BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dalam peradaban manusia modern dikenal adanya tiga sumber daya, yaitu: sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi. Diantara ketiga sumber daya tersebut, sumber daya manusia merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan suatu negara. Menurut Broto Wasisto (2003: 23), sumber daya manusia merupakan salah satu modal penting dalam pembangunan suatu bangsa dan mutunya sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan ketrampilan manusia. Pendidikan memegang peranan sentral dalam pembangunan bangsa dan negara, karena dari sanalah kecerdasan dan kemampuan bahkan watak bangsa di masa akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan yang diberikan saat ini. Pendidikan berperan sebagai dasar dalam membentuk kualitas manusia yang mempunyai daya saing dan kemampuan dalam menyerap teknologi yang akan dapat meningkatkan produktivitas. Hal ini berarti, kondisi pendidikan suatu masyarakat mencerminkan kualitas sumber daya yang mendukung laju percepatan pembangunan pada umumnya. Pentingnya peran dari pendidikan menandakan bahwa pembangunan sektor pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang lebih pada sektor pendidikan dengan ditetapkannya sejumlah undang-undang yang terkait dengan pendidikan, di antaranya adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 1
tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (yang menjadi landasan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen), dan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Berbagai undang-undang akan menjadi payung hukum dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia agar mampu meningkatkan kualitas SDM dan membuka akses
seluas-luasnya
kepada
masyarakat
untuk
mendapatkan
pelayanan
pendidikan berkualitas (Muhammad Ali, 2009: 2) Selain berbagai undang-undang tersebut, upaya lainnya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memeratakan pendidikan dilaksanakan melalui kebijakan pendidikan Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Maksud dan tujuan pelaksanaan wajib belajar ini adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memasuki sekolah dengan biaya murah dan terjangkau oleh kemampuan orang banyak. Umi Litsyaningsih (2004: 22) menyatakan “memperoleh kesempatan pendidikan khususnya pendidikan dasar merupakan prioritas utama dalam pembangunan pendidikan nasional. Hal tersebut sebagai pengejawantahan Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang mengamanatkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah berkewajiban memperluas kesempatan pendidikan”. Di
tingkat
internasional
perwakilan-perwakilan
dari
189
negara
menandantangani deklarasi yang disebut sebagai Millennium Declaration yang mengandung 8 poin tujuan yang dinamakan sebagai Millennium Development Goals (MDGs). Di Indonesia MDGs disebut sebagai Tujuan Pembangunan Milenium. Dari ke delapan tujuan tersebut mencapai pendidikan dasar untuk semua (education for all) merupakan tujuan kedua dari Millenium Development
2
Goals (MDGs). Tujuan ini memiliki target untuk menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, di manapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (primary schooling) dengan gratis dan berkualitas (World Bank, 2004: 1). Pendidikan di sekolah dasar dimaksudkan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada anak didik berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang bermanfaat bagi dirinya sesuai dengan tingkat perkembangannya, dan mempersiapkan mereka melanjutkan kejenjang pendidikan menengah pertama (Suharjo, 2006: 1). Hal senada juga diungkapkan oleh Mudjito AK (2008: 1) bahwa, “pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD) sebagai tahapan pertama dalam pendidikan dasar merupakan jenjang yang paling mendasar dan merupakan fondasi pendidikan”. Sekolah Dasar memegang peranan sangat penting karena mempengaruhi keberhasilan pada jenjang berikutnya. Jika seorang anak selama mengenyam pendidikan di SD mendapatkan layanan pendidikan dengan baik, maka akan lebih besar peluang sukses pada jenjang pendidikan berikutnya. Merupakan suatu realitas yang tak terbantahkan bahwa, sampai saat ini dunia pendidikan Indonesia masih dihadapkan pada tantangan besar untuk mencerdaskan anak bangsa terutama dalam hal pemerataan kesempatan dan kualitas pelayanan pendidikan, khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Meskipun hampir seluruh anak usia 7-12 tahun sudah bersekolah, masih terdapat sebagian anak yang sudah tidak lagi meneruskan pendidikannya atau mengalami putus sekolah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2010: 167-169) pada tahun 2009, proporsi penduduk Indonesia yang tidak besekolah lagi atau mengalami putus sekolah usia 7-12 tahun adalah 0,89%. Jika dilihat berdasarkan daerah tempat tinggal, proporsi penduduk yang tidak bersekolah lagi atau 3
mengalami putus sekolah untuk usia 7-12 tahun di perkotaan adalah 0,68% dan untuk daerah perdesaan adalah 1,06%. Jika dilihat berdasarkan provinsi, persentase anak usia 7-12 yang mengalami putus sekolah untuk Provinsi Maluku adalah 0,99%. Di daerah perkotaan, proporsi anak usia 7-12 yang mengalami putus sekolah di Provinsi Maluku adalah 0,93% dan daerah pedesaan adalah 1,33%. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa masih banyaknya anak usia sekolah yang tidak sekolah atau mengalami putus sekolah, juga dialami oleh anak-anak yang berada di pedesaan yang terdapat di Provinsi Maluku, sebagaimana yang ditemukan peniliti di Desa Supulessy Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Berdasarkan hasil wawancara prasurvei pada tanggal 20 Agustus 2011 dengan kepala sekolah SD Negeri Supulessy diketahui bahwa, masih banyak anak yang mengalami putus sekolah setiap tahunnya. Selama tahun ajaran 2010/2011 saja, anak yang mengalami putus sekolah berjumlah 9 seperti yang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Jumlah Siswa dan Siswa Putus Sekolah di SD Negeri Supulessy Berdasarkan Tahun Ajaran 2010/2011
No Kelas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ia Ib IIa IIb III IV V VI Total
Banyaknya Siswa L P 14 16 17 11 13 17 16 13 18 17 19 16 10 18 15 12 122 120
Jumlah Siswa 30 28 30 29 35 35 28 27 242
Siswa yang Putus Sekolah L P 2 1 3 1 2 4 5
Sumber: Data SD Negeri Supulessy
4
Jumlah Siswa yang Putus Sekolah
%
2 4 3 9
6,9 14,29 11,11 3, 72
Berdasarkan uraian pada tabel 1, terlihat bahwa anak yang mengalami putus sekolah dan yang paling banyak berasal dari kelas tinggi yaitu kelas V berjumlah 4 anak dan kelas VI berjumlah 3 anak. Keadaan ini sudah seharusnya mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, baik itu perhatian dari pemerintah, sekolah maupun oleh keluarga. Goode (T. O. Ihromi, 2004: 67) mengemukakan bahwa “keberhasilan atau prestasi yang dicapai siswa dalam pendidikannya sesungguhnya tidak hanya memperlihatkan mutu dari institusi pendidikan saja. Tapi juga memperlihatkan keberhasilan keluarga dalam memberikan anak-anak mereka persiapan yang baik untuk keberhasilan pendidikan yang dijalani”. Hal ini berarti, keluarga merupakan pihak yang paling penting dalam menunjang keberhasilan pendidikan anak. Perhatian dari keluarga khususnya orang tua sangat menentukan keberlanjutan dan keberhasilan pendidikan anaknya. Perhatian yang diberikan oleh orang tua terhadap anak sangat diperlukan karena orang tua adalah pembina pribadi yang pertama dalam hidup anak. Bentuk perhatian orang tua dapat berupa perhatian dalam kegiatan belajar anak, memberikan motivasi atau dorongan untuk tetap bersekolah dan memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana sekolah anak. Masalahnya adalah masih ditemui sebagian orang tua yang tidak memberikan perhatian pada proses pendidikan anaknya. Terdapat orang tua yang tidak mengontrol dan mengawasi jam belajar ataupun sekedar menemani anak pada saat sedang belajar. Terkadang orang tuapun kurang memberikan motivasi serta tidak memperdulikan sarana dan prasarana sekolah untuk anak. Kurangnya perhatian orang tua tersebut diduga merupakan salah satu penyebab anak sampai
5
mengalami putus sekolah seperti yang terjadi di SD Negeri Supulessy. Hal ini didasarkan pada hasil wawancara singkat tanggal 25 Agustus 2011 dengan beberapa orang siswa yang menyatakan bahwa, orang tua mereka jarang sekali mengawasi atau menemani mereka ketika belajar di rumah. Kurangnya perhatian orang tua pada kegiatan belajar anak dikarenakan sebagian orang tua yang menganggap masalah belajar adalah urusan sekolah. Ketika mereka menyerahkan anaknya ke sekolah, maka tanggung jawab sepenuhnya terletak pada sekolah yang bersangkutan. “Orang tua merasa sudah selesai tugasnya bila sudah menyekolahkan anaknya dan membayar SPP. Mereka kurang memperhatikan keperluan sekolah yang berkaitan dengan kebersihan seragam, kondisi sepatu, maupun buku pegangan siswa. Orang tua juga kurang memperhatikan terhadap pekerjaan rumah (PR) anak” (Siskandar, 2008: 668). Persepsi atau pandangan orang tua tersebut mengindikasikan bahwa masih kurangnya pemahaman orang tua akan arti penting pendidikan untuk anak. “Orang tua yang memiliki persepsi dan pemahaman yang sejalan dengan konsep pendidikan anak yang dikembangkan dalam suatu lembaga pendidikan, akan dengan sukarela menyumbangkan tenaga, pikiran dan emosinya untuk pendidikan anaknya. Sebaliknya, apabila pemahaman dan persepsi orang tua tentang konsep pendidikan tidak sejalan dengan konsep yang dikembangkan, akan timbul keraguraguan untuk melibatkan diri baik secara fisik maupun psikis dan emosional dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anaknya” (Halim Malik, 2011).
6
Melihat kondisi tersebut, adalah wajar jika masalah pendidikan di Kabupaten Maluku Tengah khususnya yang terkait dengan perhatian orang tua pada pendidikan anak putus sekolah di Desa Supulessy diangkat dan dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan pendidikan penduduk untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan latar belakang di atas, dapat diperoleh gambaran mengenai masalah-masalah yang terdapat di Desa Supulessy yang terkait dengan perhatian orang tua pada pendidikan anak di sekolah dasar, antara lain: 1. Masih terdapat anak yang mengalami putus sekolah atau tidak menyelesaikan pendidikan di sekolah dasar di Desa Supulessy. 2. Perhatian orang tua pada pendidikan anak di Desa Supulessy masih kurang. 3. Bentuk-bentuk perhatian yang dilakukan orang tua pada pendidikan anak di Desa Supulessy belum begitu jelas. 4. Masih adanya kendala orang tua untuk memberikan perhatian pada pendidikan anak. 5. Pandangan atau persepsi serta pemahaman yang salah dari orang tua akan menyebabkan rendahnya perhatian orang tua akan pendidikan anak, khususnya untuk terus melanjutkan pendidikan anaknya hingga selesai. 6. Belum teridentifikasinya upaya atau strategi yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk meningkatkan perhatian orang tua pada pendidikan anak di
7
sekolah, sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan anak yang putus sekolah.
C. Fokus Penelitian Berdasarkan identifikasi permasalahan yang terkait dengan perhatian orang tua pada pendidikan anak di sekolah dasar maka, dalam penelitian ini difokuskan pada empat permasalahan yaitu: pertama, terkait dengan bentukbentuk perhatian orang tua terhadap pendidikan anak. Bentuk perhatian orang tua yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perhatian dalam kegiatan belajar anak, pemberian motivasi, serta pemenuhan fasilitas sekolah oleh orang tua kepada anaknya. Kedua, terkait dengan hubungan perhatian orang tua dengan putus sekolah. Perhatian dalam penelitian ini adalah bentuk kesadaran dan kepedulian orang tua terhadap pendidikan anak, sedangkan yang dimaksud dengan putus sekolah dalam penelitian ini adalah terhentinya proses pendidikan anak dalam menyelesaikan pendidikan dasar dan mereka oleh karena itu tidak memiliki ijazah SD. Ketiga, mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh orang tua dalam memberikan perhatian pada pendidikan anaknya di sekolah dasar. Keempat, adalah upaya atau strategi sekolah untuk mengatasi permasalahan putus sekolah, dalam hal ini adalah strategi pihak sekolah untuk lebih mendorong agar orang tua lebih memberikan perhatian pada pendidikan anaknya.
8
D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, adapun rumusan masalah secara khusus yang akan dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah bentuk-bentuk perhatian orang tua terhadap proses pendidikan anak di sekolah dasar?
2.
Bagaimanakah hubungan antara perhatian orang tua dengan anak putus sekolah di sekolah dasar?
3.
Apa saja kendala-kendala orang tua dalam memberikan perhatian pada pendidikan anak?
4.
Bagaimanakah strategi pihak sekolah untuk mengatasi permasalahan anak yang putus sekolah?
E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk perhatian orang tua terhadap proses pendidikan anak di sekolah dasar. 2. Untuk mengetahui hubungan perhatian orang tua dengan putus sekolah di sekolah dasar. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala orang tua dalam memberikan perhatian pada pendidikan anak. 4. Untuk mengetahui strategi pihak sekolah dalam meningkatkan perhatian orang tua pada pendidikan anaknya di sekolah dasar, untuk mengatasi permasalahan anak yang putus sekolah.
9
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan gambaran kepada para orang tua untuk lebih memperhatikan pendidikan anaknya khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar. Selain para orang tua, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk mendukung pemerintah khususnya pemerintah daerah, dalam menyusun suatu program yang berkontribusi bagi pemerataan pembangunan daerah terutama di bidang pendidikan wilayah pedesaan. Di samping itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang penelitian ilmiah, khususnya di bidang pendidikan. Hal ini akan mencakup manfaat sebagai masukan dan pedoman bagi pelaku kebijakan pendidikan pada masa yang akan datang, dan bermanfaat sebagai bahan rujukan dan tambahan khasanah pustaka, serta dapat dijadikan sebagai bahan refrensi penelitian lebih lanjut bagi para peneliti yang akan datang.
10