BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Badan Kesehatan Dunia (WHO) menganggap perilaku merokok telah menjadi masalah
yang penting bagi seluruh dunia sejak satu dekade yang lalu (Mayasari, 2007). Salah satu bentuk nyatanya adalah WHO (World Health Organization) menetapkan tanggal 31 Mei 1988 sebagai hari tanpa tembakau sedunia dan untuk seterusnya diperingati setiap tahun ditanggal 31 Mei (Rafei dalam Rochadi, 2004). Menurut deHaan dalam Tarigan (2007), saat ini diperkirakan jumlah perokok di dunia sebesar 1, 3 milyar orang dan kematian yang diakibatkan olehnya mencapai 4, 9 juta orang per tahun. Kebiasaan merokok akan menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan bahkan kematian. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2008) melaporkan bahwa adanya hubungan kausal antara penggunaan rokok dengan terjadinya berbagai penyakit kanker, penyakit jantung, penyakit sistem saluran pernapasan, penyakit gangguan reproduksi dan kehamilan. Risiko berbagai penyakit tersebut disebabkan pada setiap batang rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia toksik dan 43 bahan penyebab kanker (karsinogenik). Merokok tidak hanya berbahaya bagi perokok tetapi juga orang di sekitarnya yang terkena asap rokok. Menurut Sarifuddin (2010), asap rokok sangat berbahaya karena semakin besar terpapar asap rokok semakin besar pula peluang kerusakan DNA. Semakin besar kerusakan DNA, maka semakin besar pula risiko terkena penyakit kanker dan serangan jantung. Menurut Soamole (2004), setiap tahun ada empat juta orang yang meninggal akibat kebiasaan merokok. Dikhawatirkan, apabila penanganan yang tidak memadai maka di tahun 2030 diperkirakan proporsi perokok sebesar 1,6 miliar perokok, diantaranya sekitar 770 juta anak
Universitas Sumatera Utara
yang menjadi perokok pasif dan 85% terdapat di negara berkembang. Diperkirakan juga proporsi kematian akibat merokok sebesar 10 juta kematian yang mana 70% di antaranya terjadi di negara berkembang. Konsumsi rokok rata-rata 2,7% per tahun di negara berkembang, sedangkan di negara maju menurun, yaitu 1,8% per tahun (Hudoyo, 2000). Ironisnya, prevalensi perokok di negara maju telah banyak berkurang, sedangkan perokok di negara berkembang justru makin banyak. Di negara berkembang, prevalensi perokok makin meningkat, yaitu 2,1% per tahun (Fajriwan, 1999). Indonesia menduduki peringkat ke 5 dalam konsumsi rokok di dunia. Dari tiga tahun (2001-2004) jumlah perokok naik dari 31, 3 persen ke angka 34, 4 persen atau bisa dikatakan lebih dari 50 juta orang dewasa adalah perokok. Data Survei Nasional Tahun 2004 menyebutkan bahwa 63, 2 % laki-laki dan 4, 4 % perempuan Indonesia adalah perokok (Aditama, 2006). Penurunan jumlah perokok terjadi, hal ini dapat dilihat berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 yang menunjukkan proporsi perokok sebanyak 29%. Jumlah ini semakin meningkat seperti yang tertera pada data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menjadi 34,7%. ( Riskesdas 2010) Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki angka perokok tertinggi di Indonesia. Menurut data Riskesdas 2007, proporsi perokok di Provinsi Sumatera Utara sebesar 28%. Angka ini mengalami lonjakan yang drastis karena menurut data Riskesdas 2010 proporsi perokok melonjak menjadi 35,7% kondisi tersebut menjadikan provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah perokok terbesar di Indonesia setelah Provinsi Kalimantan Tengah (43,2%) dan disusul Nusa Tenggara Timur (41,2%).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Smet (1994) usia pertama sekali merokok pada umumnya terjadi berkisar pada umur 11-13 tahun. Perry dkk dalam Rochadi (2004) juga berpendapat bahwa perilaku merokok terbesar berawal pada masa remaja dan meningkat menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Hal yang sama juga disampaikan Mayasari (2007) bahwa para perokok mulai merokok pada umur 11 dan 13 tahun serta 85-90% mulai merokok sebelum usia 18 tahun. Perilaku merokok pada usia remaja semakin lama akan semakin meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas merokok (Amelia, 2009).
Riskesdas tahun 2010 melaporkan bahwa rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun. Mayoritas prevalensi penduduk yang merokok adalah perokok yang memiliki umur 15 tahun ke atas yang merokok tiap hari secara nasional adalah 28,2 persen. Sebagaimana perokok setiap hari, prevalensi perokok kadang-kadang tertinggi pada kelompok umur 15-24 tahun (8,1%) dan cenderung menurun dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2010). Dari berbagai data di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya usia memulai merokok diawali pada masa remaja. Masa remaja identik dengan usia sekolah sehingga perilaku merokok remaja identik dengan perilaku merokok anak sekolah. Penelitian yang dilakukan Purnamasari, dkk (2005) yang dilakukan terhadap siswa SMP di Surakarta menunjukkan siswa yang merokok setiap hari sebesar 9,8% yang didominasi siswa laki-laki sebesar 95,6% dan sisanya 4,4% adalah siswa perempuan. Bayu (2008) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku merokok pada siswa SMP antara lain adalah iklan rokok. Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
Universitas Sumatera Utara
juga penuh dengan berbagai masalah (Hurlock, 2001). Pada fase ini seorang individu dalam perkembangan psikologisnya sangat labil dan cenderung mudah terpengaruh pengaruh dari luar. Salah satu pengaruh luar yang datang kepada remaja adalah perilaku merokok yang datang dari teman dan termasuk iklan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 46,3% remaja berpendapat iklan rokok memiliki pengaruh besar untuk memulai merokok dan 41,5% remaja berpendapat keterlibatan dalam kegiatan yang disponsori industri rokok memiliki pengaruh untuk mulai merokok. Diketahui sebanyak 9% remaja perokok menyalakan rokoknya ketika melihat iklan rokok pada saat tidak merokok dan 8% remaja perokok menyatakan mereka kembali merokok setelah berhenti merokok karena mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok. Data di atas sejalan dengan hasil penelitian Muntaha (2011) menunjukkan bahwa remaja dengan rentang usia 9-12 tahun melakukan keputusan merokok dikarenakan karena iklan rokok yang menarik dan keluarga yang perokok. Widiono (2010) juga menyatakan bahwa iklan rokok adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan merokok siswa SMP. Budiarty dan Yunni (2008), menegaskan bahwa iklan rokok memiliki keeratan hubungan dengan keputusan membeli rokok oleh para remaja. Iklan merupakan salah satu bentuk komunikasi pemasaran yang memberikan informasi kepada khalayak mengenai suatu produk,baik barang atau jasa, sehingga mampu menarik hati calon pembeli hingga akhirnya melakukan tindakan pembelian atas barang atau jasa yang diiklankan tersebut (Tambun, 2010). Menurut
Rezeki (2008) faktor psikologis yang dapat
memengaruhi seseorang dalam memilih produk suatu iklan ditentukan oleh persepsi, pengetahuan, keyakinan dan sikap. Iklan rokok yang sangat atraktif dan kreatif dapat menyentuh sisi psikologis yang menunjukan berbagai citra seperti berani, macho, trendi, keren,
Universitas Sumatera Utara
kebersamaan, santai, optimis, jantan, penuh petualangan, kreatif, kritis, perubahan, eksklusif, kemewahan serta berbagai hal lain yang membanggakan dan mewakili suara hati anak muda dan remaja. Hal ini sudah tentu membuat remaja menjadi tertarik dan simpatik terhadap iklan rokok tersebut. Subanada (2007) berpendapat bahwa perilaku remaja untuk merokok tidak terlepas dari peran media yang digunakan oleh industri rokok dengan berbagai macam trik periklanan dan pemasaran produk. Laporan Koalisi Indonesia Sehat (2008) menunjukkan 70% remaja memiliki kesan positif terhadap iklan rokok. Sebanyak 50% remaja perokok merasa dirinya lebih percaya diri seperti yang dicitrakan iklan rokok dan 37% remaja perokok merasa dirinya keren seperti yang dicitrakan iklan rokok. Pada remaja putri terdapat persepsi pula bahwa perokok cenderung memiliki banyak teman (Koalisi Indonesia Sehat, 2008). Semakin ketatnya peratuan mengenai iklan rokok membuat industri rokok berinovasi untuk memasarkan produknya dengan memanfaatkan berbagai media. Media memiliki peran yang sangat penting dan strategis bagi kegiatan periklanan. Media yang digunakan di dalam periklanan terdiri dari beragam jenis. Iklan dapat disampaikan di antaranya melalui media cetak (surat kabar, majalah, brosur, leaflet, poster dan sebagainya), media elektronik baik media audio maupun audio visual (radio, televisi, film, video dan sebagainya), media luar ruang (billboard, spanduk, neon sign, dan sebagainya). Media dapat memengaruhi persepsi dan pandangan konsumen terhadap suatu produk. Media elektronik menjadi ujung tombak pemasaran iklan rokok dalam beberapa tahun yang lalu. Namun saat ini iklan rokok di media elektronik seperti televisi dan radio memang telah dibatasi penayangannya yaitu pada larut malam (Shimp, 2003). Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003 Pasal 16 ayat 3 disebutkan bahwa penayangan iklan rokok di media elektronik hanya
Universitas Sumatera Utara
dibatasi antara jam 21.30 hingga jam 05.00. Hal tersebut sepertinya tidak memberi dampak besar dalam mengurangi paparan iklan pada remaja. Industri rokok memiliki cara lain untuk memperkenalkan produk mereka dengan beralih dari media elektronik menjadi menggunakan iklan melalui media luar ruang. Media luar ruang di Indonesia semakin marak. dan telah berkembang dengan berbagai bentuk media luar ruang yang atraktif, dengan dukungan teknologi yang semakin canggih. Kendati media luar ruang sebagai medium periklanan masih lebih dianggap sebagai media pendukung, tetapi semakin banyak pengiklan yang memanfaatkannya. Industri rokok menjadi salah satu industri yang telah memanfaatkan iklan dengan media luar ruang. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya baliho, poster, spanduk yang digunakan berbagai merek rokok untuk memasarkan produknya. Industri rokok juga menjadikan tokoh panutan remaja seperti atlit-atlit atau artis menjadi bintang iklan rokok untuk memengaruhi persepsi remaja terhadap penampilan dan manfaat rokok (Ayuningtyas, 2011). Penelitian yang dilakukan The Jakarta Global Youth Survey di Indonesia tahun 2006 menunjukkan 93% anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di billboard, 83% melihat di majalah dan koran. Sebanyak 81% remaja pernah mengikuti kegiatan yang disponsori rokok. Hal ini didukung oleh pernyataan Komnas anak (2007) bahwa 92,9% pelajar terpapar iklan rokok di billboards dan 82,8% pelajar terpapar iklan rokok di koran dan majalah. Temuan tersebut mengasumsikan bahwa iklan rokok di media luar ruang lebih efektif di bandingkan di media elektronik. Cara lain yang digunakan oleh industri rokok untuk memasarkan produk mereka adalah dengan melakukan berbagai kegiatan di lingkungan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari banyak kegiatan remaja di lingkungan sekolah seperti konser musik, pentas seni, seminar remaja dan
Universitas Sumatera Utara
lain-lain yang disponsori oleh rokok. Industri rokok bahkan berani melakukan promosi rokok secara langsung dengan membagikan rokok gratis pada remaja dan membagikan hadiah berupa pemantik dan merchandise mereka sebagai bentuk kerjasama sponsor. Hal ini terlihat saat menjadi sponsor diberbagai acara yang berhubungan dengan remaja seperti menjadi sponsor olahraga maupun konser yang kebanyakan penontonnya adalah remaja (Crofton, 2009). Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara merupakan kota nomer 3 terbesar di Indonesia. Sebagai ibu kota Provinsi, maka sudah tentulah proporsi perokok remaja di Kota Medan juga cukup besar. Seluruh sekolah SMA di Kota Medan memiliki kebijakan tidak memperbolehkan siswa-siswinya merokok di lingkungan sekolah, SMA Negeri 2 Medan merupakan salah satu sekolah yang memberlakukan larangan merokok bagi siswa dan siswinya, bahkan SMA Negeri 2 Medan sering melakukan razia rutin rokok pada siswa-siswinya sebagai upaya untuk menghindarkan siswa dan siswinya merokok di lingkungan sekolah. Mengingat ketatnya kebijakan yang dibuat, seharusnya konsumsi rokok pada siswa dan siswi SMA Negeri 2 berkurang, tetapi tidak begitu pada kenyataanya. Dalam kondisi di lapangan masih sering dijumpai siswa- siswi SMA Negeri 2 Medan yang merokok baik dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah pada jam sekolah. SMA Negeri 2 Medan merupakan salah satu sekolah yang terletak di tengah Kota Medan cukup aktif melakukan berbagai kegiatan seperti pentas seni, pertandingan olahraga dan berbagai kegiatan lainnya. Industri rokok juga turut mendukung acara tersebut dengan kerap memasang spanduk, baliho, poster bahkan membagikan dan menjual rokok mereka baik didalam maupun diluar lingkungan sekolah. Disamping itu, letak sekolah yang berada di tengah Kota Medan yang strategis membuat siswa banyak melewati berbagai iklan rokok yang menarik perhatian pada baliho, spanduk dan berbagai media luar ruang lainnya. Hal ini yang membuat peneliti
Universitas Sumatera Utara
berasumsi bahwa adanya kemungkinan siswa SMA Negeri 2 Medan telah terpapar informasi mengenai iklan rokok khususnya iklan rokok di media luar ruang. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitan tentang Pengaruh Iklan Media Luar Ruang Terhadap Perilaku Merokok Siswa di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012. 1.2.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh
iklan media luar ruang terhadap perilaku merokok siswa di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012. 1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku merokok siswa di SMA Negeri 2 Medan Tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaruh iklan media luar ruang terhadap pengetahuan siswa di SMA Negeri 2 Medan tentang merokok. 2. Untuk mengetahui pengaruh iklan media luar ruang terhadap sikap siswa di SMA Negeri 2 Medan tentang merokok. 3. Untuk mengetahui pengaruh iklan media luar ruang terhadap tindakan siswa di SMA Negeri 2 Medan tentang merokok. 1.4.
Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan bagi pihak SMA Negeri 2 Medan tentang pengaruh iklan media luar ruang terhadap perilaku merokok siswa. 2. Sebagai masukan bagi pihak- pihak terkait khususnya dinas pertamanan, dinas pendidikan dan dinas kesehatan yang berkompeten dalam mengurusi masalah merokok pada siswa .
Universitas Sumatera Utara
3. Menambah pengetahuan penulis dalam penelitian lapangan. 4. Menjadi masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara