BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdasarkan data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berumur 14-24 tahun. Penduduk Asia Pasifik merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja (WHO, 1995). Di Indonesia, khususnya di Bali menurut kelompok usia dan dan jenis kelamin pada tahun 2014 jumlah remaja (10-24 tahun) 973,7 jiwa (BPS Provinsi Bali, 2014). Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan sosial pada masa remaja (Papalia dan Olds, 2001). Masa remaja menggambarkan dampak perubahan fisik, dan pengalaman emosi yang mendalam dan masa yang penuh dengan gejolak, masa yang penuh dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal manusia untuk mengisi kehidupan mereka kelak (Nugraha & Windy, 1997). Masa inilah merupakan periode transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini menyebabkan remaja memiliki rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani mengambil risiko tanpa pertimbangan yang matang (Soetjiningsih, 2004). Fenomena yang terjadi pada masa remaja saat ini diantaranya banyaknya hubungan seksual pranikah yang sering dilakukan ketika remaja berpacaran. Berpacaran berarti suatu upaya untuk mencari seorang teman dekat dimana
1
2
didalamnya terdapat sebuah hubungan untuk belajar berkomunikasi dengan pasangan, membangun kedekatan emosi, dan proses pendewasaan kepribadian. Berpacaran biasanya dimulai dengan membuat janji, kencan lalu membuat komitmen tertentu dan bila diantara remaja ada kecocokan, maka akan dilanjutkan dengan berpacaran. Karena kurangnya informasi yang benar mengenai pacaran yang sehat, maka tidak sedikit remaja saat berpacaran hanya melihat segi fisik pasangannya atau unsur nafsu seksual menjadi dominan. Di samping itu, perkembangan jaman juga akan mempengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran para remaja.Kegiatan seksual menempatkan remaja pada tantangan resiko terhadap berbagai masalah kesehatan reproduksi. Setiap tahun kira-kira 15 juta remaja berusia 15 – 19 tahun melahirkan. Sekitar 4 juta melakukan aborsi dan hampir 100 juta terinfeksi penyakit menular seksual di seluruh dunia (United Nation Population Fund, 2000). Pada masa ini juga terbentuknya pola emosi pada remaja sehigga mereka sering tidak mampu menempatkan emosinya dan tidak mampu berpikir secara rasional dalam mengambil keputusan. Adapun Hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI), remaja mengaku mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seksual pranikah usia 14-19 tahun (perempuan 34,7%, laki-laki 30,9%), usia 20-24 tahun (perempuan 48,6%, laki-laki 46,5%) (BKKBN, 2011). Berdasarkan Kemenkes RI (2010), jumlah kasus AIDS di Indonesia yang dilaporkan hingga Desember 2010 mencapai 24.131 kasus, dimana 45,48% adalah kelompok remaja. Jumlah penyalahgunaan napza diketahui 1,5% dari penduduk Indonesia, dimana 78% diantaranya usia 20-24 tahun, 800 ribu pelajar dan mahasiswa menggunakan jarum suntik dan 60% pengguna jarum suntik sudah terjangkit HIV dan AIDS
3
(BNN, 2008).Jumlah kumulatif kasus AIDS di Provensi Bali menurut golongan umur produktif dari 1987 sampai Desember 2014 yaitu 1740, sedangkan untuk kasus HIV sebesar 2567. Jumlah kasus IMS di Kota Denpasar dari Januari sampai November 2014 berdasarkan golongan umur (14-24tahun) yaitu 1697 (KPA Denpasar,2014). Maka untuk menanggulangi tersebut dibentuklah beberapa program, salah satu contoh programnyaadalah dengan pembentukan Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) oleh Pemerintah dimana biasanya program ini dilaksanakan pihak Puskesmas atau Rumah Sakit (Depkes, 2005), selain itu juga terdapat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) PKBI Bali yang memiliki beberpa program sebagi upaya dalam membatu mengurangi permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Pelaksanaan program pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Bali, remaja diberikan pelayanan khusus melalui perlakuan ramah remaja yang disesuaikan dengan keinginan, selera dan kebutuhan remaja. Secara khusus, tujuan dari program tersebut adalah meningkatkan penyediaan pelayanan kesehatan remaja yang berkualitas, meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan dan meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan remaja. Adapun yang menjadi sasaran program ini adalah laki-laki dan perempuan usia 10-24 tahun. Di Provinsi Bali, program pelayanan kesehatan reproduksi yang berada di PKBI Bali sudah dilaksanakan sejak tahun 1994, sedangkan untuk pelayanan IMS khusunya pengobatan IMS dan ISR baru terlaksana di tahun 2011. Sejak
4
dibuakanya klinik IMS akses pelayanan pun mengalami peningkat dimana jumlah pengunjung klinik IMS khusus untuk usia remaja yaitu 13 remaja pada tahun 2011, 64 remaja pada tahun 2012, 101 remaja pada tahun 2013, dan tahun 2014 sejumlah 274 remaja. Hal ini merupakan keberhasilan dari PKBI untuk menjaring remaja untuk mau datang ke PKBI guna pencegahan atau pemeriksaan terkait kesehtan reproduksi dan seksualitasnya. Padahal merupakan hal yang sulit untuk beberapa pelayanan kesehatan ramah remaja untuk menjaring remaja karena kemungkinan terdapat beberapa hambatan maupun dorongan yang biasanya berkaitan dengan akses pelayanan kespro (kesehatan reproduksi) pada remaja. Seperti
akibat
demografi,
social
psikologi,
struktur
dan
lain
sebagainnya,namun pada penelitian yang dilakukan oleh Agung Notono Suryoputro, Nicholas J. Ford dan Zahroh Shaluhiyah pada tahun 2000 tentang faktor yang berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja dan kebutuhan akan layanannya. Dimana memperoleh hasil bahwa faktor percaya diri merupakan faktor pengaruh yang paling kuat terhadap perilaku seksual remaja serta pengembangan kebijakan dan program yang mendatang seyogyanya ditujukan untuk mempertahankan nilai dannorma yang positif dari remaja. Dengan meningkatkan rasa percaya diri mereka melalui layanan dan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang berbasis pada sekolah(Antono Suryoputro, Nicholas J. Ford dan Zahroh Shaluhiyah,2006). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Jagat Raya pada tahun 2013 juga memperoleh kesimpulan bahwa pandangan terhadap pelayanan kesehatan oleh kalangan LSL (lelaki berhubungn seks dengan lelaki) dirasa cukup baik, meliputi petugas kesehatan, fasilitas, penyimpanan data, dan adanya klinik. Faktor
5
pendorong LSL mencari pelayanan kesehatan, yakni keinginan, kesadaran, dan ajakan teman. Faktor penghambatnya adalah kurang informasi, kurang aktif, kesulitan mendapat pelayanan kesehatan, tidak memiliki teman, biaya, ketakutan pada hasil test (Jagat Raya,2013). Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti tertarik untuk mengetahui apa saja yang telah dilakukan oleh PKBI dalam memberikanpelayanan kespro terhadap remaja, sehingga lembaga ini berhasil menjaring banyak remaja untuk datang kesana. Hal ini penting untuk diketahui sebagai hasil yang didapat bisa memberikan masukan kepada layanan kespro remaja lainnya guna peningkatan pelayanan yang disediakan.
1.2 Rumusan Masalah Keberhasilan
PKBI
Daerah
Bali
dalam
menjaring
remaja
untuk
memanfaatkan pelayanan kespro. Pada jumlah kunjungan remaja yang mengalamimenigkatnya, makahal-hal yang berkaitan dengan apa yang telah dilakukan PKBI Daerah Bali dan persepsi remaja terkait dalam pemanfaatan pelayanan kespro di PKBIDaerah Bali perlu untuk diketahui.Bermanfaat sebagai masukan bagi pelayanan kespro remaja lainnya yang kurang berhasil. Dari hal tersebut, maka diperlukan penilitian kualitatif untuk menggali lebih dalam informasi dari remaja serta pengelola PKBI Daerah Bali dalam program kespro remaja.
6
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana fenomena pemanfaatan pelayanankesehatan reproduksi remaja di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali oleh remaja Kota Denpasar ?
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi remaja di Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Daerah Bali oleh remaja Kota Denpasar.
1.4.2 Tujuan Khusus Ada pun tujuan khusus peneliti ini, meliputi : 1. Untuk mengetahui persepsi terkait pengalaman remaja kota Denpasar dalam mengakses pelayan kespro di PKBI Daerah Bali. 2. Untuk mengetahui pengetahuan remaja mengenai IMS, HIV dan AIDS. 3. Untuk mengetahu persepsi remaja mengenai IMS, HIV dan AIDS serta perilaku berisiko. 4. Untuk mengetahui perananlingkungan (peergroup) dari remaja dalam mengakses pelayanan kespro di PKBI Bali. 5. Untuk mengetahui sumber informasi mengenai kespro yang telah didapat oleh remaja. 6. Untuk mengetahui hambatan remaja dalam mengakses pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Daerah Bali.
7
7. Untuk mengetahui dorongan remaja dalam mengakses pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Daerah Bali.
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis 1.
Memberikan kontribusi terhadap keilmuan di bidang kesehatan, serta dapat digunakan sebagai referensi dalammempelajari bentuk perilaku remaja dan penyebabpemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi khususnya di PKBI Daerah Bali.
2.
Sebagai acuan dalam pengembangan penelitian ilmiah lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja.
1.5.2 Manfaat Praktis Sebagai data pendukung evaluasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Daerah Bali dan serta instansi terkait lainnya dalam meningkatkan cakupan remaja-remaja yang mengakses pelayanan kesehatan reproduksi.
1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan oleh mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat
untuk mengetahui fenomena pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Daerah Bali oleh remaja Denpasar. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara mendalam serta FGD di bulan Maret - April 2014 dari partisipsi kepada beberapa informan sehingga diharapkan hasil penelitian ini
8
dapat menggambarkan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi di PKBI Daerah Bali oleh remaja Kota Denpasar.