BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan di Indonesia mempunyai skala prioritas yang strategis. Dukungan sumber daya alam serta keragaman seni dan budaya merupakan modal dasar bagi pengembangannya (Spillane, 1989 dalam Yakin, 2007: 137). Provinsi NTB adalah salah satu destinasi pariwisata Nasional dan Internasional di Indonesia, berada di peringkat kelima besar destinasi dunia diwakili oleh Gili Trawangan dan Bali di peringkat kedua. Jika digabung Pulau Lombok sendiri dengan banyak pulau-pulau kecilnya (Gili) ditambah pulau Sumbawa, maka Bali akan berada di bawah Provinsi NTB (Putrawan, 2014). Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai salah satu Provinsi di Indonesia, juga menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor andalan. Hal ini dibuktikan oleh angka kunjungan wisatawan baik wisatawan domestik maupun mancanegara yang meningkat beberapa tahun terakhir. Tahun 2014, jumlah kunjungan wisatawan mencapai 1.629.122 orang, meningkat signifikan dari tahun sebelumnya sebanyak 1.357.602 orang (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, 2014). Meningkatnya angka kunjungan wisatawan tersebut tidak dapat dilepaskan dari program “Visit Lombok Sumbawa” dan “Tambora Menyapa Dunia” yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (www.disbudpar.ntbprov.go.id). Hal tersebut sudah tentu menyebabkan Pendapatan Asli Daerah dari sektor pariwisata semakin meningkat. Ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata NTB sangat
1
potensial dalam menjamin roda perekonomian daerah. Oleh karena itu, potensi tersebut harus dijaga dan dipertahankan. Untuk dapat menjaga dan mempertahankan potensi pariwisata di NTB, setidaknya para stakeholder dan masyarakat harus mengetahui tentang potensi tersebut. Hal ini dapat dimaklumi dari logika berikut: bagaimana seseorang akan menjaga dan memelihara barang dan jasa yang dimiliki seandainya dia tidak tahu betapa berharga barang miliknya itu. Untuk mengetahui potensi pariwisata suatu daerah, maka harus dilakukan penilaian terhadap objek-objek yang menjadi destinasi wisata, baik yang telah dikelola maupun yang belum dikelola. Menurut Siregar (1998), penilaian aset sangat penting dilakukan dalam rangka: 1.
mengetahui nilai kekayaan yang dimiliki;
2.
mengetahui nilai eksisting dan nilai potensial asset;
3.
menjadi acuan dalam optimalisasi pemanfaatan asset; dan
4.
menjadi acuan untuk revaluasi guna memperkuat permodalan. Potensi pariwisata di NTB tidak hanya terbatas pada wisata alamnya. Akan
tetapi, NTB juga dikenal sebagai tujuan wisata budaya dan religi. NTB dengan Pulau Lombok-nya dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid. Sebagai tujuan wisata budaya, NTB dihuni oleh 3 suku besar yang dikenal dengan istilah suku SASAMBO (Sasak, Samawa, Mbojo). Suku Sasak adalah suku asli di Pulau Lombok. Suku Samawa dan Mbojo adalah 2 suku besar yang ada di Pulau Sumbawa. Saat ini, meskipun zaman semakin berkembang dan modern, keberadaan suku-suku tersebut tetap dilestarikan. Hal ini, mengingat akan potensi eksistensi
2
suku-suku tersebut sebagai aset budaya Bangsa. Eksistensi suku Sasak di Pulau Lombok dapat dilihat di Dusun Wisata Sade. Dusun ini terletak di Desa Rembitan, Kecamatan pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dusun Sade merupakan dusun tradisional suku Sasak asli, memiliki luas wilayah sekitar 3 Ha dan dihuni oleh 150 kepala keluarga. Dusun Sade ditetapkan sebagai Desa wisata sesuai dengan SK Gubernur NTB Nomor 2 tahun 1989 (Pusat Pengelolaan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2014). Penetapan ini disebabkan karena dusun ini masih mempertahankan budaya dan adat-istiadat yang sudah ada dan melekat pada masyarakat Suku Sasak (Amrullah, 2014: 4). Lebih jauh lagi, Kurniansyah (2014a) menyatakan bahwa masyarakat Dusun Sade ini lebih memilih mengabaikan modernisasi dunia luar dan terus melestarikan tradisi budaya, mulai dari bangunan rumah, adat-istiadat hingga kesenian berupa kerajinan tangan dan tarian yang sangat menarik untuk disaksikan. Bangunan rumah di Dusun Sade terbuat dari bambu dan kayu serta atap dari bahan ijuk dan rumput alang-alang. Selain bahan bangunan, bentuk rumah ini juga sangat unik dengan struktur atap yang khas dan tinggi. Pintu rumah dibuat pendek dan hanya ada satu pintu di bagian depan rumah. Pada bagian dalam rumah terdiri atas 2 bagian, bagian depan untuk tempat menerima tamu sekaligus ruang tidur bagi laki-laki dan bagian belakang yang posisinya lebih tinggi 3 anak tangga dari ruang depan sebagai dapur dan ruang tidur bagi perempuan, ruang privasi, dan juga sebagai tempat melahirkan. Keunikan lainnya terletak pada lantai
3
rumah yang terbuat dari tanah liat yang dilumuri kotoran ternak (kerbau atau sapi) tetapi tidak mengeluarkan bau.
Gambar 1.1 Rumah Adat Dusun Sasak Sade Sumber: Google Image, 2015
Aktivitas masyarakat di Dusun Sade yang masih tradisional menyebabkan kehidupan sosialnya sangat sederhana. Kaum laki-laki di Dusun Sade rata-rata berprofesi sebagai petani dan kaum perempuan selain sebagai ibu rumah tangga, juga mempunyai pekerjaan sampingan yaitu menenun dan membuat cenderamata. Perempuan Dusun Sade telah mampu menghasilkan tenun ikat khas Lombok yang sangat indah yang dipasarkan baik di lokasi wisata Dusun Sade sendiri maupun
4
artshop-artshop dan menjadi pilihan cenderamata wisatawan mancanegara maupun domestik.
Gambar 1.2 Kerajinan Menenun Sumber: Google Image, 2015
Selain aktivitas penduduk yang terbilang tradisional, masih terdapat aktivitas lain yang bisa dinikmati di Dusun Sasak Sade yaitu pesta kesenian dan tradisi budaya Sasak yang masih sangat kental. Setidaknya ada 2 kesenian dan tradisi budaya yang khas di dusun ini, yaitu kesenian Gendang Beleq dan peresean. Gendang Beleq (beleq artinya besar) merupakan tarian yang dimainkan oleh 2 musisi menggunakan drum besar saat berhadapan. Kesenian Gendang
5
Beleq sudah menjadi tradisi di Suku Sasak sejak lama dan merupakan kesenian peninggalan Kerajaan Selaparang Lombok yang menguasai sebagian wilayah Pulau Lombok bagian timur pada zaman kerajaan Anak Agung.
Gambar 1.3 Tari Gendang Beleq Sumber: Google Image, 2015
Adapun kesenian Peresean dahulu digelar untuk melatih ketangkasan suku Sasak dalam mengusir para penjajah. Latar belakang Peresean adalah pelampiasan emosional para raja di masa lampau ketika menang dalam perang tanding melawan musuh-musuhnya. Selain itu, dahulu Peresean juga termasuk media yang digunakan oleh para pepadu (juru tanding) untuk melatih
6
ketangkasan, ketangguhan, dan keberanian dalam bertanding. Konon, Peresean juga sebagai upacara memohon hujan bagi Suku Sasak di musim kemarau.
Gambar 1.4 Tari Peresean Sumber: Google Image, 2015
Semua kondisi sosial dan budaya di Dusun Sade sebagaimana disebutkan di atas menjadi daya tarik tersendiri bagi Sade sebagai desa wisata di Kabupaten Lombok Tengah (Kurniansyah, 2014a). Akan tetapi, meskipun Dusun Sade telah ditetapkan dan berkembang sebagai salah satu destinasi wisata budaya di Pulau Lombok, perlu adanya peran pemerintah daerah, masyarakat maupun stakeholder untuk terus menjaga dan melestarikannya serta lebih giat mempromosikan di tingkat nasional maupun dunia agar semakin dikenal. Dengan demikian, keberadaan Dusun Sade sebagai aset budaya dan wisata akan semakin
7
berkontribusi dalam menunjang kegiatan pariwisata serta dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Hal ini dapat dimungkinkan jika objek wisata budaya Dusun Sade ini dikelola dengan baik. Pengelolaan suatu desa wisata sebagai objek wisata tidak hanya terbatas pada penetapannya sebagai desa wisata. Penetapan suatu desa sebagai desa wisata setidaknya didasarkan atas beberapa komponen potensial yang mendukung, yaitu: 1) adanya atraksi atau daya tarik yang khas dari desa itu sendiri; 2) adanya fasilitas-fasilitas dan akomodasi pariwisata seperti fasilitas penginapan atau perkemahan, fasilitas makan-minum, pusat jajanan atau cenderamata, pusat pengunjung, dll.; 3) adanya aktivitas wisata seperti berkemah, menenun, menikmati pemandangan, dll.; dan 4) adanya pengembangan umum sebagai upaya untuk menciptakan daerah tujuan wisata yang memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan, diantaranya: pembagian zona/area, pengelolaan pengunjung, dan pelayanan interpretasi/komunikasi (Tim KKN-PPM Desa Wisata Cirangkong, Kab. Subang, 2012). Berdasarkan kriteria desa wisata seperti yang dipaparkan di atas, jika dibandingkan dengan kondisi Dusun Sade saat ini sebagai desa wisata sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah setempat, ternyata masih jauh dari kriteria tersebut. Saat ini, angka kunjungan wisatawan ke Dusun Sade terus meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, pengelolaannya terkesan kurang optimal dan perlu ditata kembali (http://www.republika.co.id). Pengelolaan objek wisata ini dilakukan oleh masyarakat sendiri (Kepala dusun dan masyarakat adat Rembitan). Peran Pemerintah dirasakan masih kurang dalam mengelola objek
8
wisata ini, padahal sebagai salah satu destinasi wisata sangat potensial bagi perekonomian masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh belum diketahuinya nilai ekonomi dusun Wisata Sade ini sebagai objek dan destinasi wisata.
1.2 Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang terkait dengan valuasi ekonomi di objek wisata Dusun Sasak Sade. Penelitian tentang Dusun Sasak Sade sebelum-sebelumnya lebih banyak mengenai kehidupan sosial dan budaya masyarakat Sade, antara lain: Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pariwisata (Amrullah, 2014), Strategi dan Resiliensi Nafkah Rumah Tangga Penenun (Kurniasih, 2015), Perubahan Pola Komunikasi Masyarakat (Sarga Surya D, 2014), Pengembangan Pariwisata Pedesaan (Afandi, 2004) dan lain-lain. Terkait valuasi ekonomi, telah banyak penelitian terdahulu mengenai valuasi ekonomi objek wisata, antara lain sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1.1. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut adalah pada lokasi dan waktu penelitian, sedangkan metode yang digunakan dan variabelvariabel yang dianalisis kurang lebih sama dan telah diadaptasi sesuai karakter objek penelitian.
9
Tabel 1.1 Penelitian Tentang Valuasi Ekonomi Objek Wisata Peneliti
Judul penelitian
Model analisis
Var. Independent
Var. Dependent
Hasil analisis
Prasetya, 2009
Valuasi Ekonomi Pantai Wisata Glagah Indah Kulon Progo Menggunakan Travel Cost Mehod (2009)
Analisis TCM dengan model:
Kualitas lingkungan (variabel dummy); kelengkapan fasilitas (variabel dummy); hari kunjungan (variabel dummy); pendapatan rata-rata pengunjung; biaya perjalanan; waktu selama di lokasi; waktu perjalanan menuju lokasi.
Jumlah kunjungan
Frekuensi kunjungan = 2.39; surplus konsumen perindividu pada interval Rp180.186,00 s/d Rp216.487,00
Jurnal Survei dan Penilaian Properti volume 56.
Nilai Ekonomi Taman Nasional Gunung Rinjani: Studi Kasus Objek Wisata di Otak Kokok Gading dan Desa Perian Kecamatan Montong Gading NTB
Analisis CVM
Tingkat pendidikan, status menikah, pekerjaan, tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, persepsi responden terhadap objek wisata, kualitas air, ketersediaan air dan jumlah pemanfaatan air
Kesediaan membayar, WTP.
WTP rata-rata Rp4.100,00/orang dan WTP total Rp748.205.256,00
Skripsi, Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.
Ramdhani, 2011
Vi = β0 +β1TCi + β2INCi + β3DQi + β4DFi + β5DDi + e
Sumber
10
Tabel 1.1 Lanjutan Peneliti
Judul penelitian
Model analisis
Var. Independent
Var. Dependent
Hasil analisis
Nilai TCM Rp1.293.421.450.000, 00. Nilai CVM Rp. CVM =Willingnes 22.410.618.100,00 To Pay Variabel total cost, pendapatan dan dummy asal signifikan terhadap kunjungan. Variabel total cost, pendapatan dan dummy kerja signifikan terhadap WTP
Sumber
Afifudin, 2015
Valuasi Ekonomi Taman Narmada, Kec. Narmada, Kab. Lombok Barat dengan Pendekatan TCM dan CVM
TCM dan CVM
Total cost, pendapatan pertahun, dummy kerja, dummy asal
TCM =Jumlah kunjungan
Tesis MEPFEB-UGM
Agus Priyana, 2015
Valuasi Ekonomi Desa Wisata Penglipuran, Kabupaten Bangli, Bali
CVM dan Income Approach
Tingkat pendapatan, lama pendidikan, frekuensi kunjungan, waktu perjalanan
Tesis MEPWillingnes To Pay Harga tiket masuk yang sesuai FEB-UGM Rp15.000,00 untuk wisnus dan Rp25.000,00 untuk wisman. Nilai ekonomi Total Desa Penglipuran Rp202.308.090.734,00 terdiri dari use value Rp168.621.005.539,00 dan nonuse value Rp33.687.085.195,00
11
Tabel 1.1 Lanjutan Peneliti Widayati, 2015
Judul penelitian
Model analisis
Valuasi Ekonomi Cultural Heritage dengan Menggunakan Travel Cost Method, Contingent Valuation Method dan Income Approach: Studi Kasus Candi Prambanan (2014)
TCM : Vi = β0 + β1TCi + β2INCi + β3GENDi + β4AGEi + β5EDUCi + DNTNi + β6DSUBi + β7DQUALi + e CVM : WTPi = β0 + β1TCi + β2INCi + β3GENDi + β4AGEi + β5EDUCi + DNTNi + β6DSUBi + β7DQUALi + e
Var. Independent Biaya perjalanan, pendapatan, tingkat pendidikan, jenis kelamin, usia, substitusi tempat wisata lain sebagai variabel dummy substitusi, persepsi individu terhadap kualitas candi sebagai dummy kualitas dan kewarganegaraan sebagi dummy asal wisatawan
Var. Dependent TCM ; Jumlah kunjungan individu CVM : Kesediaan membayar pengunjung (WTP)
Hasil analisis
Sumber
Nilai Ekonomi Candi Tesis MEPPrambanan adalah FEB-UGM sbb.: TCM=Rp457.011.490. 463.000,00 dengan surplus konsumen sebesar Rp18.105.000,00 CVM =Rp3.153.354.420.000 ,00 dengan WTP individu Rp124.928,00 IA =Rp1.393.681.183.000 ,00
12
Dalam penelitian ini, digunakan metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method, TCM) untuk mengestimasi nilai ekonomi objek wisata. Choi (2009); Navrud dan Ready (2002); Noonan (2003); Throsby (2003) dalam Ambrecht (2013) menyebutkan bahwa ada dua teknik yang digunakan dalam menentukan nilai non pasar terhadap nilai pengalaman atau wisata, yaitu teknik pengungkapan (revealed technique) atau Travel Cost Method dan teknik penetapan preferensi (stated-preference-technique) atau Contingent Valuation Method. Dari kedua teknik tersebut, TCM lebih baik untuk mengestimasi nilai non pasar dari suatu objek wisata karena diperoleh secara aktual bukan berdasarkan skenario hipotesis. TCM juga akhir-akhir ini lebih populer digunakan untuk menentukan nilai ekonomi suatu warisan budaya (cultural heritage) (Alberini dan Longo, 2006; Bedate et al., 2004; Fleming dan Cook, 2008: Mayor, Scott dan Tol, 2007; Ruijgrok, 2006 dalam Ambrecht, 2013). 1.3 Rumusan Masalah Dusun Sasak Sade merupakan satu-satunya destinasi dan objek wisata budaya di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hal tersebut menjadi potensi dan keunggulan tersendiri bagi masyarakat Dusun Sade khususnya dan Kabupaten Lombok Tengah pada umumnya di tengah semakin berkembangnya industri pariwisata di Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi, potensi tersebut belum diketahui secara ekonomi sehingga perlu dilakukan penilaian.
13
1.4 Pertanyaan Penelitian Dari rumusan masalah yang dipaparkan sebelumnya, ada 2 pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut. 1.
Berapa nilai ekonomi objek wisata budaya Dusun Sasak Sade dari sisi nilai guna langsung (direct use value) sebagai destinasi wisata budaya dengan menggunakan Travel Cost Method (TCM)?
2.
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke objek wisata budaya Dusun Sasak Sade?
1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Mengestimasi nilai ekonomi objek wisata budaya Dusun Sasak Sade.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan wisata ke objek wisata budaya Dusun Sasak Sade.
1.6 Manfaat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi: 1.
Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah sebagai acuan atau dasar ilmiah di dalam mengelola Dusun Sasak Sade sebagai objek dan destinasi wisata budaya;
2.
peneliti berikutnya yang menilai objek wisata budaya.
14
1.7 Sistematika Penulisan Tesis ini ditulis dan disusun berdasarkan Buku Panduan Tesis dan Anti Plagiarisme yang telah dikeluarkan oleh Pihak Akademik Magister Ekonomika Pembangunan (Anonim, 2014), yaitu sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, mencakup latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori/Kajian Pustaka, mencakup teori-teori tentang valuasi ekonomi objek wisata budaya, penelitian-penelitian terdahulu, dan hipotesis. Bab III Metode Penelitian, mencakup desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, definisi operasional, instrumen penelitian, dan metode analisis data. Bab IV Analisis, mencakup gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi data, dan pembahasan hasil analisis. Bab V mencakup kesimpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran penelitian.
15