berbagai pihak (termasuk elit), maka bukan tidak mungkin kebijakan penggabungan juga menjadi sebuah pilihan bagi terselenggaranya otonomi daerah yang lebih substantif. Semoga.
Penutup
Sebagai kesimpulan dapat disampaikan bahwa kebijakan pemekaran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta proses
Tabel 1 Pengaruh Pemekaran Terhadap DAU Kabupaten/Kota DAU Kab/ Kota (90% DAU Nasional)
KenaikanDAU (%)
Jml Kab/Kota Penerima DAU
Kenaikan Jumlah Daerah (%)
Rata-Rata Penerimaan DAU
Kenaikan (Penurunan) Rata-Rata
Tahun
DAU Nasional
2001
60,345.80
54,311.22
-
336
-
161.64
-
2002
69,159.40
62,243.46
14.61
348
3.57
178.86
17.22
2003
76,977.90
69,280.11
11.31
370
6.32
187.24
8.38
2004
82,130.90
73,917.81
6.69
410
10.81
180.29
(6.96)
2005
88,765.40
79,888.86
8.08
434
5.85
184.08
3.79
2006
145,651.90
131,086.71
64.09
434
-
302.04
117.97
2007
164,787.40
148,308.66
13.14
434
-
341.73
39.68
2008
179,507.15
161,556.43
8.93
451
3.92
358.22
16.49
2009
186,414.10
167,772.69
3.85
477
5,76
351,71
(6.50)
Sumber: DR. Made Suwandi, M.Soc, Sc, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Pemekeran Daerah Dari Aspek Pemerintahan, (2011), Tidak dipublikasikan.
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
19
PENGAWASAN
Pelaksanaan UN 2011 Jauh Lebih Baik Dibanding Tahun-Tahun Sebelumnya Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2004 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran.
Komisi X DPR Rully Chairul Azwar (F-PG)
20
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
P
endidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian, memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan yang mulia ini disusunlah kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan dan metode pembelajaran. Kurikulum digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Untuk melihat tingkat pencapaian tujuan pendidikan, diperlukan suatu bentuk evaluasi. Dengan demikian evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali. Ujian Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan pemerintah yang merupakan bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Ujian Nasional biasa disingkat UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang
dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pengendalian mutu pendidikan tersebut dimulai dengan penentuan standar pada ujian nasional. Penentuan standar yang terus meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off score). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut
Komisi X DPR saat meninjau pelaksanaan UN 2011 disalahsatu sekolah SMU di Kalsel
standard setting. (Ujian Nasional, Wikipedia Bahasa Indonesia). Adapun syarat kelulusan UN untuk sekolah menengah tahun 2011 ini adalah 6 untuk nilai minimal masingmasing mata pelajaran yang diujikan dan rata-rata minimal 5,5. Ada empat mata pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA. Banyak terjadi
seorang siswa yang dalam pendidikan disekolah mendapatkan ranking cukup baik dikelas tetapi tidak lulus UN hanya karena salah satu mata pelajaran tersebut nilainya kurang dari rata-rata. Sehingga walaupun nilai mata pelajaran lain tinggi, tetap tidak lulus. Beberapa siswa bahkan sudah diterima di perguruan tinggi negeri melalui jalur PMDK atau di SMA tertentu, tetapi gagal karena tidak lulus UN, dan perguruan tinggi negeri serta SMA swasta favorit tidak mau menerima peserta yang tidak lulus UN. Bahkan beberapa sudah sempat diterima di perguruan tinggi luar negeri tetapi gagal juga karena tidak lulus UN. Simulasi penghitungan nilai kelulusan UN 2011 yakni batas terendah untuk kelulusan adalah 5,5. Angka itu dihitung dari 60 persen nilai UN dan 40 persen nilai sekolah yang didapat mulai kelas 1, 2, hingga 3 pada tiaptiap jenjang pendidikan. Ketentuan lain, nilai minimal UN tiap-tiap pelajaran 4,00. Jika dapat nilai UN 4,00 untuk salah satu pelajaran, siswa harus meraih nilai ujian sekolah 8,00. Jika dikalkulasi, siswa itu memperoleh nilai 5,60. Artinya, angka tersebut berada di atas batas nilai terendah 5,50. Sementara itu, jika siswa mendapatkan
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
21
PENGAWASAN
nilai UN 6,00, nilai ujian sekolah yang dibutuhkan tidak besar. Cukup dengan nilai 6,00, siswa itu sudah bisa lulus. Kebijakan lain, tidak ada UN ulang jadi jika tidak lulus, ikut kejar paket B atau C. Wakil Ketua Komisi X DPR Rully Chairul Azwar (F-PG) saat diwawancarai Parlementaria mengatakan, formula baru dalam ujian nasional dapat memberikan rasa keadilan bagi siswasiswa didik, jika dibandingkan dengan sistem ujian nasional yang lama. “Formula baru jauh lebih adil
bukan ujian nasional. Hal tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat meningkatkan rasa adil bagi peserta didik dan lebih meningkatkan mutu kelulusan pendidikan di Indonesia. Karena itu, Rully mengharapkan nilai ujian para siswa tidak mendapatkan angka mati yang berakibat tidak lulus bagi mereka. “Semoga saja para siswa tidak mendapatkan angka dibawah empat kalau dapat angka ini tentu tidak akan lulus,” jelasnya.
angka empat masih bisa terbantu oleh nilai di sekolah. Selain itu, DPR ingin melihat apakah dari pembagian soal ujian nasional berjalan lancar dan tidak semrawut seperti ujian tahun lalu. Rully menjelaskan, yang perlu diperhatikan oleh semua pihak yaitu mengenai pengisian dan penulisan data dan nomor paket soal yang diisi oleh siswa. “Yang bahaya murid tidak diberitahu mereka dikasih paket A tetapi mereka menulis B maka nilainya bisa nol yang berakibat tidak lu-
Para siswa-siswi, harap Rully, seharusnya lebih mempersiapkan dirinya dalam menghadapi ujian nasional. “Semua tegantung kesiapan siswa dan guru,” paparnya. Saat ini, semua mata pelajaran menentukan nilai akhir karena itu nilai ujian nasional yang terdiri enam mata pelajaran apabila jeblok tidak dibawah
lus,” tambahnya. Mengenai UN ini, politisi Partai Golkar ini juga menyoroti mengenai masalah keadilan bagi peserta didik, karena menurutnya faktor keadilan sangat mendasar, contohnya banyak sekolah diluar pulau Jawa yang belum memenuhi persyaratan standar baik dari segi guru serta sarana dan prasa-
Komisi X DPR Rully Chairul Azwar (F-PG)
dibandingkan sistem yang lama, sekarang ada 13 mata pelajaran yang menentukan selain mata pelajaran yang di ujian nasional-kan,”jelasnya Rully menjelaskan, berdasarkan Undang-undang 20/2003 tentang Sisdiknas yang melakukan evaluasi pembelajaran siswa sekaligus menentukan kelulusan adalah satuan pendidikan
22
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
rana. “Karena banyak sekolah diluar Pulau Jawa yang belum memenuhi standar inilah, banyak peserta didik yang kurang diperlakukan adil, jadi kalau dia tidak lulus bukan karena bodoh, tapi karena tidak mendapat pelatihan terbaik dari sekolahnya, sedangkan sekolah didaerahnya itu tidak ada yang lebih baik,”tegasnya. Seharusnya, kata Rully, pemerintah harus lebih memperhatikan mutu pendidikan di daerah yang kurang memenuhi standar keadlilan dalam penyediaan sarana dan prasarana. Selain masalah keadilan, yang harus diperhatikan menurut Rully, adalah perilaku-perilaku kecurangan yang dilakukan beberapa pihak dalam teknis pelaksanaannya. “Perilaku kecurangan dalam pelaksanaannya terjadi dikarenakan sulit di pantau serta tekhnis pelaksanaanya yang belum sempurna,”jelasnya Ia menambahkan, beberapa waktu lalu ia bersama dengan anggota Komisi X DPR lainnya melakukan kunjungan ke Bengkulu berkaitan dengan pelaksanaan UN 2011, dibeberapa sekolah yang dikunjungi, diketahui bahwa pada umumnya para siswa tetap berusaha sendiri meski secara psikologis mereka tegang. “Kesimpulan sementara saya, saat melakukan kunjungan tersebut adalah yang menjadi persoalan, mungkin siswa peserta didik belum terbiasa dengan lembar soal yang banyak,”jelasnya Lebih lanjut katanya, dikhawatirkan akan muncul persoalan lain di lembar jawabannya, seperti murid A mengerjakan soal A, nanti waktu di di
scan lembar jawabannya dengan soal B yang bisa menyebabkan nilai nol, “Kehati-hatian dalam pemeriksaan lembar jawaban ini harus disesuaikan dengan soal A atau B, nah kalau dapat nol saya minta harus kembali dilakukan pengecekan, hal ini jangan sampai membuat kerugian di murid karena faktor teknis”harapnya. Secara keseluruhan, menurut Rully, UN 2011 ini jauh lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, karena secara mental, murud-murid telah dipersiapkan untuk tidak berlaku curang seper ti mencontek, kemudian secara peraturan perundang-undangan dalan UU Sisdiknas, penentuan kelulusan tidak hanya ditentukan hanya oleh satu Ujian Nasional saja, tetapi juga melihat dari prestasi peserta didik selama bersekolah, “Nah ini akan lebih fair dan transparan,”ujarnya. Yang perlu diperhatikan menurut Rully, proses menuju jenjang berikutnya jangan dipersulit, “Hak peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya, namun tetap dengan standar mutu yang diperlukan,”jelasnya. “Untuk itu, kita akan terus berusaha mencoba membangun sistem yang bisa mengurangi kecurangan serta rasa adil bagi peserta didik,”tambahnya. Sementara itu, dalam pidato Ketua DPR Marzuki Alie saat pembukaan masa sidang ke IV, Senin (9/5) lalu mengatakan bahwa wacana menjadikan UN sebagai tiket masuk Perguruan Tinggi memang perlu dibahas lebih mendalam dengan pemerintah. Ujian masuk Perguruan Tinggi merupakan tes prediksi keberhasilan calon mahasiswa, sedangkan Ujian
Nasional mengukur keberhasilan pembelajaran yang telah dijalani. Oleh karena itu perlu ditentukan kebijakan yang tepat mengenai masalah ini. Sekedar informasi, menurut data dari Website Kementerian Pendidikan Nasional, UN 2011 menunjukan perkembangan yang cukup baik hal ini karena adanya upaya intervensi dari Kemendiknas terhadap sekolahsekolah yang pencapaian nilai ujian nasional para siswanya kurang baik. Salah satu contohnya, tingkat ketidaklulusan siswa SMA di Nusa Tenggara Timur tahun lalu mencapai 52,1%, dan tahun ini menjadi 39,22%. Sedangkan untuk SMK, penurunan ketidaklulusan sebesar 3,46%. ¨Rata nilai UN murni SMA tahun 2010 sebesar 6,16 sedangkan tahun 2011 setelah diberi intervensi jadi sebesar 6,78. Untuk SMK tahun 2010 sebesar 5,94 jadi 6,14. Dalam pelaksanaan UN tahun ini, dari 1.461.941 siswa SMA yang ikut, 1.450.498 siswa dinyatakan lulus (99,22%), sedangkan 11.433 siswa tidak lulus (0,78%). Persentase kelulusan tahun ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, yang mencapai 99,04%. Angka kelulusan untuk SMK juga meningkat dibandingkan tahun lalu. Tahun 2011 ini, angka kelulusan untuk SMK mencapai 99,51%, sedangkan tahun lalu sebesar 99,20%. Nusa Tenggara Timur menjadi provinsi dengan angka ketidaklulusan tertinggi. Di propinsi ini terdapat 1.813 siswa yang dinyatakan tidak lulus UN, dan kebanyakan berasal dari Kabupaten Ende. (nt) ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
23
PENGAWASAN
Kejahatan Perbankan :
Kejahatan Perbankan Terjadi
Bukan Karena Pengawasan BI Lemah Kejahatan perbankan kembali mencederai dunia perbankan Indonesia yang saat ini sedang tumbuh kembang dengan pesat dalam memberikan dukungan bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Melchias Marcus Mekeng Anggota Komisi XI DPR RI,
S
ejak akhir 2010 sampai awal kwartal II 2011, tercatat telah terjadi sembilan kasus pembobolan bank diberbagai industri perbankan. Mulai dari pembobolan Kantor Kas BRI Tamini Square, pemberian kredit dengan dokumen dan jaminan fiktif pada BII sampai pembobolan uang nasabah prioritas Citibank Landmark senilai Rp 16,63 miliar yang dilakukan senior relationship manager
24
(RM) bank tersebut Inong Malinda Dee, dan terakhir konspirasi kecurangan investasi/deposito senilai Rp 111 miliar untuk kepentingan pribadi Kepala Cabang Bank Mega Jababeka dan Direktur Keuangan PT. Elnusa Tbk. Kejahatan perbankan yang kembali marak tersebut menjadi perhatian DPR. Ketua DPR RI Marzuki Alie dalam pidato pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2010-2011,
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
menyatakan kasus-kasus kejahatan perbankan yang terjadi, selain disebabkan lemahnya penerapan pada manajemen resiko, juga karena rendahnya profesionalisme dan komitmen beberapa karyawan terhadap etika lembaganya. Dampak kejahatan perbankan menurut Marzuki, sangat dirasakan baik oleh pihak nasabah maupun pihak bank itu sendiri. Dikhawatirkan kejahatan perbankan ini dapat
menstimulasi dampak sistemik pada perekonomian secara umum akibat menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. “Bank mestinya bisa menjadi lembaga keuangan yang selalu prudent terhadap wilayah internal dan eksternal, yang dalam pengelolaannya dibutuhkan kepercayaan masyarakat,” papar Marzuki. Dalam kasus Citibank, BI telah menjatuhkan sanksi atas dua kesala-
dan lain-lain. “Jika SOP tersebut sudah dipelajari, BI dapat memberikan penilaian apakah SOP tersebut sudah memenuhi ketentuan atau belum. Namun belum tentu juga hal tersebut seratus persen menjadi aman,” kata Mekeng. “Karena semua itu kembali kepada oknum didalam perbankan itu sendiri. Jika oknumnya belum benar, maka sebaik apapun SOP itu tetap saja bisa melakukan tindakan pem-
bobolan. Oleh karena itu kita tidak bisa seratus persen menyatakan bahwa ini kesalahan BI,” terang anggota dari Fraksi Partai Golkar ini. “Semua kembali kepada oknum, karena dengan segala macam cara dia bisa mengelabui bank. Jika SOP bagus pun bisa menjadi percuma kalau oknum didalam bank itu sendiri tidak benar dan berkolaborasi satu dengan yang lain untuk melakukan kejahatan. Karena dia yang tahu celah didalam
Melinda Dee, tersangka kasus pembobolan dana nasabah Citybank
han yang dilakukannya. Marzuki berharap perbankan pada umumnya, harus belajar pada kasus Citibank dalam rangka memperkuat prinsip prudential dan responsible, agar kasus semacam ini tidak terjadi di perbankan lainnya. Menurut Melchias Marcus Mekeng Anggota Komisi XI DPR RI, maraknya kejahatan perbankan akhirakhir ini bukan semata-mata karena pengawasan dari Bank Indonesia (BI) lemah, namun lebih dominan karena minimnya pengawasan internal dari bank itu sendiri, yaitu melalui pelaksanaan standard operating procedure (SOP). Menurut hematnya, BI sudah harus memeriksa semua SOP yang ada diperbankan, seperti SOP pemberian kredit, SOP menerima dana ketiga
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
25
PENGAWASAN
Dolfie anggota Komisi XI DPR RI (F-PDIP)
sistemnya itu,”tegasnya Oleh sebab itu, mekanisme rotasi didalam suatu jabatan harus sering dilakukan. “Kadang-kadang kalau orang sudah enak didalam satu jabatan, kesalahan-kesalahan yang ada sering tidak termonitor,” jelas Mekeng. Selain itu pada saat rekruitmen, harus benar-benar dilihat secara mendalam bagaimana orang yang akan diterima sebagai karyawan bank. Misalnya latarbelakang pendidikan dan latarbelakang keluarga. Walaupun kejahatan perbankan lebih cenderung disebabkan oleh oknum yang berada di perbankan itu sendiri, namun Mekeng mengharapkan masing-masing bank menyerahkan SOPnya kepada BI untuk dipelajari, sehingga BI dapat memberikan penilaian terhadap SOP tersebut. Apakah SOP tersebut sudah memenuhi ketentuan atau belum, sehingga BI dapat melakukan pengawasan. “BI jangan kita anggap dewa. BI hanya lembaga yang memonitor secara keseluruhan. BI hanya sebatas pada kewenangan dan jangkauan yang dimilikinya terhadap Bank-bank. Tapi jika sampai ke detail itu, tidak akan terdeteksi,” imbuhnya.
26
“Jika oknumnya salah, harus diselesaikan melalui proses hukum. Tidak bisa kita menyeret-nyeret BI. Kalau ngga siapa yang mau kerja di BI bagian pengawasan, tidak ada yang maulah,” tambahnya mengakhiri.
BI Tidak Efektif dan Korektif Sedangkan Dolfie OFP Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP berpendapat bahwa sejak kasus Citibank, Bank Indonesia (BI) tidak efektif dan tidak korektif didalam melakukan pengawasan. “BI sejak dulu sudah mengetahui Citibank tidak menuruti peraturannya, namun tidak melakukan tindakan apapun. Setelah ada kasus, baru kemudian melakukan tindakan. Mungkin juga terjadi hal yang sama pada kasus Bank Mega, ada pengawasan yang tidak korektif dari BI,” tegas Dolfie. Dijelaskan Dolfie bahwa di BI punya sistem pengawasan bank yang secara rutin melakukan pengecekan terhadap SOP-SOP masing-masing bank umum, apakah sesuai peraturan BI atau tidak. Bahkan sampai penempatan orang yang sudah sekian lama
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
juga diawasi BI. Pada kasus Citibank, SOP tidak berjalan sesuai peraturan BI. Ada ketentuan BI yang mengatur pada satu posisi yang sama tidak boleh terus menerus dijabat oleh orang yang sama dalam waktu yang terlalu lama. Hal ini menurutnya dilakukan agar penggantinya nanti jika menemukan kesalahan bisa dikoreksi. “Jika orang yang sama, cenderung menutupi kesalahan yang dia lakukan, sehingga kesalahan makin menumpuk dan ketahuan ketika perusahaan benar-benar kolaps seperti contohnya Malinda Dee sudah diminta BI untuk dirotasi, tapi tidak dilakukan manajemen Citibank,” imbuh Dolfie. Jika kejahatan dilakukan oleh oknum dalam bank itu sendiri menurut Dolfie sangat sulit untuk dicegah. Apalagi jika sudah berkolusi secara sistematik. Ia menambahkan hal tersebut baru akan diketahui setelah berdampak seperti pada kasus-kasus lain. “Jika memang mulai dari pimpinan sampai bawahan berkolusi di bank itu, sulit untuk dicegah. Jika pihak manajemen merekayasa sistem sedemikian rupa untuk merampok di
banknya sendiri, jika ketahuan hal itu, banknya pasti ditutup oleh BI,” paparnya. Ketika ditanya Parlementaria, bagaimana cara meningkatkan kembali tingkat kepercayaan masyarakat pada dunia perbankan, Dolfie mengharapkan fungsi pengawasan BI pada bank-bank umum lebih ditingkatkan. Sementara Jos Luhukay pengamat Perbankan Strategic Indonesia menyatakan modus kejahatan perbankan bukan hanya soal penipuan (fraud), tetapi juga lemahnya pengawasan internal control bank terhadap sumber daya manusia. Oleh sebab itu BI harus mengatur SOP setiap bank. Maraknya kasus kejahatan perbankan saat ini perlu disikapi dengan meningkatkan komunikasi dan sinergi antarbank. Menurutnya selama ini kasus yang terjadi tidak memberikan solusi konkret untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Selain mengedukasi masyarakat, penerapan manajemen risiko, pengendalian internal, pengawasan eksternal, serta audit berbasis risiko, bank juga perlu menerapkan automatic audit sebagai keamanan perbankan berbasis teknologi informasi, serta berbagi informasi.
“Pada dasarnya tidak hanya bisa dilihat dari sisi bank atau nasabah, tapi harus semuanya berpartisipasi dan bersikap hati-hati,” katanya. Menurut dia, sistem automatic audit akan menginformasikan apabila terdapat penyimpangan ataupun transaksi tidak wajar sesuai kemampuan nasabah. Menurut dia,akan lebih baik bila kasus-kasus ini juga dilaporkan lengkap dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan, tindakan dan sanksi, serta perbaikan preventif. Seharusnya ada share informasi dari seluruh perbankan untuk mengetahui modus fraud-nya.
“Ada yang beranggapan kalau buka cerita maka itu membuka aib, padahal itu penting dan seharusnya dipaparkan secara formal,”ungkapnya. Dia menambahkan, komunikasi ini penting supaya timbul kearifan industri, arif masing-masing secara bersama. Dia berpendapat tidak ada forum formal di mana industri bisa berbagi hal-hal semacam ini. Hal ini dilakukan di negara lain. Misalnya di Eropa, beberapa bank langsung berbagi komunikasi tentang data kasus kejahatan perbankan dengan penyamaran informasi, tapi modusnya diceritakan. (sc/nt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
27
ANGGARAN
Pembangunan Wisma Atlit Di Palembang Habiskan Dana 200 M
Bulan November 2011, Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pelaksanaan Sea Games XXVI. Pesta olahraga se Asia Tenggara ini akan dilaksanakan di Jakarta dan Palembang.
28
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
D
KI Jakarta dan Palembang mulai bebenah diri untuk mempersiapkan pesta olahraga yang digelar setiap setiap dua tahun sekali dan melibatkan sebanyak 11 negara di Asia Tenggara yaitu : Brunei Darussalam, Philiphina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam. Atas pelaksanaan Sea games ini, Menteri Pemuda dan Olahraga mengajukan usulan tambahan sebesar Rp 2,125 triliun (di luar pagu yang sudah ada). Namun Komisi X DPR hanya dapat memperjuangkan tambahan anggaran sebesar Rp 600 miliar dari usulan sebesar Rp 2,125 triliun. Setelah mendapat hasil pembahasan dari Panja SEA Games dan Tim Anggaran Komisi X DPR, Komisi X DPR bersama Menpora menyepakati penggunaan tambahan anggaran untuk program penyelenggaraan SEA Games 2011 sebesar 450 milyar rupiah yang terdiri dari pembangunan Wisma Atlet di Palembang sebesar Rp 200 miliar. Dalam keterangan pers yang disampaikan baru-baru ini, Ketua Komisi X DPR Mahyuddin mengatakan, selain pembangunan Wisma Atlit di Palembang yang telah dianggarkan sebesar 200 miliar rupiah, pengadaan dan prasarana pertandingan sebesar 145 miliar rupiah, program olahraga prestasi, program kepemudaan, dan program pembinaan dan persyaratan olahraga sebesar 198,500 miliar rupiah serta program lainnya sebesar 286,5 miliar rupiah. Mahyuddin mengemukakan, pada rapat kerja 13 April 2010, Pemerintah telah mengajukan usulan Nota Keuangan perubahan APBN TA 2010 untuk Kementerian Pemuda dan Olah Raga. Dalam rapat kerja tersebut, Menteri Pemuda dan Olah Raga mengajukan usulan tambahan sebesar 2.125 triliun rupiah (diluar pagu yang sudah ada yaitu 350 milyar rupiah, antara lain untuk persiapan SEA Games dan para Games 2011 satu triliun rupiah, juga untuk lanjutan pembangu-
Ketua Komisi X DPR Mahyuddin
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
29
ANGGARAN
nan tahap pertama pusat pendidikan, pelatihan dan sekolah olahraga nasional Bukit Hambalang, Bogor sebesar 625 miliar rupiah, serta untuk kegiatan kepemudaan serta olahraga lainnya sebesar 500 miliar rupiah. Mahyuddin juga menambahkan, atas pengajuan usulan tambahan sebesar 2.125 triliun rupiah, Komisi X DPR memutuskan akan mempertimbangkan usulan tambahan pagu anggaran APBN-P TA 2010 dengan program prioritas utama pada persiapan SEA Games dan para Games 2011 dalam rangka renovasi sarana dan prasarana pertandingan dan pembinaan atlet, usulan tersebut akan diajukan oleh Komisi X DPR kepada Badan Anggaran DPR. Ketua Komisi X DPR Mahyuddin juga mengemukakan, bahwa SEA Games yang akan dilaksanakan pada bulan November tahun 2011 adalah
harus disusun secara komprehensif dan berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Memperhatikan hal tersebut, dalam Rapat Kerja antara Komisi X DPR dengan Menteri Pemuda dan Olahraga pada tanggal 20 Januari 2010 menyimpulkan bahwa Komisi X DPR dan Pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) SEA Games dan para Games 2011, yang ruang lingkup tugasnya mendorong tercapainya tri sukses penyelenggaraan SEA Games dan ASEAN Para Games 2011, sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, dan sukses ekonomi. Mahyuddin juga mengatakan bahwa, Panja SEA Games dan Para Games anggotanya terdiri dari 1 orang Ketua dan 3 orang Wakil Ketua, Mahyuddin sebagai Ketua Panja, Rully Chairul Azwar, Heri Akhmadi dan Abdul Hakam Naja sebagai Wakil Ketua/
Pembangunan gedung olahraga di Palembang sebagai persiapan Sea Games
merupakan ajang Olah Raga Internasional yang akan membawa nama baik bangsa dan Negara, maka perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
30
anggota. Sementara anggotanya terdiri dari 18 orang anggota antara lain, Gede Pasek Suardika, Rinto Subekti,
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Theresia EE Pardede, Venna Melinda, Juhaini Alie, Hj. Oelfah AS Harmanto, Hj. Harbiah Salahuddin, Ferdiansyah, H. Zulfadhli, Utut Adianto, TB Dedi Suwandi Gumelar, Puti Guntur Soekarno, Akbar Zulfakar, Rohmadi, Primus Yustisio, Tgk. H. Mohd. Faisal Amin, Muh. Hanif Dhakiri, Jamal Mirdad dan Henry Lotung Siregar. Dia menambahkan, dalam Rapat Dengar Pendapat antara Komisi X DPR dengan Sesmenpora juga dihadiri Gubernur Propinsi Sumatera Selatan, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan Alex Noerdin, dan juga Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, masingmasing Gubernur mengajukan usulan antara lain, Gubernur Jawa Tengah mengajukan perbaikan venus dan kegiatan lainnya sebesar 270 miliar rupiah, Gubernur Jawa Barat mengajukan perbaikan venues dan kegiatan lainnya sebesar 274 miliar rupiah dan Gubernur Sumatera Selatan mengajukan pembangunan wisma atlet sebesar 416 milyar rupiah. Menyangkut angka penyelenggaraan SEA Games dan Para Games 2011 Komisi X DPR mendesak Menpora agar program/kegiatan dalam rangka persiapan dan penyelenggaraan kegiatan SEA Games dan Para Games 2011 yang tinggal beberapa bulan lagi, maka kedisiplinan penganggaran harus diperhatikan, penyiapan venues harus selesai dengan standar internasional, dan terselesaikan dengan tepat waktu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Komite Olahraga Internasional (KOI). Mengenai tambahan anggaran Kemenpora dalam APBNP-TA 2010 Komisi X melakukan Rapat Kerja dengan Menpora dan menyampaikan bahwa Komisi X DPR hanya dapat memperjuangkan tambahan anggaran sebesar 600 miliar rupiah dari usulan sebesar 2.125 triliun rupiah. Dengan demikian total tambahan anggaran untuk Kemenpora pada APBNP-TA 2010 sebesar 350 miliar rupiah ditambah 600 miliar rupiah sehingga menjadi 950 miliar rupiah.
Setelah tambahan anggaran dalam APBNP-TA 2010 Kemenpora sebesar 950 milyar rupiah serta program dengan besaran anggaran masing-masing program disahkan dalam Rapat Kerja tersebut di atas, maka untuk pelaksanaan keseluruhan program itu menjadi kewenangan dan tanggungjawab Pemerintah termasuk pelaksanaan SEA Games, pembangunan wisma atlet, dan program lainnya. Komisi X DPR sesuai dengan tugasnya adalah melakukan pengawasan pelaksanaan program tersebut melalui Panja SEA Games. Ketua Komisi X DPR Mahyuddin juga menanggapi masalah isu terhadap pembangunan wisma atlet, Mahyuddin mengatakan bahwa setelah membaca berita di Majalah Tempo edisi 9 tanggal 15 Mei 2011 dan Koran Tempo terbit hari Selasa tanggal 10 Mei 2011 serta media lainnya yang bernuansa dugaan/tuduhan yang bersifat personal terkait dengan pembangunan wisma atlet di Pelembang. Komisi X DPR meyakini bahwa hal itu tidak mungkin terjadi karena semua pembahasan dilakukan sesuai dengan prosedur dan mekanisme di Komisi X DPR yang semuanya dilakukan secara terbuka seperti yang sudah diuraikan diatas. Masalah pembahasan dan penetapan anggaran pembangunan Wisma Atlet di Palembang adalah keputusan resmi Komisi X DPR bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga. Posisi Komisi X DPR RI dalam program pembangunanWisma Atlet di Palembang adalah hanya terkait dalam pengambilan keputusan secara strategis, sementara semua urusan teknis menjadi tanggungjawab dan kewenangan Kemenpora sepenuhnya. Komisi X DPR meminta Pemerintah agar persiapan dan pelaksanaan SEA Games 2011 yang sudah sangat mendesak pelaksanaannya agar tidak terganggu oleh masalah hukum terkait dengan pembangunan Wisma Atlet di Palembang tersebut, sehingga SEA Games dapat berjalan sesuai dengan rencana serta jadwal
dan meraih sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, sukses ekonomi demi nama baik bangsa dan Negara. Komisi X DPR menyerahkan sepenuhnya masalah hukum yang muncul terkait kasus pembangunan Wis-
Heri Akhmadi juga membantah bahwa, dua anggotanya menerima komisi terkait pembangunan wisma atlet di Palembang, pihaknya telah menanyakan tuduhan tersebut kepada Anggelina Sondakh dan kepada Wa-
ma Atlet di Palembang, kepada para penegak hukum dengan tetap menghormati asas praduga tidak bersalah. Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR Heri Akhmadi menambahkan, bahwa tidak benar Panja persiapan SEA Games tidak melaporkan kepada Komisi, semua ada laporannya, ada notulennya dan juga ada naskahnya dan semua itu disimpan di Sekretariat Komisi X DPR. Heri juga mengatakan, semua informasi yang didapat oleh media adalah sebuah informasi yang tidak jejas sumbernya, karena sumber Tempo adalah sumber yang tidak langsung, karena mereka hanya mengkutip dari seseorang yang juga tidak jelas siapa, maka Komisi X tidak mungkin meminta maaf kepada publik berkaitan dengan masalah tersebut.
yan Koster, keduanya menurut Heri, tidak pernah berbicara soal proyek pembangunan wisma atlet kepada orang-orang yang diduga terlibat. Ditambahkannya, keterangan yang menyebut Anggie dan Koster menerima komisi terkait pembangunan wisma atlet, dikutip dari sumber ketiga, atau dari seseorang yang mendengarkan keterangan orang lain, dan Komisi X tidak akan menghalang-halangi apa yang akan dilakukan oleh KPK dalam melakukan penyidikan atas kasus suap ini. Dalam kesempatan tersebut Heri juga menjelaskan, tugas dari Panja Pengawasan SEA Games hanyalah sebatas menyetujui usulan tambahan anggaran persiapan SEA Games. (Spy).
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
31
LEGISLASI
Penanganan Konflik Sosial :
Perlu UU Yang Lebih Komprehensif Dan Integratif Program Legislasi Nasional (Prolegnas) telah menetapkan Rancangan UndangUndang tentang Penanganan Konflik Sosial termasuk salah satu RUU yang masuk dalam RUU Prioritas Tahun 2011.
R
Basuki Tjahaja Purnama, anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Golkar
UU ini sekarang masih dibahas di Badan Legislasi DPR RI, dan direncanakan pada masa Persidangan IV Tahun Sidang 2010-2011 dapat diajukan di Sidang Paripurna DPR untuk Pengambilan Keputusan menjadi usul inisitaif DPR RI. Draft RUU Penanganan Konflik Sosial (PKS) mulai dipresentasikan
32
oleh tenaga ahli Baleg pada tanggal 13 Januari 2011, dan hingga saat ini Baleg telah melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum sebanyak tiga kali (17 Januari 2011 dengan Gatot Wibowo, Lambang Trijono, dan Muhammad Marzuki), (26 Januari 2011 dengan Aliansi Masyarakat Adat, Hotman Siahaan, dan Thamrin Amal Tamagola), dan (16 Februari 2011 dengan Deputi
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
1 Menkokesra, Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Bappenas, dan Koalisi anti Kekerasan Berbasis Gender) dan satu kali rapat kerja bersama Mendagri, Kapolri, dan Pang lima TNI yang diadakan pada tanggal 1 Februari 2011. Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Golkar, Basuki Tjahaya Purnama mengatakan, berbagai ka-sus konflik sosial yang dialami negeri ini mencerminkan Indonesia merupakan negara yang amat berpotensi terjadinya konflik sosial. Hal ini dengan tepat digambarkan dengan kontur geografi negara kepulauan yang dihuni oleh ribuan suku dan hidupnya berbagai macam ideologi politik yang ada. Keberagaman dapat diartikan sebagai sebuah kekayaan dan keindahan jika hidup dalam keharmonisan, akan tetapi menjadi sebuah malapetaka jika manajemen keberadaan perbedaan tidak diatur secara baik dan tepat. Konflik sosial memang seharusnya tidak dilihat sekedar dalam elemen-elemen perbedaaan sosial yang ada, tetapi dieksplorasi lebih mendalam yaitu akibat kealpaan keadilan dan dalam-lebarnya jurang kesenjangan sosial yang ada di tengah masyarakat. Permasalahan kesenjangan sosial dan ketidakadilan ‘kue pembangunan’ di tiap wilayah inilah yang kerap disinyalir sebagai trigger perpecahan negara dengan bentuk patologisnya ialah konflik sosial. Bagi negara, konflik sosial merupakan ‘force’ yang negatif dan demi ketertiban umum wajib ditindak bahkan dengan cara-
cara represif yang kerap menafikan konsep humanisme. Sedangkan bagi beberapa kaum marxisme dan ilmuwan sosial lainnya, konflik merupakan mekanisme sosial untuk menciptakan dunia tanpa kelas. Konflik merupakan cara untuk mencari format keadilan dan menutup jurang kesenjangan sosial. Sehingga manusia beserta kelompoknya hingga tahap negara harus dapat bersahabat dengan konflik. Akan tetapi, konflik tanpa katup pengaman dan management yang baik akan membawa chaos di tengah masyarakat. Oleh karenanya, negara harus dapat mengelola konflik untuk kemajuan bangsa. Basuki menambahkan, Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 yang melukiskan RPJMN pemerintah, sangat menggaris bawahi Indonesia yang rukun, bersatu, aman dan damai. Akan tetapi, alih-alih membangun sebuah tipologi penanganan konflik sosial secara konstruktif, sistematis dan komprehensif, pemerintah melakukan pendekatan penanganan konflik sosial dengan cara-cara militeristik/ represif. Cara penanganan konflik yang militeristik ini tidak hanya bagi konflik vertikal yang ingin memisahkan diri dari NKRI (gerakan-gerakan separatis) tetapi juga pada konflik horizon-
tal dalam masyarakat, seperti kasus konflik sosial Banjarmasin, Jakarta, Situbondo, Tasikmalaya, Poso, Ambon, Pilkada Maluku 2007 hingga kasus Ciketing dan Pasuruan. Menurut Basuki, berbagai peraturan pun baik dengan jenis TAP MPR (meski sudah tidak dimasukkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan) maupun dengan jenis undangundang serta peraturan menteri, ma-
nagement penanganan konflik sosial tidak dilakukan dalam satu payung hukum yang komprehensif dan holistik. Contoh, TAP MPR No. IV tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara 1999-2004, TAP MPR No.V/MPR/2000 tentang Peningkatan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, TAP MPR No. X/ MPR/2001. jo. TAP MPR NO. VI/ MPR/2002 tentang Rekomendasi Ke-
Rapat Baleg DPR saat membahas RUU Penanganan konflik sosial
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
33
LEGISLASI
Rapat Baleg DPR saat membahas RUU Penanganan konflik sosial
pada Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara, yang salah satu rekomendasinya berkaitan dengan upaya pencegahan konflik di Indonesia, tumpang tindih peran TNI dan POLRI saat terjadi konflik, tidak jelasnya konflik sebagai bencana sosial dalam UndangUndang Penanggulangan Bencana (UUPB), dan lain-lain. “Dalam hal ini menunjukkan pemerintah belum memiliki desain besar penanganan konflik sosial,” kata Basuki.
Desakan LSM
Basuki menambahkan, usulan RUU ini muncul karena adanya desakan kuat dari beberapa LSM yang menginginkan adanya UU khusus yang menangani masalah konflik sosial. RUU ini sebetulnya sudah ramai dibahas pada DPR periode sebelumnya (periode 2004-2009), namun RUU ini belum berhasil dituntaskan. Selama ini, konflik sosial dikategorikan semacam bencana, padahal penanganan bencana dengan penanganan konflik sosial sangat berbeda. Kalau penanganan bencana setelah terjadi bencana, korban bencana
34
tersebut dapat diungsikan di tempat yang sama. Berbeda dengan penanganan konflik sosial, setelah terjadi konflik, orang-orang yang terlibat konflik itu belum tentu bisa balik ke kampung yang sama. Penyusunan RUU Penanganan konflik Sosial dilakukan dengan melakukan analisis sinkronisasi dan harmonisasi dengan berbagai Undang-Undang terkait dalam penanganan konflik sosial. Beberapa dari hukum positif yang erat kaitannya bahkan menjadi dasar dan acuan bagi penanganan konflik sosial adalah Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UndangUndang No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) berkaitan dengan tugas-tugas intelijen dan tugas-tugas POLRI dalam rangka bimbingan masyarakat. Selain itu, UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, UU No. 23/Prp/1959 tentang Keadaan Bahaya, UU No. 27 Tahuhn 1997 ten-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
tang Mobilisasi dan Demobilisasi, UU No. 56 Tahun 1999 tentang Rakyat Terlatih, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 6 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan, UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah, UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia dan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Anti Terorisme. Kajian dan analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan tersebut menggambarkan halhal yaitu, beberapa undang-undang yang terkait dengan penanganan konflik mengedepankan ego sektoral, sehingga dalam implementasinya masing-masing departemen dan Pemerintah Daerah berjalan sendirisendiri. Sehingga tidak menggambarkan suatu manajemen konflik yang terkoordinasi dan integratif. Undang-undang yang ada, di samping bersifat sektoral, belum menetapkan secara jelas dan komprehensif mengenai tindakan-tindakan serta tahap-tahap dalam penanganan konflik, baik dalam rangka upaya pencegahan (preventif), maupun penanganan pada saat dan sesudah konflik (recovery). Karakter yang muncul dalam setiap peraturan tersebut adalah tindakan yang bersifat reaktif, sehingga belum merupakan suatu kebijakan yang sistematis dan terukur. Selain itu, sebagian besar peraturan yang ada bersifat operasional, tanpa satu payung hukum yang kuat. Langkah-langkah yang diambil hanya didasarkan pada kebijakan lembaga eksekutif (pemerintah), baik Pemerintah Pusat maupun Daerah. Akibat dari pengaturan yang demikian, maka dalam pelaksanaannya ada keraguan masing-masing institusi karena setiap institusi mengacu kepada undang-undang yang berbeda. Kondisi ini menggambarkan suatu peraturan perundang-undangan yang saling bertentangan, tidak konsisten/
harmonis/dinkron, baik secara vertikal maupun horizontal. Dari perspektif kelembagaan (struktur) DPR dan DPRD belum memberikan kontribusi yang kuat dalam penanganan konflik melalui bentuk regulasi yang menjadi kewenangannya, maupun melalui kebijakan anggaran melalui sistem APBN dan APBD. Sebagian peraturan dikeluarkan dalam keputusan Presiden, Gubernur, dan Bupati/Walikota. Sementara pada tahap proses penegakan hukum, kapasitas anggota POLRI, intelijen Negara dan Jaksa dalam melacak, menemukan para pelaku atau aktor intelektual tindakan kerusuhan belum optimal. Hal penting lainnya terkait dengan peraturan perundang-undangan yang ada adalah, dalam tahap saat terjadi konflik khususnya pada kegiatan penghentian konflik kekerasan, undang-undang yang ada saat ini masih belum jelas mengatur tentang tugas, tanggungjawab dan kewenangan dua institusi pertahanan dan keamananan negara yaitu TNI dan POLRI dalam
penanganan konflik. Oleh karena itu, salah satu materi penting dalam RUU Penanganan Konflik adalah pengaturan mengenai pengerahan tugas perbantuan TNI kepada POLRI dalam penghentian konflik kekerasan, institusi Negara yang berhak menyatakan (declare) bahwa diperlukan peran TNI dalam membantu tugas POLRI dalam ranah keamanan negara, aturan yang jelas tentang skala besaran konflik. Melihat kajian dan analisis dari berbagai peraturan perundang-undangan yang ada, kebutuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih komprehensif dan integratif, Pemerintah Indonesia pada awal 2005 melalui inisiatif DPR mengajukan Rancangan Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana (UUPB) yang kemudian disahkan menjadi Undang-undang nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam undang-undang tersebut, penanganan konflik menjadi bagian
dari sistem penanggulangan bencana, dengan menempatkan konflik sebagai salah satu jenis bencana yaitu bencana sosial. Kelemahan utama dari UUPB adalah tidak secara konsisten mengatur mengenai penanganan ber-bagai jenis bencana yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut. Konflik atau bencana sosial merupakan salah satu substansi yang tidak dirumuskan dengan tepat dan komprehensif. Terjadi pemahaman yang keliru mengenai konflik dalam UUPB. Hal ini disebabkan oleh paradigma yang digunakan dalam UUPB lebih didominasi oleh paradigma penanga-nan bencana alam, serta mengabaikan perbedaan karakteristik bencana alam dan konflik. Pengaturan yang demikian, dikuatirkan akan mengakibatkan tidak efektifnya UUPB dalam tataran pelaksanaan atau implementasinya. Oleh karena itu pilihan penguatan peraturan perundang-undangan penanganan konflik dalam bentuk UU semakin kuat menempatkan UU Penanganan Konflik menjadi lex specialis dari penanggulangan bencana yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2007.
Argumentasi Pentingnya UU PKS
Untuk itu, ada tiga argumentasi pentingnya RUU Penanganan Konflik Sosial, yaitu argumentasi filosofis, argumentasi sosiologis dan argumentasi yuridis. Argumentasi Filosofis berkaitan dengan pertama, jaminan tetap eksisnya cita-cita pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, tanpa diganggu akibat perbedaan pendapat atau konflik yang terjadi diantar kelompok dan golongan. Ke dua, tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama dan budaya dan seluruh
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
35
LEGISLASI
tumpah darah Indonesia, termasuk memberikan jaminan rasa aman dan bebas dari rasa takut dalam rangka terwujudnya kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Ke tiga, tanggung jawab Negara memberikan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi melalui upaya penciptaan suasana yang aman, tenteram, damai dan sejahtera lahir maupun batin sebagai wujud hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya. Bebas dari rasa takut, jaminan terhadap hak hidup secara aman, damai, adil dan sejahtera. Argumentasi sosiologis dari
Ke dua, Indonesia yang sedang mengalami transisi demokrasi dan pemerintahan membuka peluang bagi munculnya gerakan radikalisme di dalam negeri pada satu sisi, dan pada sisi lain hidup dalam tatanan dunia yang terbuka dengan pengaruh-pengaruh asing, sangat rawan dan berpotensi menimbulkan konflik. Ke tiga, kekayaan sumber daya alam dan daya dukung lingkungan yang semakin terbatas dapat menimbulkan konflik, baik karena masalah kepemilikan, maupun karena kelemahan dan sistem pengelolaannya yang tidak memperhatikan kepentingan masyarakat setempat. Ke empat, konflik menyebabkan hilangnya rasa aman dan menciptakan rasa takut masyarakat, serta kerusakan lingkungan, kerusakan pranata sosial, kerugian harta benda, korban jiwa dan trauma psikologis (dendam, kebencian, perasaan permusuhan),
pembentukan UU Penanganan Konflik adalah, pertama, Negara Republik Indonesia dengan keanekaragaman suku bangsa, agama dan budaya yang masih diwarnai ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial, ekonomi, politik, kemiskinan berpotensi untuk melahirkan konflik-konflik di tengah masyarakat.
melebarnya jarak segresi antar para pihak yang berkonflik, sehingga dapat menghambat terwujudnya kesejahteraan umum. Ke lima, penanganan konflik dapat dilakukan secara komprehensif, integrative, efektif, efisien, akuntabel dan transparan serta tepat sasaran dengan mendasarkan pada pendeka-
36
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
tan dialogis dan cara damai berdasarkan landasan hukum yang memadai. Keenam, dalam mengatasi dan menangani berbagai konflik tersebut, pemerintah Indonesia belum menemukan suatu format kebijakan penanganan konflik yang menyeluruh (komprehensif) integrative, efektif, efisien, akuntabel dan transparan serta tepat sasaran dengan mendasarkan pada pendekatan dialogis dan cara damai. Sedangkan argumentasi yuridis dari pembentukan UU Penanganan Konflik Sosial bahwa peraturan Perundang-undangan di bidang penanganan konflik sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem ketatanegaraan, bersifat sektoral, serta tidak memadai menjadi landasan hukum penanganan konflik yang komprehensif dan intetratif.
Poin-Poin Penting
Basuki menggarisbawahi ada poin-poin penting yang selayaknya menjadi perhatian bersama dalam Draft RUU PKS ini, diantaranya adalah, pengertian mengenai konflik sosial dalam draft RUU PKS masih sumir dan dapat menimbulkan multitafsir. Pengertian konflik sosial dalam draft RUU PKS disebutkan sebagai ‘perselisihan dengan kekerasan fisik antara dua atau lebih kelompok atau golongan yang mengakibatkan hilangnya rasa aman, kerugian harta benda, rusaknya pranata sosial, jatuhnya korban jiwa, renggangnya hubungan sosial antar warga masyarakat, dan/atau disintegrasi sosial yang menghambat proses pembangunan dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat. Pengertian konflik sosial ini memiliki spektrum yang sangat luas sehingga perlu limitasi yang lebih baik. Contoh: Apakah definisi ini mengikutsertakan tawuran anak SMA, geng motor, perkelahian antar suporter bola, gerakan separatis hingga international engagement dalam definisi konflik sosial? Dalam draft RUU PKS, pena-
nganan konflik sosial dilakukan dengan tiga cara (preventif atau sebelum, saat konflik, dan recovery atau pasca konflik), perlu dipikirkan cara penanganan dengan pemberian insentif bagi komunitas yang berhasil menjaga ke-tertiban dan keharmonisan. Penanganan konflik dalam tahap preventif salah satunya dilakukan dengan mengembangkan sistem peringatan dini (BAB III Bagian Kelima Pasal 9), jika dilihat sistem peringatan dini ini (pemberitahuan yang sangat intense oleh media dan pemerintah) dapat menimbulkan keresahan yang berlebihan bagi masyarakat, terutama karakteristik masyarakat Indonesia yang ‘latah’, contoh kasus bunuh diri dengan melompat dari ketinggian, dan lain-lain. Selain itu, dalam tahap preventif ini, Pasal 10 huruf e yang menyebutkan memanfaatkan dan meningkatkan peran intelijen, masyarakat harus cermat memaknainya, jangan sampai pola ‘petrus’ penembak misterius pada zaman orba dapat terulang kembali hanya demi nama ‘ketertiban umum’. Mengenai Penanganan Konflik Sosial pada saat terjadi atau dalam draft RUU PKS digunakan terminologi ‘penghentian konflik’, dilakukan melalui ‘bantuan pengerahan sumber daya TNI’, perlu secara tegas diatur mekanisme peran POLRI dan TNI. Kapan TNI ‘turun’ kapan hanya POLRI yang berperan? Pasal 30 draft RUU PKS menyebutkan POLRI ‘dalam status keadaan konflik dapat meminta bantuan TNI’, kata ‘dapat’ dalam pasal ini bersifat fakultatif atau tidak imperatif. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan pengertian berbeda pada saat berlakunya. Sampai saat ini pemerintah masih menyusun RUU Keamanan Negara yang disebut senada dan sebangun dengan RUU PKS meskipun dengan pendekatan militeristik, diharapkan kedepannya, jika RUU PKS telah selesai dibahas dan disetujui bersama dengan pemerintah serta
telah diundangkan, RUU Keamanan Negara yang mengatur permasalahan yang ada dalam RUU PKS harus dihapus karena dapat menciptakan tumpang tindih pengaturan. Poin penting lainnya yang perlu menjadi perhatian bersama, pemu-
harus ada bab khusus yang mengatur tentang sanksi dalam hal penyalahgunaan pembiayaan penanganan konflik. Basuki berharap, RUU ini dapat segera dibahas di tingkat selanjutnya dan dengan adanya UU ini betul-be-
lihan pasca konflik yang terdiri dari rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi dilakukan secara pranata adat dan KPKS (Komisi Penyelesaian Konflik Sosial). Dalam hal ini RUU PKS cukup baik untuk seminimal mungkin melibatkan polisi dan pengadilan dalam pasca dan penyelesaian konflik. Pranata adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dilibatkan secara penuh untuk pemulihan keadaan pasca konflik. Akan tetapi, perlu dilihat secara seksama jangan sampai KPKS ini merupakan mekanisme penyelesaian masalah konflik dengan membuat masalah baru seperti halnya FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) yang tidak dapat menciptakan kerukunan antar umat beragama. Hal terakhir yang perlu digaris bawahi ialah mengenai pembiayaan penanganan konflik. Sudah rahasia umum pembiayaan penanggulangan bencana dapat dimanipulasi oleh para mafia bencana. Oleh karenanyam
tul bisa mencegah konflik, mencegah penumpukan mesiu-mesiu. Karena sebetulnya kita dapat membaca satu daerah satu hari bisa terjadi konflik atau tidak. Sebetulnya kalau tidak ada mesiu di dalam tabung, mau sumbunya berapa pendek, mau korek api berapa pun, tidak akan pernah meledak. Mesiu itu tidak mungkin terisi langsung. Diibaratkan balita yang kegemukan, tidak mungkin balita itu langsung gemuk, pasti melalui proses timbunan lemak yang bertumpuk-tumpuk. Mesiu-mesiu itu bisa juga datang dari pejabat, aparat atau oknum yang dapat memicu timbulnya konflik. Jadi, UU ini juga tidak dapat berjalan maksimal kalau aparat mentalnya masih primodial. Terjadinya konflik ini sebetulnya dapat diantisipasi dan dapat dicegah dan dengan hadirnya UU ini diharapkan dapat mencegah timbulnya konflik tersebut. (tt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
37
LEGISLASI
Revisi UU Komisi Yudisial
Memperkuat KY Berarti juga Memperkuat MA Salah satu cita-cita besar reformasi adalah memperkuat sistem yudisial di negara ini. Semua beranjak dari fakta peradilan selama era orde baru, hakim menyalahgunakan kewenangannya. Dalam konteks itulah UUD 1945 diamandemen dan mengamanatkan lahirnya lembaga otonom setingkat lembaga negara yang diberi nama Komisi Yudisial.
“
Ketua Komisi III DPR, Benny K. Harman
Keputusan membentuk KY itukan politik pengawasan terhadap kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung. Kalau tidak begitu apa kerjanya KY ini dimasukkan dalam konstitusi, kalau hanya sekedar seleksi hakim mending bikin panitia aja kayak pemilihan anggota KPK itu,” kata Ketua Komisi III, Benny K. Harman saat ditanya tentang revisi UU nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta. Benang merah alasan pembentukan KY ini harus benar-benar dipahami sehingga proses revisi UU
38
yang merupakan usul inisiatif DPR harus fokus pada upaya penguatan kewenangan Komisi Yudisial. “Tapi harus diingat penguatan itu bukan semata-mata untuk KY saja tetapi juga akan berpengaruh pada penguatan Mahkamah Agung yang saat ini juga sedang kita lakukan,” tambah politisi Partai Demokrat ini. Jadi kalau dalam proses revisi muncul usulan memberikan kewenangan penyadapan kepada KY harus dilihat dalam kerangka apakah itu akan memperkuat para komisioner yang berjumlah 7 orang. Bagi Benny jawabannya adalah iya. “Kita ingin
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
memperkuat KY dengan memperkuat kewenangannya. Penyadapan itu salah satu instrumen, baca dokumen itu instrumen, iya kan. Dalam rangka penguatan komisi yudisial karena praktek suap menyuap dalam proses peradilan itu sangat kuat,” tegasnya. Benny K Harman menambahkan hal lain yang menurutnya penting menjadi perhatian dalam proses revisi adalah kewenangan komisioner KY dalam memberikan sanksi kepada hakim yang terbukti tidak menjalankan amanah dengan benar. Selama ini setiap output pemeriksaan terhadap hakim yang diduga bermasalah berupa rekomendasi yang disampaikan kepada MA. Walaupun dalam pemeriksaan KY hakim bersangkutan dinyatakan terbukti menyimpang, MA lewat majelis kehormatannya mengabaikan keputusan tersebut. “Majelis Kehormatan hakim itu tidak perlu lagi, bubarkan saja. Majelis kehormatan itu ya KY itu. Kok bikin lagi majelis kehormatan, lucu to. Lalu ngapain kita bikin KY kalau dibikin lagi majelis kehormatan. Itu sama saja KY menyerahkan sebagian kewenangannya kepada MA, melanggar uu itu,” tandas wakil rakyat dari dapil NTT I ini. Menurutnya sejak era lalu majelis kehormatan hakim sudah pernah dibentuk namun faktanya mereka tidak dapat bekerja dengan baik, itulah sebabnya muncul terobosan politik memetamorfosa majelis kehormatan itu menjadi KY. Setelah terbentuk ia mempertanyakan kenapa harus membentuk majelis kehormatan hakim lagi. Baginya apabila keputusan hasil pemeriksaan KY hanya berbentuk rekomendasi, institusi ini lebih baik ditiadakan. “Misalkan KY menemukan ada hakim melakukan malpraktek dan berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti, kemudian mengusulkan supaya
Rapat Panja RUU KY
hakim tersebut dipecat. Nah selanjutnya usulan pemecatan kemudian dinilai lagi oleh MA, apakah benar atau tidak. Lha untuk apa itu..,” imbuhnya. Bicara pada kesempatan berbeda Tjatur Sapto Edi, Ketua Panja Perubahan atas UU no. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial menyebut proses pembahasan bersama pemerintah memasuki pasal-pasal penting. Kewenangan menyadap, sanksi apabila hakim terbukti melanggar kode etik, kewajiban Komisi Yudisial menjadi perdebatan sengit peserta sidang. Terkait usulan memberi kewenangan menyadap menurut Tjatur penolakan yang cukup kuat datang dari pemerintah dan Mahkamah Agung. Usulan tersebut menurutnya sementara dipending. Terkait usulan memberikan kewenangan pemanggilan paksa menurut Tjatur telah disepakati tidak perlu diberikan kepada KY. Alasannya langkah tersebut terkait upaya penegakan hukum pro yustisia, sedangkan KY hanya menyangkut etik. Ia menjelaskan proses pemeriksaan dapat berjalan tanpa kehadiran hakim terperiksa. Fokusnya melakukan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan dari pihak-pihak terkait. “Kalau hakim tidak datang dalam pemeriksaan, salah sendiri berarti tidak bisa membela
diri,” ujarnya. Dalam revisi juga ada penekanan KY dapat menjalin kerjasama dengan lembaga lain atau lembaga non penegak hukum dalam rangka pelaksanaan tugas. Misalnya apabila ditemukan bukti pendahuluan seorang hakim menerima kiriman uang di rekeningnya dalam jumlah yang mencurigakan, KY dapat bekerja sama dengan PPATK. Politisi Partai Amanat Nasional ini menekankan peran KY dalam mengawal hakim mulai dari tingkat rekrutmen sangat menentukan. “RUU KY diharapkan dapat memperbaiki sistem rekrutmen dan promosi hakim agung dan tenaga teknis lain yang lebih transparan, partisipasif, ketat, objektif, akuntabel, dan tidak diskriminatif,” ujarnya. Sementara itu dalam pertemuan konsultasi pimpinan KY dengan pimpinan DPR aspirasi soal penguatan kewenangan dan percepatan penyelesaian revisi mengemuka. ““Dengan ekspektasi besar tetapi kewenangan yang dimiliki limitatif, kami berharap pimpinan Dewan berkenan mempercepat penyempurnaan UU 22/2004. Itu sangat kami harapkan,” kata Ketua KY Eman Suparman usai pertemuan di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta. Ia mengeluhkan kewenangan KY
dalam pemanggilan hakim saat ini masih lemah. Para hakim yang berada di bawah naungan Mahkamah Agung kerap mangkir dari panggilan pemeriksaan. Sementara itu Wakil Ketua KY Imam Anshori Saleh menambahkan penting pula dalam revisi mengakomodir kewenangan untuk memeriksa hakim di Mahkamah Konstitusi. Kewenangan ini pernah dimiliki namun dianulir MK dalam uji materi tahun 2006 lalu. Menanggapi hal itu, Ketua DPR RI Marzuki Alie berjanji akan mengkomunikasikan hal tersebut dengan Komisi III. Marzuki menyatakan sepakat dengan penambahan kewenangan KY terutama dalam memberi sanksi kepada hakim yang bermasalah. Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso menilai, pengawasan terhadap para hakim konstitusi saat ini memang perlu dilakukan. “Kita gelisah MK kok begini. Pemikiran 560 anggota DPR ditambah Presiden dan anggota kabinetnya bisa diveto 9 orang. Tapi kita tidak bisa apa-apa karena undang-undang mengatur begitu. Apakah kita meletakan hakim MK seperti dewa yang tidak bisa ditembus?” Karena itulah, Priyo juga memandang penting mencantumkan wewenang tersebut dalam undangundang KY. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
39
LEGISLASI
RUU Intelijen Persempit Gerakan Teroris
Internet
Maraknya ancaman bom yang akhir-akhir beredar menyebabkan teror di masyarakat yang mengkibatkan ketakutan, kegelisahan, kekhawatiran yang berlebihan dan berakhir dengan rasa tidak percaya kepada pemerintah.
domannya adalah tidak melanggar hak azasi manusia (HAM), tidak melanggar demokrasi dan azas legalitas. “Dalam pembahasan RUU Intelijen, kami menyertakan Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan HAM, serta Badan Intelijen Negara (BIN) agar semua dapat terkoordinasikan dan nantinya tidak ada pihak manapun yang merasa dirugikan dan yang terpenting adalah demi keamanan negara,”terangnya. Sejak awal proses penggodokan RUU Intelijen ini memunculkan pro dan kontra di masyarakat, terutama seperti LSM, akademisi dan tokoh masyarakat. Mereka menyuarakan kegelisahan atas poin-poin kewenangan yang akan berpotensi melanggar privasi serta hak azasi manusia (HAM). Salim mengatakan, mereka melakukan pembahasan RUU Intelijen secara komprehensif dan obyektif untuk dapat menghasilkan produk
Anggota Densus 88 saat melakukan penyergapan disalah satu tempat persembunyian teroris
A
ncaman tersebut menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, mengapa intelijen kita dapat sedemikian lemahnya sehingga terdapat celah yang dapat dimanfaatkan teroris untuk menebar ketakutan, mengadu domba, dan bahkan dapat membuat masyarakat menjadi tidak percaya terhadap pemerintah. Untuk mempersempit gerakan terorisme, pemerintah melakukan berbagai upaya, salah satunya adalah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen, yang diharapkan akan memperkuat kewenangan intelijen sebagai salah satu unsur untuk dapat mencegah gerakan terorisme. RUU Intelijen dimaksudkan untuk membangun intelijen yang kuat, disertai dengan memberi landasan
40
hukum untuk pengaturan organisasi, kegiatan, dan produk intelijen. Hanya saja maksud baik tersebut tidak cukup jika tanpa disertai dengan upaya menjaga nilai-nilai demokrasi di Indonesia. RUU Intelijen ini muncul atas usul inisiatif DPR, “RUU Intelijen diusulkan oleh Komisi I pada tanggal 17 Maret untuk dibahas bersama pemerintah, RUU ini diharapkan dapat memperkuat fungsi serta memperjelas kerja intelijen agar tidak bias yang selama ini hanya menimbulkan ketakutan kepada masyarakat,” ujar Salim Mengga (F-PD), Anggota DPR RI Komisi I. Salim menuturkan, dalam membahas RUU Intelijen, Komisi I berpegang pada dua prinsip kehati-hatian dan prudential. Sementara untuk pe-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Rapat RUU Intelijen Komisi I DPR
undang-undang yang bisa mengakomodasi seluruh persoalan tersebut. “Kami berharap, pembahasan RUU Intelijen ini tidak di intervensi dari pihak mana pun, sehingga bisa melahirkan UU yang komprehensif dan obyektif,” katanya. Menurut dia, kebutuhan intelijen negara tidak hanya sebatas pada persoalan gerakan radikalisme dan isu yang berkembang saat ini seperti te-ror bom dan gerakan organisasi yang sangat santer dibicarakan di masyarakat, yakni gerakan Negara Islam Indonesia (NII), tetapi untuk kebutuhan intelijen negara secara menyeluruh dan jangka panjang. Hingga saat ini masih ada beberapa daftar inventarisasi masalah (DIM) yang masih menjadi persoalan dan sedang dicari solusi terbaik, seper ti persoalan penangkapan, intersepsi atau penyadapan dan pemeriksaan intensif (7x24 jam). “Persoalan kewenangan yang diusulkan pemerintah dalam DIM mengenai penangkapan, penyadapan dan pemeriksaan intensif, perlu diatur secara jelas. Lagipula, saat intelijen melakukan kewenangan itu, mesti didampingi oleh aparat penegak hukum. Hal ini dilakukan untuk memas-
tikan bahwa langkah-langkah yang diambil intelijen itu sudah sesuai hukum, dan bukannya malah melakukan pelanggaran hukum,”tegas Salim. Sementara itu, Yahya Sacawiria (F-PD), Anggota DPR RI Komisi dalam kesempatan yang sama menambahkan, kekhawatiran yang muncul di masyarakat terhadap potensi terjadinya tindakan kekerasan dan kesewenang-wenangan oleh aparat memang wajar, tetapi ia yakin munculnya RUU Intelijen ini semata-mata adalah untuk mengatur dan mengontrol tindakan kesewenang-wenangan aparat. “UU Intelijen yang diinisyasi oleh DPR ini nantinya tidak akan seperti intelijen pada masa lalu yang pada saat melakukan penangkapan dilakukan atas dasar subjektivitas penguasa, bukan karena kebutuhan penyelidikan. Dengan adanya RUU Intelijen, aparat intelijen akan mendapatkan payung hukum saat bekerja,”terangnya. Seperti diketahui dalam RUU Intelijen diwacanakan, Badan Intelijen Negara (BIN) juga diperkenankan menyadap telepon, termasuk akun jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, tanpa harus ada izin dari pengadilan. Kepala BIN Sutanto beralasan penyadapan seperti itu sudah
Anggota Komisi I DPR, Yahya Sacawiria
diberlangsungkan di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, dan juga Kanada yang terkenal demokratis. Karenanya demi kepentingan negara yang lebih besar ia minta agar RUU tersebut dapat disyahkan. Hal tersebut bisa saja dilakukan oleh aparat, Yahya mengatakan, asalkan untuk kepentingan penyelidikan dan sudah dikeluarkan surat izinnya. Tidak semata-mata, seenaknya menyadap telepon orang lain yang nantinya akan mengganggu privasi seseorang dan melanggar Hak Azasi Manusia. ”Bila nantinya dalam operasi intelijen terjadi pelanggaran hak azasi manusia, jelas itu merupakan teror baru bagi rakyat dan kemanusiaan, karena rakyat tidak akan merasa nyaman lagi tinggal di negeri ini dan akan selalu merasa diawasi, dan juga tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan permasalahan-permasalahaan yang baru,”ujarnya. Latar belakang sejarah kerja intelijen kita memang suram dari perspektif HAM. Sejak tahun 70-an masyarakat menilai intelijen sebagai penebar ancaman, penebar ketakutan, sehingga jangan sampai dengan munculnya UU Intelijen akan menambah draft kinerja intelijen yang suram tetapi seharusnya memperbaiki sejarah kerja intelijen tersebut. ”Sehingga imej bahwa keberadaan intelijen selama ini sebagai alat kekuatan politik bagi penguasa dapat terhapuskan,”tegas Yahya. Mengenai target penyelesaian RUU Intelijen, Salim mengatakan, penyusunan RUU ini memang diharapkan dapat segera diselesaikan, tetapi tidak terpatok pada target penyelesaian, yang terpenting kami bersama pemerintah dapat menyelesaikannya dengan baik tanpa ada intervensi dan UU ini nantinya lahir dengan komprehensif dan obyektif. Terakhir, mereka mengharapkan agar rumusan Rancangan UndangUndang (RUU) Intelijen menjadi undang-undang yang sempurna, sehingga dapat diterima seluruh kalangan masyarakat dan pemerintah.(ra)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
41
PROFIL
Kemandirian Bangsa Ditentukan Oleh Kemandirian Industrinnya Figur sebagai seorang pemimpin yang dinilai mampu berdiri di atas semua golongan sosial, ekonomi, maupun politik dan bertekad mengabdi kepada masyarakat serta memperjuangkan kesejahteraan rakyat adalah DR. Ir. Nurdin Tampubolon Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
DR. Ir. Nurdin Tampubolon
P
ria kelahiran Desa Siabal-abal, Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara 29 Desember 1954 ini setelah sukses ber-
42
bisnis sebagai pengusaha, merambah ke dunia politik dengan tekad ingin berjuang dan mengabdi demi mensejahterakan rakyat.
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Sebagai seorang anggota legislatif yang duduk di Komisi VI DPR RI yang merupakan bidang ekonomi yang membawahi Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan Kementerian Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Nurdin ingin memperjuangkan bagaimana kemandirian daripada bangsa yang ditunjang kemandirian industri-industri dapat menghasilkan suatu produk yang berdaya saing di pasar global. Menurutnya dengan adanya produk yang berdaya saing di pasar global, akan mendatangkan devisa bagi negara yaitu melalui ekspor, dan kita tidak akan menjadi pasar bagi industri negara lain. “Kami termasuk saya sendiri di Komisi VI DPR RI ingin memperjuangkan bagaimana kemandirian daripada industri kita yaitu tentunya BUMN yang merupakan penggerak UKM,” terang Nurdin. Dia menyatakan bahwa kemandirian suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemandirian daripada industrinya. Karena yang akan bersaing head to head adalah produknya. “Saya menginginkan bahwa perindustrian kita itu harus berdaya saing dengan industri-industri minimal di Asia. Jadi perdagangan kita harus betul-betul bisa menjual produkproduk buatan kita di pasar global, bukan sebaliknya Indonesia menjadi pasar bagi industri-industri asing,” paparnya. BUMN sebagai soko guru dari-
Industri-industri dalam negeri
kkonecommunity.com
pada ekonomi nasional, menurutnya bisa dijadikan menjadi suatu pendukung ekonomi. Sehingga BUMN dapat betul-betul berdaya saing dan bisa memberi inspirasi didalam mendukung industri-industri yang belum ada atau menghasilkan produkproduk yang belum ada di Indonesia. BUMN juga harus menjadi bapak angkat daripada industri-industri kecil dan UKM kita untuk bisa meningkatkan daripada partisipasi masyarakat desa dalam mengembangkan perekonomian di pedesaan. “Industri BUMN inilah yang kita harapkan sebagai penggerak disamping daripada usaha kecil dan menengah yang sudah jalan,” imbuhnya. Sementara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, menurutnya seperti disebutkan dalam UUD 1945 pasal 33 bahwa koperasi adalah soko guru dari perekonomian Indonesia harus ditingkatkan. Bagaimana meningkatkan peran koperasi agar menjadi suatu ekonomi penggerak untuk rakyat. Nurdin menyatakan bahwa dibutuhkan suatu perundang-undangan yang jelas khusus untuk peningkatan koperasi disamping yang utama juga, adalah bagaimana koperasi mendapatkan sumber pendanaan. Untuk meningkatkan peran koperasi tersebut, diterangkan Nurdin bahwa Komisi VI DPR RI sudah menyiapkan suatu Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Dimana LKM tersebut akan dimiliki oleh koperasi dan oleh Badan Usaha Milik Desa (Bangdes) dan berada di Kabupaten dan Kota bukan di pusat. Hal itu dimaksudkan untuk mengoptimalkan sisi dari lembaga keuangan sampai tingkat pedesaan. Artinya LKM itu untuk membantu daripada Koperasi dan Bangdes. “Sehingga nanti peningkatan daripada usaha-usaha masyarakat yang ada di desa itu akan sangat-sangat optimal dan tidak perlu urbanisasi ke kota,” jelasnya. Sedangkan untuk BKPM, menurutnya kita memang memerlukan
investor asing, tapi investor asing itu hanya sebagai pelengkap daripada investor dalam negeri. “Jangan sampai mereka menjadi mine, dimana akhirnya mereka akan menguasai daripada stakeholder ataupun asset-asset kita semua,” paparnya.
Sukses Sebelum Menjadi Wakil Rakyat
Pengusaha sukses pendiri, pemi-
lik, sekaligus chairman & chief executive officer berbagai perusahaan yang tergabung dalam Grup Sonvaldy ini mulai menampakkan kegesitan meraih sukses semenjak mengundurkan diri dari ikatan dinas di PT. Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), perusahaan patungan antara pemerintah Indonesia dan Jepang di Kuala Tanjung, Asahan, Sumatera Utara di awal tahun 1980-an.
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
43
PROFIL
world-defense-news.co.cc
Hasil dari industri pertahanan dalam negeri yang membuat mobil kendaraan tempur untuk kebutuhan militer
Namanya tercatat sebagai salah seorang karyawan pertama bagian produksi yang bekerja di industri peleburan aluminium terbesar di Asia Tenggara, yang baru beroperasi di Kuala Tanjung awal tahun 1980-an. “Produksi aluminium pertama Inalum, saya yang kerjakan,” katanya bangga. Selain memperoleh gaji yang relatif cukup besar untuk seorang lajang sebesar Rp 500.000 perbulan ketika itu, Nurdin mendapat fasilitas rumah dan mobil berikut supir. Namun dia meninggalkan semua kemewahan itu karena merasa belum menemukan cita-cita ideal yang sesungguhnya bisa dicapainya berdasarkan kemampuan dan skill yang dimiliki. Untuk membuktikan diri bahwa dia mempunyai kemampuan dan kapasitas lebih serta sanggup bersaing di pasaran, anak “Siantar Men” ini mengundurkan diri dari Inalum yang pernah memberinya kesempatan beasiswa Association Overseas Technical Scholarships (AOTS) Jepang, untuk memperdalam ilmu bidang Electro Mechanical Engineering & Metallurgi selama 15 bulan, ditambah masa be-
44
kerja setahun di Sumitomo, Jepang. “Waktu saya keluar dari Inalum, bos dan anak buah saya menangis semua,” kenang pria yang sangat disenangi oleh teman-temannya di Inalum. Sebagai konsekuensi pengunduran dirinya, dia harus mengganti semua biaya beasiswa yang pernah diterimanya selama di Jepang. Namun tabungan yang terkuras untuk mengganti semuanya itu, telah berganti dengan selembar surat pengalaman kerja dari PT. Inalum dengan rekomendasi sebagai karyawan yang “memuaskan”. Sebagai tujuan utamanya adalah Jakarta. Jakarta atau Bandung yang mempunyai perguruan tinggi ternama Universitas Indonesia (UI) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Jakarta dan Bandung adalah dua kota rantau idaman Nurdin yang pernah tertunda sebelumnya. Karena ketika tamat SMA, ayahnya Umar Tampubolon tidak mengijinkannya mengambil kuliah kesarjanaan kecuali setingkat akademi, itupun Akademi Tekstil di kota Medan. Alasan ayahnya yang hidup dari bertani dan mengelola sebuah pabrik
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
padi di Siabal-abal, masih ada kakak dan abang Nurdin berstatus mahasiswa yang masih membutuhkan biaya besar. Nurdin anak ketiga dari sepuluh bersaudara itu, merasa “dipaksa” masuk akademi agar cepat selesai dan langsung bekerja. Dalam batinnya timbul “pemberontakan”. Dalam keyakinan hati, dia merasa mempunyai kesanggupan bersaing memasuki UI Jakarta atau ITB Bandung. Maklum, sepanjang Sekolah Dasar, SMP dan SMA dia selalu menjadi juara umum di tingkat sekolahnya. Dan semenjak SMP minatnya akan soal-soal keteknikan dan teknologi sudah mulai bersemai. Tanpa sepengetahuan keluarga apalagi ayahnya dia mendaftarkan diri ke Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (FT-USU) di Medan, dan diterima. Menginjak kuliah tahun ketiga dia sudah sanggup membiayai sendiri hidup dan perkuliahan dari hasil mem-berikan les dan bimbingan tes di berbagai tempat. Bahkan di FT-USU dia diangkat sebagai Ketua Bimbingan Tes FT-USU. Menjelang akhir studi yang sudah empat setengah tahun dijalani
Nurdin Tampubolon (pojok kiri) saat menjadi salah satu pimpinan rapat di DPR
masih menyisakan satu tugas akhir, dia memperoleh kesempatan beasiswa dari AOTS Jepang dan bekerja di Sumitomo. Berdasar ikatan dinas, dia harus bekerja di Inalum sepulang dari Jepang di tahun 1981. Kesempatan bekerja di kawasan Sumatera Utara itu dimanfaatkannya untuk menyeselaikan kuliah agar paripurna memperoleh gelar sarjana teknik atau insinyur. Sikap dan keputusan berani Ketua Ikatan Alumni FT-USU se-Jabotabek ini untuk mencoba menaklukkan rimba Jakarta itulah yang mewarnai kehidupannya di kemudian hari. Harihari awal di Jakarta diisinya dengan membaca koran, memicingkan mata terhadap setiap bunyi iklan lowongan kerja, lalu mengirim surat lamaran ke berbagai instansi. Sebuah perusahaan kontraktor, konsultan, dan engineering swasta yang merupakan rekanan Pertamina memanggilnya untuk tes, lalu diterima. Di kemudian hari diketahui perusahaan itu PT. Astenica milik Grup Salim. Dua tahun di sana dirasakannya cukup enjoy bekerja. Akan tetapi,
lagi-lagi itu harus ditinggalkan untuk “sekadar” memuaskan permintaan orangtua yang sejak lama menginginkannya harus menjadi pegawai negeri. Kembali, bukti bahwa dia mempunyai track records yang bagus, “Bos saya di Salim juga merasa kehilangan,” tutur suami dari Lince Berliana Tobing. Dia lalu mengajukan lamaran ke berbagai institusi pemerintah dan mengikuti tes, seperti Departemen Pekerjaan Umum (PU), Departemen Pertambangan dan Energi (Deptamben), Perusahaan Listrik Negara (PLN), dan Bank Bumi Daya (BBD). Uniknya, semuanya bersedia menerimanya sebagai pegawai. Karena harus memutuskan salah satu maka dia pilahpilah. Di PU dia tolak padahal sudah harus berangkat ke Sorong, Irian Jaya sebab tiket dan segala macam fasilitas sudah disediakan. Di kepalanya masih terngiang kuat keinginan menaklukkan rimba Jakarta. Dengan alasan yang sama tidak bersedia tugas ke luar kota panggilan dari PLN pun ditolaknya. Pilihan akhirnya jatuh ke Deptamben dengan
pertimbangan sebab dia akan bisa bekerja sampingan untuk memanfaatkan potensi maksimal yang dimiliki. Bank Bumi Daya sebelumnya juga ditolak sebab jadwal kerja perbankan tidak memungkinkannya untuk melakukan pekerjaan sampingan. Di Deptamben dia bekerja di Bagian Perencanaan Program, Direktorat Jenderal Listrik dan Pengembang-an Energi (LPE). Dia mulai mengikuti prajabatan tahun 1984. Hanya dalam tempo satu tahun dia langsung dipromosikan menjadi pejabat Kepala Seksi Evaluasi Pembangunan dan Perencanaan Kelistrikan Nasional, Ditjen LPE, golongan III-C dan pangkat Eselon-IV. Sehingga, untuk memenuhi persyaratan administratif kepegawaian pejabat kepala seksi setiap dua tahun sekali golongan dan kepangkatannya dinaikkan oleh atasannya. Beberapa kesempatan training ke luar negeri dijalaninya. Antara lain, mengikuti pelatihan UNDP (United Nation Development Program) selama lima bulan di Italia. Romantisme perjalanan hidup di Italia ditorehkannya dengan memberi nama anak
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
45
PROFIL
keduanya Valentino. Lengkapnya Dimpos Diarto Valentino Tampubolon yang lahir ketika dia sedang berada di Italia. Sambil bekerja sebagai pegawai Deptamben, dia memanfaatkan waktu luang mengajar atau menjadi dosen di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Jakarta maupun UPN Veteran. Termasuk sebagai pekerja paruh waktu di sebuah perusahaan swasta milik Yudo Sugama, anak Kabakin ketika itu Yoga Sugama. Dengan segala kesibukan dan prestasi yang diraih bathinnya kembali mulai berbisik, “Saya merasa, kayaknya saya bisa bersaing di luar,” ujar Nurdin. Semua menjadi berbalik ketika di tahun 1988 dia memutuskan mengundurkan diri dari Deptamben. Peristiwa ini dirasakannya sangat berat sebab banyak tantangan. Dari keluarga, sahabat, dan sesama kolega termasuk atasan di Deptamben yang masih menawarkan fasilitas dan program menggiurkan agar tetap bekerja dan tidak jadi keluar. Melihat keputusannya tersebut,
46
ayahnya terbang dari Medan hanya untuk mengadakan rapat keluarga membahas dan mempertanyakan keputusan terbaru Nurdin. Bahkan isterinya sendiri termasuk yang tidak setuju dengan keputusannya. Nurdin meyakinkan diri sendiri bahwa dia mampu membangun usaha. Dia lalu mulai membangun bisnis. Pilihannya jatuh ke bisnis berbasis teknologi canggih atau hi-tech (high technology). Pengalaman bekerja di Inalum menangani aluminium membuat ilmunya merasa pas disitu, terutama saat bekerjasama sebagai mitra PT. Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), kini PT. Dirgantara Indonesia (DI). Industri pesawat terbang ini menggunakan banyak material aluminium. Bendera usaha yang dibangunnya adalah PT Sonvaldy Utama Permata. Sonvaldy, singkatan tiga nama anak pertamanya. Son dari anak pertama Sondang, Val dari anak kedua Valentino yang lengkapnya Dimpos Diarto Valentino, dan Dy dari nama anak ketiga Randy. Sementara kata
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Utama Permata adalah terjemahan dari konsep orang Batak tentang anak dimana anak adalah segala-galanya atau, anakhonki do hamoraon di ahu. Lambat laun, perusahaan yang didirikannya mulai berkembang. Sonvaldy Utama Permata kini berubah menjadi holding company setelah berhasil melahirkan berbagai anak perusahaan baru. Cakupan usaha beraneka ragam dari hi-tech, perdagangan, hingga perkebunan kelapa sawit dan perkayuan. “Sampai sekarang perkebunan kita sudah luas,” katanya ringkas. Melihat perusahaannya sudah mulai berkembang, Nurdin memiliki keinginan kuat untuk mensejahte-rakan masyarakat banyak. “Itulah target utama saya sekarang, kalau masih diperlukan,” cetus mantan kandidat Calon Gubernur Sumatera Utara pada pemilihan 2003. Mensejahterakan masyarakat, sudah dimulai Nuridn dari perusahaan yang kini telah menghidupi ribuan orang karyawan, belum termasuk anggota keluarga karyawan. Konsep
mensejahterakan rakyat itu dirumuskannya menjadi visi perusahaan. Visi Sonvaldy, menurutnya, harus menjadi perusahaan yang bisa dibanggakan oleh bangsa dan harus bisa memperoleh pengakuan internasional. Dalam desainnya perusahaan ini harus bisa menyumbang devisa, menampung tenaga kerja, membayar pajak ke pemerintah, dan mampu mengekspor produk-produk yang dihasilkan.
Terjun ke Dunia Politik
Ikhtiar Nurdin mensejahterakan masyarakat tidak berhenti disitu. Bermodalkan track records sebagai pengusaha sukses yang telah menghasilkan karya nyata dalam proses pembangunan bangsa, dia mulai memasuki area publik yang lebih luas, terjun ke dunia politik. Karir politiknya dimulai ketika ia terpilih sebagai Anggota MPR RI periode 2003-2004, kemudian berhasil meraih kursi Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Sumatera Utara periode 2004-2009, dan sejak 2009 Nurdin terpilih menjadi Anggota DPR RI periode 2009-2014 mewakili Daerah Pemilihan Provinsi Sumatera Utara I. Politisi dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) ini pernah dinominasikan menjadi Wakil Ketua DPD wilayah barat. Namun dalam pemilihan dia hanya berada dalam posisi kedua dengan meraih 25 suara, diungguli Irman Gusman yang meraih 50 suara. Calon lainnya, Kasmir Tri Putra (23 suara), Malik Raden (14 suara), Bambang Suroso (delapan suara), dan Mediati Hafni Hanum (satu suara). Sementara mewakili wilayah timur, terpilih La Ode Ida. Di awal tahun 2003, berkat kualitas profesionalisme wakil rakyat dari Sumut ini yang disokong tingkat pendidikan, kecerdasan, keterampilan, dan kemampuan yang mumpuni sebagai seorang pemimpin, atas saran dan permintaan teman-temannya sesama alumni FT-USU dia mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Utara periode 2003-2008, namun sayang belum berkesempatan terpilih.
Walaupun demikian dia tetap berikhtiar mensejahterakan masyarakat banyak, terutama rakyat Sumatera Utara. Dia semakin intens memasuki wilayah politik. Pada Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif 5 April 2004, sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dia muncul dengan jargon menarik: Pembangunan dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat. Hasilnya adalah kemenangan suara terbesar kedua. Nurdin ingin agar pembangunan kokoh maka harus berbasis sumberdaya lokal. Artinya, memanfaatkan segala sesuatu yang memang dimiliki oleh masyarakat Sumatera Utara. Seperti, basis pertanian dan pariwisata. Yang melaksanakan pembangunan harus pula orang lokal yaitu masyarakat yang ada di Sumatera Utara. “Dengan demikian, tujuan pembangunan yaitu menjadikan masyarakat Sumatera Utara aman sejahtera dan tuan rumah di negerinya sendiri, menjadi bisa tercapai,” ujar penerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari sebuah perguruan tinggi dari Amerika Serikat tahun 1999. Sebelumnya, Desember 1997 pengagum Presiden Amerika Serikat George W Bush dan Presiden RRC Xu Rongji memperoleh penghargaan sebagai ASEAN Development Citra Awards dari ASEAN Programme Consultant Indonesia Consortium. Pada Pemilu Legislatif 2009 Nurdin terpilih sebagai Anggota DPR RI dari Partai Hanura mewakili Daerah Pemilihan Provinsi Sumatera Utara I dengan perolehan suara 21.654 (15,8 persen). Partai Hanura menjadi pilihan Nurdin, karena menurutnya sebagai partai baru, partai Hanura bisa betul-betul memperjuangkan dan bisa merealisir daripada keinginan-keinginan rakyat. “Saya bergabung dengan Partai Hanura, karena di situ saya melihat ada hati nurani. Dimana hati nurani rakyat menurut saya sedang menangis waktu itu,” terang Nurdin.
Artinya rakyat betul-betul menginginkan daripada aspirasi mereka ada yang membawa ke pusat untuk diperjuangkan, dan apa yang dihati mereka itu betul-betul bisa terwakili dan terpenuhi. Namun menurut pria yang hobi berenang dan jogging ini, bukan berarti partai-partai lain yang besar tidak memperdulikan rakyat. Tetapi kenyataannya mereka banyak yang kecewa dengan partai-partai yang besar. Mereka menganggap partai besar tidak memperjuangkan daripada aspirasi mereka.
DPR Harus Fokus Meningkatkan Kehidupan Rakyatnya
Ketika ditanya pendapatnya mengenai adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap DPR berkaitan dengan rencana pembangunan gedung DPR. Nurdin menyatakan bahwa DPR harus menyikapi hal ini dengan arif dan bijaksana. Menurut pria yang mengidolakan Ebiet G. Ade ini, bahwa saat ini masyarakat sudah sulit. Sulit untuk mendapatkan kehidupan dan ekonominnya yang terpuruk akibat tingginya harga bahan-bahan pokok terutama sembako, sementara DPR membangun dengan biaya yang tadinya 1,8 Trilyun untuk pembangunan gedung. “Menurut saya aspirasi masyarakat itu adalah masuk akal dan harus didengar, disikapi dengan arif dan bijaksana. Sehingga menurut saya pembangunan gedung itu diperlukan, namun waktunya belum pas untuk dilakukan sekarang. Harus didesain lebih ekonomis, lebih murah dan tidak perlu mewah yang penting bisa untuk bekerja,” terangnya. DPR harus fokus daripada meningkatkan kehidupan rakyatnya, karena DPR itu dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan aspirasinya dalam meningkatkan taraf hidup rakyat dan terakhir meningkatkan kesejahteraan rakyat. Itulah DPR, karena mereka digaji oleh rakyat dan oleh uang rakyat. (sc)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
47
KUNJUNGAN SPESIFIK PIMPINAN
Marzuki Ali Tokoh Inspiratif Harian Radar Palembang Salah satu harian terkemuka di Sumatera Selatan, Radar Palembang - Jawa Pos Group menggelar hajat Sumsel Business Award 2011, yang bertujuan memilih tokoh yang memiliki pengaruh besar pada masyarakat khususnya pelaku bisnis.
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat menerima penghargaan Sumsel Business Award 2011 oleh Radar Palembang di Palembang Sumatera Selatan
A
cara ini mendapat perhatian pejabat publik, tokoh bisnis dan masyarakat yang datang dari seluruh wilayah di Bumi Sriwijaya ini. “Sumsel Business Award untuk memberi apresiasi kepada segenap pihak dari beragam latar belakang yang telah berbuat banyak bagi masyarakat khususnya di Sumsel,” kata Suparno Wonokromo, CEO Jawa Pos Group Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), Banten, Jawa Tengah dan Jawa Barat saat menyampaikan sambutan di Convention Centre, Hotel Aryaduta, Palembang. Dewan Juri yang dipimpin Prof. Buchari Rachmat mengumumkan 3 tokoh yang dinobatkan sebagai The Inspiring Leader – Pemimpin yang
48
Memberi Inspirasi. Mereka adalah Marzuki Ali putra Sumsel yang saat ini menjadi Ketua DPR RI, Alex Noerdin Gubernur Sumatera Selatan dan Chandra Lie Presiden Direktur perusahaan penerbangan Sriwijaya Air. Ketua DPR RI Marzuki Ali dalam sambutannya menyatakan kegiatan Sumsel Business Award ini bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang merupakan kesempatan baik untuk melakukan revitalisasi diri. “Kita jadikan Harkitnas daya dorong untuk memunculkan semangat entrepreneurship atau kewirausahaan ditengah-tengah bangsa ini,” katanya. Ia mengutip pendapat ilmuwan Amerika Serikat David McClelland yang mengatakan negara disebut
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
makmur apabila jumlah wirausahawannya minimal 2 persen dari jumlah penduduknya. Mengacu pada data tersebut kondisi Indonesia masih jauh dari harapan. Saat ini jumlah pengusaha Indonesia hanya 0,24 persen dari jumlah penduduk itu berarti bangsa ini masih kekurangan 4,2 juta pengusaha untuk mencapai angka 2 persen tersebut. Kalau dibandingkan negara lain Indonnesia tertinggal, misalnya jumlah pengusaha di Singapura mencapai 7,2 persen dari jumlah penduduk, Malaysia 2,1 persen, Thailand 4,1 persen, Jepang 10 persen, sedangkan AS lebih tinggi lagi 11,5 persen. “Pemerintah dalam hal ini Kementrian Koperasi dan UKM sebenarnya sudah punya program Gerakan Kewirausahaan
Nasional. Tapi kita melihat kebanyakan genarasi muda masih bercita-cita menjadi pekerja atau PNS,” imbuhnya. Bagi Marzuki entrepreneurship adalah bentuk nyata seorang pemimpin. Pengusaha memiliki kelebihan karena dia secara langsung mampu memberikan manfaat bagi sesamanya. Menghidupi karyawan, memberi keuntungan bagi kliennya. Ia mampu memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk turut memikirkan apa yang bisa dilakukan untuk sesama. “Kita perlu membangkitkan jiwa kewirausahaan yang mampu menanggung kehidupan diri dan kehidupan masyarakat. Pengusaha pulalah yang menjadi ujung tombak perekonomian suatu negara. Mereka yang memimpin dan menentukan jalan usahanya sesuai bidang industri masing-masing, yang sebetulnya ikut menentukan arah pergerakan ekonomi bangsa,” tandasnya. Ketua Dewan Juri, Prof. Bochari Rachmat yang juga Rektor Universi-
tas Bina Darma Palembang berharap pemilihan para tokoh yang berpengaruh bagi masyarakat Sumsel ini diharapkan dapat memberi inspirasi bagi generasi muda. “Orang-orang
yang kita umumkan malam ini merupakan hasil seleksi dari banyak tokoh Sumsel, diharapkan dapat menjadi contoh bagi para pemuda, generasi penerus kita.” (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
49
KUNJUNGAN SPESIFIK PIMPINAN
Implementasi UU No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Dinilai Masih Lamban Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso yang juga sekaligus Ketua Tim Pemantau Undang-Undang Pemerintahan Aceh mengatakan, implemetasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dinilai masih sangat lamban dalam melahirkan berbagai aturan pelaksanaan Undang-Undang tersebut, sehingga Gubernur dan para Bupati Aceh masih saja mengeluh karena mereka masih merasakan lambatnya Pemerintah Pusat dalam menterjemahkan amar Undang-Undang tersebut.
D
Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso
emikian dikatakan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso usai melakukan kunjungan ke Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bersama enam belas anggota Tim Pemantau UU Pemerintahan Aceh, pada awal Mei lalu. Priyo menambahkan, masih banyak Peraturan Pemerintah Daerah yang belum bisa disiapkan oleh Pemerintah Pusat. Hal inilah yang menjadi catatan penting, maka dari itu Tim Pengawas UUPA bermaksud
50
membawa persoalan ini ke pusat untuk dibicarakan lebih lanjut. Dia menegaskan, DPR akan memanggil seluruh Menteri yang terkait untuk mensegerakan tata aturan perundangan sebagai amanat UndangUndang Pemerintah Aceh. Tata aturan perundang-undangan ini harus segera dituntaskan. Dalam pertemuan tersebut juga diungkapkan bahwa Tim DPR telah menemukan indikasi beberapa proyek raksasa kemanusiaan BRR yang sudah mencapai puluhan triliunan rupiah,
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
namun masih saja belum sempurna, dana positif dan negatifnya juga ada sisi-sisi yang baik yang perlu diapresiasi namun ada juga kejelekan dari pada pelaksanaannya. Priyo juga menambahkan, ada beberapa masukan dari LSM yang baik dan perlu mendapatkan perhatian termasuk temuan sekian triliun, juga termasuk pengakuan-pengakuan para Bupati-Bupati Aceh ini semua akan dijadikan informasi awal, Tim Pelaksana Pemantau UUPA berencana akan mengundang para pihak-pihak terkait termasuk juga dari pihak BRR, menteri-menteri terkait dan juga pejabat lainnya untuk menjelaskan masalah tersebut. Dikatakan juga bahwa, BPK dan KPK telah memastikan masalah itu semua, mereka akan mengaudit dan pihak-pihak lain manakala perlu diaudit, pasti akan diaudit. Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, masalah BRR diakuinya bahwa BRR telah melakukan apa saja yang terbaik buat Aceh, namun pastinya semua ini tidak ada yang sempurna, persoalan ini bisa menjadi kecil juga bisa menjadi besar dan semua ini tergantung pada persepsi masingmasing, ungkap Gubernur Aceh. Irwandi Yusuf menambahkan, bahwa masih banyak yang perlu diselesaikan oleh pemerintah, karena ma-
sih ada sepuluh PP yang sedang dibahas, namun dari sepuluh PP tersebut, baru tujuh PP yang sudah rampung diselesaikan, dan sisanya masih dalam pembahasan. Sementara juga masih ada tiga Perpres yang sedang dalam proses pembahasan namun dari ketiga Perpres tersebut juga ada dua Perpres yang belum terselesaikan, baru satu Perpres yang sudah diselesaikan dalam pembahasannya. Dikatakan juga bahwa masih ada UU Pertanahan yang telah dibahas sejak tahun 2006, namun hingga kini UU tersebut belum selesai dalam pembahannya, maka kami minta kepada pihak DPR des Aceh segera merampungkan masalah UndangUndang Pertanahan tersebut, kata Irwandi Yusuf. Priyo mengatakan, kunjungannya kali ini adalah kunjungan yang kedua kalinya, yang pertama pada bulan Juli 2010 lalu untuk maksud dan tujuan yang sama, yaitu dalam rangka memantau pelaksanaan implementasi Undang-Undang No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Kunjungannya kali ini dia juga mengikutsertakan Penasehat KPK, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari Jakarta. Menurutnya, keikutsertaan dua lembaga tersebut diperlukan agar Tim Pemantau Implementasi UUPA dari DPR dapat dipantau, setelah UU ini diundangkan dan dijalankan apakah pemerintah pusat telah melaksanakan dengan serius sepenuhnya isi dari UUPA tersebut, misalnya tentang penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) yang merupakan turunan dari UUPA. Berdasarkan hasil evaluasi Tim DPR yang berkunjung ke Aceh pada tahun lalu, sampai sekarang dari 10 Peraturan Pemerintah (PP) yang harus dilahirkan, baru dikeluarkan 3 PP, sedangkan Perpres baru satu dari tiga yang diharuskan, “ini artinya pemerintah masih sangat lamban dalam menjalankan perintah UUPA”, kata Priyo. Priyo juga mengemukakan bah-
wa tujuan yang kedua kali ini adalah dalam rangka memantau pelaksanaan dan penggunaan dana otsus yang diberikan sejak tahun 2008 sampai dengan 2010, apakah sudah sesuai dengan UUPA apa belum, mengingat dana Otsus Aceh lebih dari pada Papua. Karenanya hasil audit BPK terhadap penggunaan dana Otsus di Papua, banyak ditemukan dugaan penyalahgunaan dan bahkan penyelewengan, kata Priyo. Untuk itu, kunjungan kedua Tim DPR ini ke Aceh membawa pejabat
BPK dan penasehat KPK dari pusat untuk melihat sendiri hasil pembangunan yang menggunakan dana Otsus, baik yang dilakukan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota, apakah sesuai dengan perintah UUPA atau tidak. Selanjutnya, untuk melihat kembali hasil pelaksanaan rehabilitasi rekonstruksi yang telah dilakukan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD-Nias pascatsunami 2004 lalu, apakah semuanya sudah sesuai dan memberikan manfaat kepada
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
51
KUNJUNGAN SPESIFIK PIMPINAN
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso (kiri) bersama dengan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (kanan)
rakyat Aceh. “Dari laporan para Bupati dan Walikota, LSM, dan Lembaga lainnya, sampai saat ini masih banyak korban tsunami didaerahnya yang belum menerima bantuan rumah” kata Priyo. Sedangkan tujuan selanjutnya adalah untuk melihat persiapan pemilihan 18 kepala daerah secara serentak termasuk Gubernur dan Wali Kota. Tim DPR sangat berharap Komisi Independent Pemilihan Pemerintah Aceh, DPRA, dan aparat keamanan, seperti Pangdam, Kapolda dan Kejati mendukung sepenuhnya pelaksanaan Pilkada, agar bisa tepat waktu, dan sesuai dengan yang direncanakan. Menanggapi berbagai kritikan, saran Tim Pemantau Implementasi UUPA dari DPR, Irwadi mengatakan implementasi UUPA telah berjalan, namun untuk turunan peraturan dan Perpresnya belum seluruhnya diselesaikan pemerintah pusat. Terkait dengan pelaksanaan dan penggunaan dana Otsus, dirinya telah melakukan sesuai dengan perintah UUPA, termasuk program untuk Otsus Kabupaten/Kota hanya saja boleh digunakan untuk enam bidang, yaitu perbaikan dan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, kesehatan, sosial budaya dan keistimewaan Aceh, ungkap Irwandi Yusuf. Anggota Tim yang lain juga menyoroti persoalan pembangu-
52
nan PDAM yang dibangun oleh BRR karena tidak ketersediaannya listrik dan debit air yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Harapannya adalah PAM yang telah dibuat dan menghabiskan dana 36 milyar ini segera dapat difungsikan, karena kurang lebih 3000 Kepala Keluarga (KK) sudah menunggu kapan PAM tersebut dapat melayani kebutuhan air buat masyarakat setempat. Dia menekankan agar ada proaktif dari pemerintah Pidie untuk segera menyelesaikan masalah air bersih yang sampai sekarang belum dapat diselesaikan dan masih terbengkalai dengan adanya listrik dan jaringan pipa yang belum sempurna, dan segera dicari titik persoalannya agar semua bisa berjalan dengan lancar. Sementara itu, anggota Tim Pemantau lainnya Muslim mengemukakan masalah perkereta apian ini sudah ada uji coba yang mencapai kurang lebih 12 kilo meter dan animo masyarakat juga begitu bagus, hal ini harus segera berjalan dan tidak boleh berhenti. Program ini menjadi target tahun 2014 harus sudah selesai dan bisa mencapai 3 Kabupaten/Kota, mulai Loksumawe, Aceh Utara dan Kabupaten Biren. Muslim juga berharap, masalah perkereta apian ini tidak hanya di tiga Kabupaten saja, tetapi harus lebih dari itu seperti Besitang Sumut sam-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
pai Banda Aceh, dan ini akan menjadi penghubung antara Aceh dengan Sumatera Utara. ‘Diharapkan tahapannya harus berjalan, inilah yang terpenting, kata Muslim. Dia menyarankan, agar tidak mempersoalkan hal-hal yang sudah beralan dan terpenting adalah mencari solusi bagaimana kereta api yang sudah berjalan ini, mempunyai hirtoris yang begitu panjang yang telah dibangun oleh pemerintah Belanda, harus hidup kembali, sehingga perputaran roda ekonomi harus jalan, kebutuhan masyarakat terpenuhi, dengan biaya yang rendah dan masyarakat terlayani dengan baik. Anggaran yang sudah dikeluarkan kurang lebih Rp 400 miliar yang bersumber dari APBN ini harus diteruskan serta mendapat dukungan dari anggaran-anggaran lain di Aceh. Muslim mengharapkan, bahwa pemerintah pusat juga harus mensuport betul masalah Aceh ini, khususnya untuk mendukung seluruh kepentingan pembangunan Aceh ke depan, sehingga yang selama ini rakyat Aceh melihat pemerintah pusat adalah kurang memperhatikan Aceh, tapi hari ini pemerintah pusat sudah saatnya memberikan yang terbaik. Menurutnya ini sudah terbukti bahwa pemerintah sekarang sudah melakukan yang terbaik untuk rakyat Aceh secara keseluruhan, apalagi dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 ini, itulah yang terbaik telah diberikan kepada rakyat Aceh, kata Muslim. Dia menambahkan setiap tahunnya dana otsus selalu meningkat yang awalnya 3,8 triliun rupiah, sekarang sudah mencapai 4,3 triliun rupiah, dan inilah harapan-harapan yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat, sekarang tinggal bagaimana pemerintah daerah untuk meneruskannya. Untuk bekerja keras menyatukan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten/Kota, sehingga sirkulasi ini berjalan dalam rangka kepentingan untuk seluruh rakyat Aceh.(Spy).
Peserta Rakornas PDP Sampaikan Aspirasi Terkait Revisi UU Pemilu Rapat Koordinasi Nasional VII Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) yang berlangsung di Bali dibuka secara resmi oleh Ketua DPR RI Marzuki Ali, beberapa waktu lalu.
R sia.
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat membuka acara Rapat Koordinasi Nasional VII Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) di Bali
apat diikuti pengurus DPP, DPD dan anggota DPRD dari Partai PDP yang tersebar di 30 provinsi seluruh Indone-
“Aspirasi peserta Rakornas semoga revisi UU Pemilu yang saat ini sedang dibahas DPR tetap memberi ruang kepada partai kecil seperti PDP untuk mengikuti pemilu 2014 nanti,” kata Ketua Pengurus Harian DPP PDP Roy BB Janis saat menyampaikan sambutan. Ia menyebut pada pemilu lalu
secara nasional partainya tidak lolos Parliamentary Threshold, namun ditingkat pemilu daerah partainya cukup berjaya. Roy optimis capaian lebih baik akan diraih pada pemilu 2014 asalkan DPR menegakkan demokrasi dengan pemilu yang jujur dan adil. Menangapi hal ini Ketua DPR menyatakan proses revisi UU bidang Politik saat ini masih berlangsung. Pembahasan revisi fokus pada yaitu UU Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu, UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Ang-
gota DPR, DPD dan DPRD, dan revisi UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan revisi UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik telah diselesaikan. “Itulah misi utama saya datang menghadiri Rakornas PDP, sebagai speakerof the House of Representatives sudah merupakan kewajiban untuk menjelaskan kebijakan yang telah dan akan diambil DPR termasuk juga meminta masukan dari publik,” tekannya. Marzuki menekankan siap
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
53
KUNJUNGAN SPESIFIK PIMPINAN
menerima undangan dari partai atau institusi lain. “Selama jadwalnya masih memungkinkan saya pasti datang.” Marzuki Ali yang juga pakar marketing politik ini menyebut keberhasilan dalam pemilu berawal dari keberanian membedah partai sendiri, membuat daftar potensi dan kelemahan yang ada. Ia menyebut contoh keberhasilan Partai Demokrat yang pada tahun 2003 lalu adalah partai baru yang juga terseok-seok membangun jaringan.
Politik Rasionalitas
Dalam pertemuan tersebut Roy BB Janis sempat menyinggung rencana DPR untuk membangun gedung baru. Terkait hal itu ia memberi apresiasi kepada ketua DPR yang terus berupaya menjelaskan, berbicara kepada publik. “Saya sempat bertanya langsung kepada Pak Marzuki kenapa kok bertahan amat, misalnya dalam rencana pembangunan gedung baru. Tapi kemudian saya mendapat penjelasan dan mengerti. Saya menilai Pak Marzuki tidak emosional tapi mengembangkan politik yang rasional,” kata Roy BB. Bagi mantan ketua FPDIP DPR RI ini politik ada ukurannya yaitu bagaimana mengedepankan kepentingan rakyat namun yang tidak kalah penting adalah akal sehat, rasionalitas. Terkait upaya memperbaiki kinerja DPR Marzuki menambahkan tidak bisa dilakukan dengan sekedar himbauan tetapi harus membangun sistem. Upaya itu sudah dilakukan diantaranya menetapkan rencana strategis lima tahun kedepan (Renstra) yang pertama kalinya lembaga perwakilan ini. Langkah penting lain yang diambil diantaranya menambah tenaga ahli pendukung anggota, serta melakukan reformasi kesekjenan. Ketua DPR mengaku tidak akan lelah untuk terus mencoba menjelaskan kepada publik, media termasuk kepada mahasiswa. “Saya ditanya oleh
54
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
seorang pimpinan redaksi media nasional yang menyatakan heran selama 35 tahun dia di media belum pernah ada orang yang berani berkonflik dengan media. Setelah saya jelaskan
ia akhirnya paham ada alasan rasional dibalik putusan itu,” ujarnya. “Dalam banyak kesempatan saya kelihatan bertahan bukan karena ngotot. Pimpinan politik harus berani tidak
populer, kalo kita yakin apa yang akan kita lakukan itu penting. Masyarakat jangan kita biarkan terprovokasi oleh orang-orang yang punya kepentingan,” demikian Marzuki. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLI, 2011 |
55
SOROTAN
DPR Minta Aparat Tuntaskan NII Awal April lalu perhatian publik tersita ketika Lian Febriani, PNS bagian Tata Usaha, Direktorat Bandar Udara, Ditjen Perhubungan Udara, Kementrian Perhubungan diberitakan hilang. Publik tersentak ketika Lian akhirnya ditemukan di salah satu mesjid kawasan Puncak, Jawa Barat dalam keadaan linglung, tidak mengenal diri dan keluarganya. Butuh waktu sampai akhirnya dapat disimpulkan Lian baru saja dibaiat, dicuci otaknya oleh organisasi NII (Negara Islam Indonesia).
Diskusi mengenai maraknya radikalisme di Indonesia
D
i Medan, Sumatera Utara 11 orang tua mendatangi Polda Sumut, mereka meminta aparat kepolisian bertindak karena sudah setahun lebih anak-anak mereka tidak kembali ke rumah. Kuat dugaan mereka direkrut NII. Bachtiar juru bicara kelompok orang tua ini me-ngatakan mereka pernah menemukan anak-anak mereka tinggal di sebuah rumah di Langsa, Aceh. Rumah itu mirip semacam tempat pengajian tapi saat dipaksa pulang anak mereka menolak dengan alasan telah mendapat tempat yang paling baik. Kenapa aparat lamban berge-
56
rak? Walaupun memiliki nama yang sudah terkenal dari ujung Timur ke Barat Indonesia namun NII bukanlah organisasi formal. “NII gerakan bawah tanah, under ground,” kata anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Aminuddin Yaqub. Itulah sebabnya walaupun mengakui gerakan kelompok ini menyimpang dari ajaran Islam, MUI tidak dapat mengeluarkan fatwa seperti yang pernah dikeluarkan kepada Ahmadiyah atau Lia Eden. Keberadaan NII yang nyaris tak terlihat ini membuat kepolisian sulit mengendus. Tapi setidaknya sudah ada tindakan Polres Sleman, Yogya-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
karta yang berhasil menangkap FT seorang mahasiswi. Aparat bergerak setelah mendapat laporan dari pemilik kos yang curiga seringnya mahasiswi berkumpul di kamar FT. Dari keterangan yang berhasil dihimpun Polres Sleman aktifitas NII memang ada di rumah kos ini. Setiap calon anggota sebelum dibaiat harus menyetorkan uang sebesar 400 ribu rupiah. Aminuddin mengaku pihaknya sudah berulang kali mendorong penegak hukum agar menindak NII, terutama NII KW 9. “Kami sudah dorong, dari 2002 kami sudah dorong, kami sudah sampaikan ke Mabes
Polri. Kami sudah sampaikan penelitian kami. Depag juga melakukan penelitian yang sama dan hasilnya pun sama,” urainya. Hasil penelitian MUI menunjukkan titik terang keterkaitan Pondok Pesantren Ma’had Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat dengan organisasi NII KW (komandemen wilayah) 9. “Kepemimpinannya itu terkait dengan isu NII dan KW 9, dan itu sudah ada. Bahkan sejak lama, ya itu memang gerakan bawah tanah, eksklusif, sangat tidak terbuka. Nah hasil ini kita laporkan ke Mabes Polri,” kata Ketua MUI Amidhan dalam diskusi di ruang wartawan, Gedung DPR Senayan, Jakarta, Kamis (28/4/2011). Anggota Komisi VIII DPR RI Zulkarnaen Djabbar menilai aparat kepolisian lamban dalam menindaklanjuti laporan dan data yang telah disampaikan MUI sejak tahun 2002 lalu. “Saya berharap aparat lebih tegas lagi lah, kami berpandangan kalau NII terkait makar tidak ada kata maaf, tidak ada ampun. Data MUI harusnya bisa ditindaklanjuti, sehingga klarifikasi jelas. Tidak jadi wilayah abu-abu terus,” tandas politisi Partai Golkar ini. Mengacu pada data yang dikeluarkan NII Crisis Centre yang menyebut organisasi ini sudah memiliki anggota 170 ribu orang. Kemudian sepanjang dua bulan terakhir terdapat 100 laporan orang hilang. Bagi Zulkarnaen aparat kepolisian harus bertindak lebih serius, “Kita beri rentang waktu 3 bulan untuk kepolisian, harus tuntas.”
NII dan Al Zaytun
Terkait keberadaan Ma’had Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat yang diduga terkait organisasi NII, DPR RI tidak dalam posisi meminta tutup atau buka Pondok Pesantren ini. Pernyataan ini disampaikan Priyo Budi Santoso, Wakil Ketua DPR saat bicara dalam acara diskusi Dialektika Demokrasi dengan judul ‘Menyoroti Maraknya Radikalisme’ di ruang wartawan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Kamis (5/5/11).
“Pemerintah perlu meneliti, menelisik, memeriksa menuntaskan apa NII terkait dengan pesantren Al Zaytun. Kalau ternyata tidak ada kaitan umumkan, clearkan. Apabila ada kaitan umumkan pula dan kemudian minta tindakan hukum untuk memberi kepastian dan rasa nyaman masyarakat luas.. o ternyata NII itu ternyata bertentangan dengan ideologi negara Pancasila,” kata Priyo. Sejauh ini peran yang dapat dilakukan DPR menurutnya meminta
jaringan NII di partai politik dan beragam kelompok masyarakat lain seperti, mahasiswa, artis dan PNS. “Kondisi sekarang ada kaitannya dengan kebangkitan Tentara Islam Indonesia yang dulu pernah didirikan oleh Kartosuwiryo,” jelas Iman. Kader muda NII ini aktif melakukan latihan militer dan mencari dukungan dana dari luar negeri. Upaya menghimpun dana dari dalam negeri juga dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan mencuri seperti yang pernah
Panji Gumilang dan Pondok pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat
aparat proaktif melakukan pemeriksaan. Sementara proses itu berlangsung ia menghimbau segenap pihak tidak serta merta menarik kesimpulan Al Zaytun berarti NII. Fakta lapangan yang sejauh ini didapatnya adalah banyak alumni pesantren tersebut berkelakuan baik, tidak seperti kader NII yang menganggap umat muslim lain adalah kafir. Sementara itu mantan menteri NII, Imam Supriyanto meyakinkan Pondok Pesantren Al Zaytun berkaitan dengan keberadaan organisasi NII. Panji Gumilang sebagai pimpinan ponpes pasca reformasi memang ingin berkonsentrasi membangun sektor pendidikan. Namun pada tahun 2004 niat itu berubah, ia mulai membangun
dilakukannya. Seluruh dana yang berhasil dihimpun menurutnya disimpan di beberapa bank seperti Century, Mandiri serta Kesawan. Mantan menteri peningkatan produksi NII ini mengaku terpanggil untuk membeberkan keberadaan organisasi yang pernah dipimpinnya karena tersentuh dengan informasi banyaknya orang tua yang kehilangan anak. “Saya buka semua karena nurani saya terpanggil, banyak orang tua kehilangan anak karena direkrut NII,” imbuhnya. Imam berkeyakinan tokoh sentral dibalik kehadiran organisasi ini adalah Panji Gumilang. Ia berkeyakinan organisasi NII tidak akan berjalan apabila tokoh sentralnya ditangkap polisi. (iky)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
57
LIPUTAN KHUSUS
Ketua DPR Berpidato Di Sidang Parlemen Irak Pada kunjungan kali ini, Ketua DPR RI Marzuki Alie mendapatkan kehormatan besar untuk berpidato di Sidang Paripurna Parlemen Irak menyampaikan buah pikirannya mengenai demokrasi.
S
elain itu kunjungan kerja luar negeri kali ini dinilai sangat sukses, Ketua DPR sempat mengadakan dialog dengan seluruh pejabat tinggi yang ada di Irak, maupun tokoh Syiah dan Sunni. Pada kesempatan tersebut, Ketua DPR RI Marzuki Alie Alie menyampaikan pidato resminya di Gedung Parlemen Irak, yang disaksikan ratu-
san anggota Parlemen Irak. Dalam Pidatonya, Mantan Sekjen Partai Demokrat tersebut menjelaskan proses demokrasi yang terjadi di Indonesia serta harapan dirinya terhadap demokrasi yang berlangsung di Kawasan Timur tengah. Dalam Pidatonya, dia mengatakan, perkembangan demokratisasi yang terjadi akhir-akhir ini di Kawasan
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat menghadiri undangan Parlemen Irak di Gedung Parlemen Irak.
58
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Timur Tengah dan Afrika Utara, antara lain Sudan, Palestina, Tunisia, Mesir, Yaman, Bahrain, Libiya, dan Suriah memberikan gambaran tumbuhnya kesadaran berdemokrasi di Negaranegara Muslim dan akan berujung pada realisasi harapan dari rakyat yang sekaligus menguatkan negara masing-masing. Menurutnya, kesadaran ini juga
terjadi di Indonesia sejak tahun 1998 yang dikenal dengan masa Reformasi. Sejak tahun itulah Indonesia diakui sebagai Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia sekaligus sebagai parlemen negara Muslim terbesar di dunia yang dilahirkan melalui proses yang sangat demokratis. “Indonesia berhasil membuktikan bahwa demokrasi dan Islam bukanlah dua kutub yang saling berlawanan. Indonesia memiliki space untuk membuktikan bahwa Islam, demokrasi dan modernitas dapat sejalan secara harmonis,”paparnya. Proses demokratisasi, lanjutnya, dapat terwujud dengan dilakukannya perubahan konstitusi, diselenggarakannya pemilihan umum secara langsung dan terbentuknya lembaga baru sebagai penyeimbang yaitu Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Yudisial. “Hal ini membuktikan bahwa Islam dan demokrasi bisa berjalan bersama sesuai dengan kehendak bangsa yang berlatar belakang budaya berbedabeda.Indonesia telah membuktikan bahwa perbedaan yang ada tidak menghalangi persatuan untuk menciptakan demokrasi,”tambahnya. Pada pemilihan umum tahun 1999, saat awal proses demokratisasi, Indonesia memiliki 48 partai yang menjadi peserta pemilu. Kemudian, pada pemilihan umum tahun 2004 ada 24 partai yang ikut dalam pemilu. Dan pada pemilihan umum tahun 2009 ada 34 partai. Selain banyaknya Partai yang ikut dalam pemilihan umum, Indonesia yang berpenduduk sekitar 237 juta orang juga terbagi berdasarkan 33 provinsi yang terdiri dari berbagai etnis, suku dan agama. “Sebagai Negara Muslim terbesar di dunia, Indonesia memandang bahwa keragaman tidak seharusnya menyebabkan perpecahan dan pertikaian. Sebaliknya, keragaman ini sejatinya memberikan pengayaan dalam proses demokratisasi. Cara pandang inilah yang dianut oleh bangsa Indonesia, karena perpecahan hanya akan menghilangkan kekuatan,”jelasnya. Dengan pengalaman tersebut,
Ketua DPR RI Marzuki Alie menyampaikan pidato resminya di Gedung Parlemen Irak.
paparnya, DPR mengharapkan proses demokratisasi di Irak dapat berlangsung secara damai dengan menghindari cara-cara kekerasan yang hanya akan menuju kepada kehancuran. “Dalam demokrasi, hal yang paling utama perlu diperhatikan adalah tujuan dasar demokrasi itu sendiri yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat dan kedaulatan Negara, sehingga rakyat tidak perlu melakukan aksi terorisme sebagai upaya penyampaian
aspirasi. Karena agama Islam secara tegas menafikan cara-cara kekerasan tersebut. Islam sendiri sebagai pembawa kedamaian dan rahmat (kasih dan sayang) bagi seluruh ummat manusia,”terangnya. Pada kesempatan berbeda, Ketua DPR Ri Marzuki Alie menandatangani Mutual Of Understanding (MoU) Atau Nota Kesepahaman Antara Kedua Parlemen Negara Sahabat. Nota Kesepahaman Tersebut Ditandatangani Oleh
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
59
LIPUTAN KHUSUS
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat bertemu dengan Menteri Perminyakan Irak HE Abdul Kareen Luaibi
dalam membangun upaya-upaya bersama diantara kedua parlemen dalam bidang-bidang sebagai berikut : Kerjasama Pertukaran Pengalaman Di Berbagai Sektor Dan Tingkatan Di Bidang Legislatif, Hukum Dan Administratif Serta Kerjasama Antara Komite Dalam Kedua Parlemen Di Seluruh Bidang. Kemudian berusaha, meningkatkan Hubungan Antara Komite Persahabatan Parlemen Dan Membangun Kerjasama Yang Erat Antara Kedua Parlemen Termasuk Pertukaran Kunjungan. selain itu, adanya kerjasama pertukaran keahlian dalam hal mekanisme kerja mengenai peran pengawasan parlemen dan penyusunan Anggaran Belanja Umum Dan Khusus serta mekanisme pengawasan atas pelaksanaannya dan memperkuat kemampuan kedua Parlemen di Bidang tersebut melalui pelaksanaan pelatihan dan lokakarya.
Dukung Kerjasama Migas
Ketua DPR RI Marzuki Alie saat bertemu dengan Ketua Parlemen Irak Abdul Azizi Nujayfi
Ketua DPR Ri Marzuki Alie dan ketua Parlemen Irak Usama Abdul Aziz Nujayfi yang disaksikan oleh anggota parlemen Irak. Nota tersebut berisi antara lain, pertama, kedua belah pihak menekankan atas keinginan bersama membangun hubungan bilateral dan menyesuaikan sikap terhadap masalah-masalah dunia melalui komuni-
60
kasi tingkat pejabat tinggi, konsultasi, meningkatkan reaksi dan dukungan bersama pada Isu-Isu penting Internasional dan secara rutin menyelenggarakan pertemuan dan konsultasi diantara kedua belah pihak dalam kegiatan-kegiatan Internasional, Konperensi dan lain sebagainya. Kedua yaitu, kedua Belah pihak bersepakat untuk berpartisipasi
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Pemerintah Irak mendukung peningkatan kerjasama dengan pemerintah Indonesia di bidang minyak dan gas (Migas). Hal tersebut mengemuka saat Ketua DPR Marzuki Alie mengadakan pertemuan dengan Menteri Perminyakan Republik Irak HE Abdul Kareen Luaibi, “Berkaitan dengan minyak mentah, pemerintah Irak sangat mendukung dan siap membantu Indonesia apabila ingin kembali mengadakan kerjasama di bidang tersebut,”Jelas Hussein saat pertemuan dengan delegasi Ketua DPR ke Irak. Dia mengusulkan, Pemerintah Indonesia segera berkunjung ke Irak dalam rangka mengembangkan sektor minyak antar kedua negara secepatnya. “Biasanya kontrak minyak di Irak berlangsung setiap tahun dan kami siap kapan saja membuat kerjasama dengan Indonesia,”lanjutnya. Pada kesempatan tersebut, Jelas Ketua DPR Marzuki Alie, saat ini Indonesia mengalami krisis di bidang minyak, dan kedepannya kebutuhan akan minyak di Indonesia akan se-
makin meningkat. Karena itu, DPR mengharapkan Pemerintah Irak dapat mengalokasikan dan mencadangkan produksi minyaknya untuk Indonesia. “Cadangan minyak Indonesia semakin berkurang dan akan habis dalam puluhan tahun mendatang, karena itu diharapkan Irak dapat mencadangkan serta mengalokasikan minyaknya,”paparnya. Selain itu, Ketua DPR Marzuki Alie mengharapkan, adanya peningkatan kerjasama ekspor dan impor produksi pupuk khususnya sulfur. “Indonesia mengharapkan produk pupuk khususnya Sulfur dapat diekspor ke Indonesia,”tambahnya. Dia menambahkan, selain pupuk, Indonesia juga membutuhkan produk gas flare, pasalnya Irak memiliki cadangan gas flare yang cukup besar. Dia mengatakan, kunjungan ke Irak selain mendorong peningkatan kerjasama di sektor minyak, juga bertujuan meningkatan hubungan parlemen antara Indonesia-Irak yang telah berlangsung selama 40 tahun silam lalu. “Pada kunjungan muhibah ini, Delegasi telah bertemu dengan Perdana Menteri Irak, Wakil Perdana Menteri, Wapres dan Delegasi juga sempat berbicara dengan Ketua DPR Irak. DPR juga bertemu dengan ketua majelis tinggi islam dan berbagai tokoh politik di Irak,”tandasnya. Di parlemen, papar Marzuki, dirinya sempat berpidato di Gedung DPR Republik Irak mengenai Konstitusi dan perkembangan demokrasi di Indonesia yang dihadiri oleh ratusan anggota parlemen Irak.”DPR menginginkan adanya peningkatan di sektor pendidikan, atau pertukaran pelajar dimana kedua negara saling memberikan kesempatan untuk belajar satu sama lain khususnya mengirim pelajar Indonesia ke Irak begitupun sebaliknya. Dia mengatakan, mayoritas penduduk Islam harus saling mendukung satu sama lain, caranya dengan meningkatkan kerjasama perdagangan Irak-Indonesia yang selama ini semakin menurun. “Kita mengharapkan
peningkatan kerjasama perdagangan yang sempat menurun paska invasi AS ke Irak,”paparnya. Menjawab hal tersebut, jelas Luabi, Irak telah memproduksi Sulfur dan hibrida dalam jumlah yang besar. Karena itu, pihaknya menyatakan siap untuk bekerjasama dengan Indonesia untuk menandatangani kontrak jangka panjang terkait produksi sulfur dan hibrida tersebut. “Untuk gas kami belum bisa melakukan ekspor karena mengutamakan kebutuhan dalam negeri namun setelah 6-7 tahun kami siap mengekspor gas tersebut dalam
jumlah besar,”jelasnya. Terkait produk gas elpiji, tambahnya, Pemerintah Irak akan segera memproduksi gas elpiji pada tahun depan, dan apabila Indonesia berminat pemerintah Irak akan mendukung penuh peningkatan kerjasama tersebut. “kedepannya akan ada pembahasan yang penting terutama mengenai sektor minyak dan proyeknya, dan Indonesia dapat mengambil peluang besar untuk berkerjasama maupun berinvestasi pada sektor tersebut,”katanya. (si) ***
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
61
SELEBRITIS
Amanah Rakyat itu Berat P
erpaduan suku dan budaya yang berbeda ternyata menghasilkan harmoni yang mempesona. Itulah kesan pertama yang muncul ketika bertemu Atiqah Hasiholan, putri pasangan tokoh seni dan aktifis Ratna Sarumpaet yang batak asli dengan Achmad Fahmy Alhady yang keturunan Arab. Lahir di Jakarta, 3 Januari 1982 dengan darah seni yang dominan dari Ibunya membuat Atiqah bersinar. Apresiasi terhadap film yang telah dibintanginya sepanjang tahun 2009 lalu membuat Mellyana’s Guardian memberi penghargaan Star of the Year. Jadi kalau ada yang percaya nama adalah doa dari orang tua, kali ini terbukti. Hasiholan adalah nama yang sengaja dipilihkan ibunya dan diambil dari bahasa batak sihol mengandung arti yang diinginkan/dimimpikan. “Sejak kecil aku sudah diperkenalkan dunia seni oleh Umi (ibu-red) khususnya teater. Aku diajak bergabung di Teater Satu Merah Panggung yang didirikannya. Berlatih bersama anggota teater lain dan penampilanku banyak dikritisi langsung oleh Umi,” jelas Atiqah kepada Parle mengawali wawancara di Jakarta, Sabtu (14/5). Sedikit tergelak Tiqa begitu ia sering dipanggil, bercerita banyak wartawan salah kira ia mengawali
karirnya di bidang modelling baru kemudian film. Padahal dunia aktinglah yang pertama digelutinya. Sejak tahun 2006 tercatat sudah 9 film layar lebar dibintanginya dan hampir semuanya mendapat pujian. Putri bungsu dari empat bersaudara ini mengaku sangat selektif dalam memilih peran yang akan dibintanginya. Ia mengaku sudah beberapa kali menolak film esek-esek dan film komedi yang mengeksploitasi seksualitas. Bakat seni sudah terbukti mengalir dari Ibunya, bagaimana dengan aktifis sosial?. Penyuka travelling yang menyelasaikan studi di Monash University, Australia ini mengaku sangat memperhatikan realitas sosial yang
ada ditengah masyarakat. “Intinya sama tapi mungkin caranya berbeda ya. Umi memang piawai dalam berbahasa, mampu menyampaikan pikirannya dengan sangat lugas, jelas. Kalau aku tidak punya kemampuan seperti itu, jadi lewat gaya yang lain aja,” imbuhnya sambil sedikit tersenyum. Atiqah yang meraih Bachelor of Art di bidang communication, media study and psychology menjelaskan dunianya saat ini adalah film. Ia akan berusaha berbuat seoptimal mungkin menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat, menyuarakan suara rakyat lewat seni peran. Tidak seperti ibunya politik belum menjadi bidang yang menarik hatinya, apalagi men-
62
sangpemimpi46.blogspot.com
Atiqah Hasiholan
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
blog.nadine/doc.pribadi
javahotshot.blogspot.com
jadi politisi yang mewakili aspirasi rakyat di parlemen. “Bagiku menjadi wakil rakyat itu berat, ada amanah dan tanggung jawab yang harus diemban. Selama belum yakin 100 persen mampu melakukan sesuatu, aku tidak akan terjun kesana,” tandasnya. Kepada Parle ia mengaku mengikuti perkembangan pemberitaan media seputar kegiatan wakil rakyat di Senayan, termasuk isu hangat rencana pembangunan gedung baru DPR. Bintang iklan sabun kecantikan yang memiliki tinggi badan 170 cm ini mengaku saat ini belum terfikir untuk berganti profesi. Komitmennya akan terus menggeluti seni peran sampai akhir hayat, sekarang sebagai pemeran mungkin nanti menjadi tim dibelakang layar, sutradara misalnya. Tiqah optimis perfilman Indonesia semakin hari akan terus menjadi baik, dan mampu bersaing dengan film mancanegara. “Upaya untuk memproduksi film Indonesia yang baik, berkualitas sudah ada ya. Kalo saya sih maunya yang produksi tetap konsisten, terus para penonton saya harapkan mereka juga setia menonton, karena ini bisnis tentu upaya balik modal harus dijaga,” papar Atiqah sambil tertawa renyah. *** Wawancara kedua dengan Atiqah Hasiholan berlangsung pada saat break shooting FTV – Film Televisi di Yogyakarta. Ia bercerita tentang perannya sebagai seorang mahasiswi yang mengalami masalah dengan kemampuannya berbicara alias gagap. Lawan mainnya kali ini adalah aktor Surya Saputra. Ketika ditanya tentang film The Mirror Never Lies wajahnya terlihat sumringah. Kabar terakhir yang diperolehnya sambutan penonton di seluruh Indonesia terhadap film layar lebar yang bercerita tentang kehidupan masyarakat suku Bajo di Kepulauan Wakatobi cukup bagus. Hanya saja ia meminta masyarakat bersabar karena proses peredarannya tidak berlangsung serentak di bioskop se-
inigosipbaru.blogspot.com
Atiqah Hasiholan
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
63
SELEBRITIS
luruh Indonesia. “Sebaiknya anggota DPR juga ikut menonton film The Mirror Never Lies terutama yang terkait bidang lingkungan. Temuan kita di sana kesadaran masyarakat menjaga kelestarian lingkungan masih jauh dari harapan, membuang sampah ke alam, atau merusak terumbu karang seperti hal biasa,” jelasnya dengan nada prihatin. Bagi Tiqa pengalaman shooting di alam laut Wakatobi benar-benar tak terlupakan. Lautnya, terumbu karangnya, flora dan fauna laut yang beragam dan mempesona serta keramahan penduduk suku Bajo yang kaya budaya. Dalam film yang dipersiapkan selama 3 tahun ini bagian yang sangat berkesan baginya adalah ketika harus
64
bisikbisikartis.wordpress.com
tennyrosyaria.wordpress.com77
berakting dalam laut. “Ada adegan pengambilan scene under water, disitu aku harus menyelam tanpa peralatan pendukung, harus tahan nafas. Ceritanya harus mencari kerang ke dasar laut kedalamannya lumayan, 7 meter. Gak boleh pake kacamata renang juga. Kita harus akting dibawah air juga berenang dalam scene kamera yang telah ditentukan gak boleh keluar-keluar dari area itu,” jelasnya. Artis yang memulai karirnya dalam film layar lebar berjudul Berbagi Suami ini mengaku sempat gelagapan. Berakting di panggung teater baginya biasa, tapi ini lebih dari biasa memainkan peran di depan kamera sambil menahan nafas di bawah air. Ia bersyukur sudah diperkenalkan orang tuanya kepada laut sejak kecil sehingga bisa cepat menyesuaikan diri. Hampir setiap waktu liburan keluarga bisa dipastikan laut dan pantai selalu jadi pilihan utama. Itu pula yang membuat penyuka warna lembut ini jatuh cinta pada olah raga selam. Sejak 6 tahun lalu ia sudah akrab dengan peralatan selam dan mengantarnya meraih sertifikat pemula. “Masih level biasa jauh dibawah Nadine (Candrawinata-red)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
indocelebrity.blogspot.com
tennyrosyaria.wordpress.com
yang memang aktif banget divingnya. Pingin lebih baik lagi kalau ada kesempatan. Cuman kalo saya diving sekedar hobby saja, kalo Nadine udah cinta mati haha..,” katanya sambil tertawa lepas. Ia belum banyak mengunjungi diving spot Indonesia tapi ia menyebut lokasi di kawasan Gilli, NTB dan Kepulauan Wakatobi sejauh ini merupakan tempat favoritnya. Ia mengajak Parle untuk mencoba olah raga ini. “Indonesia dikarunia pesona laut yang luar biasa oleh Sang Pencipta. Kita harus menjadikan laut sebagai bagian dari kehidupan sebagai rasa syukur atas anugerahNYA,” demikian Atiqah mengakhiri wawancara dengan senyuman yang terasa begitu Indonesia. (iky)
wallpaperartis.blogspot.com
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
65
PERNIK
Pers Diharap Mengawal Citra Parlemen Belum lama ini, Biro Humas dan Pemberitaan Sekretariat Jenderal DPR RI dengan Wartawan Koordinatoriat DPR RI menyelenggarakan acara Press Gathering dan Outbound di Lembang Asri Bandung.
K
egiatan ini rutin dilaksanakan Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI, tepatnya acara ini berlangsung dua kali se tahun. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan tali silaturahmi dalam upaya meningkatkan hubungan kemitraan antara lem-
pengertian dan penghormatan kepada profesi masing-masing. Kerjasama dengan Wartawan Koordinatoriat DPR RI ini perlu ditingkatkan terus dan berkesinambungan mengingat rekan-rekan media adalah mitra kerja bagi DPR yang membantu
bangunan demokrasi. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya pers mempunyai fungsi informasi, hiburan, pendidikan dan kontrol sosial. Dalam kaitannya dengan fungsi pers tersebut pembangunan bangsa secara keseluruhan sangat membutuhkan
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso (kanan) saat menjadi pembicara di acara Press Gathering DPR
baga DPR dengan segala perangkatnya dengan rekan-rekan wartawan, khususnya yang bertugas di DPR RI dalam rangka mewujudkan saling
66
menyebarluaskan segala kegiatan Dewan kepada masyarakat. Tidak bisa dipungkiri bahwa pers merupakan pilar penting dalam pem-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
peran pers dalam membangun partisipasi politik, serta kontrol dari pers atas segala pengambilan kebijakan pembangunan, baik yang dilakukan
pemerintah maupun DPR serta lembaga negara lainnya. Fungsi pers sebagai pilar demokrasi selain karena fungsi-fungsinya seperti tersebut juga dikarenakan karena karakteristik dari sifat media yang mempunyai pengaruh daya jangkau yang luas bagi masyarakat, serta kemampuannya dalam mempengaruhi opini publik. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengajak wartawan melepaskan sejenak kegiatan rutinnya dalam melakukan tugas peliputan. Di tempat yang sejuk ini sangatlah tepat untuk mempererat tali silaturahmi, bekerjasama membantu menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. . Acara yang berlangsung selama dua hari ini berlangsung padat dan meriah. Tak kurang dari 100 orang wartawan cetak maupun elektronik bergabung mengikuti kegiatan ini. Diskusi berlangsung meriah dengan kehadiran Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, dan beberapa nara sumber lain seperti Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, Muhammad Ridlo Eisy, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Pegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo, Wakil Ketua BURT Pius Lustri Lanang, anggota BURT Theresia E.E. Pardede dan juga dihadiri Sekjen DPR RI Nining Indra Shaleh. Dengan berkostum celana hitam dan kemeja kotak-kotak berwarna ungu, Priyo tampak santai berbaur bersama-sama dengan wartawan. Suasana akrab antara Wartawan Koordinatoriat DPR dengan Pimpinan DPR dari Fraksi Partai Golkar ini terlihat jelas. Tak heran, karena Priyo dikenal sangat akrab dengan para wartawan. Di kesempatan itu, Priyo menegaskan betapa pentingnya Pers di era Reformasi ini. Pers telah menjadi kekuatan ke empat setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Begitu besarnya pengaruh Pers dalam mempengaruhi opini masyarakat sehingga Pers menjadi kekuatan yang luar biasa. Pers dalam era reformasi ini telah
Dewan Pers Agus Sudibyo saat menjadi pembicara diacara Press Gathering DPR
mendapatkan “angin surga” dalam melakukan tugas jurnalistik serta idealisme persnya. Perwujudan idealism pers relatif tidak mengalami kendala yang berarti. Namun hal yang perlu dijaga dalam diri pers adalah menyeimbangkan idealism dan pragmatism mengingat pers juga merupakan institusi bisnis, sehingga selalu berkomitmen memberikan andil dalam pembangunan melalui penyampaian informasi yang jujur, obyektif, dan mengedepankan kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas. Priyo berharap insan Pers yang setia menjalankan tugas peliputan di gedung Parlemen tetap mengawal citra parlemen di masyarakat tanpa harus menghilangkan sisi kreatifitas sebagai seorang jurnalis. Namun hendaknya, berita yang disampaikan kepada masyarakat ditulis secara berimbang. Karena dia melihat, padatnya jadwal kegiatan DPR sering kali tidak diiringi pemberitaan yang positif di media massa. Pemberitaan atas DPR masih didominasi berita-berita yang memberikan pencitraan kurang positif atas kinerja DPR. Padahal, banyak hal-hal positif yang telah dilakukan dewan yang tidak terekspos dan tidak disosialisasi-
kan sehingga masyarakat kurang begitu memahami hasil-hasil kerja yang telah dicapai dewan. Bahkan Priyo mengkhawatirkan kebebasan Pers sekarang telah membuka sisi-sisi gelap seorang pemimpin, tokoh-tokoh secara sangat “telanjang”. Hal ini menimbulkan apatis dan drop kelembagaan yang berakibat akan timbulnya ketidakpercayaan publik.
Sosialisasi Pedoman Peliputan
Kesempatan Press Gathering ini juga sekaligus diisi sosialisasi Pedoman Peliputan bagi wartawan yang akan melakukan peliputan di gedung DPR RI. Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI bersama-sama dengan Setjen DPR RI telah menyusun sebuah Pedoman Pengelolaan Peliputan Kegiatan di DPR RI yang digunakan sebagai pegangan tata peliputan di gedung DPR. Seiring dengan disusunnya pedoman tersebut, Setjen DPR RI melalui Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI perlu mensosialisasikan kepada para wartawan yang mempunyai kepentingan langsung dengan tugas-tugas peliputan.
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
67
PERNIK
Wakil Ketua BURT Pius Lustri Lanang mengatakan, maksud disusunnya Pedoman Peliputan Kegiatan di DPR RI adalah sebagai panduan bagi wartawan dalam melaksanakan kegiatan peliputan berita di lingkungan DPR RI. Sedangkan tujuan dibuatnya pedoman tersebut adalah untuk mengatur peliputan kegiatan DPR agar berjalan dengan tertib, dan tidak mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi DPR, namun tidak mengurangi kebebasan pers dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya. Disusunnya Pedoman Peliputan di DPR RI ini bukan berarti DPR ingin membatasi ruang gerak ataupun fleksibilitas pers di dalam mencari berita dan informasi di lingkungan DPR. Namun semata-mata agar terjadi kesepahaman demi tercapainya keharmonisan antara DPR RI dengan wartawan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Dengan demikian diharapkan ada keseimbangan antara kebebasan pers dalam peliputan kegiatan di DPR dengan kelancaran pelaksanaan tugas DPR. Sosialisasi yang diselenggarakan Biro Humas dan Pemberitaan DPR RI ini sekaligus juga ingin mendapatkan berbagai masukan-masukan dari para wartawan agar dapat mengakomodir seluruh kepentingan pihak-pihak yang terkait.
Belum Ancam Kemerdekaan Pers
Menanggapi disusunnya Pedoman Peliputan Kegiatan di DPR RI, Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, Muhammad Ridlo Eisy mengatakan, untuk sementara pedoman peliputan DPR ini belum mengancam kemerdekaan pers. Jika dalam pelaksanaannya bisa mengurangi kemerdekaan pers, maka perlu diperbaiki. Menurut Ridlo, tahap-tahap selanjutnya, mungkin perlu dimasukkan ke dalam aturan itu tentang pemberian identifikasi tentang kompetensi wartawan dan tentang kualifikasi pe-
68
Dewan Pers Ridlo Eisy
rusahaan yang menaunginya, apakah sudah melakukan ratifikasi atau belum. Ridlo berharap, aturan peliputan yang disusun tersebut mencari format pengaturan yang tepat dalam peliputan kegiatan Dewan di lingkungan DPR RI sehingga memenuhi efektifitas dan akuntabilitas dalam era keterbukaan informasi publik di satu sisi dan juga menunjang pencitraan Dewan di sisi yang lain. Selain itu juga memberikan pemahaman yang sama kepada seluruh Anggota BURT mengenai tujuan dan harapan yang ingin dicapai mengenai upaya pengaturan dalam mekanisme peliputan kegiatan Dewan di lingkungan DPR RI sehingga terwujud pencitraan Dewan dengan tetap menjaga kenyamanan dalam bekerja dan beraktifitas Anggota Dewan. Mengomentari salah satu pasal dalam pedoman peliputan itu, yang berbunyi : setiap wartawan wajib mengenakan pakaian rapi. Pakaian rapi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu mengenakan kemeja, sepatu, dan bukan celana jeans, kaos oblong atau sepatu sandal. Menurut Ridlo, ketentuan ber-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
Pius Lustrilanang
pakaian rapi di gedung DPR RI ini sebaiknya tidak hanya diberlakukan bagi wartawan yang meliput di gedung Parlemen, namun sebaiknya juga diberlakukan kepada setiap tamu.
Problematika Penegakan Etika
Sementara Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo menyoroti problematika penegakan etika dan profesionalisme media. Menurut Agus, pelanggaran kode etik peliputan yang sering dilakukan para wartawan disebabkan beberapa hal yaitu jurnalis tidak melakukan wawancara secara langsung, media tidak dapat memberikan bukti wawancara, jurnalis melanggar privasi orang, jurnalis tidak dapat menunjukkan identitas diri dan identitas waktu wawancara berbeda dengan identitas penulis berita. Kecenderungan yang dominan dilakukan para wartawan adalah menghakimi orang-orang yang terlanjur menjadi “public enemy” atau terlanjur tidak bagus citranya di mata publik. Agus juga mengatakan kadang
Theresia E.E. Pardede (tengah)
wartawan mengasumsikan masyarakat tidak mengetahui kode etik jurna listik dan nilai-nilai berita dan membawa-bawa masalah pribadi/kelompok ke dalam pembeitaan. Sedang pelanggaran kode etik berita yang sering dilakukan wartawan adalah sumber berita tidak kredibel/tidak jelas, berita mengandung muatan kekerasan, sadisme atau pornografi, tidak berimbang, berpihak, tidak ada verifikasi, menghakimi, mencampurkan fakta dan opini, data tidak akurat dan keterangan sumber berbeda dengan yang dikutip dalam berita. Agus mencontohkan penayangan sadisme oleh beberapa stasiun televisi saat seorang perwira polisi gagal menjinakkan sebuah bom di Komunitas Utan Kayu, Jakarta Timur. Detik-detik meledaknya bom, potongan tangan terlempar ke udara, darah berceceran, dan perwira polisi berguling-guling berulang-ulang ditayangkan sepanjang sore hingga malam. Menurut Agus, tayangan ini sudah melanggar kode etik jurnalistik dengan menayangkan berkali-kali kejadian tersebut secara utuh dengan memuat unsur kengerian dan
sadisme. Persoalannya di sini, karya jurnalistik tak hanya perihal faktualitas, kecepatan, dan eksklusivitas. Karya jurnalistik juga mesti menimbang kepatutan dan dampak. Ruang publik televisi bukan hanya harus memperhatikan apa yang membuat pemirsa memelototi layar televisi, melainkan juga apa dampak dari yang mengemuka di layar televisi. Menarik perhatian publik satu hal, memastikan yang menarik itu aman bagi pemirsa adalah hal lain yang tak kalah penting. Dalam konteks ini, persoalannya bukan mengapa sebuah peristiwa diberitakan, tetapi bagaimana pemberitaan dilakukan. Apakah sudah memenuhi kepatutan atau keutamaan ruang publik media? Titik pijaknya cukup jelas, Kode Etik Jurnalistik dan Standar Program Siaran. Kode Etik Jur nalistik menegaskan wartawan Indonesia harus menghindari penayangan berita bermuatan sadisme, kekejaman, dan tidak menghormati pengalaman traumatis korban. Dari sudut pandang kode etik dan standar siaran, cukup jelas problematik dalam pemberitaan televisi tentang bom ini. Pertama, ketika momen
perwira polisi berguling kesakitan dengan tangan terputus ditayangkan di televisi, bagaimana kira-kira perasaan dia, keluarga, handai tolan, dan rekan-rekan kerjanya? Sedih, terguncang, malu, dan seterusnya. Dengan sedikit moralistik perlu dikatakan, media masa semestinya meringankan beban atau memberikan empati, tak justru menambah kesedihan dan memperdalam trauma mereka. Kedua, apakah kekerasan, kengerian, dan horor dalam peristiwa itu patut disajikan untuk masyarakat dari segala umur dan lapisan? Pengaturan pembatasan tayangan yang menampilkan kekerasan, sadisme, dan kengerian sudah pasti didasarkan pada asumsi dan pengalaman bahwa tayangan semacam itu berdampak buruk terhadap psikologi khalayak, khususnya anak-anak. Pemberitaan yang vulgar dan penuh kengerian tentang peristiwa kekerasan juga berpotensi mengintensifkan ketakutan atau kepanikan dalam masyarakat, meski barangkali tujuan media adalah sebaliknya: meningkatkan kewaspadaan masyarakat. Agus menambahkan, banyaknya pengaduan yang disampaikan pada Dewan Pers di satu sisi sebagai parameter meningkatnya kepercayaan terhadap UU Pers/Dewan/menurunnya potensi kriminalisasi atau kekerasan terhadap pers. Namun di sisi lain, banyaknya pelanggaran kode etik jurnalistik juga menandakan buruknya kualitas jurnalisme kita. Sejauh ini, kata Agus, media cetak yang diadukan mencapai 103 pengaduan, televisi 22 pengaduan, radio tidak ada pengaduan dan online media 19 pengaduan. Agus sependapat, para wartawan bekerja profesional dengan selalu mematuhi kode etik peliputan dan kode etik pemberitaan. Semakin sedikit pengaduan yang disampaikan pada Dewan Pers berarti semakin sedikit pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan para insan Pers. Dan ini berarti, semakin baik kualitas jurnalisme kita. (tt)
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
69
POJOK PARLE
Dasar Wartawan Cerita-cerita lucu seputar pelaksanaan Press Gathering dan Outbound bersama Wartawan Koordinatoriat DPR RI memang tak kunjung habisnya. Berhadapan dengan wartawan memang tak pernah kehabisan akal.
B
egitu juga ketika acara dialog dengan Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso tengah berlangsung celetukan-celetukan dari wartawan terdengar di sana sini. Priyo mengatakan, di era reformasi ini betapa pentingnya peran media massa dalam mempengaruhi opini masyarakat. Bahkan media menjadi kekuatan ke empat terbesar setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif. Peran wartawan tidak dapat dipisahkan dalam kaitannya dengan pelaksanaan tugas-tugas kedewanan.
70
Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso saat menhadiri acara Press Gathering DPR di Lembang Bandung
Di sini perlu kerjasama yang harmonis antara wartawan dan Dewan, di satu sisi wartawan mencari berita dalam tugasnya melakukan peliputan, di sisi lain, DPR berkepentingan untuk men-
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
sosialisasikan segala kegitan dewan melalui pemberitaan media massa. Namun, Priyo menghimbau agar dalam melakukan tugas peliputan rekan-rekan wartawan berpakaian
Warapi, jangan pakai celana belel dan jangan pakai sandal. “Kalau ada tamu Parlemen Asing atau Duta besar yang berkunjung ke kantor Dewan kadang saya nggak
“Rasanya untuk menghilangkan baju belel ini kok susah banget,” sambung Priyo. Menyeletuklah salah satu wartawan yang duduk di belakang :”
Sejenak Priyo menghentikan ucapannya, sambil tersenyum mendengar celetukan wartawan mengomentari baju belel yang sering dikenakan para insan pers tersebut. Mungkin Priyo
enak melihatnya,” kata Priyo. “Saya bukan meminta rekanrekan berpakaian bagus, tapi berpakaianlah yang rapi, janganlah pakai celana belel dan kaos oblong,” tambah Priyo.
Pak Priyo gimana nggak belel yang kita pakai, buat makan saja kita susah, masih untung kita pakai celana, apalagi buat beli sepatu,” kata wartawan tersebut diringi gelak tawa teman-teman nya.
berpikir : Duh …….. membuat aturan berpakaian rapi bagi wartawan saja kok begitu sulitnya. Dasar wartawan, begitu pandainya dia ngeles dengan mengatakan “buat makan saja susah”, padahal mungkin dia keberatan meninggalkan celana jeans belel kesayangannya. Terdengar komentar wartawan senior yang sehari-hari dia memang suka berpakaian rapi :” emang susah ngatur wartawan itu, mendingan juga ngatur anak-anak SD, nggak banyak protes,’ katanya mengomentari teman-temannya. Panitia penyelenggara yang mendengar komentar wartawan tadi tersenyum geli dibuatnya. “Wah…….. ternyata sesama teman sendiri mereka juga kesal melihat betapa sulitnya mengatur mereka. Mungkin Pak Priyo perlu berbesar hati, ternyata masih banyak wartawan-wartawan lain yang setuju dengan aturan untuk berpakaian rapi. Kita pasti ingat kebersihan dan kerapihan itu sebagian dari iman. (tt)
Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso saat dikelilingi oleh para wartawan
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |
71
PERNIK
72
| PARLEMENTARIA | Edisi 84 TH. XLII, 2011 |