BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2000 setelah melewati krisis ekonomi pada dua tahun sebelumnya, perlahan perekonomian Indonesia tumbuh positif. Pertumbuhan perekonomian yang positif ini menambah jumlah masyarakat kelas menengah. Laporan Bank Dunia menyebutkan, jumlah kelas menengah di Indonesia saat ini sekitar 56,5 persen dari total jumlah penduduk (Kelas Menengah dan Perilaku Konsumtif, diakses pada 21 April 2013, pukul 12:03). Pertumbuhan ekonomi ini menyebabkan terjadinya pergeseran perilaku konsumtif masyarakat. Keadaan yang lebih sejahtera ini mendorong peningkatan perilaku konsumtif masyarakat kelas menengah. Kecenderungan yang terjadi adalah bergesernya kebutuhan menjadi keinginan. Mereka ingin menunjukkan kemampuan ekonomi yang tidak dimiliki sebelumnya. Perubahan perilaku ini juga mengubah permintaan masyarakat seperti dalam pemilihan penggunaan jasa transportasi. Jika sebelumnya sebagian besar masyarakat lebih memilih kereta api, bus atau kapal laut untuk bepergian, sekarang mereka lebih memilih untuk menggunakan jasa penerbangan. Bagaimana tidak, sebab harga tiket kereta api saja bisa hampir sama dengan harga tiket pesawat. Apalagi bila juga membandingkan waktu tempuh keduanya. Misalnya saja, tiket pesawat terbang Jakarta-Semarang pada 14 Mei 2013 untuk
1
maskapai penerbangan Lion Air dan Air Asia masing-masing dipatok Rp 395.000,00 dan Rp 318.000,00 dengan waktu tempuh 1 jam kemudian bandingkan dengan tiket kereta api Sembrani seharga Rp 230.000,00 – Rp 280.000,00 dengan waktu tempuh 6,5 jam (Pertarungan Bisnis Penerbangan, diakses pada 21 April 2013, pukul 12:15). Dengan melihat ilustrasi tersebut tentu akan membuat sebagian besar masyarakat memilih melakukan perjalanan dengan pesawat. Sedikit lebih mahal namun dapat lebih cepat sampai tujuan. Maka tak heran apabila saat ini bermunculan maskapai penerbangan yang menawarkan perjalanan berbiaya rendah. Inilah trend yang terjadi pada bisnis penerbangan di Indonesia yaitu bermunculannya maskapai penerbangan dengan konsep low cost carrier. Konsep low cost carrier (LCC) merupakan model maskapai yang melakukan penurunan harga operasional serendah mungkin dan efisiensi biaya pada semua lini. Konsep ini bermaksud mencapai segmen kelas menengah. Di Indonesia, maskapai penerbangan low cost carrier pertama yaitu Air Asia yang mulai beroperasi pada tahun 2000. Konsep tersebut kemudian diadopsi oleh Lion Air yang kemudian mendirikan anak perusahaan, Wings Air. Sampai saat ini, selain Air Asia dan Lion Air terdapat maskapai penerbangan yang juga memakai konsep low cost carrier seperti Citilink, Mandala Airlines dan Jetstar Airways. Promo-promo tiket pesawat murah pun gencar dilakukan baik melalui media online maupun media cetak membuat masyarakat kini berbondongbondong mendapatkan tiket penerbangan murah.
2
Maskapai penerbangan low cost carrier tidak hanya membawa persaingan dengan bidang jasa transportasi kereta api dan bus tapi juga dengan maskapaimaskapai penerbangan konvensional yang sudah berada dalam tingkat persaingan yang ketat. Masing-masing bersaing menyediakan produk-produk yang sesuai kebutuhan
masyarakat,
meningkatkan
kualitas
pelayanan,
meningkatkan
keamanan, dan masyarakat dapat mendapatkannya dengan harga yang terjangkau pula. Tidak sedikit maskapai penerbangan yang tidak mampu bertahan dalam kondisi yang begitu kompetitif
dan ada pula yang telah memiliki surat ijin
beroperasi namun belum aktif beroperasi. Sekarang, persaingan antar maskapai penerbangan pun kian ketat dengan kemunculan fenomena low cost carrier tersebut. Belakangan ini mulai sering terdengar satu nama maskapai penerbangan yang juga menggunakan konsep low cost carrier. Maskapai ini baru saja menjadi sebuah maskapai penerbangan yang mandiri yaitu Citilink. Citilink merupakan salah satu dari maskapai Indonesia yang menyediakan layanan penerbangan berbiaya murah. Maskapai ini sebenarnya didirikan dan sudah ada sejak tahun 2001 sebagai penerbangan alternatif berbiaya rendah yang berada di bawah manajemen PT Garuda Indonesia. Pada Januari 2008, Citilink sempat menghentikan operasinya dengan rencana membangun format dan pelayanan baru dan lebih baik. Citilink resmi kembali beroperasi pada Agustus 2008. Tepat tanggal 5 Juli 2012 Citilink meresmikan penerimaan sertifikat Air Operation Certificate (AOC) dari Kementrian Perhubungan Republik Indonesia. Sertifikat ini menandai era baru perubahan dalam manajemen Citilink yang 3
sebelumnya berada di bawah manajemen PT Garuda Indonesia untuk menjadi manajemen yang dinamis dan mandiri. Citilink resmi menjadi salah satu maskapai Indonesia yang independen. Disampaikan oleh direktur utama Citilink, M. Arif Wibowo bahwa Citilink mengambil posisi sebagai maskapai penerbangan low cost carrier dikarenakan kebutuhan akan transportasi dengan harga murah dan membutuhkan waktu yang singkat untuk sampai tujuan meningkat cukup tinggi khususnya bagi bussiness traveller dan leisure traveller (Kelas Menengah Meningkat, Kebutuhan Transportasi Tumbuh Cepat, diakses pada 22 April 2013, pukul 2:00). Ditambah dengan hasil studi McKenzie yang menunjukkan jumlah kelas menengah meningkat. Saat ini konsumen kelas menengah mencapai jumlah 45-50 juta jiwa dan akan terus meningkat (Kelas Menengah Meningkat, Kebutuhan Transportasi Tumbuh Cepat, diakses pada 22 April 2013, pukul 2:08). Artinya, kebutuhan akan barang dan jasa juga akan meningkat. Juga, menurut Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carrier Association (INACA), Tengku Burhanuddin menjelaskan saat ini bisnis penerbangan low cost carrier (LCC) masih menjadi favorit masyarakat kelas menengah untuk berpergian (Bisnis Penerbangan Low Cost Carrier Menggairahkan, diakses pada 22 April 2013, pukul 2:11). Maka Citilink optimis trend penerbangan low cost carrier akan bertahan untuk waktu yang lama. Walaupun demikian, Citilink tetaplah merupakan maskapai yang baru dikenal oleh masyarakat setelah melepaskan diri dari manajemen PT Garuda Indonesia. Citilink masih harus menghadapi tantangan membangun brand awareness masyarakat. Berdasarkan brand tracking survey yang dilakukan oleh 4
Citilink sendiri, tingkat kesadaran masyarakat akan maskapai baru 75%. Hal tersebut dikarenakan karena pelayanan penerbangan yang masih terbatas dan untuk mendapatkan kepercayaan pelanggan butuh waktu yang tidak sebentar. Citilink mempunyai target untuk meningkatkan brand awareness hingga 90% dalam kurun waktu satu tahun (Kelas Menengah Meningkat, Kebutuhan Transportasi Tumbuh Cepat, diakses pada 22 April 2013, pukul 2:14). Dalam situasi persaingan yang kompetitif penggunaan merek menjadi salah satu cara bagi perusahaan saat ini untuk membedakan diri dari para pesaing. Brand is defined as a name, term, sign symbol or a combination of these, that identifies the maker or seller of the product (Kotler dalam Boer, 2003:264). Merek dimaksudkan sebagai nama, istilah, simbol atau kombinasi ketiganya yang mengidentifikasikan pembuat atau penjual produk. Merek menjadi identitas tambahan yang membedakan satu perusahaan dengan kompetitor. Merek juga merupakan jaminan kepada publik bahwa produk akan secara konsisten memberikan nilai yang diharapkan. Maka dari itu, perusahaan berupaya merek dapat dikenal luas dan diterima baik hingga menjadi top of mind publik. Merek dari suatu produk menjadi hal yang sangat penting baik bagi konsumen maupun baik bagi produsen itu sendiri karena merek bukanlah hanya sekadar
sebuah
logo
atau
simbol,
merek
menjadi
“payung”
yang
mempresentasikan produk atau layanan dari suatu perusahaan (Kartajaya, 2005:17). Keberhasilan sebuah merek bergantung pada seberapa besar publik mampu mengenali merek tersebut. Besarnya daya tarik merek dan tingkat keinginan publik mengkonsumsi produk juga menjadi tolak ukur keberhasilan 5
sebuah merek. Maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa merek menjadi penting karena produk yang menjadi pilihan publik untuk dikonsumsi adalah produk dengan merek yang telah mereka kenal dan berada dalam ingatan. Kesadaran merek atau yang biasa dikenal dengan brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker, 1996:90). Pada masa sekarang ini, kesadaran merek menjadi penting sebab begitu banyaknya merek yang bermunculan membuka kesempatan luas bagi publik untuk memilih merek dan produk lain sesuai keinginan mereka. Masing-masing merek dan produk juga memiliki keragaman harga, kualitas, manfaat, dan pelayanan, menawarkan alternatif pilihan yang tak terbatas bagi publik. Hal tersebut membuat publik menjadi lebih selektif dalam memilih produk yang akan mereka konsumsi. Bukan lagi sekadar membeli produk berdasarkan kebutuhan tapi juga merek yang manakah yang dirasa mampu memberikan kepuasan selama mengkonsumsinya. Menilik pada penelitian terdahulu yang dilakukan pada Pizza Hut King di pusat kota Bandung mengenai pengaruh kegiatan marketing public relations terhadap brand awareness, memberikan hasil bahwa kegiatan marketing public relations dapat secara signifikan meningkatkan brand awareness. Marketing public relations merupakan aktivitas pemasaran di mana berfokus pada produk dan jasa dengan menambahkan kekuatan dari public relations yang berfokus pada menjalin hubungan dengan publik dan stakeholders. Sebab, jalinan hubungan
6
dengan publik dan stakeholders memberi perusahaan kesempatan lebih untuk menanamkan merek dalam benak mereka. Berbagai kegiatan marketing public relations telah dilakukan oleh Citilink demi meningkatkan kesadaran publik terutama target pasar yang salah satunya adalah kalangan anak muda yang termasuk leisure traveller. Seperti ketika Citilink melakukan brand refresh dengan menghadirkan warna baru pada media identitas maskapai penerbangan dengan gradasi warna hijau. Warna ini dianggap lebih ceria dan khas anak muda. Begitu pula ketika Citilink memilih Nidji sebagai endorser dan penyanyi untuk jingle maskapai yang berjudul “Terbang Tinggi Untuk Indonesia.” Nidji dianggap mewakili kalangan anak muda dan merupakan salah satu band populer di kalangan tersebut. Kegiatan-kegiatan marketing public relations lainnya seperti events “Just Pop!”, “Citilinkers Hit The Road”, dan “Citilinkers Tour de Ubud” serta kegiatan layanan masyarakat “Citilink Creative Academy” pun ditujukan pada kalangan anak muda. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, Citilink pun berkesempatan untuk berhubungan langsung dengan target pasar dan mendapat publikasi sehingga target pasar dapat semakin mengenal maskapai. Maka dari itu, kegiatan marketing public relations dipercaya dapat membantu Citilink menghadapi tantangan membuat publik menyadari keberadaan merek dan memiliki pengetahuan mengenainya sebelum kemudian mempercayai dan menggunakan produk dan jasa Citilink terutama terhadap salah satu target pasarnya yang adalah kalangan anak muda.
7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, rumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah pengaruh kegiatan marketing public relations terhadap brand awareness Citilink di kalangan anak muda DKI Jakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kegiatan marketing public relations terhadap brand awareness Citilink di kalangan anak muda DKI Jakarta. 1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan studi ilmu komunikasi dalam bidang public relations yaitu dapat mengkaji bagaimana kegiatan marketing public relations dapat mempengaruhi tingkat brand awareness suatu produk atau jasa. 1.4.2 Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi saran bagi praktisi public relations mengenai bagaimana strategi kegiatan marketing public relations dapat digunakan untuk meningkatkan brand awareness suatu produk atau jasa.
8