BAB I PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang Masalah Perhelatan politik telah dibuka kembali di pasar rakyat lima tahunan bernama pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres). Pelbagai menu berupa visi, misi, dan program pun dikemukakan kepada rakyat, salah satunya melalui tayangan debat capres di beberapa stasiun televisi. Debat bagi pasangan calon presiden pada pemilu presiden ini akan dilakukan sebanyak tiga kali dan debat bagi calon wakil presiden sebayak dua kali.
Komisi
Pemilihan
Umum
diberikan
tanggung
jawab
untuk
menyelenggarakan debat yang wajib diikuti pasangan capres-cawapres. Debat ini direncanakan tanpa panelis. Penyelenggaraan debat ini untuk mengurangi kampanye dalam bentuk pengumpulan dan arak- arakan massa. Kampanye model konvensional ini tetap boleh diselenggarakan, tetapi bukan menjadi model utama. Kampanye dalam bentuk pengumpulan massa kurang mampu menggali visi dan misi pasangan capres-cawapres. Acara hiburan lebih mengemuka dalam kampanye tersebut. Model kampanye ini juga rawan menimbulkan kesenjangan antara pasangan capres-cawapres yang memiliki dana kampanye berlimpah dan terbatas. Debat capres akan disiarkan melalui media massa, terutama media massa elektronik yang mudah diakses masyarakat. Biaya penyelenggaraan debat ini sebagiannya dibebankan kepada negara dan sisanya dari sponsor iklan. Debat calon presiden (capres) 2009 perdana akan diselenggarakan pada 18 Juni bertempat di stasiun televisi Trans TV Jakarta dan disiarkan secara langsung oleh televisi yang bersangkutan. Debat yang dipandu Rektor Universitas Paramadina,
Universitas Sumatera Utara
13
Jakarta, Anies Rasyid Baswedan itu dibagi atas empat tahapan, yaitu penyampaian visi-misi, pendalaman, diskusi dengan kesempatan calon menanggapi pandangan calon lain, serta penutup. Pada sesi ketiga, saat calon diberi kesempatan menanggapi pendapat calon lain, kesempatan untuk ”menyerang” itu tidak dipergunakan mereka. Pada debat pertama, misalnya ketika menyoal perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Megawati menyatakan akar masalah ada di dalam negeri sehingga perlindungan harus dimulai dari dalam negeri. SBY menanggapinya dengan menyatakan ”setuju 200 persen”. Kalla juga menyebut apa yang disampaikan Megawati dikerjakannya saat ia menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada masa pemerintahan Megawati. Ketika diberikan kesempatan menanggapi balik, Megawati hanya berujar singkat, ”Semua ngikut saya.” Dalam sesi kedua, Anies melontarkan tiga pertanyaan terkait dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, anggaran pertahanan, dan penyelesaian kasus lumpur Lapindo Brantas. Kalla dan Megawati menekankan agar RUU itu bisa dirampungkan maksimal September 2009 oleh DPR periode sekarang. SBY menyebutkan, jika tidak bisa selesai, presiden punya hak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). ”Saya sependapat dengan Pak SBY karena yang bisa membuat perppu Pak SBY,” kata Kalla. Soal anggaran pertahanan, Kalla menyebutkan, salah satu upaya membangun militer yang kuat adalah dengan mengupayakan pemenuhan alat utama sistem persenjataan dengan produk dalam negeri. Ia pernah memerintahkan PT Pindad memproduksi 150 panser. SBY lebih menekankan peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap. Kebutuhan minimal mencapai Rp 120 triliun, tetapi tahun 2009 baru mencapai Rp 35 triliun.
Universitas Sumatera Utara
14
Debat yang kedua pada 25 Juni dengan tema mengentaskan kemiskinan dan pengangguran serta dipandu oleh moderator Aviliani, sedangkan debat capres ketiga pada 2 Juli dengan tema NKRI, demokrasi dan otonomi daerah dan moderator Pratikno. Debat merupakan momentum persuasi dari para capres untuk meyakinkan bahwa mereka layak menjadi pemenang. Debat akan berpengaruh pada politik pencitraan para capres. Ekspresi komunikasi dan wawasan para capres akan dilihat dan didengar oleh khalayak sehingga sangat mungkin untuk menaikkan atau menurunkan tingkat elektabilitas capres. Dalam publik relations tidak bisa dilepaskan dengan image atau citra. Citra adalah sebuah pandangan mengenai suatu perusahaan atau suatu partai politik dan kandidatnya, yang bersifat penilaian obyektif masyarakat atas tindakan dan perilaku dan etika para kader partai tersebut yang berhubungan dengan eksistensinya dalam masyarakat. Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri public terhadap perusahaan atau organisasi, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi ( Bill Clinton, dalam Elvinaro & Soemirat, 2003:112 ). Citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif, citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Yang membentuk citra adalah perusahaan tersebut, sedangkan publik hanyalah pihak yang menanggapi apakah citra yang coba ditunjukan oleh sebuah perusahaan itu berhasil atau tidak dan menilainya sehingga munculah persepsi. Citra ditimbulkan dari persepsi yang diberikan masing-masing masyarakat, pesepsi ini bersifat obyektif, tergantung dari siapa persepsi itu dikeluarkan. Persepsi secara umum dapat dipengaruhi dari dua hal yaitu, pengalaman pribadi serta pengaruh orang lain.
Universitas Sumatera Utara
15
Sedangkan yang dimaksud pengaruh dari orang lain sebuah persepsi yang dikeluarkan oleh seseorang atau konsumen akibat dari pengaruh dari orang lain, tidak dengan melihat dan membuktikannya sendiri. Persepsi ini sering digunakan bagi seseorang yang sangat membenci organisasi tersebut dan dengan tujuan agar citra organisasi tersebut jatuh, maka ia membuat isu dan disebarkan kepada orang lain. Media di manapun memiliki kekuatan yang signifikan dalam melakukan produksi dan reproduksi citra politik. Asumsi seperti ini relevan dengan pendapat Tuchman, yang mengatakan seluruh isi media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Proses konstruksi citra melalui media, dilihat dari perspektif kerangka teori Berger dan Luckman (1966), berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni subjective reality, symbolic reality, objective reality. Ketika seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality. Sementara itu, semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai "objective reality" termasuk di dalamnya isi media (media content), dikategorikan sebagai simbolic reality. Pada realitas simbolik inilah sebenarnya terletak kekuatan media. Karena secara nyata, konstruksi definisi tentang realitas yang dimiliki individu-individu (subjective reality) ini sangat dipengaruhi oleh ekspresi simbolik yang diberikan media. Realitas simbolik di TV, majalah, koran, radio dan lain-lainnya inilah yang kemudian mempengaruhi opini warga masyarakat. Idealnya media yang ideal selalu menempatkan relasi kekuasaan yang mendasari produksi, distrubusi dan konsumsi sumberdaya medianya untuk kepentingan publik. Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab media dalam menciptakan keteraturan sosial dan demokratisasi di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
16
Debat tentu akan berpengaruh pada politik pencitraan para capres. Ekspresi komunikasi dan wawasan para capres secara langsung akan dilihat dan didengar oleh khalayak luas, sehingga sangat mungkin dapat menaikkan atau menurunkan tingkat elektablitas capres di mata pemilih. Sebagai prosesi komunikasi, indikator debat yang akan diperhatikan pertama kalinya oleh khalayak tentu saja retorika para capres. Retorika sebagai seni berbicara (art of speech) akan memberi kesan pada kemampuan kandidat dalam menangani persoalan susbtantif yang mereka janjikan. Dari debat calon akan diketahui kualitas dan kapabilitas pasangan calon. Di dalam debat tentu akan diketahui sejauh mana argumentasi dan rasionalisasi para calon dalam mempertahankan rencana program beserta strategi realisasinya. Tidak hanya dari visi, misi, dan program. Dari penampilan dan gaya berbicara capres pun akan tampak dalam acara debat capres ini. Dari perdebatan ini, kita akan melihat bagaimana pencitraan yang terbentuk di masyarakat. Citra yang positif akan membantu masing-masing kandidat untuk menarik simpati dari masyarakat. Berbagai argumentasi yang dikemukakan pada khalayak berupa kebijakan politik calon presiden termasuk didalamnya citra sosial caleg, perasaan emosional caleg dan citra diri seorang caleg akan menentukan perilaku pemilih dalam menentukan pilihannya. Peneliti memilih tayangan debat ini sebagai bagian yang sangat penting dalam penyusunan karya ilmiah, karena hanya di dalam tayangan ini para kandidat Capres RI dapat tampil bersama di media TV dan juga berdebat secara bersama-sama dalam satu tempat dan waktu. Tayangan ini juga merupakan yang pertama dalam sejarah berdemokrasi di Indonesia, dan penulis juga harus menunggu empat tahun lagi untuk melihat hal yang menarik ini.
Universitas Sumatera Utara
17
Penulis memilih objek penelitian pada kalangan mahasiswa/i FISIP USU. Ini disebabkan oleh tingkat pendidikan mahasiswa/i FISIP USU telah lebih baik. Dan pola berpikir mahasiswa/i FISIP lebih cenderung pada analisis-analisis bidang sosial dan politik. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti “Sejauhmanakah pengaruh tayangan Debat Capres di TV terhadap peningkatan citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa/i FISIP USU? ”.
Universitas Sumatera Utara
18
I. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dikemukakan perumusan masalah sebagai berikut : “ Sejauhmanakah Pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU ? ”
I. 3. Pembatasan Masalah Untuk
menghindari
lingkup
yang
terlalu
luas,
sehingga
dapat
mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalahnya tersebut sebagai berikut: 1. Penelitian ini menggunakan metode korelasional, metode yang bertujuan untuk meneliti sejauhmana pengaruh suatu variabel yang menjadi penyebab variabel lain. 2. Objek penelitian ini adalah Kalangan Mahasiswa/i FISIP USU yaitu mahasiswa/i yang berstatus stambuk 2006 dan 2007 dan pernah menonton tayangan Debat Capres setidaknya dua kali. 3. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2009-Agustus 2009.
Universitas Sumatera Utara
19
I. 4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. untuk mengetahui motif mahasiswa/i FISIP USU menonton Tayangan Debat Capres 2. untuk mengetahui pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU
I. 5. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis, penelitian ini berguna untuk menambah pengetahuan dan dapat memperluas cakrawala pengetahuan peneliti mengenai perilaku masyarakat. 2. Secara Akademis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam bidang ilmu komunikasi dan sumbangan pemikiran di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan yang positif bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan masalah penelitian.
Universitas Sumatera Utara
20
I. 6. Kerangka Teori Untuk melakukan penelitian, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori. Kerangka teori disusun sebagai landasan berpikir yang menunjukkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang akan diteliti (Nawawi, 1997 ; 40). Menurut Kerlinger, teori adalah himpunan konstruk (konsep), defenisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Rakhmat, 1997 : 6). Dengan adanya kerangka teori, peneliti mempunyai landasan berpikir dalam menyusun penelitiannya. Adapun teori-teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah : I. 6. 1. Komunikasi dan Komunikasi Massa Komunikasi dapat diartikan dalam proses komunikasi, yaitu bila seseorang/ kelompok menyampaikan lambang/idea yang ditujukan kepada orang lain/kelompok lain, dengan tujuan agar terjadi persamaan pendapat di antara yang semua yang terlibat di dalam mengartikan lambang itu. Komunikasi ini dapat dilakukan secara langsung, dengan atau tanpa media. Pengertian komunikasi memang sangat sederhana dan mudah dipahami, tetapi dalam pelaksanaannya sangat sulit dipahami, terlebih lagi bila yang terlibat komunikasi memiliki referensi yang berbeda, atau di dalam komunikasi berjalan satu arah misalnya dalam media massa, tentunya untuk membentuk persamaan ini akan mengalami banyak hambatan (Wahyudi, 1986: 29). Lasswell menerangkan cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi dengan menjawab pertannyaan : Who Says What in Which Channel to Whom With What Effect (Siapa Pesan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa). Jawaban dari pertannyaan Lasswell merupakan unsur-unsur proses komunikasi
Universitas Sumatera Utara
21
yang meliputi : komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek (Effendy, 2003 : 253). Dalam kaitannya dengan media televisi, komunikasi massa yang dimaksud adalah yang menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam jumlahnya dengan menggunakan media, baik cetak maupun elektronik. Yang menjadi komunikator dalam komunikasi massa umumnya adalah lembaga atau institusi, sedangkan komunikannya adalah masyarakat umum. Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada khalayak tersebar, heterogen dan menimbulkan media alat-alat elektronik sehingga pesan yang sama dapat diartikan secara serempak dan sesaat. Maka komunikasi yang ditujukan kepada massa dengan menggunakan media elektronik khususnya televisi merupakan komunikasi massa (Rakhmat, 1991 : 189). Menurut Robert F. Avery yang dikutip oleh JB. Wahyudi memberi defenisi komunikasi massa yang menggunakan media massa yang terbit/disiarkan secara periodik. Massa dan komunikasi massa adalah pembaca surat kabar / majalah, pendengar radio, penonton televisi yang memiliki sifat-sifat yaitu : a. Banyak jumlahnya b. Saling tidak mengenal c. Heterogen d. Tidak diorganisasikan e. Tidak dikenal oleh si pengirim / komunikator f. Tidak dapat memberikan umpan balik secara langsung I. 6. 2. Televisi Menurut Effendy (Effendy, 1986 : 21) yang dimaksud dengan televisi adalah siaran yang merupakan media dari jaringan komunikasi dengan ciri-ciri yang dimiliki komunikasi massa, berlangsung satu arah, komunikatornya
Universitas Sumatera Utara
22
melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan serempak dalam komunikannya yang heterogen. Televisi sebagai media massa menjadi penting artinya bagi manusia untuk memperoleh informasi, pendidikan, maupun hiburan. Kelebihan media televisi terletak pada kekuatannya menguasai jarak dan ruang, sasaran yang dicapai untuk mencapai massa yang cukup besar. Dan, daya rangsang seseorang terhadap televisi cukup tinggi, disebabkan oleh kekuatan suara dan gambar yang bergerak atau ekspresif (Kuswandi, 1996 : 23). Televisi memiliki pengaruh yang sangat tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Mar`at dalam Effendy (1993 : 122), bahwa acara televisi mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi dan perasaan para penonton adalah wajar. Jadi bila ada hal-hal yang mengakibatkan penonton terharu, terpesona atau latah bukanlah sesuatu yang jarang dijumpai. Sebab salah satu pengaruh psikologis dari televisi seolah-olah menghipnotis penonton sehingga mereka terhanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang disajikan televisi. Pesan yang akan disampaikan melalui media televisi, memerlukan pertimbangan-pertimbangan lain agar pesan tersebut dapat diterima oleh khalayak sasaran. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah pemirsa, waktu, durasi, dan metode penyajian. 1. Pemirsa Sesungguhnya dalam setiap bentuk komunikasi dengan menggunakan media apapun, komunikator akan menyesuaikan pesan dengan latar belakang komunikannya. Namun untuk komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Dalam hal ini komunikator harus memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang
Universitas Sumatera Utara
23
termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang-orang. Jadi, setiap acara yang ditayangkan benar-benar berdasarkan kebutuhan pemirsa, bukan acara yang dijejalkan begitu saja.
2. Waktu Faktor waktu menjadi bahan pertimbangan, agar setiap acara ditayangkan secara proporsional dan dapat diterima oleh khalayak sasaran atau khalayak yang dituju. Bagi semua stasiun, antara pukul 19.30 sampai pukul 21.00 WIB dianggap sebagai waktu utama (prime time), yakni waktu yang dianggap paling baik untuk menayangkan acara pilihan, karena pada waktu itulah seluruh anggota keluarga berkumpul dan punya waktu untuk menonton televisi. Karenanya tidak heran pada acara tersebut selalu dipenuhi oleh iklan. 3. Durasi Durasi berkaitan dengan waktu, yaitu jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Suatu acara tidak akan mencapai sasaran karena durasi terlalu singkat atau terlalu lama. 4. Metode Penyajian Telah kita ketahui bahwa fungsi utama televisi menurut khalayak pada umumnya adalah untuk menghibur, selanjutnya adalah informasi. Dengan pesan informatif, selain melalui acara siaran berita, dapat dikemas dalam bentuk wawancara, panel diskusi, reportase, obrolan, dan sejenisnya, bahkan dalam bentuki sandiwara sekalipun. (Ardianto, 2004: 131)
Universitas Sumatera Utara
24
I. 6. 3. Citra Citra merupakan kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan, kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu obyek, orang atau organisasi (Bill Clinton, dalam Elvinaro & Soemirat, 2003:112). Citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif, citra itu sendiri merupakan salah satu aset terpenting dari suatu perusahaan atau organisasi. Yang membentuk citra adalah perusahaan tersebut, sedangkan publik hanyalah pihak yang menanggapi apakah citra yang coba ditunjukan oleh sebuah perusahaan itu berhasil atau tidak dan menilainya sehingga munculah persepsi. Citra ditimbulkan dari persepsi yang diberikan masing-masing masyarakat, pesepsi ini bersifat obyektif, tergantung dari siapa persepsi itu dikeluarkan. Wujud dari citra dapat dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik (khalayak sasaran) dan masyarakat luas pada umumnya (Soemirat 2004 : 112). Penilaian atau tangapan masyarakat tersebut dapat berkaitan dengan timbulnya rasa hormat kesan-kesan baik dan menguntungkan terhadap suatu perusahaan atau pribadi. Menurut Frank Jefkins, ada beberapa jenis citra yang dikenal di dunia aktivitas publik relations, yaitu: 1. Citra cermin (mirror image), yaitu citra yang dianut oleh orang dalam, mengenai pandangan luar terhadap perusahaannya. 2. Citra kini (current image), yaitu kesan yang diperoleh dari orang lain tentang perusahaan itu. 3. Citra keinginan (wish image), yaitu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen
Universitas Sumatera Utara
25
4. Citra perusahaan (corporate image), yaitu citra perusahaan dilihat dari secara keseluruhan, bukan hanya sekedar citra atas produk dan pelayanannya 5. Citra Serbaneka (multiple image), yaitu pelengkap dari unsur-unsur yang diintegrasikan terhadap citra perusahaan. 6. Citra Penampilan (performance), yaitu citra yang lebih ditujukan kepada subjeknya, bagaimana kinerja atau penampilan diri para profesional pada perusahaan bersangkutan, misalnya bagaimana pelaksanaan etika dalam berbicara pada khalayak. (Ruslan, 1998: 65)
Kenneth Burke dengan Dramatism Pentad (Griffin, 2004 : 315) mengilustrasikan pentingnya sebuah retorika dalam bentukan : 1. Act, yaitu tindakan apa yang dilakukan oleh Aktor dalam situasi tertentu, 2. Scene, yaitu situasi atau konteks (setting) dimana tindakan (act) dilakukan, 3. Agent, yaitu actor yang melakukan tindakan, 4. Agency, yaitu alat atau cara-cara yang dilakukan oleh actor/agent untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan dan, 5. Purpose, yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan sebuah tindakan (act) harus dilakukan dan hasil atau efek apa yang diharapkan dari tindakan itu. (Littlejohn, 1996 : 169).
Dengan mengaplikasikan elemen-elemen retorika Kenneth Burke, dalam The Dramatistic Pentad kita dapat menganalisa teks serta mengungkapkan gaya dan teknik persuasi yang berpengaruh pada sebuah pencitraan.
Universitas Sumatera Utara
26
Kegiatan komunikasi manusia dipengaruhi oleh Retorical Vision, menurut Bormann (Littlejohn, 1996: 172) berpendapat bahwa Bormann meyakini Rhetorical Vision, “ . . . structure our sense of reality in areas that we cannot experience directly but can only know by symbolic reproduction”. Dalam memberikan pandangan kepada khalayak, diperlukan retorika yang baik. Selanjutnya Bormann menyatakan Fantasy Theme merupakan bagian dari Rhetorical Vision yang lebih besar. Dalam Fantasy Theme manusia berupaya untuk memahami kejadian-kejadian yang terjadi disekelilingnya dengan berbagi cerita dengan sesama. Tindakan inilah yang kemudian memunculkan label tertentu untuk mengartikan kejadian-kejadian yang ada disekelilingnya. Fantasy Theme terdiri dari beberapa elemen yakni : 1. Dramatis personae, karakter-karakter yang dilakoni sebuah peran tertentu. 2. The plot line, alur cerita yang diperankan oleh para karakter tersebut 3. The scene-setting, konteks, atau situasi dimana plot tengah terjadi 4. Sanctioning agent, figure yang dapat memberi legitimasi cerita. (Littlejohn, 1996: 172)
Fantasy Theme dapat memahami dan memaknai kejadian-kejadian disekeliling kita. Para komunikator, baik komunikator komunikasi public seperti politisi., tokoh agama maupun komunikator komunikasi massa, sering tanpa disadari menggunakan elemen-elemen dalam fantasy theme untuk memberi label pada cerita yang mereka sampaikan, dan hal itu akan mempermudah pemahaman khalayak terhadap pesan yang disampaikan.
Universitas Sumatera Utara
27
I. 6. 4. Model Uses and Gratification Model ini merupakan fokus dari tujuan komunikator ke tujuan komunikan. Model ini menentukan fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak. Pendekatan uses and gratification untuk pertama kalinya dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya mati. Teori uses and gratification adalah teori yang menjelaskan bagaimana komunikan memilih medianya sendiri sesuai dengan kebutuhan. Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama adalah bukan bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana khalayak memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. Jadi bobotnya ialah pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus (Effendy 2003:289-290). Katz, Blumer dan Gurevitch menjelaskan mengenai asumsi dasar dari teori uses and gratifications, yaitu : 1. Khalayak dianggap aktif, artinya khalayak sebagai bagian penting dari penggunaan media massanya diasumsikan mempunyai tujuan. 2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif untuk mengaitkan pemuasaan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khalayak. 3. Media massa harus bersaing dengan sumber-sumber lain untuk memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media luas bergantung kepada khalayak yang bersangkutan. 4. Tujuan pemilih media massa disimpulkan dari data yang diberikan anggota khalayak. Artinya, orang dianggap cukup mengerti untuk melaporkan kepentingan dan motif pada situasi-situasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
28
5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus dipertangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak (Komala, 2004:71) .
Dilihat dengan gambar, model Uses And Gratification adalah sebagai berikut:
Anteseden: -Variabel Individu -Variabel Lingkungan
Kebutuhan -Personal Diversi -Personal Identity
Penggunaan Media -hubungan -macam isi -hubungan dengan isi
Menghasilkan gratifikasi kebutuhan Efek Konsekuens i lain yang tidak diinginkan
Gambar 1 Model Uses And Gratification Sumber : ( Jallaludin Rakhmat, 2004 ) Lingkungan sosial meliputi variabel individual yang terdiri dari data demografis seperti usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor psikologi komunikan. Semua variabel lingkungan seperti organisasi, sistem sosial dan struktur sosial. Menurut Blumer, kebutuhan individual (motif) dapat dioperasionalisasikan menjadi dua orientasi; orientasi diversi (kebutuhan hiburan), serta identitas ( yakni menggunakan isi media untuk memperkuat/ menonjolkan sesuatu yang penting dalam kehidupan/ situasi khalayak sendiri). Penggunaan media terdiri dari jumlah waktu yang digunakan dalam berbagai jenis media yang dikonsumsi dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi. Efek media dan kepuasan media dapat dioperasionalisasikan sebagai evaluasi kemampuan media untuk memberikan kepuasan berupa pengawasan, kebutuhan pribadi dan kebutuhan sosial. (Rakhmat, 2002:66).
Universitas Sumatera Utara
29
I. 6. 5 Kerangka Kerja Teori
Masa Pemilihan Umum Presiden 2009
Faktor Individual dan Lingkungan
Kognitif, Personal Diversi, Personal Identity
Anteseden
Preferensi Citra Capres (Fantasy Theme)
Motif
Kognitif, Personal Diversi, Personal Identity
Tayangan Debat Capres
Penggunaan Media
Berhubungan dengan Capres Pilihan
Gratifikasi ( Dramatistic Pentad )
EFEK ( Citra Capres RI )
Pengetahuan
Gambar 2. Kerangka Kerja Teori Uses and Gratification Dengan melihat gambar ini, maka akan diketahui suatu teori beserta variabelnya yang sistematis, inovatif, dan tujuan yang jelas. Tanda panah satu arah merupakan tanda yang menghubungkan dan mempengaruhi bagian yang satu ke bagian yang dituju.
Universitas Sumatera Utara
30
I. 7. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Dengan kerangka konsep akan menuntun penelitian dalam merumuskan hipotesis (Nawawi, 1995 : 40). Kerangka
Konsep
adalah
hasil
pemikiran
yang
rasional
dalam
menguraikan perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang akan diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu : Variabel Anteseden: 1. Variabel Individu Jenis Kelamin 2. Variabel Lingkungan
Departemen
Stambuk
3. Preferensi Citra Capres RI
Variabel Motif: 1. Orientasi Kognitif.
Informasi – edukasi yaitu informasi yang didapat mahasiswa setelah menonton tayangan.
Surveillence (pengawasan), yaitu informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengruhi seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau memastikan karakter Capres RI tertentu.
Universitas Sumatera Utara
31
Eksplorasi
(selektivitas), yaitu khalayak dianggap aktif menyeleksi
tayangan yang diinginkannya. 2. Personal Diversi, yakni kebutuhan akan pelepasan dari tekanan akan hiburan 3. Personal Identity, yakni penguatan nilai atau penambah pemahaman kepada diri sendiri mengenai citra yang dibuat Capres
Variabel Penggunaan Media: 1. Macam isi, yakni isi media yang dikonsumsi. Media itu adalah Tayangan Debat Capres. 2. Hubungan dengan isi, yakni keterkaitan antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi. Dalam hal ini khalayak aktif mempunyai hubungan dengan tayangan Debat Capres.
Variabel Efek: 1. Gratifikasi ( Citra Capres RI ) 2. Pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
32
I. 8. Model Teoritis Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut : Anteseden: -Variabel Individu -Variabel Lingkungan -Preferensi Citra Capres RI
Motif -Orientasi Kognitif -Personal Diversi -Personal Identity
Menghasilkan Citra Capres RI
Penggunaan Media -macam isi -hubungan dengan isi
Efek Pengetahua n lain yang tidak diinginkan
Gambar 3. Model Teoritis
I. 9. Operasional Variabel Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat operasional variabel untuk membentuk kesatuan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu : Tabel 1.1 Variabel Teoritis Anteseden
Variabel Operasional 1. Variabel Individual
Jenis Kelamin
2. Variabel Lingkungan
Departemen
Stambuk / Angkatan
3. Preferensi Citra Capres RI Motif
1. Orientasi Kognitif
Informasi – edukasi
Surveillence (pengawasan)
Eksplorasi
Universitas Sumatera Utara
33
2. Personal Diversi Kebutuhan
akan
pelepasan
dari
tekanan akan hiburan 3. Personal Identity Penggunaan Media
- Macam isi - Hubungan dengan isi
Efek
1. Gratifikasi ( Citra Capres RI ) 2. Pengetahuan
I. 10. Defenisi Variabel Operasional Defenisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Defenisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara untuk mengukur variabelvariabel. Defenisi operasional juga merupakan suatu informasi alamiah yang amat membantu penelitian lain yang akan menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 2006 : 46). Defenisi operasional variabel-variabel dalam peneltian ini adalah : Anteseden: 1. Variabel Individu Jenis Kelamin, yaitu jenis kelamin responden yang mengisi kuesioner
2. Variabel Lingkungan
Departemen, yaitu departemen responden
Stambuk, yaitu tahun angkatan masuk mahasiswa.
3. Preferensi Citra Capres RI, yaitu bagaimana citra Capres di kalangan mahasiswa FISIP USU sebelum menonton tayangan Debat Capres.
Universitas Sumatera Utara
34
Motif: 1. Orientasi Kognitif adalah kebutuhan mahasiswa akan informasi dan pemahaman akan suatu kondisi atau keadaan.
Informasi – edukasi yaitu informasi yang didapat mahasiswa setelah menonton tayangan.
Surveillence (pengawasan), yaitu informasi mengenai hal-hal yang mungkin mempengaruhi seseorang atau akan membantu seseorang melakukan atau memastikan karakter Capres RI tertentu.
Eksplorasi
(selektivitas), yaitu khalayak dianggap aktif menyeleksi
tayangan yang diinginkannya. 2. Personal Diversi, yakni kebutuhan akan pelepasan dari tekanan akan hiburan 3. Personal Identity, yakni penguatan nilai atau penambah pemahaman kepada diri sendiri mengenai citra yang dibuat Capres
Penggunaan Media: 1. Macam isi, yakni isi media yang dikonsumsi. Media itu adalah Tayangan Debat Capres. Faktor-faktor pada setiap tayangan, sebagai berikut: -
Pemirsa adalah khalayak yang mempunyai akses untuk menonton televisi. Kelompok pemirsa dalam Tayangan Debat Capres biasanya adalah khalayak dewasa yang menyukai hal-hal pada bidang politik.
-
Waktu Penayangan adalah jadwal penayangan acara tersebut. Waktu penayangan Debat Capres yaitu debat pada 18 Juni akan digelar di Trans 7, 25 Juni digelar di Metro TV, dan 2 Juli di RCTI pada pukul 19.00 WIB.
-
Durasi adalah berapa lama jumlah menit dalam setiap penayangan acara. Tayangan Debat Capres berdurasi dua (2) jam tiga puluh (30) menit.
Universitas Sumatera Utara
35
-
Metode Penyajian adalah bagaimana bentuk suatu acara dikemas. Tayangan Debat Capres dikemas dalam bentuk penyampaian visi-misi, pendalaman, diskusi dengan kesempatan calon menanggapi pandangan calon lain, serta penutup.
2. Hubungan dengan isi, yakni keterkaitan antara individu konsumen dengan isi media yang dikonsumsi. Dalam hal ini khalayak aktif mempunyai hubungan dengan tayangan Debat Capres.
Efek: 1. Gratifikasi ( Citra Capres RI ), yakni kemampuan media untuk memberikan kepuasan. Dalam hal ini, Dramatistic Pentad merupakan bagian dari retorika yang menjadi variabel pada Citra Capres. Dengan menggunakan retorika akan dilihat bagaimana Capres RI mengungkapkan pandangannya. Dramatistic Pentad terdiri dari beberapa bagian, yakni: -
Act, yaitu tindakan apa yang dilakukan oleh Aktor dalam situasi tertentu. Tindakan yang dilakukan Capres adalah menyampaikan gagasannya tentang materi apa yang dibahas dalam setiap perdebatan.
-
Scene, yaitu situasi atau konteks (setting) dimana tindakan (act) dilakukan. Situasi pada saat tayangan ini adalah situasi menyampaikan pesan pada khalayak agar pemirsa dapat dengan jelas mengetahui karakter masingmasing capres
-
Agent, yaitu aktor yang melakukan tindakan. Aktornya ada tiga kandidat, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Jusuf Kalla. Ketiganya berperan sebagai Capres RI.
-
Agency, yaitu alat atau cara-cara yang dilakukan oleh actor/agent untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
36
-
Purpose, yaitu alasan atau latar belakang yang menyebabkan sebuah tindakan (act) harus dilakukan dan hasil atau efek apa yang diharapkan dari tindakan itu. Efek yang diharapkan dari ketiga capres ini adalah pencitraan yang positif.
2. Pengetahuan, yakni apa yang diketahui mahasiswa perihal persoalan tertentu.
Universitas Sumatera Utara
37
I. 11. Hipotesis Hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau masih belum sempurna. Pengertian ini kemudian diperluas dengan maksud sebagai kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian (Bungin, 2005 : 75). Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho
: Tidak terdapat hubungan antara Pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU.
Ha
: Terdapat hubungan antara Pengaruh Tayangan Debat Capres terhadap Peningkatan Citra Capres RI pada Masa Pemilihan Umum Presiden 2009 di Kalangan Mahasiswa FISIP USU.
Universitas Sumatera Utara
38