BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pola Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun memengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak semua orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya (Winardi, 2001). Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakn dalam suatu organisasi. Seorang yang secara resmi diangkat menjadi seorang kepala suatu kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak diwariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karakteristik tertentu yang timbul pada situasi-situasi yang berbeda (Irawati, 2004). Menurut Glassman Edward, 1999 dalam Nursalam (2007) pola kepemimpinan adalah kemampuan yang digunakan untuk memengaruhi bawahan supaya sasaran orgasnisasional dapat dicapai. Pola kepemimpinan belum selalu apa yang diperkirakan tetapi adalah pola yang dipersepsikan oleh bawahannya.
Universitas Sumatera Utara
Pola kepemimpinan yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang menjadi kekuatanya dan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok yang dipimpin yaitu: kekuatan yang bersumber pada dirinya sendiri, kekuatan yang bersumber pada kelompok yang dipimpin dan situasi. Teori ini disebut dengan Continum Leadership yang dikemukakan oleh Tannenbaum, Weachter dan Massarik dalam Muninjaya (2004). Pola kepemimpinan diartikan sebagai suatu cara penampilan karakteristik atau tersendiri. Menurut Follet dalam Nursalam (2007), pola didefinisikan sebagai hak istimewa yang tersendiri dari ahli dengan hasil akhir yang dicapai tanpa menimbulkan isu sampingan. Sedangkan Gilles dalam Nursalam (2007) menyatakan bahwa pola kepemimpinan dapat diidentifikasi berdasarkan perilaku pemimpian itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun-tahun dan lama dalam kehidupannya oleh karena itu, kepribadian seseorang akan memengaruhi pola kepemimpinan yang digunakan. Pola kepemimpinan seseorang cenderung sangat bervariasi dan berbeda-beda. Pola kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam membawa dirinya sebagai pemimpin, cara berlagak dalam menggunakan kekuasaannya, misalnya pola kepemimpinan otoriter, demokratis, paternalistik (Rachmansyah, 2008). 2.1.2 Jenis Pola Kepemimpinan Menurut Para Ahli Terdapat beberapa pola kepemimpinan menurut para ahli yang dapat diterapkan dalam suatu organisasi, antara lain pola kepemimpinan menurut Tannenbau dan Schmitdt dalam Nursalam (2007). Pola kepemimpinan ini dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
melalui dua titik yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada bawahan. Pola tersebut dipengaruhi oleh faktor
manajer, faktor
karyawan, faktor situasi. Jika pemimpin memandang kepentingan organisasi harus didahulukan dibanding kepentingan individu, maka pemimpin akan otoriter, akan tetapi jika bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi, maka pemimpin dapat menerapkan pola partisipasinya (Nursalam, 2007). Pola kepemimpinan menurut teori X dan teori Y dikemukakan oleh Gregor dalam Muninjaya (2004). Teori ini menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat dikelompokkan dalam dua katub utama, yaitu sebagai : (a) Teori X mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekerjaan, kurang ambisi, tidak tanggungjawab, cenderung menolak perubahan dan lebih suka dipimpin daripada memimpin, dan (b) Teori Y mengasumsikan bahwa bawahan itu senang bekerja, bisa menerima tanggungjawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu berimajinasi, dan kreatif. Dari teori ini pola kepemimpinan dapat dibedakan 4 macam yaitu: (1) Pola kepemimpinan
Diktator.
Dilakukan
dengan
menimbulkan
ketakutan
serta
menggunakan ancaman dan hukuman, merupakan pelaksanaan teori X, (2) Pola kepemimpinan Autokratis. Segala keputusan di tangan pemimpin, pendapat dari bawahan tidak pernah dibenarkan. Pola ini juga merupakan pelaksanaan teori X, (3) Pola kepemimpinan Demokratis. Ada peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan secara musyawarah. Ini sesuai dengan teori Y, dan (4) Pola kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
Santai yaitu peran pemimpin tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada bawahan. ini sesuai dengan teori Y (Muninjaya, 2004). Pola kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard dalam Nursalam (2007), memiliki ciri-ciri yang meliputi : (1) Intruksi ditandai dengan : (a) Tinggi tugas dan rendah hubungan, (b) Komunikasi searah, (c) Pengambilan keputusan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat minimal, dan (d) Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifik serta mengawasi dengan ketat. (2) Konsultasi ditandai dengan : (a) Tinggi tugas dan tinggi hubungan, (b) Komunikasi dua arah, dan (c) Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar, bawahan diberi kesempatan untuk memberi masukan, dan menampung keluhan. (3) Partisipasi dengan ciri : (a) Tinggi hubungan tapi rendah tugas,
(b) Pemimpin dan bawahan bersama-sama memberi gagasan
dalam pengambilan keputusan. (4) Delegasi ditandai dengan : (a) Rendah hubungan dan rendah tugas dan (b) Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan. Menurut Lippits dan White dalam Nursalam (2007) terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu: (1) Otoriter, (2) Demokratis. adalah kemampuan dalam memengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan, dan (3) Liberal dan Laissez Faire adalah kemampuan memengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan dengan
Universitas Sumatera Utara
cara berbagai kegiatan dan pelaksanaannya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. Dasar model gaya kepemimpinan situasional adalah : (a) Kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), (b) Kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan) dan (c) Tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Nursalam, 2007).. Pola kepemimpinan berdasarkan kekuasaan dan wewenang menurut Gilles (2005) dibedakan menjadi 4 yaitu : (1) Otoriter : merupakan kepemimpinan berorientasi pada tugas dan pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment. (2) Demokratis : merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka, (3) Partisipatif : merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan keputusan akhir ada pada kelompok, dan (4) Bebas tindak : merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan
Universitas Sumatera Utara
koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pemimpin hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal (Nursalam, 2007). Sedangkan Lewin, Lippit dan White dalam Muninjaya (2004), menyebutkan bahwa pola perilaku kepemimpinan yang umum ada tiga sebutan umum untuk perilaku pemimpin : otokratik, demokratik, dan bebas/Laissez Faire. Riset telah membuktikan bahwa kebanyakan ciri kepemimpinan dalam pekerjaan masuk dalam dua jenis dasar perilaku tugas yang bersifat mengarahkan, komunikasi satu arah yang menjelaskan apa yang harus dikerjakan setiap orang, kapan dan bagaimana itu harus dikerjakan, dan perilaku hubungan yang bersifat mendukung, komunikasi dua rah termasuk mendengar tanpa mengkaji dan jenis pemberian semangat lain. Suatu pola kepemimpinan tidak pernah hanya terdiri dari salah satu komponen, tetapi kedua komponen, hanya saja beban setiap komponennya bisa berbeda. Pola kepemimpinan yang ideal menggunakan semua gaya yang ada sebaik mungkin. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentukan gaya apa digunakan (Timple, 2002). Hal ini memungkinkan peneliti untuk menggunakan teori pola kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard yang menggambarkan ada empat pola kepemimpinan yaitu (1) Mengarahkan, pola ini sama dengan pola otokrasi, (2) Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan, (3) Berpatisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan, (4) Berorientasi pada tugas,
Universitas Sumatera Utara
pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya (Rivai, 2009). Dasar pola kepemimpinan situasional adalah : kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan), tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Rivai, 2009). Pola kepemimpinan merupakan faktor penting dalam menentukan keefektifan. Pola mengacu pada pendekatan atau cara yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk memengaruhi perilaku orang lain dalam berbagai situasi. Pola kepemimpinan berhubungan dengan banyaknya kontrol atau kebebasan yang diberikan pada kelompok oleh manajer (Potter & Perry, 2005). Menurut Hersey dan Blanchard dalam menilai pola kepemimpinan efektif berdasarkan situasional penting diperhatikan adalah kompetensi yang dimiliki seorang manajer keperawatan yang terdiri dari kemampuan pengorganisasian, pengambilan keputusan dan perencanaan, hubungan masyarakat/komunikasi, anggaran, pengembangan, personaliti/perilaku, negosiasi (Nursalam, 2007). 2.1.3 Peranan Pemimpin di Organisasi Koteen dalam Trisnantoro (2005) menyatakan bahwa peran pemimpin saat ini yaitu sebagai, (1) arsitek penyusunan visi organisasi, (2) pembentuk budaya organisasi dari nilai-nilai yang ada, (3) pemimpin dalam mengembangkan manajemen strategis, (4) pengamat untuk memahami lingkungan, (5) penggerak penggalian
Universitas Sumatera Utara
sumber biaya, dan (6) penjamin mutu tinggi dalam kinerja. Di samping itu, apabila terjadi kemacetan dalam perkembangan organisasi seorang pemimpin harus berperan sebagai penggerak agar suasana kerja dapat bergairah untuk berubah. Pengembangan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada usaha direktur dan seluruh staf. Hal itu perlu disadari semua pihak. Dalam era lingkungan yang dinamis, bukan saatnya lagi para direktur menunggu petunjuk pelaksanaan dari atasan atau pemilik rumah sakit. Direktur rumah sakit saat ini harus memahami perkembangan lingkungan yang ada. Ia harus siap mendapat tekanan dari berbagai pihak, masyarakat, pemilik rumah sakit, pasien, dan staf di dalam rumah sakit itu sendiri. Akan tetapi ada pula direktur yang praktis menyerupai seorang kepala kantor. Ia tidak mempunyai pandangan mengenai masa depan dan tidak perduli pada perubahan lingkungan. Perlu dicermati bahwa kemampuan berpikir, menafsirkan perubahan lingkungan, dan bertindak sebagai arsitek penyusunan visi memang bukan dari budaya kerja pegawai negeri (Trisnantoro, 2005). Pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai bekerja seluruh staf rumah sakit perlu muncul dalam pikiran direktur. Hal ini kemudian digunakan untuk menggalang kultur organisasi rumah sakit. Peran ini membutuhkan ketrampilan khusus, terutama komunikasi interpersonal. (Trisnantoro, 2005).
2.2 Perawat Pengertian dasar seorang perawat, yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit, injuri
Universitas Sumatera Utara
dan proses penuaan. Perawat profesional adalah perawat yang bertanggungjawab dan berwenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya, sesuai dengan kewenangannya (Depkes RI, 2002). 2.2.1 Keperawatan sebagai Profesi Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan dimana dalam menentukan tindakannya didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki ketrampilan yang jelas dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai otonomi dalam kewenangan dan tanggungjawab dalam tindakan serta adanya kode etik dalam bekerjanya kemudian juga berorientasi pada pelayanan dengan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2010). Lokakarya keperawatan tahun 1983 dalam Hidayat (2010) menyatakan keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan biopsikososial dan spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. 2.2.2 Peran Perawat Lokakarya keperawatan 1983 dalam Gaffar (2000) membagi empat peran keperawatan diantaranya : a. Peran pelaksana
Universitas Sumatera Utara
Peran ini dikenal dengan istilah care giver. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. b. Peran sebagai pendidik Sebagai pendidik atau health educator, perawat berperan mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang berada di bawah tanggungjawabnya. Peran ini dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun bentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga kesehatan lain. c. Peran sebagai pengelola Dalam hal ini perawat mempunyai peran dan tanggungjawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada di bawah tanggungjawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau
dan
menjamin
kualitas/pelayanan
keperawatan
serta
mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. d. Peran sebagai peneliti Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan mempu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapakan prinsip dan metode
Universitas Sumatera Utara
penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. 2.2.3 Proses Keperawatan Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan dilakukan serta mengevaluasi asuhan yang telah diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada setiap tahap saling terjadi ketergantungan dan saling berhubungan (Hidayat, 2010). Dalam proses keperawatan, ada lima tahap di mana tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berhubungan. Tahap-tahap ini secara bersama-sama membentuk lingkaran pemikiran dan tindakan yang kontinu, yang mengulangi kembali kontak dengan pasien. Tahap-tahap dalam proses keperawatan tersebut adalah sebagai berikut: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi (Nursalam, 2007). Kelima langkah tersebut dapat dijadikan pedoman dalam mencapai tujuan keperawatan yaitu: meningkatkan, mempertahankan kesehatan atau membuat pasien mencapai kematian dengan tenang pada pasien terminal, serta memungkinkan pasien atau keluarga dapat mengatur kesehatannya sendiri menjadi lebih baik (Wardah, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Keperawatan Tim Keperawatan tim dikembangkan pada tahun 1950-an dalam upaya untuk mengurangi masalah yang berkaitan dengan pengaturan fungsional asuhan pasien. Dalam keperawatan tim, petugas bantuan bekerjasama dalam memberikan asuhan kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional. Asuhan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah petugas bantuan relatif banyak. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional. Keperawatan tim biasanya diasosiasikan dengan kepemimpinan demokratis. Anggota kelompok diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama. Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik membuat pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang besar di pihak anggota tim (Huston dan Marquis, 2010) Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Kelebihannya dari sistem metode tim adalah memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim (Nursalam, 2007). Kelemahannya dari metode tim adalah komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk konferensi memerlukan waktu, sehingga pada situasi yang sibuk akan ditiadakan atau dilakukan yang dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar anggota terganggu dan akhirnya menghambat kelancaran tugas (Suyanto, 2009). Konsep metode tim terdiri dari beberapa poin penting yaitu; (1) Ketua tim sebagai
perawat
profesional
harus
mampu
menggunakan
berbagai
teknik
kepemimpinan, (2) Pentingnya komunikasi yang efektif agar komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana keperawatan terjamin, (3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim, (4) Peran kepala ruang penting dalam model tim. Model tim akan berhasil baik bila didukung oleh kepala ruang (Nursalam, 2007). 2.2.5 Uraian Tugas pada Metode Tim Dalam metode tim tanggung jawab anggota tim adalah (1) Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah tanggung jawabnya, (2) Kerjasama dengan anggota tim dan antar tim, (3) Memberikan laporan (Suyanto,2009). Sementara tanggung jawab ketua tim adalah (1) Membuat perencanaan, (2) Membuat penugasan,supervisi dan evaluasi, (3) Mengenal/mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai tingkat kebutuhan pasien, (4) Mengembangkan kemampuan anggota, (5) Menyelenggarakan konferensi (Nursalam, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tanggung jawab kepala ruang dibagi dalam berbagai urutan dimulai dari perencanaan yaitu (1) Menunjukkan ketua tim akan bertugas di ruangan masingmasing, (2) Mengikuti serah terima pasien di shift sebelumnya, (3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan klien: gawat, transisi, dan persiapan pulang bersama ketua tim, (4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan
klien
bersama
ketua
tim,
mengatur
penugasan/penjadwalan,
(5) Merencanakan strategi pelaksaan asuhan keperawatan, (6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi, tindakan medis yang dilakukan, program pengobatan dan mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien, (7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan dengan cara membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan, membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan keperawatan, mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah,memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang baru masuk, (8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri, (9) Membantu membimbing terhadap peserta didik keperawatan, (10) Menjaga terwujudnya visi dan misi keperawatan dan rumah sakit (Nursalam, 2007). Diikuti langkah selanjutnya yaitu pengorganisasian dimana kepala ruang mempunyai tanggung jawab (1) Merumuskan metode penugasan yang digunakan, (2) Merumuskan tujuan metode penugasan, (3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas, (4) Membuat rentang kendali kepala ruangan membawahi 2 ketua tim dan ketua tim membawahi 2-3 perawat, (5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan : membuat proses dinas, mengatur tenaga yang ada setiap hari
Universitas Sumatera Utara
dan lain-lain, (6) Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan, (7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktik, (8) Mendelegasikan tugas saat kepala ruang tidak berada di tempat, kepada ketua tim, (9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus administrasi pasien, (10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya, (11) Identifikasi masalah dan cara penanganan. Langkah berikutnya pengarahan dimana kepala ruangan memiliki tanggung jawab
(1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim, (2) Memberi
pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas dengan baik, (3) Memberi motivasi
dalam
peningkatan
pengetahuan,
ketrampilan
dan
sikap,
(4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien, (5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan, (6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya, (7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain. Tahapan
terakhir
adalah
pengawasan
dimana
kepala
ruangan
melaksanakannya (1) Melalui komunikasi : mengawasi dan berkomunikasi langsung dengan ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, (2) Melalui supervisi : (a) Pengawasan langsung melalui inspeksi mengamati
sendiri
atau
melalui
laporan
langsung
secara
lisan
dan
memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada saat itu juga, (b) Pengawasan tidak langsung yaitu mengecek daftar hadir ketua tim juga membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta catatan yang dibuat selama dan dan sesudah proses keperawatan dilaksanakan (didokumentasikan), mendengar laporan
Universitas Sumatera Utara
ketua tim tentang pelaksanaan tugas, (c) Evaluasi, (d) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim, (f) Audit keperawatan. 2.2.6
Shift Kerja dalam Metode Tim
2.2.6.1 Karakteristik dan Kriteria Shift Kerja Menurut Nurmianto (2008) Shift kerja mempunyai dua macam bentuk , yaitu shift berputar (rotation) dan shift tetap (permanent). Dalam merancang perputaran shift ada dua macam yang harus diperhatikan: a.
Kekurangan istirahat atau tidur hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan.
b.
Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial. Knauth (1988) dalam Nurmianto (2008) dalam jurnalnya yang berjudul The
Design of Shift Systems mengemukakan bahwa terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan dalam shift kerja, antara lain jenis shift (pagi, siang, malam), panjang waktu tiap shift, waktu dimulai dan diakhiri satu shift,distribusi waktu istirahat dan arah transisi shift. Nurmianto (2008) menyatakan ada lima kriteria dalam mendesain suatu shift kerja, antara lain: a.
Setidaknya ada jarak 11 jam antara permulaan dua shift yang berurutan
b.
Seseorang pekerja tidak boleh bekerja lebih dari tujuh hari berturut-turut (seharusnya lima hari kerja, dua hari libur)
Universitas Sumatera Utara
c.
Sediakan libur akhir pekan (setidaknya dua hari)
d.
Rotasi shift mengikuti matahari
e.
Buat jadwal sederhana dan mudah diingat.
2.2.6.2 Sistem Shift Kerja Ada beberapa jenis sistem shift kerja yang dikenal perusahaan. Merancang perputaran shift tidak bisa dilakukan sembarangan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dan diingat, seperti yang dikemukakan oleh Pribadi (1998) dalam Nurmianto (2008) yaitu: (a) Kekurangan tidur atau istirahat hendaknya ditekan sekecil mungkin sehingga dapat meminimumkan kelelahan, (b) Sediakan waktu sebanyak mungkin untuk kehidupan keluarga dan kontak sosial. Pembuatan jadwal shift kerja tidak bisa mengabaikan aspek-aspek yang memengaruhinya. Granjeand (1986) dalam Nurmianto (2008) mengemukakan teori Schwartzenau yang menyebutkan ada beberapa saran yang harus diperhatikan dalam penyusunan shift kerja, yaitu: a.
Pekerja shift malam sebaiknya berumur antara 25 – 50 tahun
b.
Pekerja yang cenderung punya penyakit di perut dan usus, serta yang punya emosi tidak stabil disarankan untuk tidak ditempatkan di shift malam.
c.
Yang tinggal jauh ditempat kerja atau yang berada di lingkungan yang ramai tidak dapat bekerja malam.
d.
Sistem shift tiga rotasi biasanya berganti pada pukul 6 – 14 – 22, lebih baik diganti pada pukul 7 – 15 – 23 atau 8 – 16 – 24.
Universitas Sumatera Utara
e.
Rotasi pendek lebih baik daripada rotasi panjang dan harus dihindarkan kerja malam secara terus menerus.
f.
Rotasi yang baik 2 – 2 – 2 (metropolitan pola) atau 2 – 2 – 3 (continental pola).
g.
Kerja malam tiga hari berturut-turut harus segera diikuti istirahat paling sedikit 24 jam.
h.
Perencanaan shift meliputi akhir pekan dengan dua hari libur berurutan.
i.
Tiap shift terdiri dari satu kali istirahat yang cukup untuk makan.
2.2.7. Komunikasi dalam Metode Tim 2.2.7.1 Pengertian Komunikasi Menurut Sopiah (2008) komunikasi didefinisikan sebagai penyampaian atau pertukaran informasi dari pengirim kepada penerima, baik secara lisan, tertulis maupun menggunakan alat komunikasi. Sedangkan menurut Azriel Winnett (2004 dalam Liliweri 2006) komunikasi adalah segala aktivitas interaksi manusia yang bersifat human relationships disertai dengan peralihan sejumlah fakta. Definisi lain tentang komunikasi dari Karlfried Knapp (2003 dalam Liliweri 2006) komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakan simbol linguistik, seperti sistem simbol verbal (kata-kata), verbal dan non-verbal. Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap muka atau melalui media lain (tulisan, oral dan visual). Pentingnya komunikasi dalam hubungannya dengan pekerjaan ditujukan oleh banyaknya waktu yang dipergunakan untuk berkomunikasi dalam pekerjaan. Suatu studi menemukan bahwa pekerja bagian produksi melakukan komunikasi antara 16
Universitas Sumatera Utara
sampai 46 kali dalam satu jam. Hal ini berarti mereka berkomunikasi setiap satu sampai empat menit. Manajer tingkat bawah menggunakan waktu berkisar antara 20 sampai 50 persen untuk berkomunikasi secara verbal atau lisan, sedangkan waktu yang dipergunakan manajer tingkat menengah dan atas untuk berkomunikasi lebih banyak lagi, yaitu berkisar antara 29 sampai 64 persen. Dan 84 persen komunikasi dilakukan dalam bentuk verbal, baik berhadapan langsung maupun melalui telepon. 2.2.7.2 Fungsi Komunikasi Menurut Sopiah (2008), ada empat fungsi komunikasi yaitu: a.
Komunikasi berfungsi sebagai pengendali perilaku anggota. Fungsi ini berjalan jika pegawai diwajibkan untuk menyampaikan keluhan terkait dengan pelaksanaan tugas kewajiban pegawai itu dalam perusahaan.
b.
Komunikasi berfungsi untuk membangkitkan motivasi pegawai. Fungsi ini berjalan ketika manajer ingin meningkatkan kinerja pegawainya, misalnya manajer menjelaskan atau menginformasikan seberapa baik pegawai telah bekerja dan dengan cara bagaimana pegawai dapat meningkatkan kinerjanya.
c.
Komunikasi berperan sebagai pengungkapan emosi. Fungsi ini berperan ketika kelompok kerja karyawan menjadi sumber pertama dalam interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi di dalam kelompok ini merupakan mekanisme fundamental di mana masing-masing anggota dapat menunjukan kekecewaan ataupun rasa puas mereka.
d.
Komunikasi berperan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Dimana komunikasi memberikan informasi yang diperlukan individu dan
Universitas Sumatera Utara
kelompok untuk mengambil keputusan dengan penyajian data guna mengenali dan menilai berbagai alternatif keputusan. 2.2.7.3 Proses dan Unsur-Unsur Komunikasi Menurut Sopiah (2008) proses komunikasi terdiri dari tujuh unsur utama, yaitu: a.
Pengirim Pengirim adalah orang yang memiliki informasi dan kehendak untuk menyampaikannya kepada orang lain. Pengirim atau komunikator dalam organisasi bisa karyawan atau bisa juga pimpinan.
b.
Penyandian (Encoding) Penyandian merupakan proses mengubah informasi ke dalam isyarat-isyarat atau simbol-simbol tertentu untuk ditransmisikan. Proses penyandian ini dilakukan oleh pengirim.
c.
Pesan Pesan adalah informasi yang hendak disampaikan pengirim kepada penerima. Sebagian besar pesan dalam bentuk kata, baik berupa ucapan maupun tulisan. Akan tetapi beraneka ragam perilaku non-verbal dapat juga digunakan untuk menyampaikan pesan, seperti gerakan tubuh raut muka, dan lain sebagainya.
d.
Saluran Saluran atau sering disebut juga dengan media adalah alat dengan mana pesan berpindah dari pengirim ke penerima. Saluran merupakan jalan yang dilalui informasi secara fisik. Saluran yang paling mendasar dari komunikasi antar
Universitas Sumatera Utara
pribadi adalah komunikasi berhadapan muka secara langsung. Beberapa saluran media utama seperti televisi, radio, jaringan komputer, surat kabar, majalah, buku dan lain sebagainya. e.
Penerima Penerima adalah orang yang menerima informasi dari pengirim. Penerima melakukan proses penafsiran atas informasi yang diterima dari pengirim.
f.
Penafsiran Penafsiran (decoding) adalah proses menerjemahkan (menguraikan sandi-sandi) pesan dari pengirim, seperti mengartikan huruf morse dan lain sebagainya. Sebagian besar proses decoding dilakukan dalam bentuk menafsirkan isi pesan oleh penerima.
g.
Umpan balik Umpan balik (feedback) pada dasarnya merupakan tanggapan penerima atas informasi yang disampaikan pengirim. Umpan balik hanya terjadi pada komunikasi dua arah.
h.
Gangguan Gangguan (noise) adalah setiap faktor yang mengganggu penyampaian atau penerimaan pesan dari pengirim kepada penerima. Gangguan dapat terjadi pada setiap elemen komunikasi.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Teori Motivasi 2.3.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata movere yang berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Sherif dalam Sobur (2005) memberi pengertian motif sebagai suatu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah pada berbagai jenis perilaku yang bertujuan, semua pengaruh internal, semua kebutuhan (needs) yang berasal dari fungsi-fungsi organisme, dorongan dan keinginan, aspirasi, dan selera sosial, yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut. Motivasi merupakan isitilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Bisa juga dikatakan bahwa motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur,2005). Menurut Munandar (2008), berlangsungnya motivasi bisa dilihat pada gambar 2.1. Kelompok kebutuhan
Ketegangan
Dorongan-dorongan
yang belum dipuaskan
Reduksi dari ketegangan
Tujuan telah tercapai (kebutuhan yang telah
dipuaskan)
Melakukan serangkaian kegiatan (perilaku mencari)
Gambar 2.1. Proses Motivasi
Universitas Sumatera Utara
Sekelompok kebutuhan yang belum dipuaskan menciptakan suatu ketegangan yang menimbulkan
dorongan-dorongan
untuk
melakukan
serangkaian
kegiatan
(berperilaku mencari) untuk menemukan dan mencapai tujuan-tujuan khusus yang akan memuaskan sekelompok kebutuhan tadi yang berakibat berkurangnya ketegangan. Munandar (2008) menyatakan perilaku mencari dapat merupakan perilaku yang aktif atau proaktif, mencari sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan, dapat pula merupakan perilaku yang lebih reaktif. Lingkungan yang menyodorkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan. Contoh, kita mencari pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan minat kita. Pada kesempatan lain, sewaktu kita lagi bekerja, datang orang menawarkan pekerjaan yang kita rasakan lebih sesuai dengan minat dan keahlian kita. Pada waktu melakukan perilaku mencari secara aktif, motivasi “didorong keluar”. Pada waktu perilaku mencari lebih reaktif, motivasi “ditarik keluar”. Pada tahap ‘dorongan-dorongan’ dan tahap ‘melakukan kegiatan-kegiatan’ individu berada dalam situasi pilihan: tujuan-tujuan apa saja yang ingin dan diperkirakan dapat dicapai, yang diharapkan akan memenuhi kelompok kebutuhan apa saja. Masing-masing tujuan memiliki harkat (valence) yang berbeda-beda bagi individu. Munandar (2008) menyatakan pada akhir tahap ‘melakukan serangkaian kegiatan’ individu telah mengambil keputusan, apa saja yang telah dipilih, sehingga memasuki situasi masalah. Dalam menghadapi berbagai rintangan untuk dapat
Universitas Sumatera Utara
mencapai tujuannya dan memenuhi sekelompok kebutuhannya. Tidak semua kebutuhan dapat dipuaskan pada satu saat. Pada suatu saat sekelompok kebutuhan dapat dipuaskan, pada saat lain kelompok kebutuhan lain. Pemuasan kebutuhan berlangsung terus menerus, secara sadar maupun tidak sadar.
.
Menurut bentuknya motivasi terdiri dari motivasi intrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu. Motivasi terdesak adalah motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali (Suarli, 2009). 2.3.2 Teori-Teori Motivasi Banyak teori tentang motivasi dalam berbagai literatur, masing-masing motivasi tersebut pada dasarnya berusaha menjelaskan mengapa motivasi itu timbul dan bagaimana proses motivasi itu berlangsung. Landy dan Becker dalam Nursalam (2007) mengelompokkan banyak pendekatan modern pada teori dan praktik menjadi lima kategori: teori kebutuhan, teori penguatan, teori keadilan, teori harapan dan teori penetapan sasaran. 2.3.2.1 Teori Kebutuhan Teori kebutuhan memfokuskan pada apa yang dibutuhkan orang untuk hidup berkecukupan. Dalam praktiknya, teori kebutuhan berhubungan dengan bagian pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan seperti itu. Menurut teori kebutuhan, seseorang mempunyai motivasi kalau dia belum mencapai tingkat
Universitas Sumatera Utara
kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan bukan lagi menjadi motivator. Yang termasuk dalam teori kebutuhan adalah: a. Teori hirarki kebutuhan menurut Maslow Dikembangkan oleh Abraham Maslow, dimana dia memandang manusia sebagai hirarki lima macam kebutuhan,mulai dari kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, rasa memiliki dan cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu tertentu. b. Teori ERG Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (existance, kebutuhan mendasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (relatedness, kebutuhan hubungan antar pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (growth, kebutuhan akan krativitas pribadi, atau pengaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa kalau kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan. c. Teori tiga macam kebutuhan Atkinson dalam Nursalam (2007) mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau berhubungan dekat dengan orang lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Teori motivasi dua faktor Dikembangkan oleh Herzberg dalam Nursalam (2007) dimana Herzberg meyakini karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri dan didalamnya terdapat kepentingan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Dari penelitiannya, Herzberg menyimpulkan bahwa ketidakpuasan kerja dan kepuasan kerja dalam bekerja muncul dari dua set faktor yang terpisah. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan termasuk dalam: gaji, kondisi kerja dan kebijakan organisasi sampai semua memengaruhi konteks tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebijakan organisasi, yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisienan dan ketidakefektifan. Penilaian positif untuk faktor-faktor ini tidak menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya sampai hilangnya ketidakpuasan. Secara lengkap, faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan yang amat sangat adalah : kebijakan organisasi dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan bawahan, status dan keamanan. Faktor kepuasan (faktor yang memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kemajuan, semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja. Faktor-faktor yang membuat kepuasan yang amat sangat adalah : berprestasi, pengakuan, bekerja sendiri, tanggung jawab, kemajuan dalam pekerjaan, dan pertumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2 Teori Keadilan Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima. Individu akan termotivasi kalau mereka mengalami kepuasan dan mereka terima dari upaya dalam proporsi dan dengan usaha yang mereka pergunakan. 2.3.2.3 Teori Harapan Menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. Teori harapan berpikir atas dasar : a. Harapan hasil prestasi Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka Harapan ini nantinya akan memengaruhi keputusan mereka tentang cara bertingkah laku. b. Valensi Hasil dari suatu tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk memotivasi, yang bervariasi dari satu individu ke individu lain. c. Harapan prestasi usaha Harapan orang mengenai seberapa sulit untuk melaksanakan tugas secara berhasil dan memengaruhi keputusan tentang tingkah laku. Tingkah laku seseorang sampai tingkat tertentu akan tergantung pada tipe hasil yang diharapkan. Beberapa hasil berfungsi sebagai imbalan intrinsik imbalan
Universitas Sumatera Utara
yang dirasakan langsung oleh orang yang bersangkutan. Imbalan ekstrinsik, sebagainya, seperti bonus, pujian atau promosi diberikan oleh pihak luar, seperti supervisor atau kelompok kerja (Nursalam,2007). 2.3.2.4 Teori Penguatan Skinner dalam Nursalam (2007), menunjukkan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau yang memengaruhi tindakan pada masa depan dalam proses belajar siklis. Proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut : Ransangan
respon
konsekuensi
respon masa depan
Dalam pandangan ini, tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu situasi atau peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu. Teori penguatan menyangkut ingatan orang mengenai pengalaman ransangan respon konsekuensi. Menurut teori penguatan, seseorang termotivasi kalau dia memberikan respon pada ransangan dalam pola tingkah laku konsisten sepanjang waktu. (Nursalam, 2007). 2.3.2.5 Teori Motivasi Prestasi David Mc Clelland Mc Clelland menyebutkan ada tiga kelompok motivasi kebutuhan yang dimiliki seseorang, yaitu kebutuhan berprestasi, kebutuhan kekuasaan dan kebutuhan afiliasi. Kebutuhan prestasi (achievment) yaitu adanya keinginan untuk mencapai tujuan yang lebih baik daripada sebelumnya, hal ini dapat dicapai dengan cara : merumuskan tujuan, mendapat umpan balik, memberikan tanggung jawab pribadi, bekerja keras. Kebutuhan kekuasaan (power) artinya ada kebutuhan kekuasaan yang mendorong seseorang bekerja sehingga termotivasi dalam pekerjaannya . Cara bertindak dengan kekuasaan tergantung kepada : pengalaman masa kanak-kanak,
Universitas Sumatera Utara
kepribadian, pengalaman kerja, tipe organisasi. Kebutuhan afiliasi artinya kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, sosialisasi (Suarli, 2009). 2.3.3 Motivasi Kerja 2.3.3.1 Pengertian As”ad dalam Suarli (2009) menyatakan bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Bekerja melibatkan aktivitas fisik maupun mental. Gilmer dalam Nursalam (2007) menyatakan bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai tujuannya. Mangkunegara dalam Suarli (2009) mengatakan motivasi kerja adalah suatu kondisi yang berpengaruh untuk membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. 2.3.3.2 Prinsip-prinsip dalam Motivasi Kerja Perawat Mangkunegara dalam Nursalam (2007) mengatakan beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai. Prinsip partisipatif adalah dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. Prinsip komunikasi adalah prinsip dimana pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas. Dengan informasi yang jelas, kerja pegawai akan lebih mudah dimotivasi. Prinsip pengakuan adalah prinsip dimana pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih termotivasi.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip pendelegasian tugas adalah prinsip dimana pemimpin akan memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai/bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Hal itu akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Prinsip perhatian adalah prinsip dimana pemimpin memberikan
perhatian
terhadap
apa
yang
diinginkan
pegawai/bawahannya
(Nursalam,2007). 2.3.3.3 Peran Manajer dalam Menciptakan Motivasi Manajer memegang peranan penting dalam memotivasi staf untuk mencapai tujuan
organisasi.
Untuk
melaksanakan
tugas
tersebut,
manajer
harus
mempertimbangkan keunikan/karakteristik dari stafnya dan berusaha untuk memberikan tugas sebagai suatu strategi dalam memotivasi staf (Suarli, 2009). Hal yang perlu dilaksanakan manajer dalam menciptakan suasana yang memotivasi adalah : (1) Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan mengkomunikasikan harapan tersebut kepada staf, (2) Bersikap adil dan konsisten terhadap semua staf dan karyawan, (3) Mengambil keputusan dengan tepat dan sesuai, (4) Mengembangkan konsep tim kerja, (5) Mengakomodasi kebutuhan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi, (6) Menunjukkan kepada staf bahwa manajer
memahami
perbedaan
dan
keunikan
dari
masing-masing
staf,
(7) Menghindari terbentumya kelompok-kelompok yang mempertajam perbedaan antar staf, (8) Memberikan kesempatan kepada staf untuk menyelesaikan tugasnya dan melakukan tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman yang
Universitas Sumatera Utara
bermakna, (9) Meminta tanggapan dan masukan dari staf terhadap keputusan yang akan dibuat dalam organisasi, (10) Memastikan bahwa staf mengetahui dampak dari keputusandan tindakan yang akan dilakukan, (11) Memberi kesempatan pada setiap orang untuk mengambil keputusan sesuai tugas yang diberikan, (12) Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaan dengan staf, (13) Memberikan kesempatan kepada staf untuk mengoreksi dan mengawasi tugas, (14) Menjadi role model bagi staf, (15) Memberikan dukungan yang positif (Suarli, 2009). 2.3.4 Indikator Motivasi Kerja Indikator motivasi kerja menurut Jewell dan Stegall (1998) adalah penghargaan, pelatihan, kondisi lingkungan kerja, sistem penilaian kerja, dan variasi tugas. Motivasi kerja karyawan tinggi apabila: (1) karyawan mendapatkan penghargaan yang baik dari pimpinan atas prestasi kerja mereka. Penghargaan yang didapatkan bisa berupa bonus, pujian dan promosi jabatan, (2) karyawan diberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan dalam rangka meningkatkan ketrampilan karyawan dalam bekerja, (3) kondisi lingkungan kerja yang aman dan nyaman, (4) sistem penilaian kinerja karyawan yang adil dan transparan, (5) variasi tugas dalam bekerja (Jewel dan Stegall, 1998). Adapun ciri-ciri karyawan yang memiliki motivasi kerja yang tinggi adalah bersaing dalam berprestasi, ingin segera mengetahui hasil konkrit dari usaha, tingkat aspirasinya menengah, berorientasi ke masa yang akan datang, tidak suka buangbuang waktu, mempunyai tanggung jawab, percaya diri, dan ulet dalam menjalankan tugas. Sebaliknya, ciri-ciri karyawan yang memiliki motivasi kerja yang rendah
Universitas Sumatera Utara
adalah kemampuan bersaing dalam berprestasi rendah, cenderung tidak peduli terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan, tingkat aspirasi rendah, berorientasi pada saat ini, suka buang-buang waktu, tidak bertanggung jawab, tidak percaya diri, dan tidak ulet dalam bekerja (Schein, 1991).
2.4. Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan. Untuk dapat menyelenggarakan upaya-upaya tersebut dan mengelola rumah sakit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan pasien dan masyarakat yang dinamis, maka setiap komponen yang ada di rumah sakit harus terintegrasi dalam satu sistem. Pelayanan kesehatan di rumah sakit terdiri dari : (1) Pelayanan medis, merupakan pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis yang profesional dalam bidangnya baik dokter umum maupun dokter spesialis, (2) Pelayanan keperawatan, merupakan pelayanan yang bukan tindakan medis terhadap pasien, tetapi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat sesuai aturan keperawatan, (3) Pelayanan penunjang medik ialah pelayanan penunjang yang diberikan terhadap pasien, seperti: pelayanan gizi, laboratorium, farmasi, rehabilitasi medik, dan lainlain, (4) Pelayanan administrasi dan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai dengan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, pembedaan tingkatan menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yangdapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit umum pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi : 1. Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik luas dan subspesialistik luas. 2. Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya 11 spesialistik luas dan subspesialistik terbatas. 3. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik dasar. 4. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar.
2.5. LandasanTeori Berdasarkan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat merumuskan beberapa teori yang relevan dengan tujuan penelitian. Pola kepemimpinan yang ideal adalah menggunakan semua pola yang ada sebaik mungkin. Hal ini berarti situasilah yang mungkin menentukan gaya apa digunakan (Timple, 2002). Hal ini memungkinkan peneliti untuk menggunakan teori pola kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard yang menggambarkan ada empat pola kepemimpinan yaitu (1) Mengarahkan, pola ini
Universitas Sumatera Utara
sama dengan pola otokrasi, (2) Mendukung, pemimpin bersifat ramah terhadap bawahan, (3) Berpatisipasi, pemimpin bertanya dan menggunakan saran bawahan, (4) Berorientasi pada tugas, pemimpin menyusun serangkaian tujuan yang menantang untuk bawahannya (Rivai, 2009). Dasar pola kepemimpinan situasional adalah : kadar bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pemimpin (perilaku tugas), kadar dukungan sosio emosional yang disediakan oleh pemimpin (perilaku hubungan), tingkat kesiapan atau kematangan yang diperlihatkan oleh anggota dalam melaksanakan tugas dan fungsi mereka dalam mencapai tujuan tertentu (Rivai, 2009). Menurut Hersey dan Blanchard dalam menilai pola kepemimpinan efektif berdasarkan situasional penting diperhatikan adalah kompetensi yang dimiliki seorang manajer keperawatan yang terdiri dari kemampuan pengorganisasian, pengambilan keputusan dan perencanaan, hubungan masyarakat/komunikasi, anggaran, pengembangan, personaliti/perilaku,negosiasi (Nursalam, 2007). Pengembangan organisasi tidak akan berjalan tanpa ada usaha direktur dan seluruh staf. Hal itu perlu disadari semua pihak. Dalam era lingkungan yang dinamis, bukan saatnya lagi para direktur menunggu petunjuk pelaksanaan dari atasan atau pemilik rumah sakit. Direktur rumah sakit saat ini harus memahami perkembangan lingkungan yang ada. Ia harus siap mendapat tekanan dari berbagai pihak, masyarakat, pemilik rumah sakit, pasien, dan staf di dalam rumah sakit itu sendiri. Akan tetapi ada pula direktur yang praktis menyerupai seorang kepala kantor. Ia tidak mempunyai pandangan mengenai masa depan dan tidak perduli pada
Universitas Sumatera Utara
perubahan lingkungan. Perlu dicermati bahwa kemampuan berpikir, menafsirkan perubahan lingkungan, dan bertindak sebagai arsitek penyusunan visi memang bukan dari budaya kerja pegawai negeri. Pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai-nilai bekerja seluruh staf rumah sakit perlu muncul dalam pikiran direktur. Hal ini kemudian digunakan untuk menggalang kultur organisasi rumah sakit. Peran ini membutuhkan ketrampilan khusus, terutama komunikasi interpersonal (Trisnantoro, 2005). Dalam keperawatan tim, petugas bantuan bekerjasama dalam memberikan asuhan kepada sekelompok pasien di bawah arahan perawat profesional. Asuhan yang komprehensif dapat diberikan kepada pasien, melalui komunikasi tim yang luas, meskipun jumlah petugas bantuan relatif banyak. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional. Sebuah tim harus terdiri atas tidak lebih dari lima orang atau tim tersebut akan kembali pada urutan organisasi yang lebih fungsional. Keperawatan tim biasanya diasosiasikan dengan kepemimpinan demokratis. Anggota kelompok diberikan otonomi sebanyak mungkin saat mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tim tersebut berbagi tanggung jawab dan akuntabilitas secara bersama. Perlunya ketrampilan komunikasi dan koordinasi yang baik membuat pelaksanaan keperawatan tim sulit dilakukan dan membutuhkan disiplin diri yang besar di pihak anggota tim (Huston dan Marquis, 2010). Keperawatan tim adalah metode menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok
Universitas Sumatera Utara
pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup yang terdiri dari tenaga profesional, tehnikal dan pembantu dalam satu grup kecil yang saling membantu. Kelebihannya memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses keperawatan, memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim. Kelemahannya
komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk. Motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkanya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Karena itu, bisa juga dikatakan motivasi berarti membangkitkan motif, membangkitkan daya gerak, atau menggerakkan seseorang atau diri sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai suatu kepuasan atau tujuan (Sobur, 2005). Teori motivasi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada teori motivasi Herzberg dalam Hasibuan (2005), yaitu motivasi intrinsik meliputi : a) tanggung jawab, b) prestasi yang diraih, c) pengakuan orang lain, d) kemungkinan pengembangan. Sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi: a) gaji, b) insentif, c) hubungan kerja, dan d) prosedur kerja. Peningkatan motivasi kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam manajemen yang memerankan peran penting dan
Universitas Sumatera Utara
strategis. Salah satu tantangan yng dihadapi pimpinan dalam organisasi adalah bagaimana dapat menggerakkan para karyawannya agar mau dan bersedia mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk kepentingan organisasi. Untuk itu, seorang pemimpin harus selalu dapat memelihara semangat, kesadaran dan kesungguhan dari karyawannya untuk terus menunjukkan kinerja yang optimal. Dengan kata lain, salah satu tantangan berat bagi pimpinan adalah bagaimana motivasi kerja karyawan dapat tumbuh dan terbina dengan baik.
2.6. Kerangka Konsep Konsep pokok dalam penelitian ini adalah pengaruh pola kepemimpinan dan metode penugasan tim terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di RSUD Kabanjahe Tahun 2012. Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini dapat di lihat pada gambar 2.2 berikut: Variabel independen Pola Kepemimpinan: a. Perilaku Tugas (Kompetensi) b. Perilaku Hubungan (Komunikasi) Metode Penugasan Tim : a. Uraian Tugas b. Shift/Jadwal Dinas c. Komunikasi
Variabel dependen
Motivasi Kerja Perawat Pelaksana : a. Prestasi b. Hasil Kerja c. Orientasi Masa Depan d. Tanggung Jawab e. Percaya Diri f. Manajemen Waktu dan Pekerjaan g. Ulet dalam Bekerja
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara