BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Anaphalis spp. merupakan salah satu jenis tumbuhan khas daerah
pegunungan. Dari total sekitar 110 spesies dari marga Anaphalis, di Asia Tenggara termasuk New Guinea hanya terdapat 6 spesies yaitu A. javanica, A. longifolia, A. maxima, A. viscida, A. helwigii, dan A. arfakensis. Anaphalis spp. juga disebut Edelweis karena kemiripannya dengan Edelweis dari pegunungan Eropa yaitu Leontopodium alpinum Cass., bahkan menurut van Steenis (2006) Anaphalis javanica sering dikenal sebagai Edelweis Jawa. Di Pulau Jawa, habitat Edelweis Jawa (Anaphalis javanica (DC.) Sch.Bip.) membentang dari Gunung Gede hingga Pegunungan Tengger pada elevasi 20003600 meter di atas permukaan laut (m dpl) (van Steenis 2006). Berdasarkan survey pendahuluan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb), diketahui bahwa Edelweis Jawa banyak tumbuh di sekitar jalur pendakian Tekelan, Selo, dan Wekas, namun jumlah populasi terbesar tampak di sekitar jalur pendakian Selo. Dikutip dari Laporan Tahunan Balai TNGMb tahun 2013 disebutkan bahwa Edelweis Jawa tumbuh pada elevasi 2400-3142 m dpl. Edelweis Jawa memiliki peran sebagai tumbuhan pioner tidak hanya di tanah vulkanik muda tetapi juga di lahan-lahan bekas terbakar di zona ekosistem hutan tropika sub alpin pada elevasi di atas 2000 m dpl (van Steenis 2006). Pada elevasi ini khususnya di sekitar jalur pendakian Selo TNGMb, kondisi penutupan
1
lahannya terbuka dan didominasi oleh padang rumput. Kondisi seperti ini akan sangat berpotensi mengalami kebakaran di musim kemarau karena rumput-rumput kering tersebut akan menjadi bahan bakar yang sangat potensial ketika terpantik oleh api. Disinilah peran Edelweis Jawa menjadi penting. Di tanah yang miskin hara dan terganggu akibat kebakaran, Edelweis Jawa muncul sebagai pioner (van Steenis 2006). Perannya sebagai tanaman penutup mampu menahan
hempasan air hujan dan laju permukaan,
sehingga
meminimalkan resiko erosi. Disisi lain, kehadiran bunganya akan menjadi sumber makanan bagi banyak serangga penghisap nektar (van Leeuwen 1933 dalam Whitten dkk. 1996). Di TNGMb, pemetikan terhadap bunga Edelweis Jawa seringkali dilakukan oleh oknum pendaki yang tidak bertanggung jawab. Perilaku tersebut berpeluang menghambat perkembangbiakan tumbuhan ini karena Edelweis Jawa berkembang biak secara generatif yaitu dengan biji yang dihasilkan oleh bunganya. Pemetikan bunga yang berlebihan dapat menyebabkan Edelweis Jawa dewasa tidak bisa melaksanakan regenerasi untuk menumbuhkan individu baru, sehingga dapat menyebabkan kepunahan. Melihat pentingnya peran Edelweis Jawa sebagai salah satu penyusun ekosistem hutan tropika sub alpin di area TNGMb serta adanya ancaman bagi populasi Edelweis Jawa maka diperlukan upaya pengelolaan terhadap populasi tumbuhan ini. Bentuk pengelolaan nantinya bisa bervariasi misalnya pengawasan terhadap populasi Edelweis Jawa, program budidaya Edelweis Jawa, atau pun yang lainnya. Di beberapa tempat, upaya pembudidayaan telah dilakukan seperti
2
di Gunung Agung, petani menanam Edelweis (Anaphalis sp.) untuk dijual. Hal serupa juga dilakukan di Alpen Eropa, Edelweis telah dibudidayakan untuk memenuhi permintaan (van Steenis 2006). Hingga saat ini belum banyak dilakukan penelitian terhadap populasi Edelweis Jawa. Berdasarkan hasil studi pustaka, penelitian mengenai populasi Edelweis Jawa telah dilakukan oleh Wahyudi (2014) mengenai kerapatan Edelweis Jawa di Gunung Batok dan Pardianti (2014) mengenai distribusi Edelweis di Gunung Gede-Pangrango. Untuk memulai upaya pengelolaan terhadap populasi Edelweis Jawa, diperlukan informasi terkait kondisi populasi jenis tersebut di habitat aslinya. Informasi yang perlu diketahui meliputi berapa jumlah individu yang ada, seperti apa struktur populasinya, dan seperti apa pola spasial penyebarannya. Dengan mengetahui ketiga informasi tersebut maka akan lebih mudah untuk memutuskan tindakan pengelolaan yang akan dilakukan, sebab kemungkinan yang akan terjadi terhadap populasi ini di masa yang akan datang sudah bisa diprediksi. Hal inilah yang diangkat dalam penelitian kerapatan dan struktur populasi Edelweis Jawa di sekitar jalur pendakian Selo, Resort Semuncar, TNGMb.
3
1.2
Rumusan Masalah Melihat dari uraian yang telah disampaikan dalam latar belakang penelitian
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Seperti apa kerapatan Edelweis Jawa?
2.
Seperti apa struktur populasi Edelweis Jawa?
3.
Seperti apa pola spasial penyebaran Edelweis Jawa?
1.3
Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1.
Untuk mengetahui kerapatan Edelweis Jawa yang tumbuh di sekitar jalur pendakian Selo, Resort Semuncar, Taman Nasional Gunung Merbabu.
2.
Untuk mengetahui struktur populasi Edelweis Jawa yang tumbuh di sekitar jalur pendakian Selo, Resort Semuncar, Taman Nasional Gunung Merbabu.
3.
Untuk mengetahui pola spasial penyebaran Edelweis Jawa yang tumbuh di sekitar jalur pendakian Selo, Resort Semuncar, Taman Nasional Gunung Merbabu.
4
1.4
Manfaat Penelitian ini bermanfaat bagi beberapa pihak antara lain bagi pengelola,
wisatawan atau pendaki, dan peneliti. Bagi pengelola, hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pengelolaan populasi Edelweis Jawa (Anaphalis javanica (DC.) Sch.Bip.) di habitat aslinya serta dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya budidaya spesies tersebut. Bagi wisatawan atau pendaki, informasi ini dapat bermanfaat sebagai pengetahuan dan menjadi pertimbangan saat beraktivitas di sekitar habitat Edelweis Jawa. Bagi peneliti, informasi ini dapat digunakan sebagai gambaran untuk melakukan penelitian selanjutnya.
5