1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan remaja, maka semakin bertambah tuntutan yang harus dihadapi, hal ini membuat remaja rentan terhadap segala gangguan yang dapat menimbulkan masalah dalam hidupnya baik secara pribadi maupun masalah-masalah sosial. Masalah-masalah tersebut sebenarnya berasal dari dalam diri remaja. Remaja tanpa sadar memunculkan masalah yang bersumber dari masalah konsep dirinya. Dengan kemampuan berpikir dan menilai yang dimiliki terkadang membuat remaja memberikan penilaian yang tidak objektif terhadap diri sendiri dan orang lain, yang berdampak pada timbulnya masalah seperti inferioritas, kurang percaya diri, sering mengkritik diri sendiri, dan bahkan merasa diri tidak berharga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Pudjijogyanti (1995:1) bahwa terdapat banyak siswa yang mengalami kegagalan dalam pelajaran namun bukan disebabkan oleh tingkat intelegensi yang rendah atau keadaan fisik yang lemah, tetapi oleh perasaan tidak mampu dalam mengerjakan tugas. Konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau penilaian individu terhadap dirinya baik dari segi fisik, psikis dan perilaku yang dipengaruhi oleh penilaian dari orang lain. Konsep diri memiliki arti penting bagi seorang individu karena dengan adanya konsep diri individu dapat mempersepsikan diri dan Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
2 lingkungannya, mempengaruhi perilakunya, dan juga mempengaruhi tingkat kepuasan yang diperoleh dalam kehidupannya. Terdapat perbedaan konsep diri antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Menurut penelitian Glaeser (2002) diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan konsep diri sosial antara remaja lakilaki dan remaja perempuan. Remaja laki-laki memiliki konsep diri sosial yang lebih rendah dibandingkan remaja perempuan. Konsep diri bukan merupakan faktor genetik tetapi terbentuk melalui proses belajar sejak masa kecil hingga dewasa, menurut Yusuf dan Nurihsan (2008:9) konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu “harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa, tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam keluarga”. Konsep diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Pada dasarnya konsep diri terbentuk dari lingkungan pertama yang paling dekat dengan individu, yaitu lingkungan keluarga, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kaur, Rana & Kaur (2009) terhadap 300 remaja, hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah berkorelasi positif dengan konsep diri remaja. Tetapi lama kelamaan konsep diri individu akan berkembang melalui interaksi dengan lingkungan yang lebih luas, seperti teman sebaya, guru dan masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Asmara (2007) menunjukkan bahwa interaksi antara individu dengan Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
3 lingkungan di luar keluarga akan lebih mempengaruhi konsep diri individu, terutama pengaruh dari teman sebaya. Pada masa remaja pengaruh teman sebaya sangat dominan. Remaja mendefinisikan dirinya tidak hanya dengan menggunakan standar yang ada pada dirinya tapi juga melibatkan pihak di luar dirinya yaitu teman sebaya. Penelitian yang dilakukan oleh Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001 menghasilkan bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Ewintri, 2012). Dalam kelompok teman sebaya ada aturan-aturan yang harus dipatuhi untuk bisa diterima dalam kelompok tersebut seperti merokok, minum minuman keras, tawuran, menjadi anggota geng motor, memakai narkoba dan melakukan seks bebas agar dianggap gaul. Bahkan untuk mendapat pengakuan dari teman sebayanya remaja melakukan perilaku kenakalan seperti mencuri atau menjadi pekerja seks komersil untuk mendapatkan pakaian yang bagus dan menggunakan HP yang canggih, serta menyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus. Hasil survei bertajuk “Pengalaman dan Persepsi Mahasiswa ITB tentang Tindakan Kecurangan Akademis”, yang dilakukan Eko Purwono. Menurut hasil survei yang dipublikasikan di jurnal internal ITB, dari 8182 mahasiswa yang terdaftar pada tahun ajaran 2009/2010, sebanyak 58 persen mengaku berbuat curang di SD, 78 persen di SMP dan 80 persen di SMA dan baru turun menjadi 37 persen pada saat kuliah (Mahendratto, 2011). Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
4 Hasil penelitian BNN bekerja sama dengan Puslitkes Universitas Indonesia yang dilakukan tahun 2006 sampai tahun 2007 (Wachyudi, 2011) menunjukkan dari 3,2 juta pengguna narkoba di Indonesia, ternyata 1,1 juta dialami oleh pelajar dan Mahasiswa. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari 1,1 juta pengguna narkoba dari kalangan pelajar dan mahasiswa, 40% pelajar SMP, 35% pelajar SLTA dan Mahasiswa sebanyak 25%. Menurut Wakil Ketua KPAI (Hindarto, 2011) “35% anak SMP sudah menjadi korban peredaran rokok”. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian oleh BKKBN (Nafidah, 2010) mengenai seks bebas pada remaja yang dilakukan di 5 kota besar Indonesia. Pada penelitian tersebut Jawa Barat diwakili kota Tasikmalaya dan Cirebon. Hasilnya, 17% remaja Tasik mengatakan telah melakukan seks pra nikah, dan 6,7% remaja Cirebon mengaku penganut seks bebas. Di Bandung temuan penelitian BKKBN menyebutkan, sekitar 21-30% remaja melakukan seks pra nikah, menyamai DKI Jakarta dan Jogjakarta. Adapun aborsi, dari 400 ribu kasus aborsi yang terjadi di Jawa Barat setiap tahun, sebagian diduga dilakukan oleh remaja. Fenomena lain yaitu muncul dikalangan remaja putri, mereka terobsesi untuk tampil cantik. Namun, standar cantik ditentukan dari ukuran tubuh, menurut mereka cantik adalah bertubuh langsing dan berkulit putih mulus. Hal ini membuat remaja rela melakukan apa saja seperti diet ketat yang tidak sehat dan menggunakan bahan-bahan kosmetik yang tidak baik untuk kesehatan. Sejumlah peneliti yaitu Adams, 1977; harter, 1989a; Lerner & Brackney, 1978; Simmons Blyth, 1987 (Santrock, 2003:338) menemukan bahwa penampilan fisik akan Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
5 sangat berpengaruh pada rasa percaya diri. Sementara itu Harter (Santrock, 2003:338) mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat antara penampilan diri dengan harga diri secara umum yang tidak hanya terjadi sepanjang masa, tetapi juga sepanjang rentang kehidupan mulai dari masa anakanak hingga masa dewasa madya. Kondisi fisik dapat mempengaruhi konsep diri. Kondisi perkembangan fisik remaja yang kurang proporsional akan menyebabkan remaja tersebut memiliki konsep diri negatif. Hal ini terjadi karena remaja sangat tergantung pada penilaian orang lain tentang dirinya, ingin selalu diperhatikan, ingin menjadi pusat perhatian, dan memiliki persepsi yang ideal terhadap perkembangan fisiknya. Hasil penelitian Emine (2009) menunjukkan bahwa wanita dan pria memiliki perbedaan pandangan dalam hal cara mereka memandang dirinya dalam beberapa dimensi fisik. Wanita memperoleh skor lebih rendah pada diri fisik, sedangkan pria memperoleh skor lebih rendah pada kemampuan fisik. Siswa yang memiliki konsep diri negatif tidak mampu berkembang secara optimal dan tidak dapat mencapai aktualisasi diri sehingga cenderung melakukan penyimpangan perilaku seperti menyontek, penyalahgunaan narkoba, merokok, pergaulan bebas, meningkatnya aborsi dikalangan remaja sebagai akibat pergaulan bebas, serta masih banyak perilaku menyimpang lainnya. Damon & Hart, 1988; Fenzel, 1994; Harter & Marold, 1992; Markus 7 Nurius, 1986; Pfeffer, 1986 (Santrock, 2003) mengemukakan bahwa konsep diri negatif menyebabkan
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
6 munculnya depresi, bunuh diri, anoreksia nervosa, kenakalan (delinquency), dan masalah penyesuaian diri lainnya. Penyebab munculnya masalah konsep diri negatif adalah faktor keyakinan atau pola pikir individu sendiri. Sementara sikap dan perlakuan orang-orang di sekitar individu (keluarga, teman dan guru) merupakan faktor yang sulit diubah, karena untuk mengubah lingkungan sama halnya dengan mengubah budaya, adat dan sistem. Penelitian ini berpusat pada perubahan pola pikir dan keyakinan siswa dan bukan pada perubahan lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK di SMA Negeri 6 Bandung, siswa yang memiliki konsep diri negatif cenderung melakukan perilaku mal adaptif seperti menyontek, membolos, malu mengemukakan pendapat saat diskusi, tidak percaya diri, datang terlambat, berkelahi, dan melanggar tata tertib sekolah. Pentingnya konsep diri positif pada remaja adalah untuk mengatasi dampak dan pengaruh buruk dari konsep diri negatif. Remaja yang memiliki konsep diri positif akan memiliki rasa percaya diri, memiliki dorongan kemandirian yang lebih baik, dapat mengenal, memahami dan menerima faktorfaktor yang bermacam-macam tentang diri sendiri serta mampu mengintrospeksi diri. Selain itu dapat menerima semua kelemahan dan kelebihan yang dimiliki dirinya sehingga dapat berperilaku efektif dalam berbagai situasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Egbochuku & Aihie (2009) kepada siswa SMA, diperoleh hasil bahwa konseling teman sebaya dan sekolah Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
7 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri siswa. Implementasi bimbingan dan konseling di sekolah berorientasi dalam upaya memfasilitasi perkembangan potensi siswa, yang meliputi aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Hal ini berdasarkan pada tujuan bimbingan dan konseling yaitu untuk memfasilitasi siswa dalam mencapai perkembangan optimal atau mencapai tugastugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan moral-spiritual), pengembangan perilaku yang efektif, dan peningkatan fungsi atau manfaat dalam lingkungannya. Semua perubahan perilaku tersebut merupakan proses pembelajaran individu, yakni proses interaksi antara individu dengan lingkungan melalui interaksi yang sehat dan produktif. Pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah saat ini belum berorientasi pada program yang dapat mengembangkan konsep diri positif siswa. Program bimbingan dan konseling yang disusun masih bersifat umum. Program bimbingan merupakan suatu rancangan kegiatan proses pemberian bantuan kepada siswa untuk memahami diri dan lingkungannya dalam rangka pencapaian perkembangan yang optimal. Jadi program bimbingan dan konseling menitik beratkan pada pengoptimalisasi potensi, sehingga siswa mampu menemukan dan mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal baik menyangkut aspek pribadi sosial, kematangan intelektual dan sistem nilai. Dengan adanya program bimbingan yang mengarah pada pengembangan konsep diri, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengenal dirinya secara tepat dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki agar berkembang secara optimal. Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
8 Disamping program yang disusun secara komprehensif, adanya suatu teknik atau strategi khusus yang digunakan seorang konselor juga sangat penting. Karena dengan adanya teknik bimbingan yang tepat diharapkan hasilnya akan tepat sesuai dengan apa yang diharapkan. Penelitian ini akan memaparkan teknik bimbingan dalam bentuk kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional untuk mengembangkan konsep diri pada remaja. Analisis Transaksional dikembangkan dari teori Psikoanalisis Sigmund Freud dan penemuan kinerja otak oleh Dr. Wilder Penfield. Analisis Transaksional merupakan pendekatan psikoterapi transaksional yang menekankan hubungan interaksional. Analisis Transaksional dapat digunakan dalam terapi individual, tetapi lebih diutamakan untuk digunakan dalam terapi kelompok. Pendekatan ini menitik beratkan pada aspek kontrak dan keputusan. Kontrak yang dikembangkan dengan jelas menyatakan tujuan dan arah proses terapi. Dalam proses terapi, diutamakan kemampuan konseli dalam membuat keputusan sendiri. Keputusan-keputusan baru yang dibuat dapat mengubah cara hidup konseli untuk kehidupan yang lebih baik (Corey, 2010:157). Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa disaat individu membuat keputusan berdasarkan premis-premis masa lalu yang pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan kelangsungan hidup individu, tetapi mungkin tidak lagi berlaku pada saat ini. Pendekatan ini juga menekankan aspek kognitif dan perilaku dari proses terapeutik.
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
9 Tujuan pendekatan analisis transaksional adalah otonomi. Dalam mencapai otonomi, individu mempunyai kapasitas untuk membuat keputusan baru (redecide), sehingga memberdayakan diri mereka sendiri dan mengubah arah hidup mereka. Sebagai bagian dari proses terapi, konseli belajar bagaimana mengenali tiga status ego yaitu Parent, Dewasa, dan Anak. Konseli juga belajar bagaimana perilaku mereka saat ini sedang dipengaruhi oleh aturan-aturan yang mereka terima dan termasuk pada status ego yang mana dan bagaimana mereka dapat mengidentifikasi life script yang menentukan tindakan mereka. Salah satu teknik dalam analisis transaksional adalah analisis struktural. Analisis struktural membantu individu mengenali dan memahami jenis perwakilan ego (orang tua, dewasa dan anak) yang digunakan oleh individu tersebut dan orang lain dalam bertransaksi. Melalui analisis struktural diharapkan individu mencapai posisi “Saya oke – kamu oke”. Individu dapat menghargai dirinya dan mampu menghargai orang lain dengan cara yang tepat. Dalam pendekatan ini juga terdapat teknik analisis struktural yang dapat membantu konseli mencapai posisi “saya oke – kamu oke”, posisi ini menunjukkan dominasi status ego dewasa. Individu yang didominasi oleh ego dewasa akan memiliki konsep diri positif. Layanan bimbingan kelompok dapat menjadi media penyampaian informasi serta dapat membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan tepat yang diharapkan akan berdampak positif bagi siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif. Selain itu apabila dinamika kelompok Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
10 dapat terwujud dengan baik maka anggota kelompok akan saling menolong, menerima dan berempati dengan tulus. Bimbingan kelompok memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk dapat menerima dirinya dan orang lain, memberikan ide, perasaan, dukungan, bantuan alternatif pemecahan masalah, pengambilan keputusan yang tepat, melatih perilaku baru serta bertanggung jawab atas pilihan yang ditentukan sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi anggota yang selanjutnya juga dapat mengembangkan konsep diri yang positif. Diharapkan konsep diri positif yang dibentuk tidak hanya dengan pendekatan personal namun dengan pendekatan kelompok seperti dalam bimbingan kelompok akan lebih optimal, karena para siswa tidak merasa terhakimi oleh keadaan diri sendiri, siswa juga merasa mendapat pembinaan dan informasi positif untuk pengembangan konsep diri positif, apalagi masalah konsep diri merupakan masalah yang banyak dialami oleh remaja sehingga untuk mengefisienkan waktu bimbingan kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling individual. Oleh karena itu untuk membantu mengembangkan konsep diri positif siswa, maka penelitian ini difokuskan pada “Bimbingan Kelompok dengan Pendekatan Transaksional Analisis untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012”.
B. Rumusan Masalah
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
11 Berdasarkan latar belakang masalah, secara umum penelitian ini difokuskan untuk menjawab “Bagaimana efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan analisis transaksional terhadap konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012”. Ringkasan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut. 1.
Seperti apa gambaran konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012?
2.
Bagaimana layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional yang secara hipotetik efektif untuk mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012?
3.
Bagaimana efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional dalam mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012?
C. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji keefektifan layanan bimbingan
kelompok
dengan
pendekatan
Analisis
Transaksional
dalam
mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, terdapat tujuan khusus sebagai berikut. 1.
Mengetahui gambaran konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012.
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
12 2.
Merumuskan atau menyusun pendekatan
Analisis
layanan
Transaksional
bimbingan yang
secara
kelompok
dengan
hipotetik
dapat
mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012. 3.
Mengetahui efektivitas layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional dalam mengembangkan konsep diri siswa kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1.
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan
variabel bebas. (1) konsep diri sebagai variabel terikat; dan (2) layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional sebagai variabel bebas. 2.
Definisi Operasinal
a.
Konsep Diri Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan konsep diri adalah gambaran
secara menyeluruh tentang diri siswa SMA Negeri 6 Kelas X, yang meliputi persepsi, perasaan, keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya terhadap body image, ideal self, social self, dan self esteem siswa tersebut. Dengan demikian, Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
13 peningkatan konsep diri adalah membantu siswa sehingga memiliki persepsi yang positif terhadap gambaran tentang dirinya (body image), memiliki harapan yang positif terhadap diri idealnya (ideal self), mampu menilai dirinya secara rasional berdasarkan penilaian orang lain terhadapnya (social self) dan memiliki harga diri (self esteem) yang positif. b. Bimbingan Kelompok dengan pendekatan Analisis Transaksional Dalam penelitian ini, layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan analisis
transaksional
didefinisikan
sebagai
layanan
bimbingan
melalui
serangkaian kegiatan pemberian bantuan dari peneliti sebagai konselor kepada sekelompok siswa (konseli) secara berkesinambungan selama 9 kali pertemuan dengan menggunakan teknik-teknik analisis transaksional seperti analisis struktural, analisis transaksional, kursi kosong dan analisis skrip yang bertujuan untuk mengembangkan konsep diri siswa SMA Negeri 6 Bandung kelas X. Adapun sistematika pengembangan layanan mencakup: (1) rasional, (2) tujuan, (3) asumsi, (4) sasaran bimbingan, (5) kompetensi konselor, (6) struktur dan isi bimbingan, dan (7) evaluasi dan indikator keberhasilan.
E. Manfaat Penelitian Secara teoretis, manfaat penelitian ini memperkaya khasanah keilmuan Bimbingan dan Konseling dalam pengembangan layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan konsep diri siswa. Sedangkan manfaat praktis yang diperoleh sebagai berikut. Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
14 1.
Bagi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu strategi dalam memberikan layanan bimbingan kelompok terutama dalam mengembangkan konsep diri negatif menjadi konsep diri positif.
2.
Bagi kepala sekolah, layanan bimbingan kelompok ini hendaknya dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah, khususnya untuk mengembangkan konsep diri siswa.
3.
Bagi akademisi dan peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi dan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk berbagai implikasi masalah konsep diri siswa.
F. Asumsi Penelitian Penelitian ini berdasarkan pada asumsi-asumsi dasar sebagai berikut. 1.
Konsep diri bukan merupakan faktor genetik, konsep diri juga mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui interaksi individu dengan lingkungan, baik lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.
2.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri individu yaitu, harapan orang tua, kondisi fisik, kematangan biologis, dampak media massa,
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
15 tuntutan sekolah, pengalaman ajaran agama, masalah ekonomi keluarga, serta hubungan dalam keluarga. Dengan demikian konsep diri yang dimiliki setiap individu akan berbeda-beda. 3.
Layanan bimbingan kelompok dapat menjadi media penyampaian informasi serta dapat membantu siswa menyusun rencana dalam membuat keputusan tepat yang diharapkan akan berdampak positif bagi siswa dalam mengembangkan konsep diri yang positif.
4.
Analisis Transaksional menekankan aspek kognitif rasional-behavioral dan berorientasi kepada peningkatan kesadaran sehingga konseli akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara hidupnya.
5.
Analisis Transaksional merupakan pendekatan yang direktif sehingga proses intervensinya tidak membutuhkan waktu yang lama..
G. Metodologi Penelitian 1.
Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif dan pendekatan kualitatif sebagai penunjang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan “Nonequivalent Group Pretest-Posttest”. 2.
Desain Penelitian
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu
16 Penelitian ini merupakan penelitian quasi experimental
dengan
nonequivalent group pretest-posttest. 3.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 6
Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 yang berjumlah 348 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Menurut Sugiono (2011) teknik simple random sampling adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi tersebut.
Amalia Rizki Pautina, 2012 Bimbingan Kelompok Dengan Pendekatan Analisis Transaksional Untuk Mengembangkan Konsep Diri Siswa : Studi Eksperimen Semu di Kelas X SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2011/2012 Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu