BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro tergolong jenis usaha yang tidak mendapat tempat di bank, rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan dari pemerintah (Hafsah, 2004: 41). Usaha mikro pada umumnya menggunakan teknologi yang relatif sederhana, tingkat modal dan akses terhadap kredit yang rendah, serta cenderung berorientasi pada pasar lokal. Namun demikian, usaha mikro tumbuh pesat mencapai 7% pertahun sehingga memiliki kontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2004 jumlah pekerja di sektor UKM tercatat hampir 80 juta orang, dari jumlah tersebut sebanyak 70,3 juta diantaranya bekerja disektor usaha kecil dan sisanya disektor usaha menengah. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah unit usaha dari 38,7 juta pada tahun 2002 menjadi 42,4 juta unit usaha pada tahun 2004 (Hafsah, 2004: 40). Menurut data Kementerian Negara Koperasi dan UKM, sampai dengan tahun 2009 jumlah populasi UMKM mencapai 50,7 juta usaha mikro, 520 ribu usaha kecil, dan 39 ribu usaha menengah atau 99,9% dari total usaha di Indonesia. Jumlah penyerapan tenaga kerja UMKM mencapai 91,8 juta orang, atau 97,3% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia. Dari sisi jumlah, komposisi itu jelas menjanjikan pemerataan. Apalagi jumlah pengusaha besar hanya empat ribu (www.depkop.go.id).
1
2
Kontribusi UMKM terhadap PDB lebih besar daripada usaha besar yaitu 54,60%. Sedangkan kontribusi usaha besar sebesar 46,40% PDB. Bila dilihat dari sebaran populasi UMKM, sebagian besar bergerak pada sektor pertanian yaitu sebesar 52,5%, sektor perdagangan sebesar 28,1%, dan 6,5% di sektor industri. Sedangkan usaha besar mayoritas bergerak pada sektor industri yaitu 42,5%, sektor pedagangan 26,9% dan sektor keuangan 10,6% (Muharram, 2009: 9). Fakta besarnya peran UKM di atas telah mendorong pemerintah melakukan berbagai upaya mengembangkan UKM melalui berbagai kebijakan di bidang regulasi, permodalan, dan fasilitas lain. Dalam bidang permodalan, Pemerintah dan perbankan berupaya untuk memenuhi kebutuhan modal bagi UMKM dengan menyediakan dana melalui Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sampai dengan April 2009 sebesar Rp14,081 triliun kepada 1,91 juta unit debitur (Muharram, 2009: 9). Sejalan dengan peran Pemerintah Kota Jayapura mendorong pengembangan UKM, Pemerintah Kota Jayapura pada tahun 2010 memberikan stimulus bantuan modal kepada 481 pedagang dari Usaha Kecil Mikro (UKM) yang tersebar di 5 distrik di wilayah Kota Jayapura. Bantuan diberikan melalui Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Jayapura (Bintang Papua, 07 Oktober 2010). Peran pemerintah Kota Jayapura terhadap UKM sama halnya dengan pemerintah pusat adalah bagaimana menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek pendanaan, sarana dan prasarana, informasi usaha, kemitraan, perizinan usaha, kesempatan berusaha,
promosi dagang dan dukungan kelembagaan. Tetapi
3
adanya otonomi daerah telah menjadikan peran Kota Jayapura semakin penting dalam upaya pemberdayaan UKM.
Dalam hal ini penyesuaian-penyesuaian
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sejauh mungkin diupayakan untuk tidak terlepas dari konteks pemberdayaan UKM. Dinas Koperasi dan UKM Kota Jayapura menjadi garis terdepan dalam pembinaan koperasi dan UKM di Kota Jayapura. Menurut Laporan Kepala Dinas Perindagkop Kota Jayapura, Gayus Manupapami, SE, pemerintah Kota Jayapura memandang perlu memberikan bantuan bahan maupun perkuatan modal usaha guna peningkatan usaha bagi industri kecil menengah dan usaha kecil mikro, khususnya masyarakat asli Papua yang ada diwilayah Kota Jayapura untuk dapat terus berkembang seiring perkembangan Kota Jayapura yang merupakan kota perdagangan dan jasa yang pertumbuhannya cukup pesat (Pemerintah Kota Jayapura, 2007: 1). Pada tahun 2010, Bank Pembangunan Daerah (BPD) Papua masuk dalam daftar perbankan yang ikut menyalurkan KUR. Selain menyalurkan KUR, Bank Papua juga memiliki dua program kredit, yakni pinjaman usaha mikro (PUM) dan kredit peduli Papua. Khusus kredit peduli Papua, sasarannya adalah pelaku usaha penduduk asli dengan bunga kredit 10% (www.bisnis.com). Namun demikian, pemerintah daerah tidak selalu sesuai dengan upaya pengembangan UKM. Misalnya, birokrasi perizinan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masih menjadi persoalan utama yang menghambat pertumbuhan usaha kecil di daerah sehingga membuat mayoritas pelakunya tidak memiliki status hokum seperti dipaparkan
Direktur UKM Center Universitas Indonesia Nining I. Soesilo
(wwe.bisnis.com).
4
Pada era otonomi daerah, usaha kecil semakin memegang peranan strategis dalam menggerakan usaha-usaha ke arah tercapainya landasan pembangunan regional yang kokoh. Sektor usaha kecil memiliki peranan yang besar dalam mempercepat tercapainya sasaran pembangunan ekonomi yang berupa penciptaan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan. Dalam rangka implementasi kebijakan Otonomi Daerah, pembinaan terhadap kelompok Usaha Kecil, dan Menengah perlu menjadi perhatian. Perkembangan usaha kecil menghadapi banyak kendala-kendala yang menyebabkan ketidakberhasilan untuk tumbuh dan berkembang. Permasalahan yang dihadapi usaha kecil antara lain (Sumodiningrat, 1997: 17),
yaitu
terbatasnya akses informasi, layanan dan fasilitas keuangan; prosedur dan penilaian perbankan yang rumit; beban bunga yang masih tinggi; rendahnya pembinaan khususnya dalam menejemen keuangan. Sektor usaha kecil atau UKM banyak dikembangkan di daerah perkotaan termasuk juga di Kota Jayapura. Kota Jayapura merupakan ibukota Provinsi Papua. Kota ini berada di kawasan Teluk Humbolt atau Yos Sudarso di bagian utara Provinsi Papua. Lokasi ini menempatkan Kota Jayapura pada posisi yang strategis, terutama sebagai pintu gerbang bagi kabupaten-kabupaten dan distrikdistrik di Provinsi Papua. Kota Jayapura berpotensi menjadi salah satu simpul koleksi distribusi barang dan jasa nasional ditunjang oleh sumber daya yang memadai dan menjadikan Provinsi Papua memiliki prospek baik. Sebagai daerah unggulan di luar Jawa, Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya Provinsi Papua siap mendorong Kota Jayapura menjadi pusat pertumbuhan penting terutama di
5
Provinsi Papua dan Papua Barat. Kota Jayapura memiliki prospek perkembangan ekonomi ditinjau dari potensi yang dimilikinya, seperti lokasi yang strategis, pemandangan alam yang indah, keanekaragaman suku bangsa, dan dukungan wilayah sekitarnya. Pertumbuhan ekonomi Kota Jayapura juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat terutama setelah terjadinya krisis tahun 1997, yaitu mendekati ratarata 7%, lebih tinggi dari target pertumbuhan per tahun yang ditetapkan sebesar 6%. Sebagai wilayah perkotaan, perekonomian Kota Jayapura memiliki perekonomian yang dicirikan oleh kegiatan ekonomi berbasis sekunder dan tersier. Sektor tersier telah menunjukkan
kontribusi yang signifikan, yaitu
mencapai 84,40% dalam pembentukan PDRB yang antara lain diberikan oleh subsektor perdagangan besar dan eceran serta jasa keuangan sebesar 31,9%. Konsistensi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi antara lain terjadi pada sektor industri pengolahan dengan rata-rata pertumbuhan 16,73%, dan sektor perdagangan/restoran dan perhotelan sebesar 24,11% (BPS Kota Jayapura, 2008). Kota Jayapura sebagai ibukota provinsi memiliki potensi yang sangat besar dalam upaya pengembangan UKM sebagai penunjang pertumbuhan Ekonomi Masyarakat, namun ada beberapa faktor yang merupakan fenomena dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di dunia Usaha Kecil dan Menengah yaitu (www.jayapurakota.go.id) : a. Kualitas SDM di bidang usaha kecil dan menengah masih rendah. b. Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal yang rendah. c. Modal usaha kecil dan menengah yang tidak tersedia.
6
d. Kurangnya kebijakan pemereintah daerah terhadap pengembangan UKM. e. Strategi pemasaran jenis barang/komoditi yang diusahakan tidak tersedia. Diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, diharapkan untuk membawa perubahan bagi kesejahteraan masyarakat Papua (Sumule, 2003: 5). Undang-undang tersebut memberikan implikasi bahwa daerah termasuk di dalamnya kabupaten dan kota di bawahnya diberikan kewenangan yang semakin luas untuk memberdayakan diri terutama dengan pemanfaatan sumber pendanaan yang dimiliki oleh daerah. Semakin besarnya kewenangan daerah terutama dalam pemanfaatan sumber-sumber keuangan, maka pemerintah daerah diharapkan melakukan optimalisasi pemanfaatan keuangan daerah yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut UU No. 21/2001, Otonomi Khusus yang salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua berdasarkan demokrasi ekonomi. Dana Otonomi Khusus tersebut adalah dialokasikan untuk bidang-bidang kesejahteraan masyarakat, yang meliputi (1) bidang pendidikan, (2) untuk kesehatan dan perbaikan gizi, dan (3) meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah berdasarkan demokrasi ekonomi. Secara khusus salah satu pertimbangan dari pemberlakuan UU No. 21/2001 tersebut bahwa dalam rangka mengurangi kesenjangan antara Provinsi Papua dan Provinsi lain, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di Provinsi Papua, serta memberikan kesempatan kepada penduduk asli Papua, diperlukan adanya kebijakan khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
7
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan ekonomi bagi masyarakat Papua dan khususnya untuk mengurangi kendala-kendala yang terdapat pada permasalahan usaha kecil maka Pemerintah Daerah Papua melalui Dana Otonomi Khusus memberikan bantuan dana untuk mengembangkan usahausaha kecil (UKM). Salah satu upaya Pemerintah tersebut adalah dengan memberikan bantuan dana serta pembinaan untuk mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) di Kota Jayapura Provinsi Papua. Sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan, maka pemeritah pusat dan pemerintah Daerah Kota Jayapura merencanakan program UKM. Program UKM tersebut sebagai kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan. Program UKM tersebut diantaranya adalah keberpihakan terhadap ekonomi kerakyatan dengan mengembangkan sumber daya lokal untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan memajukan pertumbuhan ekonomi di daerah, apabila ditinjau dari potensi sumber daya yang ada. Pembinaan UKM oleh pemerintah diperkuat dengan adanya program Rencana Strategis Pembangunan Kampung (RESPEK). Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta Pemerintah Kabupaten/ Kota telah mengalokasikan dana langsung ke Kampung-Kampung (Desa), kelurahan dan Distrik yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (OTSUS) dalam suatu kebijakan/Program Rencana Straregis Pembangunan Kampung (RESPEK). Tujuan umum Rencana Strategis Pembangunan kampung adalah penanggulangan kemiskinan secara berkesinambungan menuju kemandirian
8
masyarakat dengan cara meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat serta kemampuan kelembagaan milik masyarakat untuk mewujudkan program pokok dari konsep pembangunan yang berpusat pada manusia yaitu: pangan dan gizi, kesehatan,
pendidikan,
ekonomi
rakyat,
pengarusutamaan
Gender
dan
infrastruktur dasar. Tujuan khusus program Respek (i) mewujudkan keberadaan manusia baik individu, keluarga maupun masyarakat adat serta kaum perempuan Papua yang berada atau menetap di wilayah Distrik, Kampung dan Kelurahan, terutama kapasitas mental dan ketrampilan,
(ii) mewujudkan kondisi kehidupan
sosial, ekonomi, politik, hukum dan budaya masyarakat Papua di wilayah Distrik, Kampung/Kelurahan yang berkembang maju kearah yang lebih baik, (iii) meningkatkan kualitas hidup masyarakat Papua, (iv) meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian, (v) meningkatkan kemampuan kelembagaan milik masyarakat di Kampung untuk memfasilitasi proses pemberdayaan masyarakat dalam program pembangunan dan (vi) meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat Kampung melalui kegiatan makanan dan gizi, ekonomi lokal, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dasar, (Pemerintah Provinsi Papua,2008:2). RESPEK (Rencana Strategis Pembagunan Kampung) merupakan salah satu strategi pendekatan untuk melaksanakan pembangunan dalam rangka menata pemerintahan Distrik, Kampung dan Kelurahan, meningkatkan kesejahteraan, keamanan dan kedamaian masyarakat secara konprehensif, menyeluruh dan berkesinambungan.
9
Respek berperan penting dalam mewujudkan penguatan kelembagaan di tingkat Distrik dan Kampung, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat berpartisipasi secara efektif dalam setiap proses tahapan pembangunan. Masyarakat dilibatkan dalam perumusan program, membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai pelaksana
program, tetapi juga sebagai
pelaku dalam proses pembuatan dan perumusan program pembangunan untuk langsung menentukan sendiri kebutuhannya. Masyarakat kampung Wahno adalah salah satu kampung yang menerima program Respek di Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura. Masyarakat kampung ini aktif dalam kegiatan Respek. Keaktifan masyarakat tampak Terkait dengan progam pemberdayaan ekonomi lokal, masyarakat Wahno telah berpartisipasi dengan cara mengembangkan kegiatan ekonomi, di antaranya bertani, berternak dan berdagang. Partisipasi masyarakat di Wahno sejalan dengan tujuan pemberdayaan melalui Respek. Tentu saja pelaksanaan Respek tidak hanya melibatkan internal masyarakat Wahno tetapi juga adanya peran aktif dari pemerintah, khususnya pemerintah kota Jayapura dan pemerintah Provinsi Papua. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan maka dirasa perlu untuk mengkaji kembali pernyataan yang telah ditetapkan dalam (RPJM, 2008) Kota Jayapura mengenai pengembangan usaha kecil dan menengah. Berdasarkan uraian di atas maka penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha kecil dan menengah (UKM) di kampung Wahno, Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura Provinsi Papua.
10
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai
berikut:
bagaimana
implementasi
program
RESPEK
dalam
mengembangkan usaha kecil dan menengah di Kampung Wahno Distrik Jayapura Selatan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah. a. Mengetahui RESPEK
upaya pengembangan usaha ekonomi lokal melalui program di Kampung Wahno Distrik Jayapura Selatan Kota Jayapura
Provinsi Papua. b. Mengidentifikasi
faktor
internal
dan
eksternal
yang
mempengaruhi
pengembangan usaha ekonomi lokal melalui program RESPEK di Kampung Wahno Distrik Jayapura Selatan di Kota Jayapura Provinsi Papua. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah akan bermanfaat bagi. a. Pemerintah kota Jayapura sebagai acuan untuk mengembangkan ekonomi lokal demi memajukan pertumbuhan perekonomian Daerah. b. Sebagai bahan referensi bagi pengembangan ekonomi lokal guna peningkatan kesejahteraan rakyat.