BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah dan Latar Belakang Perusahaan PT. Kwarsa Hexagon, yang dipimpin oleh Djoko Hartono sebagai Direktur Utama dan dibantu oleh Yoyok Sukari dan Wiwin Winarto masing‐masing sebagai Direktur, pada Juli 2007 telah berhasil melewati usia 25 tahun. Perusahaan yang berdomisili di Kota Bandung ini didirikan pada 1 Juli 1982 melalui penetapan Akta Notaris M. Peggy Natanael No. 1, dengan lingkup usaha sebagai perusahaan jasa konsultan teknik. Pada Tahun Usaha 2006/2007 (basis April‐Maret) Perusahaan berhasil membukukan revenue sebesar Rp 35,6 milyar dan laba bersih (net income) Rp 2,1 milyar, sementara itu pada Tahun Usaha 2007/2008 per 29 Februari 2008, Perusahaan telah membukukan revenue sebesar Rp 40,2 milyar dan rencana laba bersih sebesar Rp 3,2 milyar. Rata‐rata pertumbuhan revenue selama 8 tahun terakhir (Tahun Usaha 2000/2001 – 2007/2008) sebesar 19,1%, dan rata‐ rata pertumbuhan laba bersih 32,6% per tahun. Sumber revenue utama Perusahaan sejak berdiri hingga saat ini berasal dari Departemen Pekerjaan Umum dan PT. PLN, sementara itu sejak 3 tahun terakhir Perusahaan juga telah berhasil mengembangkan potential revenue‐nya dari Departemen Pertanian dan klien perusahaan swasta. Proyek‐proyek yang ditangani PT. Kwarsa Hexagon, tidak saja proyek‐proyek yang berasal dari APBN namun juga proyek‐proyek yang didanai melalui sumber dana luar negeri seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Japan Bank for 1
International Cooperation (JBIC). Dalam pelaksanaan di beberapa proyek‐ proyeknya, PT. Kwarsa Hexagon dalam upaya menggabungkan sumberdaya juga menjalin asosiasi, baik dengan perusahaan konsultan Nasional maupun perusahaan konsultan asing yang berasal dari U.S.A., Jepang, Australia, Italia, Belanda, dan Jerman, Di tengah persaingan dalam bisnis industri jasa konsultan di satu sisi dan keinginan untuk mewujudkan PT. Kwarsa Hexagon sebagai perusahaan yang memiliki ‘going concerns’ berjangka panjang, maka Dewan Direksi dan jajaran manajemen Perusahaan pada tahun 2005 telah menetapkan sasaran jangka panjang pengembangan usaha yang dikemas dalam Tahapan Lima Tahunan (TLT). Dalam Tahapan Lima Tahunan tersebut, Perusahaan telah menetapkan 3 sasaran utama, yakni Pertumbuhan Revenue, Pengembangan Bisnis, dan Pengembangan Organisasi. Sebagai upaya peningkatan dayasaing Perusahaan, mulai tahun 2003, PT. Kwarsa Hexagon telah melakukan penerapan prosedur sistem manajemen mutu, dan pada Agustus 2003 sistem manajemen mutu Perusahaan telah memperoleh sertifikasi ISO 9001:2000 melalui Badan Sertifikasi SGS yang terakreditasi pada UKAS (United Kingdom Accreditation System). 1.2.
Lingkup Bidang Usaha
Pada tahun‐tahun pertama pendiriannya hingga tahun 1986, bidang layanan inti Perusahaan adalah Survey dan Investigasi di sektor topografi, geoteknik dan pengembangan airtanah. Bidang layanan jasa konsultan antara tahun 1987‐ 1995 berkembang ke arah Detailed Engineering Design dan Construction Supervision di sektor pembangunan jalan dan jembatan, sistem penyediaan air minum, irigasi dan sumberdaya air.
2
Seiring dengan bertambahnya pengalaman dan kompetensi Perusahaan, maka bidang layanan berkembang menjadi 7 bidang layanan, yaitu : •
Survey & Investigasi
•
Master Plan
•
Feasibility Study
•
Detailed Engineering Design
•
Construction Management & Supervision
•
Project Benefit Monitoring & Evaluation dan Project Completion Report
•
Community Development
Sementara itu, sektor pembangunan yang ditangani PT. Kwarsa Hexagon dewasa ini yang telah memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) kualifikasi Besar (Grade 4), mencakup : •
Topografi, Hidrogeologi, dan Geoteknik
•
Sumberdaya Air (Water Resources Development)
•
Struktur Bangunan Pelabuhan, Gedung, Jalan dan Jembatan (Civil & Construction Management)
•
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Agriculture, Fishery & Forestry)
•
Pembangunan Energi Listrik dan Teknologi Informasi (Energy Development & IT)
•
Studi‐studi Lingkungan Hidup (Environmental Studies)
•
Pembangunan Perumahan, Permukiman & Prasarana Perkotaan (Housing, Settlements & Urban Infrastructure)
Pada Tabel 1.1. berikut disajikan perkembangan revenue tahun 2004‐2008 berdasarkan sektor layanan usaha. 3
Tabel 1.1.
Perkembangan Revenue PT. Kwarsa Hexagon (2004‐2008) Berdasarkan Lingkup Layanan Usaha (dalam Rp 000,‐)
SCOPE OF SERVICES Topography & Geology Survey and Geotechnical Investigation
2008
2007
2006
2005
2004
3,265,039
8.12%
2,930,949
8.24%
2,150,871
6.92%
7,221,966
26.10% 1,906,674
8.71%
Water Resources Development
3,223,459
8.02%
4,847,968
13.62%
4,940,095
15.89%
3,879,032
14.02% 3,025,658
13.82%
Civil & Construction Management
2,949,571
7.34%
266,302
0.75%
1,556,905
5.01%
2,646,574
9.56% 2,870,496
13.11%
Agriculture, Fisheries & Forestry
1,320,132
3.28%
152,890
0.43%
1,707,566
5.49%
903,194
3.26% ‐
Energy and Information Tech. Development
11,127,311
27.68%
8,463,715
23.78%
11,660,367
37.51%
5,782,660
20.90% 4,231,740
19.33%
Environmental Studies
569,171
1.42%
2,616,320
7.35%
1,242,293
4.00%
732,261
2.65% 896,367
4.10%
Housing, Settlements and Urban Infrastructure Development
17,752,179
44.15%
16,308,544
45.83%
7,825,881
25.18%
6,508,424
23.52% 8,957,676
40.92%
40,206,862
100.00%
35,586,688
100.00%
31,083,979
100.00%
27,674,111
21,888,610
100.00%
Total
100.00%
0.00%
Sumber : Laporan Analisis Hasil Operasi dan Keadaan Keuangan PT. Kwarsa Hexagon
Berdasarkan Tabel 1.1. tersebut di atas memberikan informasi bahwa Sektor Pembangunan Perumahan, Permukiman dan Prasarana Perkotaan, serta Sektor Pembangunan Energi Listrik selama perioda 2004‐2008 telah menjadi ‘backbone’ revenue Perusahaan. Perkembangan revenue di Sektor Pembangunan Perumahan, Permukiman dan Prasarana Perkotaan terutama dipacu oleh adanya kebijakan Pemerintah di sektor perumahan melalui Kementrian Negara Perumahan Rakyat dalam upaya memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan menengah‐kebawah, serta transformasi pembangunan prasarana perkotaan dan permukiman berbasis masyarakat melalui pendekataan pembangunan ‘community based development’. Sementara itu, pertumbuhan revenue di Sektor Pembangunan Energi Listrik dipicu oleh adanya kebijakan Pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik Nasional dan stabilisasi kelangkaan tenaga listrik pada sistem Jawa‐Bali, yang tertuang dalam RUPTL (Rencana
4
Umum Penyediaan Tenaga Listrik) atau Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 2923 K/30/MEM/2006. Masuknya Sektor Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan sebagai layanan inti Perusahaan sejak tahun 2005, khususnya di Sektor Pertanian terutama dipicu oleh adanya kebijakan Ketahanan Pangan Nasional yang dicanangkan oleh Pemerintah dalam meningkatkan produktivitas tanaman pangan di satu sisi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Nasional melalui peningkatan produktivitas komoditas perkebunan. Perkembangan bidang dan sektor layanan inti Perusahaan ini jika diamati berdasarkan pola usaha 8 tahun terakhir (tahun 2002‐2008) sangat tergantung pada pola kebijakan Pembangunan Nasional yang ditetapkan Pemerintah. 1.3.
Business Environmental Scanning
1.3.1. External Environmental Scanning 1.3.1.1.
Societal Environment
Economic Forces Perkembangan bisnis jasa konsultan sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor‐sektor Gross Domestic Product (GDP). Revenue PT. Kwarsa Hexagon mulai tahun 2006 berdasarkan Tabel 1.1. di atas, didominasi oleh Sektor Layanan Pembangunan Energi, Perumahan dan Prasarana Perkotaan, hal ini berhubungan dengan pertumbuhan GDP Sektor Listrik yang tumbuh sebesar 6,3% di tahun 2005 dan 5,9% di tahun 2006, serta pertumbuhan GDP Sektor Konstruksi sebesar 7,4% di tahun 2005 dan 9,0% di tahun 2006.
5
Technological Forces Pembaharuan dan penyesuaian terhadap peralatan proses produksi berteknologi digital dalam menunjang akurasi dan kecepatan layanan inti Perusahaan menjadi kekuatan kompetitif yang memberikan keunggulan layanan jasa konsultansi. Peralatan proses produksi tersebut diklasifikasi dalam 3 kelompok, yaitu : •
peralatan survey dan investigasi data primer untuk bidang geotechnical, hydrometric, topography, bathymetric, water quality test kit, air quality test kit, peralatan meteorology (seperti anemometer, hygrometer, thermometer udara)
•
perangkat lunak (software) proses pengolahan data dan tampilan produk berbasis CAD (computer aided design)
•
perangkat keras (hardware) komputerisasi proses pengolahan data dan tampilan produk
Management Information System (MIS) berbasis Information Technology dalam upaya membangun ‘data mining’ terhadap berbagai data sekunder menjadi kekuatan sumberdaya Perusahaan dalam menyajikan layanan yang memiliki keunggulan kompetitif. Political‐legal Forces Beberapa peraturan dan perundangan yang terkait dengan operasional PT. Kwarsa Hexagon sebagai perusahaan berbadan hukum dapat dikelompokkan menurut klasifikasi sebagai berikut : •
Peraturan dan perundang‐undangan tentang perusahaan dan berusaha yang bersifat umum;
•
Peraturan dan perundang‐undangan dalam bidang usaha jasa konsultan teknik;
6
•
Peraturan dan perundang‐undangan yang berkaitan dengan proses pelelangan (tender) pengadaan jasa di lingkungan instansi pemerintah
Peraturan dan perundang‐undangan tentang perusahaan secara umum : •
Undang‐undang Perseroan Terbatas yang diperbaharui melalui UU No. 40 Tahun 2007. Hal pokok yang diatur dalam UU Perseroan Terbatas, meliputi prosedur pendirian perusahaan, permodalan dan saham, rencana kerja dan laporan tahunan korporasi, penyelenggaraan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), susunan pengurus perusahaan (direksi
dan
komisaris),
dan
penggabungan/peleburan/pengambilalihan/pemisahan perusahaan; •
Undang‐undang dan Peraturan Ketenagakerjaan yang mengatur sistem upah, jaminan dan kesejahteraan pekerja;
•
Undang‐undang dan Peraturan Perpajakan yang mewajibkan kepada perusahaan sebagai wajib pajak untuk melaporkan penghasilan usaha tahunannya kepada Kantor Pajak setempat
Peraturan dan perundang‐undangan dalam menjalankan usaha jasa konsultan konstruksi yang tertuang dalam UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dimana mewajibkan kepada perusahaan penyedia jasa konstruksi (termasuk perusahaan konsultan) untuk memiliki Sertifikasi Badan Usaha (SBU) dan Sertifikasi Keahlian (SKA) bagi tenaga ahlinya. Pelaksanaan sertifikasi SBU maupun SKA sebagaimana amanat UU No. 18 Tahun 1999 dilakukan oleh LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi). Kualifikasi perusahaan jasa konsultan teknik dalam Sertifikasi Badan Usaha (SBU) tersebut didasarkan pada 2 hal pokok, yakni Tingkat/Kedalaman Kompetensi (berdasarkan sumberdaya manusia dan pengalaman perusahaan) dan Potensi Kemampuan Usaha (berdasarkan kekayaan bersih perusahaan). 7
Penggolongan kualifikasi perusahaan berdasarkan SBU dibagi dalam : •
Kualifikasi Usaha Besar (Grade 4), dengan batasan mengikuti lelang proyek > Rp 400 juta; wajib berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT); Penanggung Jawab Teknik (PJT) wajib bersertifikat keahlian (SKA) minimum
Ahli
Madya;
Penanggungjawab
Bidang
(PJB)
dan
Penanggungjawab Layanan (PJL) bersertifikat keahlian (SKA) minimum Ahli Muda; Neraca Keuangan Perusahaan wajib diaudit oleh Kantor Akuntan Publik; •
Kualifikasi Usaha Menengah (Grade 3), dengan batasan mengikuti lelang proyek > Rp 400 juta hingga Rp 1 milyar; wajib berbadan hukum Perseroan Terbatas; PJT, PJB, dan PJL wajib bersertifikat keahlian (SKA) minimum Ahli Muda; Neraca Keuangan wajib diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
•
Kualifikasi Usaha Kecil (Grade 2), dengan batasan mengikuti lelang proyek maksimum Rp 400 juta; badan usaha berbadan hukum seperti CV, Fa (Firma), dan Biro Teknik; PJT, PJB dan PJL wajib bersertifikat SKA minimum Ahli Muda; Neraca Keuangan tidak wajib diaudit oleh Kantor Akuntan Publik;
•
Kualifikasi Konsultan Perorangan (Grade 1), dengan batasan mengikuti lelang proyek maksimum Rp 50 juta; wajib memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), dan bersertifikat SKA minimum Ahli Muda
Prosedur dalam mengikuti pelelangan proyek‐proyek di lingkungan instansi Pemerintah diatur melalui Keputusan Presiden RI No. 80 Tahun 2003, dengan sistem 2 tahap, yaitu Prakualifikasi dan Pelelangan. Pada tahap Prakualifikasi dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian Kualifikasi SBU, Aspek Pengalaman Perusahaan sejenis dengan proyek yang dilelang, Aspek Tenaga Ahli, Aspek ketersediaan Peralatan yang dibutuhkan, dan Aspek Keuangan Perusahaan 8
dan Bukti Pelunasan Pajak. Perusahaan peserta Prakualifikasi yang dinyatakan lulus, selanjutnya diumumkan dalam Daftar Peserta Lelang untuk memasukkan Dokumen Penawaran, yang meliputi Dokumen Administrasi Perusahaan (berisi surat‐surat pernyataan dan Pakta Integritas); Dokumen Usulan Teknis (berisi Pengalaman Perusahaan 5 tahun terakhir, Metodologi dan Rencana Kerja, serta Kualifikasi Tenaga Ahli yang dinyatakan dalam Curriculum Vitae beserta kelengkapan seperti Fotokopi Ijazah yang dilegalisir, NPWP, SKA, dan Referensi Pengalaman Bekerja dari Pengguna Jasa sebelumnya); dan Dokumen Usulan Biaya. Sementara itu, prosedur dalam mengikuti proses pelelangan untuk proyek‐ proyek Pemerintah yang bersumber dari dana Bantuan Luar Negeri (BLN), selain wajib mengikuti Keppres No. 80 Tahun 2003, juga wajib mengikuti Guidelines yang ditetapkan oleh Donor, seperti The World Bank Guidelines, ADB Guidelines, dan JBIC Guidelines. Sociocultural Forces Meningkatnya peranserta masyarakat dalam ikut melakukan pengawasan terhadap ketertiban pelaksanaan konstruksi sehingga kerugian yang mungkin dialami secara langsung akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menyimpang dapat dihindari. Masyarakat jasa konstruksi yang terhimpun dalam bentuk asosiasi sebagai anggota LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) hingga tahun 2007 terdapat sebanyak 38 asosiasi jasa konstruksi, dimana 2 asosiasi diantaranya merupakan asosiasi jasa konsultan, yakni INKINDO (Ikatan Nasional Konsultan Indonesia) dan PERKINDO (Persatuan Konsultan Indonesia). Asosiasi jasa
9
konstruksi inilah yang berkewajiban dalam melakukan proses sertifikasi kualifikasi dan pengawasan kepada seluruh anggotanya. Pertumbuhan
penduduk
memberikan
implikasi
langsung
terhadap
peningkatan kebutuhan sarana dan prasarana seperti perumahan, air minum, sanitasi, jalan, penataan bangunan dan lingkungan, penataan ruang, dan kebutuhan lainnya yang pada akhirnya memerlukan konsep perencanaan yang terintegrasi. Peningkatan gaya hidup dan intelektual di masyarakat sebagai konsekuensi dari perkembangan ekonomi membawa implikasi peningkatan kebutuhan kualitas sarana dan prasarana yang lebih baik. Tekanan‐tekanan sociocultural tersebut di atas, semakin memberikan dorongan kepada para pelaku bisnis jasa konstruksi untuk lebih meningkatkan kompetensi dan kualitasnya. 1.3.1.2.
Task Environment
Market Analysis Kondisi market bisnis jasa konsultan masih tetap akan tumbuh seiring dengan pertumbuhan GDP, dimana dalam suatu siklus pembangunan (Project Cycle), yang meliputi project identification & preparation; appraisal; budgeting; implementation; monitoring; dan evaluation akan tetap membutuhkan layanan jasa konsultan.
10
Pada fase project identification & preparation dibutuhkan kajian‐kajian dalam bentuk Studi Kelayakan Teknis, Studi Kelayakan Lingkungan Hidup, Penyusunan Master Plan, dan kegiatan‐kegiatan eksplorasi data primer dalam bentuk Survey dan Investigasi Teknis. Fase project appraisal dan budgeting membutuhkan verifikasi dan penajaman suatu rencana pembangunan terhadap Kelayakan Aspek Finansial dan Struktur Pembiayaannya. Tahap project implementation diperlukan kegiatan Detailed Engineering Design dan Implementation Supervision. Sementara itu, pada tahap post project implementation masih diperlukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap manfaat suatu proyek (project benefit) yang dapat dijadikan sebagai pembelajaran (lesson learned) bagi kegiatan pembangunan sejenis di masa yang akan datang. Memperhatikan kondisi dan peluang market sebagaimana diuraikan di atas, maka bisnis jasa konsultan masih akan tumbuh dan berkembang di masa‐masa yang akan datang. Bahkan dengan memberikan perhatian terhadap sociocultural forces, dimungkinkan untuk dapat meraih peluang market international. Wilayah Jakarta masih menjadi marketplace industri jasa konsultan yang dominan, mengingat posisinya sebagai lokasi Pemerintahan Pusat, dimana memegang peranan utama dalam kegiatan perencanaan Pembangunan Nasional. 11
Competitor Analysis Berdasarkan data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) hingga tahun 2007 secara nasional terdapat 4.193 industri jasa konsultan yang terdiri dari Kualifikasi Kecil (K) sebanyak 3.199 perusahaan, Kualifikasi Menengah (M) sebanyak 800 perusahaan dan Kualifikasi Besar (B) sebanyak 194 perusahaan. Jumlah industri jasa konsultan di beberapa wilayah provinsi sebagai market penting disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2.
Jumlah Industri Jasa Konsultan Tahun 2007
NO.
WILAYAH
ASOSIASI
1.
NASIONAL
INKINDO PERKINDO
KECIL (K)
KUALIFIKASI SBU MENENGAH BESAR (M) (B)
JUMLAH
2,965 234
775 25
187 7
3,927 266
3,199
800
194
4,193
2
DKI JAKARTA
INKINDO PERKINDO
223 5 228
66 1 67
128 3 131
417 9 426
3.
JAWA BARAT
INKINDO PERKINDO
230 ‐ 230
23 ‐ 23
28 ‐ 28
281 ‐ 281
JAWA TENGAH INKINDO PERKINDO
225 ‐ 225
2 ‐ 2
3 ‐ 3
230 ‐ 230
4.
5.
JAWA TIMUR
INKINDO PERKINDO
253 ‐ 253
14 ‐ 14
9 ‐ 9
276 ‐ 276
6.
SUMATERA UTARA
INKINDO PERKINDO
83 11 94
17 3 20
3 2 5
103 16 119
7.
SULAWESI SELATAN
INKINDO PERKINDO
163 54 217
7 1 8
3 2 5
173 57 230
8.
KALIMANTAN TIMUR
INKINDO PERKINDO
179 15 194
3 ‐ 3
1 ‐ 1
183 15 198
Sumber : Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK)
PT. Kwarsa Hexagon yang memiliki SBU Kualifikasi Besar (Grade 4) harus bersaing dengan 193 perusahaan. 12
Supplier Analysis Tenaga Ahli merupakan komponen utama dalam industri jasa konsultan. Dengan persyaratan Sertifikasi Keahlian (SKA) yang diwajibkan bagi setiap Tenaga Ahli memberikan implikasi meningkatnya bargaining power para Tenaga Ahli dalam hal salary (take home pay). Rata‐rata para Tenaga Ahli saat ini menuntut take home pay sebesar 65% hingga 80% dari billing rate yang disediakan dalam kontrak pekerjaan. Government Analysis Penetapan
dan
pemberlakukan
peraturan/perundang‐undangan
yang
berkaitan dengan persyaratan sertifikasi Badan Usaha jasa konsultan dan sertifikasi keahlian profesi tenaga ahli dapat dijadikan sebagai screening terhadap industri jasa konsultan. Penegakkan hukum oleh Pemerintah terhadap segala bentuk penyimpangan maupun pelanggaran dalam penyelenggaraan pelaksanaan pekerjaan jasa konsultan sangat diperlukan dalam rangka memberikan pembinaan secara profesional. Community Analysis Meningkatnya profesionalisme di kalangan masyarakat pengguna jasa konsultan memberikan implikasi pada perusahaan jasa konsultan untuk mengalokasikan anggaran dalam program peningkatan kompetensi, baik pada aspek kompetensi sumberdaya manusia, peralatan dan teknologi maupun sistem manajemen. Masa berlaku Sertifikat Badan Usaha yang hanya 3 tahun, memberikan implikasi kepada para perusahaan jasa konsultan untuk melakukan registrasi dan sertifikasi ulang kepada LPJK. Kondisi ini telah menyita perhatian bagi 13
perusahaan untuk menyediakan dan selalu meningkatkan kompetensi sumberdaya yang dimilikinya. Bargaining power INKINDO sebagai asosiasi jasa konsultan dalam upaya membina dan melindungi anggotanya masih banyak yang perlu ditingkatkan. Interest Group Analysis Asosiasi keahlian yang semula hanya dikenal beberapa saja, seperti IAI (Ikatan Arsitek Indonesia) dan PII (Persatuan Insinyur Indonesia), dewasa ini sebagai upaya pembinaan dan peningkatan kompetensi keahlian, asosiasi keahlian telah berkembang menjadi berbagai asosiasi keahlian. Hampir setiap asosiasi keahlian mengambil peran dalam melakukan sertifikasi keahlian, seperti HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia), IATPI (Ikatan Ahli Teknik Penyehatan Indonesia), HPJI (Himpunan Pengawasan Teknik Jalan Indonesia), IAP (Ikatan Ahli Planologi), PERHAPI (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia), IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), dan ikatan profesi lainnya.
14
1.3.1.3.
Industry Analysis
Threat of New Entrants Berdasarkan persyaratan sertifikasi terhadap kualifikasi perusahaan jasa konsultan yang ditetapkan oleh LPJK, untuk memenuhi persyaratan Grade 4 di segmen market PT. Kwarsa Hexagon, tidaklah mudah. Oleh karena itu ancaman terhadap masuknya pemain baru dalam segmen market industri jasa konsultan Grade 4 sangat rendah. Selain ketatnya persyaratan dalam memperoleh Sertifikasi Badan Usaha (SBU) tersebut, juga pada umumnya sumberdaya industri jasa konsultan memiliki karakteristik yang spesifik sesuai dengan spesifikasi segmen marketnya. Spesifikasi utama dalam sumberdaya tersebut adalah sumberdaya manusia (tenaga ahli), pengalaman perusahaan, dan peralatan & teknologi. Oleh karena itu, keragaman lingkup bidang industri jasa konsultan menjadi sangat terbatas, karena diperlukan investasi yang cukup tinggi pada aspek sumberdaya tersebut. Rivalry Among Existing Firms Kondisi persaingan industri jasa konsultan pada kelompok segmen pasar proyek‐proyek Pemerintah termasuk sangat tinggi, khususnya terjadi pada industri jasa konsultan kualifikasi Grade 4 dan Grade 3 (kelompok proyek‐proyek yang bernilai di atas Rp 1 milyar dan antara Rp 400 juta – Rp 1 milyar). Di segmen pasar PT. Kwarsa Hexagon, dijumpai rata‐rata untuk setiap proyek terdapat lebih dari 50 peserta tender pada tahap prakualifikasi, dan 7 peserta pada tahap pelelangan.
15
Persaingan pada setiap tender proyek Pemerintah, tidak saja pada kualitas aspek Proposal Teknis yang menawarkan strategi pelaksanaan dan pelibatan sumberdaya yang terbaik, namun strategi dalam memberikan nilai Penawaran Biaya juga menentukan tingkat probabilitas pemenangan. Pemberlakuan sistem evaluasi menggunakan bobot nilai Proposal Teknis 80% dan nilai Proposal Biaya 20% (sesuai Keppres No. 80/2003), menjadikan persaingan harga penawaran menjadi lebih ketat lagi, dimana rata‐rata para peserta tender hanya berani menawar dengan nilai penawaran maksimum 90% dari pagu anggaran yang disediakan oleh Pemerintah. Pada beberapa kategori proyek bahkan nilai penawaran biaya bisa sampai 75% dari pagu anggaran. Threat of Substitute Services Dewasa ini pembangunan konstruksi di Indonesia, baik di instansi Pemerintah maupun instansi Swasta telah terjadi perkembangan mekanisme baru, yakni dengan adanya model kontrak EPC (Engineering, Procurement, and Construction) dan Design & Built (Turkey Contract). Bentuk‐bentuk kontrak EPC dan Design & Built termasuk dalam model kontrak Project Management Services, dimana lingkup kegiatan dari mulai perencanaan, konstruksi, dan commissioning dilakukan oleh satu badan usaha. Model kontrak EPC dan Design & Built terutama diaplikasikan pada proyek‐proyek skala besar yang membutuhkan integrasi diantara komponen‐komponen konstruksinya, seperti :
16
•
Pembangunan Pembangkit Listrik, seperti PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), dan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi)
•
Pembangunan Eksploitasi Penambangan (Migas dan non‐Migas)
•
Pembangunan industri manufaktur (pabrik)
•
Pembangunan Perumahan
•
Pembangunan Kawasan Terpadu (Mall dan Superblock)
Apabila iklim investasi di Indonesia semakin kondusif, dimana sektor‐sektor public utilities diserahkan pengelolaannya kepada swasta, seperti yang umum dilakukan di negara‐negara maju, maka model‐model kontrak Project Management Services (PMS), seperti EPC dan Design & Built akan menggeser dunia industri jasa konstruksi (perusahaan konsultan dan kontraktor) yang ada. Bargaining Power of Buyers Pengguna jasa industri konsultan di Indonesia masih didominasi pada proyek‐ proyek Pemerintah dimana ketentuan anggarannya sudah tetap, sehingga penawaran dari para industri jasa konsultan tidak diperbolehkan melebihi pagu anggaran yang ada, hal ini sebagaimana diatur dalam Keppres No. 80 Tahun 2003. Anggaran proyek‐proyek konsultansi dari Pemerintah dikelompokkan menjadi 2 komponen, yaitu Biaya Langsung Personil (Direct Remuneration Cost) dan Biaya Langsung Non Personil (Direct Reimbursable Cost). Harga satuan untuk kedua komponen tersebut di atas telah ditetapkan pagunya dalam bentuk Owner’s Estimation (OE), sehingga harga satuan Penawaran yang melebihi pagu harga satuan yang ditetapkan dalam OE akan diturunkan dalam proses negosiasi atau bahkan akan menjadi temuan untuk dikembalikan kepada Kas Negara dalam proses audit keuangan kelak. 17
Bargaining Power of Suppliers Komponen utama yang dievaluasi dalam suatu proses pelelangan jasa konsultan adalah Tenaga Ahli. Oleh karena itu apabila suatu proyek berhasil dimenangkan, maka Tenaga Ahli yang diusulkan dalam proposal tersebut harus dimobilisasi dan tidak diperbolehkan melakukan penggantian tanpa alasan yang dapat diterima oleh Klien. Dengan demikian Tenaga Ahli memiliki bargaining power yang tinggi dalam industri jasa konsultan. Relative Power of Other Stakeholders Kelompok stakeholders yang memiliki power dalam memberikan pengaruh terhadap industri jasa konsultan adalah LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) yang menentukan kualifikasi perusahaan dalam bentuk Sertifikasi Badan Usaha (SBU). Pelanggaran dan penyimpangan praktek bisnis jasa konsultan dapat berakibat dicabutnya SBU.
18
1.3.2.
Internal Environmental Scanning
1.3.2.1.
Struktur Organisasi Perusahaan
PT. Kwarsa Hexagon menerapkan struktur organisasi 2 lapis, yang terdiri dari Board of Management dan Project Management Unit, sebagaimana Gambar 1.1. Board of Management terdiri dari : • • • • • • • • •
•
Board of Directors (Djoko Hartono sebagai Direktur Utama; Yoyok Sukari sebagai Direktur dan Wiwin Winarto sebagai Direktur) Manager of Finance (Sumarjono, SE, MM) Manager of Human Resources (Ir. Ahmad Supriadi, MM) Corporate Secretary (Dra. Susi Yulianti Lydiana) Manager of Energy & IT Development (Ir. Winarno) Manager of Water Resources & Civil Engineering (Ir. Budi Suhartono, MM) Manager of Housing and Urban Infrastructure (Ir. Apip Nuryadi) Supervisor of Environmental Studies (M. Anwar, SE) Supervisor of Geotechnical & Topography (Ir. Hero Pramono) Supervisor of Agriculture Development (Ir. Suli Suswana, MP)
Board of Commissions
Board of Directors
ISO 9001:2000 Management Representative
Manager of Finance
Manager of Human Resources
Manager of Energy & IT Dev’t
Corporate Secretary
Manager of Water Resources & Civil Engineering Manager of Housing and Regional Infrastructure
Supervisor of Geotechnical & Topography
Supervisor of Environmental Studies
Supervisor of Agricultural; Forestry; and Fishery
Gambar 1.1.
Struktur Organisasi PT. Kwarsa Hexagon
19
Tugas pokok masing‐masing unit manajemen teknis dalam konteks penaganan proyek adalah sebagai berikut : •
Management Unit of Energy & IT Development, menangani proyek‐proyek kelistrikan dan energi lainnya serta proyek‐proyek yang berkaitan dengan IT (seperti MIS dan Networking)
•
Management Unit of Water Resources & Civil Engineering, menangani proyek‐proyek bidang teknik sumberdaya air (irigasi dan bendung), teknik jalan raya dan jembatan, dan teknik struktur bangunan
•
Management Unit of Housing and Urban Infrastructure, menangani proyek‐ proyek bidang perumahan, sarana dan prasarana perkotaan, penataan ruang & kawasan, serta pembangunan sosial‐kemasyarakatan
•
Management Unit of Environment Studies, menangani proyek‐proyek studi lingkungan hidup, seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan monitoring dan pengelolaan dampak lingkungan
•
Management Unit of Agriculture Development, menangani proyek‐proyek bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, serta kehutanan
Setiap unit manajemen teknis mempunyai beberapa Project Management Unit sesuai dengan kelompok bidang proyek yang menjadi tanggungjawab kompetensinya. Project Management Unit dipimpin oleh seorang Project Manager yang dilengkapi dengan Project Administrator. Fungsi dan tugas pokok Project Management Unit adalah melakukan pengelolaan proyek‐proyek sejak tahap tender hingga tahap penyelesaian proyek, dengan tugas pokok menjalankan proses perencanaan, monitoring, dan evaluasi terhadap sumberdaya yang diperlukan dalam penanganan proyek.
20
Project Administrator berfungsi membantu Project Manager dalam mendukung kelancaran proses pengadministrasian proyek seperti penyediaan biaya pelaksanaan proyek, penyiapan dan pelaksanaan penagihan (invoicing) dan menjalankan proses‐proses pengadaan logistik untuk keperluan proyek. Alur komunikasi organisasi PT. Kwarsa Hexagon, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.2.
Gambar 1.2. Alur Komunikasi Organisasi PT. Kwarsa Hexagon
Ujung tombak proses produksi di PT. Kwarsa Hexagon terletak pada Project Management Unit, oleh karena itu seluruh sumberdaya perusahaan diarahkan untuk memberikan dukungan dalam proses pelaksanaan proyek. Setiap Project Manager membawahi satu atau beberapa proyek disesuaikan dengan tingkat kompleksitas suatu proyek dan tingkat kompetensi Project Manager. Susunan team pelaksanaan proyek (Project Team) merupakan hal yang spesifik, yakni didasarkan pada Kontrak Proyek antara PT. Kwarsa
21
Hexagon dengan Pengguna Jasa (Owner), artinya setiap proyek memiliki Project Team yang sama sekali berbeda dengan proyek lainnya. Project Team terdiri dari Project Team Leader, Tenaga Ahli, dan Teknisi. Jenis, kualifikasi dan jumlah Tenaga Ahli maupun Teknisi ditentukan berdasarkan ruang lingkup dan cakupan geografis proyek. Berdasarkan alur komunikasi organisasi di PT. Kwarsa Hexagon, Project Manager bertanggungjawab secara langsung kepada Manajer Teknis (Technical Managers) terkait. Meskipun demikian, terdapat komunikasi secara langsung antara Project Manager dengan Board of Directors, hal ini dilakukan mengingat Board of Directors berperan sebagai Project Director untuk setiap proyek yang ditangani, sehingga terjalin komunikasi secara langsung antara perusahaan dengan para kliennya (customers). Dengan adanya komunikasi langsung antara para Project Manager dengan Board of Directors, maka Board of Directors memahami perkembangan dan permasalahan dari setiap proyek, sehingga fungsi‐fungsi marketing tetap dapat dikendalikan oleh Board of Directors. 1.3.2.2.
Culture Perusahaan
Budaya organisasi PT. Kwarsa Hexagon terbangun dari landasan nilai‐nilai (values) yang dijalankan secara konsisten sejak awal pendirian hingga hari ini. Terdapat 2 nilai inti (core values) sebagai spirit PT. Kwarsa Hexagon, yakni : •
Tridharma Kwarsa Hexagon
•
Sikap & Watak Orang Kwarsa Hexagon 22
Tridarma Kwarsa Hexagon meliputi : •
Dharma Kesatu: Menjadi Manusia Efisien‐Efektif dan Konsekuen
•
Dharma Kedua: Bersikap andal‐tuntas, berorientasi pada tugas dan bertanggungjawab atas peningkatan mutu produk secara berkelanjutan
•
Dharma Ketiga: Jujur, Profesional dan Inovativ
Sikap dan Watak Orang Kwarsa Hexagon, yaitu : •
Sikap: Sikap tuntas dan tidak asal jalan; Sikap dapat diandalkan
•
Watak: Tidak berorientasi pada jam kerja, orientasi pada penyelesaian tugas‐ tanggungjawab secara tuntas, benar‐benar jelas dan selesai
1.3.2.3.
Resources Perusahaan
Aspek Aset dan Keuangan Perusahaan
Profil Pertumbuhan Usaha PT. KWARSA HEXAGON
dalam Rp 000,‐
45,000,000 40,000,000 35,000,000 30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 ‐ 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Revenue
Project Direct Cost
Operating Expenses
Net Income
Sumber : Data Tabel 1.3.
Gambar 1.3. Profil Pertumbuhan Usaha PT. Kwarsa Hexagon (2001‐2008)
Profit
margin
bisnis
PT.
Kwarsa
Hexagon
rata‐rata
selama
8 tahun terakhir sebesar 6,8%, dengan Biaya Langsung proyek (Project Direct Cost) sebesar 72,6% dan Biaya Operasional (Operating Expenses) sebesar 18,3%. 23
Perkembangan profit margin PT. Kwarsa Hexagon dari tahun 2001 – 2008 disajikan pada Gambar 1.3. dan Tabel 1.3. Tabel 1.3.
Profil Profit Margin PT. Kwarsa Hexagon dalam Rp 000,‐ Cost Structure
FISCAL YEAR
Revenue
Project Direct Cost
31‐Mar
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
12,235,984 14,479,909 19,828,976 21,888,610 27,674,111 31,083,979 35,586,688 40,206,862
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
9,056,843 9,870,596 13,529,102 16,150,515 20,859,094 22,936,167 26,469,022 29,326,171
Operating Expenses 74.0% 68.2% 68.2% 73.8% 75.4% 73.8% 74.4% 72.9%
2,276,811 2,926,571 3,666,028 3,884,713 4,732,618 5,835,257 6,775,075 6,726,937
Rata‐rata 100.0% 72.6% Sumber : Analisis Hasil Operasi dan Keadaan Keuangan PT. Kwarsa Hexagon
18.6% 20.2% 18.5% 17.7% 17.1% 18.8% 19.0% 16.7% 18.3%
Net Income 721,026 928,776 2,167,984 1,444,392 1,524,663 1,726,889 2,104,611 3,160,281
5.9% 6.4% 10.9% 6.6% 5.5% 5.6% 5.9% 7.9% 6.8%
Pertumbuhan revenue PT. Kwarsa Hexagon selama 8 tahun terakhir rata‐rata sebesar 19,1% dan pertumbuhan profit rata‐rata sebesar 32,6%. Seiring dengan kenaikan harga dan inflasi tahunan, Biaya Langsung Proyek juga mengalami kenaikan rata‐rata 18,9% per tahun, serta Kenaikan Biaya Operasional (Operating Expenses) rata‐rata sebesar 17,4% per tahun. Operating expenses terdiri dari biaya‐biaya tidak langsung proyek, seperti biaya personalia dan biaya eksploitasi kantor. Pada Tabel 1.4. disajikan pertumbuhan revenue dan net income PT. Kwarsa Hexagon perioda usaha tahun 2001‐2008. 24
Tabel 1.4.
Pertumbuhan Revenue dan Net Income PT. Kwarsa Hexagon dalam Rp 000,‐ Cost Structure
FISCAL YEAR
Revenue
Project Direct Cost
31‐Mar
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
12,235,984 14,479,909 19,828,976 21,888,610 27,674,111 31,083,979 35,586,688 40,206,862
20.8% 18.3% 36.9% 10.4% 26.4% 12.3% 14.5% 13.0%
9,056,843 9,870,596 13,529,102 16,150,515 20,859,094 22,936,167 26,469,022 29,326,171
Operating Expenses 20.3% 9.0% 37.1% 19.4% 29.2% 10.0% 15.4% 10.8%
2,276,811 2,926,571 3,666,028 3,884,713 4,732,618 5,835,257 6,775,075 6,726,937
Rata‐rata Growth rate 19.1% 18.9% Sumber : Analisis Hasil Operasi dan Keadaan Keuangan PT. Kwarsa Hexagon
Net Income
18.8% 28.5% 25.3% 6.0% 21.8% 23.3% 16.1% ‐0.7%
721,026 928,776 2,167,984 1,444,392 1,524,663 1,726,889 2,104,611 3,160,281
17.4%
41.3% 28.8% 133.4% ‐33.4% 5.6% 13.3% 21.9% 50.2% 32.6%
Total asset PT. Kwarsa Hexagon selama tahun 2001‐2008 tumbuh rata‐rata sebesar 21,5% pertahun, meskipun jika dilihat dari pergerakan pertumbuhan asetnya memperlihatkan kondisi fluktuatif, akibat fluktuasi pada current assets dalam kelompok highly liquid assets yang disebabkan oleh derasnya arus deposito bank. Sementara itu, equity tumbuh rata‐rata sebesar 16,3%. Pada Gambar 1.4. dan Tabel 1.5. disajikan profil asset dan equity PT. Kwarsa Hexagon dari tahun 2001‐2008.
Profil Pertumbuhan Aset PT. KWARSA HEXAGON dalam Rp 000,‐
30,000,000 25,000,000 20,000,000 15,000,000 10,000,000 5,000,000 ‐ 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun Assets
Liabilities
Equity
Sumber: Data Tabel 1.5.
Gambar 1.4. Profil Aset PT. Kwarsa Hexagon 25
Tabel 1.5.
Profil Aset dan Equity PT. Kwarsa Hexagon in Rp 000,‐
FISCAL YEAR 31‐Mar
Total Assets
ASSETS Highly Liquid Assets
Current Assets
Fixed Assets
2001 11,517,896 6,785,977 10,133,525 1,384,371 2002 23,458,215 103.7% 12,142,970 22,200,328 1,257,887 2003 14,174,168 ‐39.6% 8,524,843 11,718,431 2,455,736 2004 19,297,680 36.1% 10,381,441 15,675,597 3,622,083 2005 20,997,789 8.8% 11,266,025 17,485,830 3,511,959 2006 16,128,728 ‐23.2% 7,277,499 12,870,446 3,258,283 2007 25,256,983 56.6% 11,657,523 22,205,104 3,051,879 2008 27,205,581 7.7% 15,080,706 24,194,257 3,011,325 Rata‐rata 21.5% Sumber : Analisis Hasil Operasi dan Keadaan Keuangan PT. Kwarsa Hexagon
Total Liabilities 8,150,237 19,516,391 8,582,215 13,167,223 14,456,727 9,563,235 17,629,112 17,879,478
Equity
3,367,659 3,941,825 5,591,953 6,130,457 6,541,062 6,565,493 7,627,871 9,326,103
17.0% 41.9% 9.6% 6.7% 0.4% 16.2% 22.3% 16.3%
Jumlah saham PT. Kwarsa Hexagon secara keseluruhan 55 lembar dengan harga pari nominal sebesar Rp 2.500.000 per lembar saham, dimana 3 lembar saham diantaranya berada pada status treasury stock yang diperuntukan sebagai cadangan bagi anggota Board of Management yang mampu menduduki posisi Direktur. Indikator kinerja bisnis PT. Kwarsa Hexagon dapat diperhatikan dari Financial Ratio selama tahun 2002‐2008, sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.6. Financial ratio yang dikur meliputi : •
Liquidity Ratio; untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban‐kewajiban jangka pendeknya atau kebutuhan tunai secara tiba‐tiba (di luar rencana)
•
Profitability Ratio; untuk mengukur tingkat keberhasil perusahaan dalam mencapai income pada periode tertentu
•
Solvency Ratio; untuk mengukur kemampuan survival perusahaan dalam jangka panjang
26
Liquidity Ratio yang diukur meliputi Current Ratio dan Acid‐test Ratio. Profitability Ratio meliputi Profit Margin; Return on Assets (ROA); Assets Turnover; Return on Equity (ROE); Earnings per Share (EPS); dan Price‐Earnings Ratio. Sementara Solvency Ratio meliputi Debt to Total Assets Ratio. Tabel 1.6. Financial Ratios dan Perkembangan Market Price per Share PT. Kwarsa Hexagon FISCAL YEAR 31‐Mar
Current Ratio
Acid‐test (Quick)
Return on Assets
FINANCIAL RATIOS Assets Debt to Return on Profit Turnover Total Assets Equity Margin
EPS
Price‐ Earnings
(Rp 000)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
1.14 1.37 1.19 1.21 1.35 1.26 1.35
0.62 0.99 0.79 0.78 0.76 0.66 0.84
5.31% 11.52% 8.63% 7.57% 9.30% 10.17% 12.05%
0.83 1.05 1.31 1.37 1.67 0.33 1.53
83.20% 60.55% 68.23% 68.85% 59.29% 69.80% 65.72%
25.41% 6.41% 18,575.53 2.21 45.48% 10.93% 42,509.49 1.08 24.64% 6.60% 27,252.67 1.91 24.06% 5.51% 28,498.38 2.14 26.35% 5.56% 35,242.63 1.87 29.66% 5.91% 43,846.07 1.73 37.28% 7.86% 61,364.68 1.25
Market Price per Share of Stock (Rp 000,‐)
41,000 46,000 52,000 61,000 66,000 76,000 77,000
Sumber : Analisis Hasil Operasi dan Keadaan Keuangan PT. Kwarsa Hexagon
Current Ratio pada tahun 2008 sebesar 1,35 artinya setiap Rp 1,‐ kewajiban‐ kewajiban jangka pendek Perusahaan dijamin dengan Rp 1,35. Acid‐test Ratio sebesar 0,84 pada tahun 2008, artinya harta paling liquid Perusahaan dapat melunasi seketika 84% dari jumlah kewajiban hutangnya. Return on Assets (ROA) pada tahun 2008 sebesar 12,05% artinya setiap Rp 100 Total Aset menghasilkan Rp 12,05 Profit (Net Income). Pada tahun 2008 Assets Turnover sebesar 1,53, artinya setiap Rp 1,‐ investasi di aset, menghasilkan revenue Rp 1,53. Return on Equity (ROE) pada tahun 2008 sebesar 37,28%, artinya setiap Rp 100 Equity telah menghasilkan profit (net income) sebesar Rp 37,28 atau dengan perkataan lain rate of return dari equity adalah sebesar 37,28%. Eearnings per Share (EPS) pada tahun 2008 sebesar Rp 61,36 juta, artinya setiap lembar saham menghasilkan net income sebesar Rp 61,36 juta. Price‐Earnings Ratio sebesar 1,25 pada tahun 2008, artinya setiap Rp 1,‐ dari EPS telah menghasil harga saham (Market Price) sebesar Rp 1,25. Rasio Debt to Total Assets pada tahun 65,72%, artinya 65,75% dari Total Assets Perusahaan bersumber dari kewajiban‐kewajiban perusahaan (Libilities). 27
Aspek Sumberdaya Manusia Skill dan Comptency Jumlah personil PT. Kwarsa Hexagon pada bulan Maret 2008 sebesar 277 personil, terdiri dari 103 personil berstatus karyawan tetap dan 174 personil berstatus karyawan kontrak berbasis proyek. Berdasarkan kelompok skill dan kompetensinya, 277 personil tersebut terdiri dari : •
Dewan Direksi : 3 orang
•
Engineering : 219 orang
•
Keuangan : 8 orang
•
Administrasi Umum : 47 orang
Knowledge Sumberdaya manusia PT. Kwarsa Hexagon yang memiliki keragaman pengetahuan engineering merupakan kekuatan tersendiri. Kepemilikan database Perusahaan terutama yang berkaitan dengan data engineering telah menjadi kekuatan dalam melakukan peningkatan kompetensi para personil engineeringnya. Berbagai data primer yang dihasilkan dari layanan survey dan investigasi topografi dan geologi, hidrologi, dan lingkungan hidup yang dimiliki PT. Kwarsa Hexagon mampu meningkatkan produktivitas perusahaan.
28
1.4.
Rencana Strategis PT. Kwarsa Hexagon
1.4.1. Rencana Induk PT. Kwarsa Hexagon PT. Kwarsa Hexagon telah memiliki Rencana Induk Perusahaan yang disusun dalam program Tahapan Lima Tahunan (TLT). Pada November 2006, PT. Kwarsa Hexagon telah menetapkan 4 (empat) Tahapan Lima Tahunan (TLT), yang dikelompokkan mulai periode Tahun Usaha 2002/2003 – 2006/2007 sampai dengan Tahun Usaha 2017/2018 – 2021/2022. Rencana Induk Perusahaan tersebut mempedomani Misi dan Visi PT. Kwarsa Hexagon, dimana, Visi : Menjadi Perusahaan Layanan Solusi Pembangunan Unggulan Regional Misi : Menjawab Tantangan Pembangunan di Bidang Energi, Infrastruktur, Informatika, Pertanian dan Lingkungan Hidup Secara Bermartabat
29
Sasaran‐sasaran antara yang harus dicapai di sepanjang jalur periode 20 tahun ke depan dirancang secara bertahap dan terjadwal dalam program 4 Tahapan Lima Tahunan, yaitu : 1. Tahapan Lima Tahunan Kesatu : a. Periode Tahun Usaha 2002/2003 sampai dengan 2006/2007 b. Tahapan perkuatan fondasi dan konsolidasi pengembangan PT. Kwarsa Hexagon ke depan c. Bidang Usaha : Jasa Konsultan d. Pangsa Pasar Utama : 2 Instansi Pemerintah e. Geografis Pasar : Dalam Negeri f. Organisasi : 2 Unit Usaha, 8 Unit Kerja
2. Tahapan Lima Tahunan Kedua: a. b. c. d. e. f.
Periode Tahun Usaha 2007/2008 sampai dengan 2011/2012 Tahapan pemantapan pengembangan PT. Kwarsa Hexagon Bidang Usaha : Jasa Konsultan dan Pengembang (Developer) Pangsa Pasar Utama : lebih dari 4 Instansi Pemerintah Pangsa Pasar : Dalam Negeri Organisasi : 3 – 4 Unit Usaha dan 9 – 10 Unit Kerja
3. Tahapan Lima Tahunan Ketiga: a. b. c. d. e. f.
Periode Tahun Usaha 2012/2013 sampai dengan 2016/2017 Tahapan regionalisasi PT. Kwarsa Hexagon Bidang Usaha : Jasa Konsultan, Pengembang dan Investasi Pangsa Pasar Utama : lebih dari 5 Instansi atau Klien Utama Geografis Pasar : Dalam dan Luar Negeri Organisasi : 4 – 6 Unit Usaha dan 12 – 14 Unit Kerja
4. Tahapan Lima Tahunan Keempat: a. b. c. d. e. f.
Periode 2017/2018 sampai dengan 2021/2022 Tahapan pemantapan citra perusahaan PT. Kwarsa Hexagon Bidang Usaha : Jasa Konsultan, Pengembang dan Investasi Pangsa Pasar Utama : lebih dari 6 Instansi atau Klien Utama Geografis Pasar : Dalam dan Luar Negeri Organisasi : 7 – 9 Unit Usaha dan 15 – 18 Unit Kerja
30
1.4.2. Model Pengembangan PT. Kwarsa Hexagon PT. Kwarsa Hexagon dirancang untuk dikembangkan secara bertahap, dari Perusahaan Jasa Konsultan di bidang Pengembangan Energi, Infrastruktur, Teknologi Informasi, Pertanian, serta Lingkungan Hidup, menjadi Perusahaan Jasa Konsultan berskala besar sekaligus sebagai Pengembang (developer) dan Investor di sektor Energi, Infrastruktur, Teknologi Informasi, Pertanian, Lingkungan Hidup, dan Sektor Keuangan. Model pengembangan tersebut ditempuh melalui upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pangsa pasar Perusahaan di bidang jasa konsultan, diikuti dengan kegiatan memasuki peluang bisnis baru di bidang Pengembang (developer), diawali dengan usaha perolehan proyek‐proyek EPC (Engineering, Procurement & Construction) di sektor infrastruktur, sebagai bekal untuk memasuki tahap berikutnya di bidang investasi. Untuk memfasilitasi rancangan pengembangan tersebut, bentuk dan fungsi Organisasi Perusahaan, termasuk di dalamnya penyesuaian tingkat kompetensi personil, sistem informasi dan koordinasi dari semua komponen organisasi, perlu diselaraskan terhadap jenis tuntutan penugasan yang sedang dan akan dihadapi. Penetapan perubahan dan penyesuaiannya dibuat secara berkala, baik setiap Tahun Usaha maupun setiap Tahapan Lima Tahunan. Sejalan dengan penerapan program pengembangan Perusahaan, setiap Unit Kerja disiapkan dan diberi kesempatan yang sama untuk berkembang secara bertahap menjadi Unit Usaha baru, sesuai peluang yang tersedia dan produktivitas masing‐masing Unit Kerja. 31
Setiap personil Perusahaan di setiap Unit Kerja disediakan fasilitas pendidikan dan pelatihan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, sesuai prestasi kinerja personil dan diselaraskan terhadap kebutuhan pengembangan Perusahaan. Setiap personil Perusahaan dilibatkan dalam seluruh tahapan proses produksi Perusahaan, proses pengambilan keputusan sesuai bidang penugasannya dan didorong untuk meningkatkan inovasi dan kreativitas individual secara berkelanjutan. Setiap personil Perusahaan dituntut untuk memiliki kemampuan multi‐tasking secara profesional. 1.4.3.
Pengembangan Bisnis Baru
Sejalan dengan Tahapan Lima Tahunan ‐ Kedua PT. Kwarsa Hexagon (Tahun Usaha 2007/2008 sampai dengan 2011/2012), bidang usaha Perusahaan akan dikembangkan tidak saja pada Jasa Konsultan yang selama ini menjadi bidang usaha inti, juga menjadi Pengembang (developer) dan Investor pada sektor‐sektor sesuai dengan knowledge Perusahaan. Salah satu sektor bisnis baru dalam bidang usaha Pengembang dan Investasi yang sedang dalam proses studi kelayakan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) dengan kapasitas pembangkitan rencana 2 x 4,8 MW (megawatt) di desa Giri Mukti, Kabupaten Cianjur. PLTM Girimukti ini akan dibangun dan dioperasikan oleh PT. Giri Mukti, yaitu Strategic Business Unit (SBU) yang dimiliki oleh PT. Kwarsa Hexagon. Energi Listrik yang dibangkitkan melalui PLTM Girimukti akan dijual kepada PT. PLN dengan mekanisme Power Purchase Agreement (PPA) antara PT. Girimukti dengan PT. PLN, untuk memberikan pasokan listrik bagi sebagian wilayah Sukabumi. 32
Selain mengembangkan bidang usaha baru sebagai Pengembang dan Investor pada PLTM Girimukti, Perusahaan PT. Kwarsa Hexagon juga sedang menjajagi kemungkinan untuk menjadi pengembang dan investor di bidang usaha industri manufaktur pupuk organik berbahan baku sampah kota. 1.5.
Isu Bisnis Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah
1.5.1. Isu Kebutuhan Pupuk Organik Kelangkaan pupuk secara nasional yang akhir‐akhir ini dialami oleh para petani tanaman pangan dan perkebunan akibat menurunya produksi pupuk kimia dari para industri pupuk kimia dalam negeri, telah memberikan pelambatan terhadap pertumbuhan sektor pertanian dan perkebunan. Pertumbuhan GDP untuk subsektor tanaman pangan menunjukkan penurunan, dimana pada tahun 2003 sebesar 3,6%, tahun 2004 menjadi 2,9%, dan pada tahun 2005 2,6%. Demikian juga halnya dengan pertumbuhan di subsektor perkebunan, dimana pada tahun 2003 sebesar 4,4%, turun pada tahun 2004 menjadi 0,4%, mesikupun pulih pada tahun 2005 sebesar 2,5% namun masih di bawah angka pertumbuhan tahun 2003. Penurunan GDP sektor tanaman pangan dan perkebunan tersebut, diakibatkan oleh menurunnya produktivitas akibat kelangkaan pupuk. Menurunnya produksi pupuk kimia yang meliputi Urea, SP‐36, ZA, dan NPK diakibatkan oleh kelangkaan gas alam cair (LNG) sebagai bahan baku merupakan faktor utama penyebab kelangkaan pupuk secara nasional. Didorong dengan adanya kampanye global dalam penggunaan produk‐ produk pangan, sayur dan buah‐buahan ‘organik’, dan didesak kesulitan para industri pupuk kimia dalam memperoleh gas alam cair (LNG) sebagai bahan baku 33
pupuk kimia (urea, SP‐36, ZA, dan NPK), sehingga mengakibatkan kelangkaan pupuk secara nasional. Menyikapi kelangkaan pupuk secara nasional ini, maka Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penting dalam mendorong produksi dan penggunaan pupuk organik Peraturan Menteri Pertanian No. 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tertanggal 28 Desember 2007 yang menetapkan untuk mengalokasikan subsidi pupuk organik bagi subsektor tanaman pangan sebesar 345 ribu ton di tahun 2008 ini. Industri pupuk nasional yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk memproduksi pupuk organik bersubsidi tersebut adalah PT. Petrokimia Gresik sebesar 300 ribu ton, PT. Pupuk Kalimantan Timur sebesar 25 ribu ton, PT. Pupuk Sriwijaya dan PT. Pupuk Kujang masing‐masing sebayak 10 ribu ton. Sementara itu, Harga Eceran Tertinggi (HET) subsidi yang ditetapkan dalam Permentan tersebut adalah Rp 1.000/kg yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2008. PT. Petrokimia Gresik telah menjadi pelopor dalam manufaktur pupuk organik skala industri yang diberi merk Petroganik. Kapasitas pupuk organik yang dapat diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik, masih tergolong rendah, yaitu 3.000 ton/tahun, atau hanya 1% dari kebutuhan pupuk organik tahun 2008 yang dicanangkan Pemerintah.
34
1.5.2. Ketersediaan Teknologi Proses Pupuk Organik Komponen proses utama dalam pembuatan pupuk organik pada prinsipnya hanya terdapat 2 (dua) komponen, yakni komponen digester (fermentasi bahan yang mengandung senyawa organik menjadi zat organik) dalam waktu yang sesingkat mungkin dan komponen lainnya adalah granulasi (pelletizing) untuk membentuk zat organik dimaksud dalam bentuk butiran‐butiran kering. Prinsip dasar dari teknologi biodegradasi secara cepat adalah proses dekomposisi senyawa organic dengan memanfaatkan bakteri termofilik (thermophilic bacteria) untuk menguraikan bahan‐bahan organik menjadi zat‐ zat organik dalam kondisi beroksigen (aerobic), yang dikenal dengan proses aerobic digestion. Teknologi aerobic digestion secara trademark telah diaplikasikan di berbagai negara maju, seperti yang diproduksi oleh Fuchs (Jerman) dengan trademark ATAD (Autoheated Thermophilic Aerobic Digestion) dan AMAD (Autoheated Mesophilic Aerobic Digestion). Faktor yang membedakan antara teknologi ATAD dan AMAD adalah bahan organik yang akan didegradasi dan jenis bakterinya. Teknologi ATAD digunakan untuk menguraikan bahan‐bahan organik yang berasal dari lumpur air limbah dan sampah, dimana jenis bakteri yang digunakan adalah thermophilic bacteria (jenis bakteri yang berkembang optimum pada temperature 50oC – 80oC). Sedangkan teknologi AMAD digunakan untuk menguraikan bahan‐bahan organik dari kotoran hewan, dengan jenis bakteri yang ditanam adalah bakteri mesofilik (mesophilic bacteria, yakni jenis bakteri yang berkembang secara optimum pada termperatur 37oC). Trademark teknologi aerobic digestion lainnya adalah EATAD (Enhanced Autogenous Thermophilic Aerobic Digestion) seperti yang dimiliki oleh IBR 35
(International Bio Recovery), [http://www.ibrcorp.com], Canada, dengan prinsip proses yang sama dengan ATAD Fuchs. Pupuk organik Petroganik yang diproduksi oleh PT. Petrokimia Gresik, dengan paten teknologi Mixtro, sebagai proses digestion dan bahan baku yang digunakan adalah kotoran hewan dan limbah tebu pabrik gula (dikenal di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan istilah: blothong). Melalui aplikasi teknologi proses digestion secara aerobic yang menggunakan bakteri termofilik, maka proses penguraian bahan organik menjadi zat organik hanya membutuhkan waktu 3 – 5 hari saja. Hal ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan proses composting yang membutuhkan waktu 6 – 10 minggu. Sehingga aplikasi teknologi proses digestion secara aerobic sangat memberi peluang terhadap pembuatan pupuk organik berskala industri manufaktur. 1.5.3. Ketersediaan Bahan Organik sebagai Bahan Baku Pupuk Dibandingkan dengan kotoran hewan dan bahan organik lainnya sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk organik, sampah kota lebih dapat diandalkan dari aspek kuantitas sebagai bahan baku. Karkteristik sampah kota, sebagai contoh kasus kota Bandung dengan timbulan sebesar 750 ton/hari atau yang terangkut sebesar 500 ton/hari dan kandungan bahan organik sebanyak 42% dan 27% sisa makanan memiliki potensi besar sebagai bahan baku pupuk organik. Berdasarkan data sampah kota Bandung tersebut, artinya 69% atau 345 ton/hari dari jumlah sampah yang terangkut di kota Bandung sangat handal sebagai bahan baku pupuk organik dengan menerapkan teknologi proses Aerated Digestion menggunakan bakteri termofilik. 36
1.5.4. Potensi Industri Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah Kota Faktor‐faktor kunci yang dapat menjadi peluang terhadap isu kebutuhan pupuk organik yang meliputi : • Kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas subsektor tanaman pangan dan perkebunan yang merupakan kontributor GDP sebesar 8,3% pada tahun 2006; • Kelangkaan pupuk akibat menurunnya produksi pupuk kimia oleh para industri pupuk nasional; • Kebutuhan pupuk organik berdasarkan rencana definitif Pemerintah pada tahun 2008 sebesar 300.000 ton sesuai Peraturan Menteri Pertanian RI No. 76/Permentan/O.T.140/12/2007 tertanggal 28 Desember 2007; • Industri pupuk organik berskala nasional hanya PT. Petrokimia Gresik, yang memiliki kapasitas produksi 3.000 ton per tahun atau 1% dari kebutuhan Pemerintah; • Ketersediaan teknologi thermophilic digestion yang dapat mempercepat proses dekomposisi sampah menjadi pupuk organik; • Permasalahan yang dihadapi oleh kota‐kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, dan Palembang dalam menentukan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Memperhatikan faktor‐faktor kunci isu kebutuhan pupuk organik tersebut di atas, dan sejalan dengan strategi pengembangan Perusahaan, PT. Kwarsa Hexagon merencanakan untuk melakukan penilaian awal (study) terhadap kemungkinan (feasibility) menjadikan Industri Manufaktur Pupuk Organik Berbahan Baku Sampah sebagai upaya dalam mewujudkan Rencana Induk Usaha, sesuai amanat Rencana Usaha PT. Kwarsa Hexagon yang telah ditetapkan.
37
38