BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam politik yang dialami Indonesia yang dilihat dari awal jatuhnya kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto, dalam waktu yang singkat tampil pemimpin baru Negara Republik Indonesia, antara lain B.J. Habibie, Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarno Putri dan sekarang Susilo Bambang Yudhoyono yang terpilih melalui pemilihan presiden secara langsung di Indonesia. Banyak perubahan yang sangat signifikan di negeri ini, salah satunya adalah mengenai kepemimpinan nasional. Persepsi masyarakat yang dikondisikan pada pemerintahan Soeharto bahwa tidak ada pemimpin yang mampu memimpin negeri ini dengan baik pasca pemerintahannya tidaklah terbukti. Sejarah mencatat bahwa pasca pemerintahan Soeharto hanya dalam tempo sekitar enam tahun lahir empat pemimpin nasional, yakni B.J Habibie, K.H. Abdurrachman Wahid, Megawati Soekarno Putri, bahkan patut disyukuri bahwa setelah kepemimpinan Megawati Soekarno Putri iklim demokrasi semakin nyata dan tumbuh subur, di mana salah satu wujudnya adalah pemilihan presiden secara langsung yang melahirkan Presiden keenam negeri ini, yakni Susilo Bambang Yudhoyono. Dari perjalanan sejarah Indonesia yang dulu hingga sekarang dikenal oleh negara-negara dunia sebagai negara yang kaya sumber daya alamnya, masih berjuang dalam peningkatan taraf hidup bangsa agar keluar dari zona kemiskinan. Peningkatan taraf hidup bangsa yang menjadi salah satu tujuan negara Republik Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 dan diterjemahkan pemerintah dalam program-program pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kehidupan negara di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara, dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Birokrasi bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional, efektif, dan efisisen 1. Sebab itu disadari
bahwa
birokrasi
agenda
merupakan
faktor
penentu
keberhasilan
keseluruhan
pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance) 2 Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukkan bahwa birokrasi tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang sangat signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam meningkatkan pembangunan ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya yang perlu diperhitungkan adalah reformasi birokrasi yang menekankan komitmen dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan negara baik dari unsur aparatur negara maupun warga negara untuk bersama-sama mewujudkan clean government dan good governance sesuai posisi dan peran masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Sangat
disayangkan
apabila
reformasi
birokrasi
tidak
dapat
di
implementasikan dalam kehidupan bernegara untuk mewujudkan cita-cita bangsa
1
Prof.DR. Sondang P. Siagian,MPA. Kerangka Dasar Ilmu Administrasi Cetakan ke-2.Jakarta.PT Rineka Cipta. 2001. Hal 49 2 Prof. Dr. Mustopadidjaja AR. Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat pemberantasan KKN. Hal 1
Universitas Sumatera Utara
Indonesia. Terseok-seoknya kehidupan reformasi birokrasi di bumi Nusantara bisa dilihat
banyaknya
penyelewengan
keuangan
negara
diberbagai
instansi
pemerintah yang diyakini menjadi pemicu terhambatnya pembangunan sehingga mengakibatkan keterpurukan ekonomi yang berimplikasi sangat luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yakni merosotnya kesejahteraan masyarakat yang terindikasi dari semakin meningkatnya pengangguran dan kemiskinan di Indonesia 3. Kebobrokan birokrasi di republik kita sudah jamak dirasakan, telah mendarah daging dan berurat akar. Sehingga timbul pertanyaan bagaimana mungkin birokrasi bisa mengurus keperluan publik jika mengurus dirinya sendiri saja tidak mampu? Isu-isu publik yang menjadi agenda dalam pengambilan kebijakan seperti KKN, struktur yang gemuk dan tidak efisien, profesionalisme rendah, minimnya gaji, dan cara pandang feodal sudah menjadi wajah publik birokrasi kita, apa pun bidangnya. Oleh karena itu reformasi birokrasi pun kemudian menjadi soal mendesak yang banyak dibahas dan memiliki nilai jual dalam politik Indonesia yang terindikasi dalam kampanye politik calon-calon pemimpin di seluruh Indonesia dan bahkan telah terealisasi menjadi salah satu program pemerintah. Makin
berkembangnya
penyakit/patologi
birokrasi
di
Indonesia
menyebabkan perlunya melahirkan reformasi birokrasi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (developing country) tidak luput dari masalah patologi
3
Dari data Badan Pusat Statistik angka pengangguran terbuka pada Agustus 2007 mencapai 10,01 juta orang atau turun sekitar 8,42 persen dari 10,93 juta orang pada Agustus 2006, dan turun 5,08 persen dari 10,55 juta orang pada Februari 2007. Sedangkan jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2006 sebesar 39,05 juta (17,75 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Februari 2005 yang berjumlah 35,10 juta (15,97 persen), berarti jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta.
Universitas Sumatera Utara
tersebut khususnya korupsi. Pada era demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila, bahkan pasca reformasi tidak pernah sepi dari isu-isu korupsi.
Tindak
pidana
korupsi
telah
terjadi
secara
meluas,
yang
perkembangannya pun terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat dan dianggap pula telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum, dan memundurkan pembangunan 4, serta memudarkan masa depan bangsa. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketidakberhasilan Pemerintah dalam memberantas korupsi juga semakin memperburuk citra Pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Apabila tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut akan sangat membahayakan kelangsungan hidup bangsa. Birokrasi yang sakit seperti itu yang merusak citra bangsa dan meningkatkan ketidakpercayaan serta ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat
4
Lihat Hamid Basyaib, Richard Holloway, dan Nono Anwar Makarim.”Mencuri Uang Rakyat : 16 Kajian Korupsi Di Indonesia”, jilid 4; Jaka Aksara Foundation. 2003.
Universitas Sumatera Utara
keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cenderung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat. Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihakpihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Melihat kondisi Indonesia saat ini yang mana perkembangan birokrasi yang tidak berpihak pada masyarakat dan semakin tidak patuhnya masyarakat terhadap hukum maka komitmen pemerintah saat ini yang ingin mengubah birokrasi Indonesia agar memihak kepada masyarakat membuat kebijakan baru yaitu membentuk suatu lembaga yang menjadi motor dalam pelaksanaan reformasi birokrasi yang dikhususkan kepada pemberantasan patologi-patologi birokrasi yang menghambat pembangunan dimana salah satunya adalah korupsi 5. Banyak negara 6 sepakat bahwa korupsi merupakan bentuk kejahatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana “luar biasa” . Disebut luar biasa karena
5
Makmur. Patologi Serta Terapinya Dalam Ilmu Administrasi dan Organisasi. Bandung, Refika Aditama. 2007.
6
Pada tanggal 11 Desember 2003, PBB meraih dukungan kuat untuk memerangi korupsi di seluruh dunia. Sebanyak 94 negara dari 125 negara yang hadir di Merida, Meksiko, meratifikasi
Universitas Sumatera Utara
umumnya dikerjakan secara sistematis, punya aktor intelektual, melibatkan stakeholder di suatu daerah, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, dan punya dampak merusak dalam spektrum yang luas. Karakteristik inilah yang menjadikan pemberantasan korupsi semakin sulit jika hanya mengandalkan aparat penegak hukum biasa, terlebih jika korupsi sudah membudaya dan menjangkiti seluruh aspek dan lapisan masyarakat. Bentuk dari keseriusan dunia dalam menentang korupsi yang dinyatakan dalam UNCAC (United Nations Convention Against Corruption, Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Korupsi) dimana negara-negara yang merupakan anggota PBB diwajibkan untuk meratifikasi hasil Konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi. 7
Konvensi UNCAC adalah sebuah terobosan karena negara yang meratifikasi sepakat untuk mengembalikan aset-aset yang dikorup, saling membantu, membekukan rekening bank, melucuti properti, dan mengekstradisi tersangka pelaku. Masalahnya, korupsi sudah berskala transnasional. Koruptor di satu negara menyimpan uang haram itu di negara lain. Karena itu, kerja sama lintas batas negara memang menjadi urgen. Konvensi ini juga memperlakukan korupsi lebih dari sekedar kriminal biasa karena menggoyahkan kestabilan negara-negara dan mengikis kelembagaan demokrasi. Konvensi PBB Memerangi Korupsi (UN Convention Againts Corruption). Hanya dibutuhkan 30 tanda tangan untuk bisa memberlakukan konvensi itu, dan ada 84 negara yang melakukannya 7
Pasal 6 ayat 1 UNCAC adalah “ Setiap Negara Peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya, memastikan kebedaan suatu badan atau badan-badan, sejauh diperlukan, yang mencegah korupsi dengan cara-cara seperti: a. Melaksanakan kebijakan-kebijakan yang disebut dalam Pasal 5 dari Konvensi ini dan dimana diperlukan, mengawasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan dan kebijakan-kebijakan tersebut. b. Meningkatkan dan menyebarluaskan pengetahuan mencegah korupsi
Universitas Sumatera Utara
Konvensi UNCAC menuntut negara yang meratifikasi untuk membentuk suatu badan khusus untuk memerangi
korupsi 8 dan juga agar meluncurkan
undang-undang yang melarang aktivitas, seperti pencucian uang (money laundering), mencegah korupsi, dan saling bekerja sama satu sama lain 9. Namun, ratifikasi itu juga sangat tergantung pada aturan hukum dan kemajuan administrasi di negara masing-masing, yang diperlukan oleh konvensi itu. Komitmen politik tentunya juga sangat diperlukan untuk implementasinya.
Indonesia selaku anggota PBB ikut mengambil bagian dalam konvensi anti korupsi PBB (UNCAC) tersebut, dimana dari masalah internalnya sangat membutuhkan hasil konvensi anti korupsi tersebut karena telah menjamurnya korupsi di Indonesia yang berpengaruh terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, merusak lembaga-lembaga, nilai-nilai etika, keadilan, penegakan hukum serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan. Kisah sukses negara yang mampu bangkit dari keterpurukan akibat korupsi umumnya dimulai dari komitmen rakyat dan pemimpinnya yang kemudian diturunkan dalam berbagai kebijakan. Selain dalam bentuk undang-undang, komitmen ini juga diwujudkan dalam pembentukan gugus kerja khusus, yang bersifat independen dan bertugas khusus untuk memberantas korupsi. Pada
8
Pasal 36 UNCAC adalah “Setiap Negara peserta wajib, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar sistem hukumnya, memastikan keberadaan suatu badan atau badan-badan atau orang-orang yang memiliki kekhususan untuk memerangi korupsi melalui penegakan hukum. Badan atau badanbadan atau orang-orang tersebut wajib diberi kebebasan yang diperlukan, sesuai dengan prinsipprinsip dasar sistem hukum Negara peserta itu, agar dapat melaksanakan fungsi-fungsi mereka secara efektif dan tanpa pengaruh/tekanan yang tidak seharusnya. Orang-orang itu atau staff badan atau badan-badan tersebut harus memiliki pelatihan dan sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas mereka. 9 Ian McWalters, SC. Memerangi Korupsi Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia. 2006. Hal 193.
Universitas Sumatera Utara
awalnya terbentuknya lembaga ini lebih karena lembaga penegak hukum yang ada tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dalam memberantas korupsi. Keberadaan lembaga independen yang mempunyai wewenang penuh dalam memberantas kejahatan korupsi ini secara empiris telah terbukti membantu membebaskan suatu negara dari predikat korup dan perilaku koruptif aparatnya. Perlu dicatat bahwa pembentukan lembaga khusus ini tidak semuanya berbuah keberhasilan. Diperlukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi kesuksesan lembaga pemberantasan korupsi di suatu negara. Pernyataan bahwa korupsi bukanlah masalah lokal, tetapi merupakan fenomena internasional/global yang mempengaruhi seluruh masyarakat dan ekonomi, yang menjadikan kerja sama internasional untuk mencegah dan mengendalikannya 10 Reaksi terhadap kekacauan birokrasi kemudian melahirkan gagasan pembentukan berbagai komisi yang juga dikenal sebagai lembaga negara independen. Komisi-komisi ini diharapkan dapat melakukan check and balances serta memelopori penyelenggaraan pemerintahan yang lebih efektif. Komisikomisi ini juga diharapkan dapat memperbaiki belitan kusut proses birokrasi sehingga dalam jangka panjang dapat mewujudkan reformasi birokrasi. Berdasarkan itulah pemerintah selaku badan yang menjalankan roda pemerintahan, mengambil tindakan membentuk suatu komisi khusus untuk memberantas korupsi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terbentuk dari UU No. 30 Tahun 2002 tanggal 27 Desember 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembentukan komisi ini merupakan
10
Pembukaan Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa Menentang Korupsi 2003 (United Nations Against Corruption, UNAC)
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan dari Pasal 43 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah merugikan
keuangan
negara,
perekonomian
negara,
dan
menghambat
pembangunan nasional. Sebagai pengemban amanat undang-undang dalam pemberantasan korupsi, KPK berkomitmen untuk terus memperjuangkan lenyapnya korupsi dari bumi Nusantara. Sesuai dengan kewenangan dan tugas yang dimiliki, berbagai kegiatan dan upaya telah KPK lakukan, baik dalam bidang pencegahan maupun penindakan. Selain terus melakukan penindakan tindak pidana korupsi yang terjadi di sektor yudikatif, eksekutif, dan legislatif dengan menangkap dan menahan para koruptor, dan mengembalikan kerugian negara akibat korupsi, KPK juga berupaya memberantas akar permasalahan korupsi melalui pembangunan mental antikorupsi sejak usia dini, penjalinan kerja sama dengan organisasi dalam dan luar negeri, perbaikan sistem pemerintahan khususnya di sektor pelayanan publik, pemberdayaan aparat pengawasan, dan peningkatan peran serta masyarakat. Pembentukan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) ibarat angin segar di tengah kepeningan bangsa ini menghendaki involusi korupsi. Selain karena komisi tersebut digagas sebagai sebuah terobosan yang luar biasa atas kekecewaan (distrust) pada kinerja lembaga penegak hukum (kejaksaan dan kepolisian) yang lembek dalam penegakan hukum (law enforcement), khususnya
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana korupsi. Ia juga dikonstruksi sebagai lembaga independen yang lepas dari kungkungan struktural penguasa. Dan di atas semua itu, ia adalah sebuah kebijakan kriminal (criminal policy) sebuah pilihan cara untuk memberantas korupsi. KPK selaku lembaga baru sudah langsung dikenal oleh masyarakat Indonesia karena lembaga inilah yang ditunggu-tunggu Bangsa Indonesia selama ini. Keluhan masyarakat yang kecewa atas kinerja penegak hukum, karena ada aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi teladan justru menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Kepercayaan publik terhadap aparatur hukum akhirnya berada di titik nadir 11. Uniknya, di tengah pesimisme terhadap aparat hukum, kepercayaan mereka terhadap institusi hukum tetap ada, inilah yang menjadi kekuatan transedental hukum itu. Di tengah merosotnya kepercayaan publik terhadap institusi yang ada, harapan yang digantungkan kepada KPK untuk mengusut kasus-kasus korupsi tetap besar yang terbukti dari meningkatnya Indeks Persepsi Korupsi di Indonesia 12. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai tugas yang sangat berat dalam melaksanakan tugasnya memberantas korupsi di Indonesia. Hal itu tiada lain bermaksud, untuk tercapainya Good governance dan Clean Government di Indonesia. Dalam tugasnya KPK menurut peraturan perundangan mempunyai 11
Republika Online oleh M Ali Zaidan Komisioner Komisi Kejaksaan RI. Nadir adalah suatu titik paling rendah dari bulatan cakrawala atau dapat diartikan titik minimum. 12
Indeks Persepsi Korupsi( IPK) Indonesia pada 2008 menduduki peringkat 126 dari 180 negara atau diatas pilipina, laos, kamboja dan myanmar. Skor IPK Indonesia pada 2008 mengalami kenaikan 0,3 dari skor 2,3 (2007) dan peringkatnya 143 (2007) menjadi 2,6 (2008). Data dari transparency International Indonesia (TII) Mendapat apresiasi yang tinggi dari para responden karena keseriusan pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilihat dari penanganan kasus-kasus korupsi IPK 2008 itu berdasarkan 13 survei dari 11 lembaga independent dengan nilai berkisar 10 (paling bersih) dan 0 (paling korup)
Universitas Sumatera Utara
kekuatan tak terbatas (superbody). Tatkala KPK menjalankan amanat peraturan itu, lembaga ini dihadapkan dengan beragam perlawanan, tantangan dan kontroversi. Perlawanan itu muncul terkait dengan tindakan yang diambil KPK guna mewujudkan Indonesia, benar-benar bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). KPK yang memiliki misi untuk mendukung tercapainya visi yaitu Pendobrak, Pendorong, Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari Korupsi. Dari pemaparan misi tersebut sudah jelas bahwa KPK harus menjadi jenderal yang memimpin perang melawan korupsi. Dengan kata lain KPK
yang berjalan didepan untuk mewujudkan reformasi
birokrasi. KPK yang memiliki beberapa tugas yang salah satunya adalah mencegah
terjadinya
tindak
pidana
korupsi
yang
programnya
seperti
melaksanakan perbaikan sistem pemerintahan khususnya di sektor pelayanan publik, pemberdayaan aparat pengawasan, dan peningkatan peran serta masyarakat. KPK yang dinyatakan sebagai lembaga terdepan dalam mewujudkan reformasi birokrasi lebih fokus terhadap pencegahan korupsi yang langsung menyentuh pada akarnya, dengan berbagai upaya seperti mengintroduksi sarana lain yang bersifat preventif nonpunitif pada calon pelaku yang mana nantinya akan meminimalisir terjadinya korupsi untuk kedepannya. Dalam penelitian ini saya mencoba mengevaluasi program KPK yang fokusnya kepada program pencegahan yakni perbaikan sistem administrasi untuk mencegah timbulnya tindak pidana korupsi yang baru. Dalam menggerakkan reformasi birokrasi agar tercipta clean government dan good governance maka
Universitas Sumatera Utara
pencegahan itu penting agar membenahi sistem pemerintahan dan membina masyarakat dengan memberi penyadaran akan bahaya korupsi bagi kelangsungan hidup bangsa. Menurut analisis KPK, tindak pidana korupsi yang dilakukan para birokrat sebagian besar tidak merasa bahwa yang dilakukan itu (korupsi) suatu hal kewajaran dan tidak menganggap itu sebagai korupsi dikarenakan sudah menjadi budaya yang mendarahdaging seperti menerima uang dari masyarakat ketika berurusan dengan pelayanan pemerintah dan berbagai jenis gratifikasi lainnya. Dari analisis itulah KPK lebih fokus kepada pencegahan seperti mensosialisasikan pengertian korupsi kepada masyarakat dengan melakukan pendidikan dini mengenai korupsi. KPK dengan salah satu motto kerjanya “memahami untuk membasmi” 13 berusaha untuk menyadarkan masyarakat dan birokrat agar tidak melakukan korupsi dengan tidak sengaja. Itulah sebabnya, komisi ini berharga untuk ditinjau bukan karena ia tidak progresif. Seperti dikatakan di atas, ia terbilang sebuah terobosan terhadap struktur hukum di bidang korupsi. Di samping itu, penelitian ini merupakan evaluasi tahap pelaksanaan (retrospektif) yang telah dituangkan dalam programprogram KPK dalam pemberantasan korupsi. Dalam penelitian ini fokus kajian yang akan dianalisis yang sesuai dengan basic peneliti sebagai mahasiswa Ilmu Administrasi Negara adalah pada bidang pencegahan karena menurut peneliti bidang pencegahan akan memperbaiki sistem birokrasi yang nantinya dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dan
13
Kurikulum Antikorupsi. Harian Seputar Indonesia, 21 Mei 2007
Universitas Sumatera Utara
menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Evaluasi dilakukan untuk memperoleh umpan balik agar dapat dikenali secara dini peyimpanganpenyimpangan pelaksanaan dari pencegahan korupsi, dan kemudian dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikan yang tepat sasaran dan tepat waktu. B. Perumusan Masalah Dalam mengadakan pembahasan terhadap permasalahan tertentu maka selalu terdapat masalah yang menyebabkan perlunya diadakan pembahasan, demikian juga halnya dengan pelaksanaan program pencegahan korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah : Bagaimana
pelaksanaan
program
pencegahan
korupsi
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam satu tahun yang tertuang dalam Rencana Strategis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2008-2011? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis hasil program pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan dalam satu tahun masa keperiodean KPK 2008-2011. Maksudnya bahwa penelitian ini nantinya berusaha untuk mengetahui apakah program pencegahan korupsi yang telah dilakukan dalam satu tahun masa kerja periode 2008-2011 apakah telah sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dalam rencana strategis dan yang ditetapkan dalam undang-undang pembentuknya dan mengetahui kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan program.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian
harus
mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi mamfaat penelitian ini adalah : 1. Secara subjektif, bagi penulis sendiri menambah wawasan dan pengetahuan tentang program pencegahan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2. Secara akademis, bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah evaluasi program pencegahan korupsi KPK. 3. Bagi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara khususnya mahasiswa yang mengambil Konsentrasi Kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk memperdalam studi evaluasi kebijakan. 4. Secara praktis, memberikan masukan dalam pelaksanaan program yang akan datang dan tindakan koreksi bagi Pemerintahan Indonesia khususnya program pencegahan korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) E. Kerangka Teori E.1. Evaluasi Pada
dasarnya
evaluasi
merupakan
suatu
pemeriksaan
terhadap
pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program kedepannya agar jauh lebih baik. Dengan demikian evaluasi lebih bersifat melihat
Universitas Sumatera Utara
ke depan daripada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan diarahkan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. E.1.1. Pengertian Evaluasi Evaluasi merupakan suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara objektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya dimana hasil evaluasi tersebut dimaksudkan menjadi umpan balik untuk perencanaan yang akan dilakukan di depan. Evaluasi dilakukan dengan maksud untuk dapat mengetahui dengan pasti pencapaian hasil, kemajuan, dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan rencana strategis dapat dinilai dan dipelajari untuk perbaikan di masa yang akan datang. Fokus utama evaluasi diarahkan kepada keluaran (outputs), hasil (outcomes), dan dampak (impacts) dari pelaksanaan rencana strategis. Oleh karena itu, dalam perencanaan yang transparan dan akuntabel, harus disertai dengan penyusunan indikator kinerja pelaksanaan rencana yang sekurang-kurangnya meliputi;(i) indikator masukan, (ii) indikator keluaran, dan (iii) indikator hasil.
E.1.2. Jenis-jenis Evaluasi Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu : E.1.2.1. Evaluasi pada tahap perencanan Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap berbagai alternative dan kemungkinan terhadap cara mencapai tujuan
yang telah ditetapkan
sebelumnya. Untuk itu diperlukan berbagai teknik yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa
Universitas Sumatera Utara
metode-metode yang ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya sendiri.
E.1.2.2. Evaluasi pada tahap pelaksanaan Pada tahap ini, evaluasi adalah suatu kegiatan melakukan analisa untuk menentukan tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana. Terdapat perbedaan
antara
evaluasi
menurut
pengertian
ini
dengan
monitoring/
pengendalian. Monitoring menganggap bahwa tujuan yang ingin dicapai sudah tepat dan bahwa program tersebut direncanakan untuk dapat mencapai tujuan tersebut. Monitoring melihat apakah pelaksanaan proyek sudah sesuai dengan rencana dan bahwa rencana tersebut sudah tepat untuk mencapai tujuan. Sedangkan evaluasi melihat sejauh mana proyek masih tetap dapat mencapai tujuannya, apakah tujuan tersebut sudah berubah., apakah pencapaian hasil program tersebut akan memecahkan masalah yang ingin dipecahkan. Evaluasi juga mempertimbangkan faktor-faktor luar yang mempengaruhi keberhasilan proyek tersebut, baik membantu atau menghambat.
E.1.2.3. Evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap pelaksanaan, hanya perbedaannya yang dinilai dan dianalisa bukan lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding rencana, tetapi hasil pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Universitas Sumatera Utara
E.2. Kinerja
E.2.1. Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata performance. Performance berasal dari kata to perform yang mempunyai beberapa masukan (entries) : (1) memasukkan, menjalankan, melaksanakan; (2) memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar; (3) menggambarkan karakter dalam suatu permainan; (4) menggambarkannya dengan suara atau alat musik; (5) melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab; (6) melakukan suatu kegiatan dalam suatu permainan; (7) memainkan musik; (8) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin. 14 Tidaklah semua masukan tersebut relevan dengan kinerja di sini, hanya empat saja, yakni (1) melakukan, (2) memenuhi atau menjalankan sesuatu, (3) melaksanakan suatu tanggung jawab, dan (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang. Dari masukan tersebut dapat diartikan, kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan pekerjaaan tersebut sesuai dengan tanggung jawabnya sehingga dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Kinerja didefenisikan sebagai kemampuan dalam melakukan sesuatu dengan keahlian tertentu. Senada dengan pendapat tersebut, kinerja diartikan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. 15 Kedua konsep di atas menunjukkan bahwa kinerja
14
Suryadi Prawirosentono. Manajemen Sumber Daya Manusia : Kebijakan Kinerja Karyawan, Kiat menuju Organisasi Kompetitif dalam Perdagangan Bebas Dunia. Yogyakarta : BPFE. 1999. Hal 1-2 15 Stephen P. Robbins. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, dan Aplikasinya. 1989. Hal. 439
Universitas Sumatera Utara
sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan lembaga dalam melaksanakan tugasnya. Untuk mengetahui hal itu diperlukan penentuan kriteria pencapaiannya yang ditetapkan secara bersamasama.
Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. 16 Rumusan di atas menjelaskan bahwa kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau lembaga dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari defenisi di atas, terdapat setidaknya empat elemen, yaitu (1) hasil kerja yang dicapai secara individual atau secara institusi, yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau berkelompok; (2) dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan wewenang dan tanggung jawab, yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk bertindak sehingga pekerjaannya dapat dilakukan dengan baik. Meskipun demikian orang atau lembaga tersebut tetap harus dalam kendali, yakni mempertanggungjawabkan pekerjaannya kepada pemberi hak dan wewenang, sehingga tidak akan menyalahgunakan hak dan wewenang tersebut. (3) pekerjaan haruslah dilakukan secara legal, yang berarti dalam melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, dan (4) pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral atau etika, artinya selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan, tentu saja pekerjaan tersebut haruslah sesuai dengan moral dan etika yang berlaku umum. 16
Prawirosentono. Op.cit. hal 2
Universitas Sumatera Utara
E.3. Reformasi Birokrasi
E.3.1. Pengertian Birokrasi
Konsep birokrasi lahir pada abad kesembilan belas merupakan suatu masalah dan tema pemikiran dalam masyarakat. Orang mengeluh karena merasa seluruh kehidupannya diresapi oleh birokrasi, diatur oleh alat negara sehingga seolah-olah tidak ada lagi ruang gerak dalam kehidupan mereka. 17 Gambaran di atas dapat merepresentasikan perasaan masyarakat tentang birokrasi di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, mengingat pelayanan birokrasi yang tidak efektif dan efisien. Pertanyaannya sekarang, apakah sesungguhnya birokrasi itu dirancang untuk menyengsarakan masyarakat? Secara pasti dapat dijawab tidaklah demikian. Bahkan jika disimak teori birokrasi akan tercipta pekerjaan yang efektif, cepat, dan lancar. 18 Menurut Anthony Down, 19 birokrasi sendiri berasal dari biro yang berarti suatu lembaga yang menyelenggarakan fungsi tertentu khususnya dalam bidang administrasi. Fungsinya tersebut adalah fungsi pelayanan terhadap masyarakat. Birokrasi adalah suatu tipe atau bentuk organisasi, yang dapat ditinjau dari tiga sudut yang berbeda, yakni biro yang berarti suatu lembaga; pengalokasian nilai dan sumber organisasi yang berskala luas misalnya pengambilan keputusan; dan bureauness yang menunjukkan suatu kualitas yang membedakan biro dengan tipe organisasi lainnya yang bukan birokrasi. Adapun birokrat adalah orang yang pekerjaannya bercirikan : bekerja untuk organisasi yang berskala luas; 17
Miriam S.Arif, Organisasi dan manajemen, Jakarta: Karunia. 1985. Hal. 57 Miftah Thoha, Perspektif Perilaku Birokrasi (Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara Jilid II), Jakarta: Rajawali Press. 1987. 19 Op.cit. Lih 17 18
Universitas Sumatera Utara
dipekerjakan secara penuh oleh organisasi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari pekerjaannya; kebijaksanaan organisasi kepegawaian seperti pengangkatan,
promosi,
didasarkan
pada
kecakapannya
bekerja;
hasil
pekerjaannya tidak dapat dinilai dengan uang atau pasar, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
E.3.2. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi di negara kita sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi 20. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi saat ini.
Gerakan reformasi yang diawali pada tahun 1998 yang dipelopori oleh mahasiswa bertujuan untuk memperbaiki kondisi Indonesia dari keterpurukan krisis ekonomi dan politik. Gerakan reformasi diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang muncul selama ini seperti Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN). Dengan terjadinya reformasi, masyarakat secara luas mengharapkan adanya perubahan yang mendasar dalam desain kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik yang menyangkut kehidupan politik, sosial, ekonomi, maupun kultur birokrasi. Perubahan struktur, kultur, dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi salah satu
20
Didin S. Damanhuri. Korupsi, Reformasi Birokrasi dan Masa Depan Ekonomi Indonesia. Jakarta, Lembaga Penerbit FEUI. 2006. Hal.12
Universitas Sumatera Utara
tuntutan yang mendesak untuk segera dilakukan, 21 mengingat pelayanan birokrasi yang jelek memberikan kontribusi terhadap terjadinya krisis multi dimensi selama ini.
Reformasi birokrasi dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik diarahkan untuk menciptakan kinerja birokrasi yang profesional dan akuntabel. Birokrasi dalam melakukan berbagai kegiatan perbaikan pelayanan diharapkan lebih berorientasi pada kepuasan pelanggan, yakni masyarakat pengguna jasa. 22 Kepuasan total dari masyarakat pengguna jasa tersebut dapat dicapai apabila birokrasi pelayanan menempatkan masyarakat sebagai pengguna jasa dalam pemberian pelayanan. Perubahan paradigma pelayanan publik tersebut diarahkan pada perwujudan kualitas pelayanan prima kepada publik, melalui instrument pelayanan yang memiliki orientasi pelayanan lebih cepat, lebih baik dan lebih murah.
E.4. Korupsi
E.4.1. Pengertian Korupsi
Robert Klitgaard mendefinisikan korupsi sebagai suatu hasil dari manajemen pemerintah yang lemah, dan terjadi bilamana sejumlah individu dan organisasi tertentu menguasai monopoli atas barang, jasa, dan pengambilan keputusan, dalam kondisi di mana tidak ada tuntutan pertanggungjawaban, dan
21
Heri Setiono. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakan Publik. Malang, Averroes Press. hal.136 22 Agus Dwiyanto, dkk. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Bab 7. 2006. hal 223.
Universitas Sumatera Utara
rendahnya tingkat pendapatan masyarakat 23. Bank Dunia mendefinisikan korupsi sebagai suatu penyalahgunaan jabatan publik untuk kepentingan pribadi. Definisi ini memberi implikasi bahwa korupsi hanya terjadi pada jabatan publik.
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok)
adalah
gejala
dimana
para
pejabat,
badan-badan
negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harfiah dari korupsi dapat berupa : kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. Sedangkan menurut Transparency International korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam Black’s Law Dictoinary, korupsi adalah perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak resmi dengan hak-hak dari pihak lain secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain, berlawanan dengan kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain. 24
23
Robert Klitgaard. Controlling Corruption ( Membasmi Korupsi). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2001. 24 Rohim, SH. Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi. Depok, Pena Multi Media. 2008.
Universitas Sumatera Utara
Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut oleh masyarakat dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi 25
Menurut Webster’s Third New International Dictionary, korupsi adalah ajakan (dari seorang pejabat politik) dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak semestinya (misalnya suap) untuk melakukan pelanggaran tugas 26
E.4.2. Tipe-tipe Korupsi Syed Hussein Alatas mengembangkan dan mengidentifikasikan korupsi ke dalam beberapa tipe 27 ,yaitu : 1.
Korupsi
Transaktif
yaitu
korupsi
yang
menunjukkan
adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak yang memberi dan menerima demi keuntungan bersama dimana kedua belah pihak sama-sama aktif menjalankan perbuatan tersebut. 2.
Korupsi Ekstortif yaitu korupsi yang menyertakan bentuk-bentuk koersi tertentu dimana pihak pemberi dipaksa untuk menyuap untuk mencegah kerugian yang mengancam diri, kepentingan orang-orangnya atau hal-hal yang dihargainya.
3.
Korupsi Investif yaitu korupsi yang melibatkan suatu penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung dengan keuntungan
25
Chaerudin, SH.MH-Syaiful Ahmad Dinar, SH.MH-Syarif Fadillah,SH.MH. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung, PT. Refika Aditama. 2008. 26 Robert Klitgaard. Controlling Corruption ( Membasmi Korupsi). Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2001. Hal.29 27 Taridi. Efektifitas Implementasi Inpres No.5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi ( Suatu Studi Terhadap 12 Sektor Pelayanan Pada 10 Kabupaten/Kota. Jakarta, PT Multi Utama Indojasa. 2007. Hal 45.
Universitas Sumatera Utara
tertentu yang diperoleh pemberi, selain keuntungan yang diharapkan akan diperoleh dimasa datang. 4.
Korupsi Nepotistik yaitu korupsi berupa pemberian perlakuan khusus kepada pertemanan atau yang mempunyai kedekatan hubungan dalam rangka menduduki jabatan public. Dengan kata lain perlakuan pengutamaan dalam segala bentuk yang bertentangan dengan norma atau peraturan yang berlaku.
5.
Korupsi Autogenik yaitu korupsi yang dilakukan individu karena mempunyai
kesempatan
untuk
memperoleh
keuntungan
dari
pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang diketahuinya seorang diri. 6.
Korupsi Suportif yaitu korupsi yang mengacu pada penciptaan suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan keberadaan tindak pidana korupsi.
7.
Korupsi defensif yaitu suatu tindak korupsi yang terpaksa dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.
E.4.3. Jenis-jenis Korupsi Sedangkan menurut Benveniste 28 dalam Bureaucracy (1991) membagi korupsi dalam 4 jenis yaitu : 1.
Discretionery Corruption : korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan dalam menentukan kebijakan.
28
Arya Maheka. Mengenali dan Memberantas Korupsi. Jakarta, KPK. Bab 2. 2006. hal.16
Universitas Sumatera Utara
2.
Mercenery
Corruption
:
menyalahgunakan
kekuasaan
untuk
mendapatkan keuntungan pribadi. 3.
Illegal Corruption : korupsi yang dilakukan dengan mengacaukan bahasa dan interpretasi hukum.
4.
Ideological Corruption : perpaduan Discretionery Corruption dengan Illegal Corruption yang dilakukan untuk tujuan kelompok.
Piers Beirne dan James Messerschmidt dalam Criminology (1995) 29 membagi korupsi dalam 4 jenis, yaitu 1. Election Fraud : kecurangan yang bertalian langsung dengan pemilihan umum seperti pemalsuan calon anggota legislative atau memberikan sesuatu kepada calon pemilih untuk mempengaruhi pilihannya. 2. Political bribery : kegiatan parlemen yang berkaitan dengan pembentukan undang-undang yang dikendalikan oleh kepentingan golongan tertentu dengan harapan parlemen membuat aturan yang menguntungkan golongan tersebut. 3. Corrupt Campaign Practice : Praktek kampanye dengan menggunakan fasilitas maupun keuangan negara. 4. Political Kickbacks : korupsi yang biasa terjadi di legislative, eksekutif maupun
yudikatif
dengan
pemberian
imbalan
oleh
pihak
yang
diuntungkan.
29
Ibid. Lihat hal 16
Universitas Sumatera Utara
E.4.4. Korupsi Sebagai Persoalan Administrasi Menurut UU No.31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi diartikan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam hal ini upaya pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilihat dari tindakan represif semata, melainkan juga lewat tindakan preventif yaitu bagaimana ada upaya sistematis untuk mencegah terjadinya perbuatan korupsi tersebut. Menurut Kurniawan 30 ada berbagai upaya yang bisa dilakukan dalam rangka pemberantasan korupsi dengan pola preventif, yakni dengan menegakkan konsepsi pelayanan publik, reformasi birokrasi pelayanan publik, serta peningkatan pelayanan publik. a. Menegakkan Konsepsi Pelayanan Publik untuk menanggulangi Korupsi Desentralisasi pelayanan publlik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup popular dianut oleh negara-negara Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good gevernance. Salah satu motivasi utama dari kebijaksanaan ini adalah karena ketidakmampuan sistem sentralistik dalam mendorong terciptanya suasana kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan, sehingga menimbulkan gagasan memunculkan desentralisasi sebagai suatu pendekatan yang diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan responsiveness serta meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menyediakan pelayanan publik. Beberapa konsepsi pelayanan publik yang harus ditegakkan kembali yaitu :
30
Luthfi Kurniawan. Peta Korupsi di Daerah. Jakarta, Penerbit MCM (Malang Corruption Watch) dengan YAPPIKA. 2006. Hal 203-222
Universitas Sumatera Utara
1.
pelayanan publik yang bersifat umum yaitu yang diberikan kepada siapa saja yang membutuhkan pelayanan diberikan oleh instansi publik yang diberi wewenang untuk itu, yang antara lain baik berupa perolehan akan dokumen pribadi tentang pemilikan maupun perijinan untuk melakukan kegiatan ekonomi pribadi atau kelompok.
2.
pelayanan publik bersifat khusus yang timbul karena adanya suatu hubungan hukum yang sifatnya khusus diantara institusi publik tertentu dengan publik tertentu
sementara itu kriteria yang dikehendaki dalam pelayanan publik 31 mestinya : 1. lebih fokus pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat. 2. lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat, sehingga mempunyai rasa memiliki terhadap fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama. 3. menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu, sehingga masyarakat memperoleh layanan berkualitas. 4. fokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil 5. mengutamakan apa yang menjadi keinginan masyarakat. 6. mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
31
Muhammad Asfar. Model-model Sistem Pemilihan di Indonesia. Surabaya, Pusdeham bekerja sama dengan Partnership for Goveernance Reform In Indonesia. 2002. Hal 121-124
Universitas Sumatera Utara
E.5. Pencegahan Korupsi
E.5.1. Pengertian Pemberantasan Korupsi
Menurut UU No 30 tahun 2002 pasal 1 ayat 3, Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Arya Maheka dalam Mengenali dan Memberantas Korupsi 32 mengartikan pemberantasan korupsi lebih kepada bagaimana sistematika pemberantasan itu dilaksanakan yaitu dengan membuat rumus pemberantasan korupsi seperti dibawah ini : Pemberantasan korupsi = Pencegahan + Penindakan + Peran Masyarakat
E.5.2. Pengertian Pencegahan Korupsi
Menurut Webster’s new American dictionary dimuat sebagai berikut : Prevensi (Pencegahan) adalah membuat rintangan-rintangan/hambatan-hambatan agar tidak terjadi tindak pidana (Prevention’n The act of hindering or obstruction.)
Pencegahan korupsi (Antikorupsi) perlu difokuskan pada perbaikan sistem (hukum,
32
kelembagaan,
ekonomi)
dan
perbaikan
manusianya
(moral,
Op.cit. Lihat [28]
Universitas Sumatera Utara
kesejahteraan, pendidikan). Pencegahan korupsi bertujuan untuk mengurangi terjadinya korupsi, dengan memperbaiki sistem yang berpotensi korup dan memperbaiki perilaku hidup. Sementara itu penindakan korupsi (Kontrakorupsi) yang disertai asset recovery (pemulihan kerugian negara, menyelamatkan asset negara yang dikorupsi) bertujuan memberikan shock therapy (terapi kejut, supaya menjadi pembelajaran) dan mengembalikan rasa keadilan masyarakat yang terkoyak dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses pemberantasn korupsi. Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh, memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi korupsi. Mendapatkan pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan korupsi kepada penegak hukum. Dan menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab.
E.6. Rencana Strategis
E.6.1. Pengertian Perencanaan
Menurut Hadari Nawawi, Perencanaan adalah kegiatan persiapan dengan merumuskan dan menetapkan keputusan tentang langkah-langkah penyelesaian masalah atau pelaksanaan suatu pekerjaan secara terarah pada satu tujuan. 33
E.6.2. Tugas Pokok Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan pembuatan keputusan tentang masa depan dan cara mewujudkannya di suatu lingkungan tertentu. Sehubungan dengan
33
Hadari Nawawi. Perencanaan SDM Untuk Organisasi Profit yang Kompetitif. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press. 2001. Hal.32
Universitas Sumatera Utara
itu pembahasan tentang tugas pokok perencanaan sebagai kegiatan pengambilan keputusan dalam uraian ini pada dasarnya menempatkan perencanaan sebagai suatu disiplin ilmu bukan sebagai salah satu fungsi manajemen. Adapun tugas pokok perencanaan 34 yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a. Tugas Persiapan (Eksplanatif)
Perencanaa suatu bidang/aspek kehidupan tertentu harus dimulai atau bertolak dari kondisinya pada saat sekarang. Untuk mengetahui kondisi itu diperlukan kegiatan menghimpun informasi atau data dengan mengidentifikasi kondisi bidang/aspek tersebut. Dengan kata lain tujuan dari kegiatan pertama dalam perencanaan ini adalah untuk menjelaskan (explanation) kondisi awal bidang atau masalah yang akan dijelajahi sebuah perencanaan yang akan dirumuskan.
b. Tugas Prediktif
Perencanaan pada dasarnya merupakan kegiatan memprediksi suatu kondisi mas depan yang diinginkan, berbeda dari kondisinya di masa sekarang. Prediksi itu pada dasarnya merupakan kegiatan memilih alternatif mengenai kondisi organisasi yang ideal di masa mendatang. Prediksi harus bersifat realistis berupa kondisi masa depan yang diperkirakan dapat diwujudkan. Untuk itu harus dihindari memprediksi kondisi masa depan yang tidak mungkin dicapai, sehingga menjadi khayalan yang tidak dapat diwujudkan. Dengan demikian berarti juga harus dimiliki kemampuan dan cara atau strategi mencapainya, atau sebaliknya 34
Ibid. Hal.33
Universitas Sumatera Utara
harus dihindari pelaksanaan kegiatan yang diprediksi tidak relevan dengan kondisi yang ingin dicapai.
Tugas prediksi seperti diuraikan diatas harus dilakukan secara cermat dan realistik, agar benar-benar dapat dilaksanakan dan tujuannya dapat dicapai secara efektif dan efisien. Untuk itu tugas perencanaan yang pertama seperti diuraikan terdahulu harus dilaksanakan secara baik, agar informasi atau data yang digunakan untuk mengetahui kondisi sekarang yang perlu dirubah, diperbaiki, diadakan atau disempurnakan menjadi jelas, dan penetapan prediksi kondisi yang diinginkan dimasa depan tidak keliru.
c. Tugas Kontrol
Tujuan perencanaan yang akan diwujudkan dimasa depan pada dasarnya merupakan kontrol terhadap kondisi yang akan terjadi/dicapai dimasa depan. Demikian juga pemilihan program dan kegiatan untuk mewujudkan tujuan tersebut, pada dasarnya menghindari terjadinya atau terwujudnya kondisi yang tidak diinginkan. Untuk itu program-program atau kegiatan-kegiatannya harus dipilih yang paling relevan sebagai kegiatan kontrol, agar tidak merugikan dan menimbulkan konsekuensi terjadinya kondisi yang tidak diinginkan. Perencanaan sebagai kegiatan kontrol sangat penting bagi setiap organisasi karena berpengaruh langsung pada usaha mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya dan berpengaruh langsung pada kondisi kompetitifnya.
Dengan memperhatikan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa esensi perencanaan mencakup dua substansi sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan dengan memilah dan memilih program-program yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan kondisi masa depan yang diinginkan. b. Perencanaan adalah respon terhadap masalah atau kondisi masa sekarang yang belum memuaskan, yang harus dirubah, diperbaiki, disempurnakan bahkan mungkin diganti dengan kondisi yang lebih memuaskan.
E.6.3. Pengertian Strategi Strategi 35 sebagai kosa kata pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, yaitu Strategos, kata strategos berasal dari kata Stratos yang berarti militer dan ego yang artinya memimpin. Berdasarkan pemaknaan ini maka strategis pada awalnya bukan kosa kata disiplin ilmu manajemen, namun lebih dekat dengan bidang kemiliteran yang artinya memimpin militer. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus – menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dengan apa yang terjadi.
Strategi telah didefenisikan dalam beragam cara oleh banyak penulis diantaranya pendapat Chandler (1962) Strategi adalah penetapan tujuan dasar jangka panjang dan sasaran perusahaan, dan penerapan serangkaian tindakan,
35
Triton. PB. Manajemen strategis Terapan Perusahaan dan Bisnis. Yogyakarta, Tugu Publisher. 2007. Hal.13
Universitas Sumatera Utara
serta alokasi sumber daya yang penting untuk melaksanakan sasaran ini. 36 Strategi memperhatikan dengan sungguh-sungguh arah jangka panjang dan cakupan organisasi. Strategi juga secara kritis memperhatikan dengan sungguh-sungguh posisi organisasi itu sendiri dengan memperhatikan lingkungan dan secara khusus memperhatikan pesaingnya. Berdasarkan keseluruhan defenisi diatas, maka Triton 37 memdefenisikan strategi sebagai berikut : Strategi adalah sekumpulan pilihan kritis untuk perencanaan dan penerapan serangkaian rencana tindakan dan alokasi sumber daya yang penting dalam mencapai tujuan dasar dan sasaran, dengan memperhatikan keunggulan kompetitif, komparatif, dan sinergis yang ideal berkelanjutan, sebagai arah, cakupan dan perspektif jangka panjang keseluruhan yang ideal dari individu atau organisasi.
E.6.4. Rencana Strategis
E.6.4.1. Dasar Pembentukan Organisasi Menurut Galbraith (1977) 38 Setiap upaya merancang atau menyusun organisasi perlu dilakukan hal-hal berikut, yakni menentukan kebijakan strategis yang dijadikan landasan langkah-langkah berikutnya. Kebijakan strategis ini termasuk didalamnya menentukan visi yang akan diwujudkan selama satu keperiodean. Selain visi, pemimpin juga menentukan misi, tujuan dan domain untuk masing-masing satuan organisasi yang dipimpinnya. Hal ini berarti, setiap
36
Ibid. Hal.15 Ibid. Hal 17 38 Miftah Thoha. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta, Kencana Prenada Media Group. 2008. Hal.43 37
Universitas Sumatera Utara
pimpinan organisasi harus memahami kebutuhan dan kemampuannya untuk setiap upaya merancang dan membentuk organisasi. Kebijakan strategis yang ditetapkan itu menjadi landasan berapa banyak dan jenis satuan posisi atau jabatan organisasi yang ditetapkan atau dibentuk.
E.6.4.2. Pengertian Rencana Strategis Menurut Olsen dan Eadie 39Perencanaan Strategis adalah upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi, apa yang dikerjakan organisasi, dan mengapa organisasi mengerjakan hal seperti itu. Sedangkan menurut Michael allison dan Jude Kaye 40 Perencanaan Strategis adalah proses sistemik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan di antara stakeholder utama tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggap lingkungan operasi.
Sedangkan menurut Inpres No.7 Tahun 1999 rencana strategis adalah uraian tentang visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi dan tentang cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut melalui program-program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahunan.
E.6.4.3. Maksud dan Tujuan Rencana Strategis
a. Rencana Strategis berfungsi sebagai kerangka umum analisis organisasi
dalam
memahami
diri
dan
lingkungannya
serta
39
Jhon M.Bryson. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta, Pustaka Pelajar. 2003. Hal.4 40 Michael Allison dan Jude Kaye. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi Nirlaba.Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. 2005. Hal.1
Universitas Sumatera Utara
menerjemahkan konsep visi dan misi organisasi ke dalam aktualisasi program. b. Menciptakan efisiensi, efektifitas dan relevansi seluruh tindakan organisasi yang menyangkut pemikiran, struktur, program dan perilaku organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi secara konsisten dan berkesinambungan. c. Sebagai pedoman strategis yang berorientasi ke depan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi seluruh kegiatan organisasi selama satu keperiodean. d. Sebagai landasan evaluasi dan penilaian secara kualitatif bagi seluruh program dan kebijakan yang diambil oleh organisasi.
F. Defenisi Konsep
Konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran manusia atau di dunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata. 41 Dengan konsep itu peneliti dapat memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter maupun skala pengukuran yang dikehendaki dalam penelitian. Oleh karena itu untuk lebih memperjelas pemahaman dalam tulisan ini yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah:
1. Pencegahan Korupsi adalah : serangkaian tindakan dengan memperbaiki sistem baik dari segi hukum, kelembagaan, ekonomi dan perbaikan 41
Bagong Suyanto. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta, Kencana. 2005. Hal. 49
Universitas Sumatera Utara
manusianya baik dari segi moral, kesejahteraan dan pendidikan sehingga diharapkan dapat mengurangi tindak pidana korupsi. G. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. 42 Dari informasi tersebut dia akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dapat dilakukan dan dengan demikian dia dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedur pengukuran yang baru.
Untuk memberi kejelasan terhadap batasan yang akan diteliti, maka akan dijelaskan defenisi operasional sebagai berikut :
1.
Evaluasi yang dimaksud adalah analisis hasil program pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2008 pada periode 2008-2011.
2.
Rencana Strategis KPK yang dimaksud adalah perencanaan operasional yang meliputi Visi, Misi, Tujuan, Sasaran, dan Peraturan yang mendukung pelaksanaan program yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program kerja dan proyek tahunan pencegahan.
3.
Pencegahan Korupsi yang dimaksud adalah serangkaian tindakan untuk menghambat laju tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK
42
Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survey, Jakarta, LP3ES. 1999. Hal.46-47
Universitas Sumatera Utara
melalui program-programnya yang diterjemahkan melalui rencana strategis KPK 2008-2011. 4.
Pencegahan korupsi yang dimaksud adalah program pencegahan korupsi KPK pada masa kepemimpinan Antasari Azhar periode 2008-2011 yang dibatasi pada program yang telah dilaksanakan di tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
H. Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Berisikan Latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, mamfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN Berisikan bentuk penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Berisikan data/karateristik objek penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV
PENYAJIAN DATA Bab ini berisikan data-data yang diperoleh dari lapangan yang akan dianalisis.
BAB V
ANALISA DATA Bab ini berisikan pembahasan atau interpretasi dari data-data yang disajikan.
BAB VI
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara