BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa, termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Indonesia adalah pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk beras, sawit, teh, kopi, rempah-rempah dan karet. 1 Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32 oC. Saat ini 5,5 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 16 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. 2 Semua dikelola oleh pemerintah maupun swasta, salah satu pengelola produk perkebunan sawit adalah PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Sumatera Utara yang terdiri dari penanaman sampai penjualan hasil yang disebut dengan Crude Palm Oil (CPO). Dalam pengelolaan produk hasil Crude Palm Oil (CPO) dapat menjadi pati alkohol yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pati
1
http://www.indonesia.bg/indonesian/indonesia/index.html diakses pada tanggal 12 Januari 2011 jam 10.00 wib. 2 https://arghainc.wordpress.com/2008/11/21/minyak-sawit/ diakses pada tanggal 12 januari 2011 jam 10.15 wib.
alkohol diperoleh dari hasil minyak inti sawit yang akan menghasilkan asam lemak (fatty acid) dan gliserin. 3 Dalam kegenan dapat lahir dari perjanjian maupun lahir demi hukum, biasanya berdasarkan undang-undang. Demikian pula R. Subekti dalam bukunya Perbandingan Hukum Pedata menyebutkan bahwa perwakilan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mencakup perwakilan bedasarkan undang-undang sebagaimna ditentukan dalam Pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu perwakilan sukarela dan perwakilan berdasarkan perjanjian seperti pemberian kuasa. 4 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenal perbedaan antara perwakilan langsung dan tidak langsung, yaitu makelar yang bertindak atas nama orang lain dalam komisioner yang bertindak atas nama sendiri. Dengan demikian keagenan mempunyai persamaan dengan pemberian kuasa, di mana penerina kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; mewakili pemberi kuasa. 5 Maka PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II) memproduksi Crude Palm Oil (CPO) dari hasil penanaman dan dijual sebagai hasil usaha oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II). Dalam penjualan ini PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II) melakukan perjanjia keagenan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) yang mana PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) sebagai agen pemasaran yang telah diberikan kuasa oleh PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II).
3 4
Koran Waspada, Selasa/02 november 2010 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008),
hal. 41. 5
Ibid,. hal. 42.
Proses penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PTPN II melalui kuasa PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) kepada agen melalui proses yang sudah disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam perjanjian keagenan oleh para pihak dan apabila ketentuan-ketentuan atas isi perjanjian yang sudah ada, para pihak dapat memenuhi segala ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh kedua belah pihak secara tertulis dan baku. Para pihak harus memenuhi segala ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam akta perjanjian keagenan. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku maka masing-masing pihak akan bertanggung jawab. Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya. 6 Sedangkan keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut mengikat prinsipal. 7 Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai perusahaan untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu (misalnya jual-beli) di antara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut atau lebih dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu. 8 Pada hakikatnya usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan bisnis
6
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, (Jakarta : Proyek ELIPS, 2000), hal. 5. Ibid., hal. 4. 8 KRMT. Titodiningrat, Ichtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta : Pembangunan, 1963), hal. 114. 7
tertentuyang menghubunhkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 9 Wanprestasi
berasal
dari
istilah
aslinya
dalam
bahasa
Belanda
“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang. 10
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu di bahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana prosedur perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)? 2. Bagaimana tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)? 3. Bagaimana akibat hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi?
9
Levi Lana, “Keagenan di Indonesia Analisis Yuridis dan Praktis” dalam Jurnal Hukum Bisnis. Volume 25, Nomor 1, Tahun 2006, hal. 36. 10 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 20.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui prosedur perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN). 2. Untuk mengetahui tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN). 3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap para pihak yang melakukan wanprestasi dalam perjanjian keagenan atas perjanjian Crude Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN). Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusus bidang hukum perjanjian keagenan penjualan Crude Palm Oil (CPO) serta menambah khasanah perpustakaan.
2. Manfaat Praktis. Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum mengenai perjanjian keagenan penjualan Crude Palm Oil (CPO) bagi para akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan khususnya Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian yang mengangkat masalah pertanggung jawaban agen pemasaran atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) PTPN II di kota Medan (Studi pada PT. Kharisma Pemasan Bersama Nusantara). Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. 11 Ada pula yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian tersebut maka dapat diterangkan lebih lanjut bahwa, perjanjian adalah sebuah kesepakatan
11
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta : Pradnya Paramitha, 2001), hal. 338.
antara 2 (dua) orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling memberi dan menerima sesuatu. Perjanjian adalah suatu ikatan atau hubungan hukum mengenai bendabenda (barang) atau kebendaan (jasa) antara dua pihak atau lebih, dimana para pihak tersebut saling berjanji atau dianggap saling berjanji untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa perjanjin itu adalah “suatu peruatan hukum dimana seorarng ata lebih mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”. 12 Menurut R. wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedankan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 13 Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melakukan prestasi. 14
12
A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985), hal. 7. 13 Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, (Bandung : PT Bale, 1986), hal. 9. 14 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986), hal. 6.
Menurut pendapat A. Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah “suatu peristiwa simana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 15 Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 16 Menurut Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Agen adalah adalah orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang disebut prinsipal, untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama prinsipal.17 Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya. 18 Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai perusahaan 15
A. Qirom Syamsuddin Meliala., Loc. cit. R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1985), hal. 1. 17 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 2006), hal. 277. 18 Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Loc. cit. 16
untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu (misalnya jual-beli) diantara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut atau lebih dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu. 19 Pada hakikatnya usaha dalam bidang keagenan
adalah
jasa
perantara
untuk
melakukan
bisnis
tertentuyang
menghubunhkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 20 Keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut mengikat prinsipal. 21 Perjanjian keagenan adalah salah satu alternatif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan bisnis bagi masyarakat luas maupun bagi perusahaanperusahaan, khususnya mereka yang hanya memiliki sedikit waktu untuk. mengerjakan sebuah pekerjaan. Perjanjian keagenan dirancang khusus sebagai perjanjian pemberian wewenang/kuasa dari satu pihak ke pihak lainnya untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum. Di masa yang sarat dengan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tidak semua orang ataupun badan hukum yang memiliki cukup waktu dan keahlian untuk melakukan kegiatan bisnisnya. Melihat celah ini maka banyak sekali timbul perantara-perantara dagang dan biro jasa atau yang biasa disebut agen yang menawarkan diri sebagai penerima kuasa dalam melakukan perbuatan hukum dari si pemberi kuasa, bahkan 19
KRMT. Titodiningrat, Loc. cit. Levi Lana, Loc. cit. 21 Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Op. cit., hal. 4. 20
tak jarang terjadi perselisihan antara agen dan prinsipil (pemberi kuasa) yang diakibatkan karena ketidakjelasan status badan hukum sebuah biro jasa. Untuk itu pengaturan mengenai perjanjian keagenan ini perlu dilakukan secara khusus, seperti mengenai syarat-syarat mutlak sebuah badan hukum dapat disebut sebagai agen dan batasan klausula-klausula yang harus di penuhi sehingga perjanjian tersebut dapat dikatakan sebuah perjanjian keagenan, walaupun peraturan-peraturan yang umum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap diberlakukan.
F. Metode Penulisan Dalam melakukan suatu penulisan skripsi selalu diperlukan suatu cara/metode dengan maksud agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam penyusunan skripsi ini Penulis menggunakan beberapa metode dalam mencari, mengumpulkan dan menganalisis data, diantaranya : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permsalahannya yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum empiris atau yang dengan istilah lain biasa digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat/biasa pula disebut dengan penelitian lapangan. penelitian hukum sosiologis/empiris ini bertitik tolak dari data primer/dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat
sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuesioner. 2. Sumber Data Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode yang ada untuk mengumpulkan data agar diperoleh data yang baik, maka diperlukan metode-metode yang mempunyai hubungan dengan sumber data. Penelitian ini mempergunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek yang diteliti, dengan kata lain peninjauan teori-teori dari buku-buku literature, laporan, dokumen, majalah ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti. Selain itu penulis juga mendapatkan data-data dari wawancara dengan Bapak Admi P. Sembiring selaku pimpinan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN). 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Teknik Studi Pustaka (library research) Dengan studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan dan pengertian secara teoritis, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku literatur, karya ilmiah maupun artikel-artikel yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. b. Teknik Wawancara Teknik
ini
merupakan
riset
lapangan
(field
research).
Metode
pengumpulan data kepada Bapak Admi P. Sembiring selaku pimpinan maupun
dengan pihak yang banyak mengetahui secara luas mengenai pembahasan skripsi ini. Dalam melakukan penelitian secara langsung pada objek penelitian, Penulis berusaha mendapatkan data dan keterangan secara luas sehingga data yang terkumpul merupakan data yang bersifat objektif. Wawancara ini juga dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih lengkap. c. Teknik Observasi (peninjauan) Teknik ini juga merupakan riset lapangan (field research). Peneliti melakukan pengamatan terhadap hal-hal apa saja yang berhubungan dengan objek penelitian ini, baik pengamatan terhadap objek penelitian yaitu PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) agar didapatkan data-data yang objektif. Adapun ruang lingkup observasi tidak saja pada objek penelitian tersebut. 4. Analisa Data Di dalam penelitian skripsi yang termasuk kedalam tipe penelitian hukum normatif, pengelolaan data pada hakikatnya merupakan kegitan untuk melakukan analisa data terhadap permasalahan yang dibahas. Hal ini dilakukan dengan mengalisa bahan-bahan yang diperoleh dari Perundang-undangan, buku, karya ilmiah, artikel-artikel, internet, wawancara dan observasi yang berkaitan dengan “Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT. Perkebunan Nusantara II Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)” yang dibahas secara deskriptif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.
G. Sistematika Penulisan Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematis penulisan yang teratur. Penulis membagi menjadi bab per bab dan masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan, dimana pada bab ini dipaparkan halhal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika penulisan. BAB II : PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ATAS PENJUALAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA Pada bab ini dipaparkan bagaimana prosedur perjanjian keagenan atas penjualam crude palm oil (cpo) antara PT. Perkenbunan Nusantara II di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Bab ini berisikan pengertian agen, perjanjian keagenan, dasar hukum perjanjian keagenan, pihakpihk dalam perjanjian keagenan, dan prosedur perjanjian keagenan atas penjualam crude palm oil (cpo). BAB III : TANGGUNG JAWAB AGEN PEMASARAN ATAS PERJANJIAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI
KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA Pada bab ini dipaparkan bagaimana tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian crude palm oil (cpo) antara PT. Perkenbunan Nusantara II di kota Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Bab ini berisikan akibat hukum dari perjanjian keagenan pemasaran, tanggung jawab para pihak, dan tanggung jawab PT. Perkenbunan Nusantara II atas perjanjian crude palm oil (cpo). BAB IV : AKIBAT HUKUM APABILA SALAH SATU PIHAK MELAKUKAN WANPRESTASI Pada bab ini dipaparkan bagaimana pengertian wanprestasi, sebab wanprestasi, akibat wanprestasi, dan tugas para pihak dalam wanprestasi dari pihak PT. Perkenbunan Nusantara II maupun dari pihak PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi permasalahan yang terjadi atas perjanjian keagenan.
BAB II PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ATAS PENJUALAN CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA
A. Pengertian Agen Agen adalah orang atau perusahaan perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha/perwakilan. Orang atau perusahaan perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha/perwakilan. Wakil pengusaha yang merundingkan, memberikan jasa layanan, atau menutup perjanjian asuransi dengan ketentuan yang ada. Agen adalah adalah orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang disebut prinsipal, untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama prinsipal. 22 Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya. 23 Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai perusahaan untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu (misalnya jual-beli) di antara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut atau lebih dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu. 24 Pada hakikatnya usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan bisnis tertentu yang
22
Abdulkadir Muhammad, Loc. cit. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Loc. cit. 24 KRMT. Titodiningrat, Loc. cit. 23
menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 25 Sedangkan keagenan adalah perihal perwakilan atau segala sesuatu yg berhubungan dengan agen. Keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut mengikat prinsipal. 26 Pengertian atau defenisi keagenan yang dibuat ada kekurangannya, akan tetapi pada intinya keagenan didefenisikan sebagai hubungan yang timbul dimana satu pihak yang disebut sebagai agen bertindak untuk pihak lainnya yang disebut prinsipal. Berdasarkan tindakan agen, prinsipal dan pihak ketiga masuk ke dalam hubungan kontraktual. Agen juga dapat memiliki kekuasaan untuk melepaskan harta kekayaan milik prinsipal kepada pihak ketiga. Umumnya, agen dapat bertindak demikian karena prinsipal telah memberikan wewenang kepadanya untuk melakukan tindakan yang dimaksud dan agen menyetujui untuk melakukannya. Agen sepertinya menjadi perpanjangan tangan dari prinsipal dan karenanya dapat mengubah kedudukan hukum prinsipal baik berupa mengikat prinsipal ke dalam suatu perjanjian atau melakukan pelepasan harta kekayaan milik prinsipal yang bersifat mengikat. 27 Dalam perjanjian keagenan terdapat hubungan antara agen dengan prinsipal. Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-
25
Levi Lana, Loc. cit. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Op. cit., hal. 4. 27 http://www.singaporelaw.sg/content/AgencyLawIndon.html diakses pada tanggal 17 Januari 2011 jam 11.10 wib. 26
Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya. 28 Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karena, selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317”. 29 Dalam praktik biasanya diperjanjikan bahwa agen, distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipal. Hal ini akan membahas berbagai kemungkinan
yang
dapat
dilakukan
oleh
konsumen
untuk
meminta
pertanggungjawaban hukum pinsipal atas kualitas produk dan jasa yang dijualnya maupun atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh agen. 30
B. Perjanjian Keagenan Perjanjian keagenan adalah salah satu alternatif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan bisnis bagi masyarakat luas maupun bagi perusahaanperusahaan, khususnya mereka yang hanya memiliki sedikit waktu untuk. mengerjakan sebuah pekerjaan. Perjanjian keagenan dirancang khusus sebagai perjanjian pemberian wewenang/kuasa dari satu pihak ke pihak lainnya untuk melaksanakan suatu perbuatan Hukum. Di masa yang sarat dengan kecanggihan 28
Suharnoko, Op. cit., hal. 37. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.cit., hal. 342. 30 Suharnoko, Op. cit., hal. 38. 29
teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tidak semua orang ataupun badan hukum yang memiliki cukup waktu dan keahlian untuk melakukan kegiatan bisnisnya. Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Perdata yang menganut asas kebebasan berkontrak maka setiap subyek hukum dan badan hukum diberikan hak kebebasan membuat perjanjian apa saja asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang, ketentuan umum, dan kesusilaan yang ada. Pasal 1338 berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Pemberian kuasa diatur dalam kepada Kitab Undang-Undang Perdata pada buku III bab keenam belas bagian kesatu yang terdapat pada Pasal 1792 sampai Pasal 1799 dan agen diatur dalam Kitab Undang-Undang Dagang pada buku I bab keempat bagian kedua terdapat pada Pasal 62 sampai Pasal 73. Dalam praktik kegiatan kasus keagenan biasanya diartikan sebagai hubungan hukum antara pihak prinsipal dan agen, dimana pihak prinsipal memberi wewenang kepada agen untuk melakukan transaksi dengan pihak ketiga. Hubungan hukum antara principal dengan agennya dapat berupa perwakilan, dimana agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, walaupun terdapat juga unsur-unsur
perjanjian jual-beli. Karena prinsipal memberikan
wewenang agen untuk mengimpor barang dari prinsipal. Hubungan antara
prinsipal dengan agen dapat berupa jual-beli biasa dimana agen bertindak untuk dirinya sendiri. Hasil penelitian Tim Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum Nasional menunjukkan bahwa dalam praktik, para agen dalam memperoleh barang dari prinsipal dengan cara membeli atau dengan cara memperoleh kuasa untuk menjual. 31 Jika agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, tentunya agen bertanggung jawab terhadap segala transaksi dan perbuatan agen dalam batas wewenang yang diberikan seperti, kualitas produk, wanprestasi, dan perbuatan melawan hukum, sebaliknya jika agen bertindak untuk diri sendiri, maka prinsipal tidak bertanggung jawab atas transaksi dan perbuatan yang dilakukan oleh agen. Meskipun keagenan di Indonesia bukan ataupun tidak identik dengan agency law dalam sistem common law, tetapi perjanjian keagenan dapat mengandung unsur perjanjian pemberian kuasa seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Perdata. Perjanjian pemberian kuasa dalam Kitab UndangUndang Perdata mempunyai persamaan dan perbedaan dengan agency law dalam sistem common law. 32 Mengingat lembaga keagenan digunakan sebagai sarana transaksi global dan terbuka kemungkinan untuk melakukan choice of law, maka pembahasan terhadap hakim common law telah memberikan suatu aturan kapan suatu pihak bertindak untuk dan atas nama orang lain dan kapan suatu pihak bertindak sebagai indepentdent contractor yang bertindak untuk dirinya sendiri. Jika agen bertindak
31 32
Ibid., hal. 39. Ibid., hal. 40.
untuk dan atas nama prinsipal, tentu saja prinsipal harus bertanggung jawab terhadap perbuatan agen yang merugikan konsumen. 33
C. Dasar Hukum Perjanjian Keagenan Dasar hukum berlakunya perjanjian keagenan dilihat dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang secara khusus tidak ada diatur tetapi tidak tertutup kemungkinan ketentuan Buku III Perdata tantang perikatan yang memberi kesempatan atau kebebasan untuk membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian itu tidak ada diatur (perjanjian tidak bernama) amaupun perjanjian bernama asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketentuan umum, dan kesusilaan yang ada. Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka kesempatan ini terbuka kepada subyek hukum dan badan hukum untuk membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian itu telah ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditambah dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang diubah menjadi Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 naskah akademis Rancangan UndangUndang tentang Keagenan dapat disimpulkan bahwa agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal sehinggga konsekuensinya prinsipal bertanggung jawab atas transaksi yang dilakukan agen dengan pihak ketiga. Akan tetapi, Pasal 7 naskah
33
Ibid.
akademis RUU tersebut, membuka kemungkinan bagi prinsipal dan agen untuk memperjanjikan bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab kepada konsumen pembeli atau pemakai barang yang dipasarkan oleh agen. 34
Pasal 7 menyebutkan jika tidak diperjanjiakan lain oleh para pihak: 1. Agen bertanggung jawab
kepada pihak
ketiga sebagai
pemilik
barang/pemberi jasa atas barang atau jasa yang dipasarkan oleh agen kepada konsumen pembeli/pemakai barang atau jasa tersebut. 2. Prinsipal bertanggung jawab kepada agen atas tanggung jawab agen kepada pembeli atau pemakai. 35 Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak konsumen pembeli atau pemakai barang atau jasa bahwa ia berhubungan dengan agen, bahwa agen akan bertanggung jawab atas barang, produk atau jasa yang ia berikan, perlu diberikan penegasan akan hal itu. Sebaliknya, mengingat agen adalah bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal, sepanjang tindakan agen yang menimbulkan kerugian adalah dalam batas kewenangan yang diberikan prinsipal kepada agen, adalah layak bahwa prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan agen tersebut. Namun demikian dalam hal para pihak menghendaki lain, maka hal tersebut harus dituangkan secara tegas dalam perjanjian yang akan dibuat. 36
34
Ibid., hal. 48. Ibid. 36 Ibid., hal. 49. 35
Dengan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, maka setiap pelaku usaha baik prinsipal, agen, distributor, dealer, dan pengecer yang menjual barang dan jasa secara langsung ataupun melalui pedagang perantara kepada konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas barang dan jasa tersebut dan kerugian yang diderita konsumen, selama barang tersebut tidak mengalami perubahan. Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan: 1. Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila: a) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apapun atas barang dan/jasa tersebut; b) Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual-beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai denagn contoh, mutu dan komposisi. 2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut. 37 Harus dingat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menganut tanggung jawab dengan kesalahan, hanya saja pembuktian adanya kesalahan 37
Ibid.
pelaku usaha dibebankan kepada pelaku usaha bukan kepada konsumen sebagai penggugat. Hal ini berbeda dengan tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dimana beban pembuktian tantang adanya kesalahan dibebankan kepada penggugat dalam hal ini konsumen. Pengadilan di Amerika Serikat menganut strict product liability, sehingga dalam terjadi perubahan
secara
subtansial
pertanggungjawabannya.
maka
penjual
tidak
dapat
diminta
38
Pengecualian adakalanya diberikan dalam hal perubahan substansial itu terjadi pada saat packaging dan/atau penjual mengetahui bahwa produk yang dijualnya akan mengalami perubahan secara substansial ketika sampai di tangan konsumen, sehinggga membayahakan konsumen. Dalam hal demikian penjual tetap bisa dikenakan tanggung jawab berdasarkan strict tort liability yang menganut doktrin tanggung jawab tanpa kesalahan atau liability without fault. 39 Permasalahan yang timbul dari ketentuan dalam naskah Akademis Rancangan
Undang-Undang
tentang
Keagenan
adalah
bagaimana
jika
diperjanjikan secara tegas bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab terhadap tindakan agen, karena dinyatakan dengan tegas bahwa agen bertindak atas nama dan dan untuk kepentingannya sendiri padahal dalam kenyataanya pihak prinsipal yang mengendalikan jalannya perusahaan agen, day to day operation. 40
38
Ibid., hal. 50. Steven R. Finz, Product Liability, (NY:Emanuel Law Outlines, Inc, 1993), hal. 64. 40 Suharnoko, Op. cit., hal. 51. 39
D. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Keagenan Dalam perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) terdiri dari beberapa pihak yaitu: 1. PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO), suatu badan hukum perseroan terbatas yang anggaran dasarnya telah diumumkan dan dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 08-10-1996, Nomor 81, Tambahan Nomor 8682; anggaran dasar mana telah dilakukan perubahan beberapa kali dan telah disesuaikan dengan Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana ternyata dalam Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 24-10-2008, Nomor 86, Tambahan Nomor 21129; yang dalam hal ini diwakili oleh H. Bhatara Moeda Nasution , BBA bertindak untuk dan atas nama serta mewakili perseroan yang berkedudukan di Tanjung Morawa , PO BOX 104 Medan 20362,
selanjutnya
disebut
“PIHAK
PERTAMA”.
Dimana
PT.
Perkebunan Nusantara II (PERSERO) ini sebagai pemegang saham atas PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara serta sebagai penghasil seluruh produk atau komoditas yang selaku produsen baik hasil komoditas primer maupun nonprimer. 2. PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA, suatu badan hukum perseroan terbatas yang didirikan dengan berdasarkan Akta Pendirian Nomor 4 tanggal 16 Nopember 2009, dan dengan pengesahan badan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor AHU-60488.AH.01.01.Tahun 2009, yang dalam hal
ini diwakili oleh H. Syafruddin Lubis selaku Plt. Direktur Utama, yang berwenang sesuai Anggaran Dasar perusahaan bertindak untuk dan atas nama serta mewakili PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yang beralamat kantor dan berkedudukan di Jalan Taman Cut Mutiah No.11 Jakarta Pusat, yang selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”. Dimana PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara merupakan alat perpanjangan tangan dari PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO) untuk melaksanakan pemasaran hasil produksi dari PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO). 3. Suatu badan usaha atau badan hukum yang melakukan pembelian atau melakukan transaksi atas suatu produk yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan sebagai rekanan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara atau PIHAK KEDUA adalah “PIHAK KETIGA”.
E. Prosedur Perjanjian Keagenan Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) Dalam prosedur perjanjian keagenan, maka PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yang selaku agen pemasaran menetapkan ketentuan-ketentuan yang meliputi sebagai berikut :
1. Waktu dan Tempat; (1) Waktu a. Tender Crude Palm Oil (CPO) local dilakukan sesuai dengan ketersediaan stock Crude Palm Oil (CPO);
b. Tender Crude Palm Oil (CPO) ekspor dilakukan satu atau dua bulan dalm sebulan. (2) Tempat dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak. 2. Syarat-Syarat Menjadi Pembeli; 3. Tata Cara Penjualan; (1) Tender a. Volume yang akan ditenderkan berdasarkan pengajuan dari produsen dengan kondisi penyerahan FOB (Free On Board) 41, Franco Pabrik Pembeli, Loco Tanki Kebun, Franco Tanki Timbun Pelabuhan (Truck Lossing) 42 dengan mutu ALB 43 5%; b. Pembeli dapat hadir langsung atau menyampaikan penawaran melalui facsimile/surat sesuai undangan; c. Harga penawaran lokal diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN 10%, sedangkan untuk penawaran ekspor dalam US$Cent/Kg; d. Pembeli menyampaikan harga penawaran dengan volume sesuai yang ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan;
41
FOB (Free On Board) adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penetuan harga yang menyatakan bahwa risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai ke atas kapal di pelabuhan muat ditanggung oleh penjual. 42 Truck Lossing adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penetuan harga yang menyatakan bahwa risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai turun dari atas truk di tempat kedatangan barang yang dikirim ditanggung oleh penjualan. 43 ALB (Asam Lemak Bebas) merupakan salah satu zat yang terkandung dalam komoditi Crude Palm Oil (CPO), yang berpengaruh terhadap kualitas/mutu.
e. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price idea dinyatakan sebagai pemenang tender; f. Apabila dua pembeli atau lebih dengan penawaran harga yang sama dan sudah melebihi price idea atau sama dengan price idea untuk volume serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume tersebut dibagi secara proporsional. Apabila harga penawaran sama tetapi dibawah price idea maka ditawarkan kembali kepada penawar yang sama dengan volume dibagi secara proposional untuk mendapatkan harga tertinggi dan ditetapkan sebagai pemenang. Bila penawar tersebut tidak dapat menaikkan harga, maka volume tersebut ditawarkan kepada pembeli lain, dan apabila pembeli lainnya tidak bersedia, maka tender dinyatakan withdrawn; 44 g. Bila harga penawaran dari pembeli tidak mencapai price idea, maka ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila penawar tertinggi pertama tidak bersedia, maka ditawarkan kepada penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak bersedia, maka barang ditawarkan kepada pembeli lainya pada saat pelaksanaan tender, dan apabila pembeli lainnya tidak bersedia, maka tender dinyatakan withdrawn; h. Tender dilaksanakan secara terbuka, diawali dengan pengiriman undangan kepada para pembeli yang sudah terdaftar dengan
44
Withdrawn adalah penarikan kembali penawaran karena belum tercapainya harga.
mencantumkan : tanggal, waktu, tempat, produsen, kondisi penyerahan dan volume yang ditenderkan; i. Hasil tender dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh pelaksana penjualan dan pembeli sebagai saksi. (2) Bid Offer a. Penjualan bid offer dilakukan dengan mengajukan penawaran kepada pembeli; b. Minyak sawit yang ditawarkan berdasarkan volume, mutu dan kondisi pnyerahan FOB (FOB Pelabuhan Muat), Franco Pabrik Pembeli, Loco Kebun, Franco Tanki Timbun Pelabuhan (Truck Lossing); c. Harga penawaran local diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN 10% (sepuluh
persen),
sedangkan
untuk
penawaran
ekspor
dalam
US$Cent/Kg; d. Harga yang disetujui berdasarkan kepada harga tender yang terjadi atau minimal sama dengan price idea. (3) Long Term Contract (LTC) a. Jangka waktu long term contract ditetapkan atas dasar kesepakatan pembeli dan penjual aitu 3 (tiga) bulan atau 6 (enam) bulan;
b. Efektif masa berlaku long term contract adalah pada awal bulan setelah mendapat persetujuan dari calon pembeli yang akan terikat kontrak jangka panjang untuk jangka waktu tertentu; c. Long term contract dapat diubah, dibatalkan atau diperpanjang atas usulan
dari
salah
satu
pihak,
yang
pelaksanaan
dan
dasarperhitungannya harus disetujui kedua belah pihak (pembeli dan penjual); d. Peraturan mengenia penyerahan barang, penalty dan lain-lain diberlakukan sama dengan ketentuan tender. 4. Kontrak Penjualan; 5. Cara Pembayaran; 6. Penyerahan/Pengapalan; 7. Klaim; (1) Khusus untk kontrak penjualan dengan syarat penyerahan loko tanki timbun penjual atau FOB (Free On Board), klaim mutu minyak sawit ditempat pembongkaran tujuan tdak dapat diterima; (2) Klaim mutu atas penyerahan minyak sawit ALB dibawah/diatas mutu yang tercantum dalam kontrak, penyelesaian penalty/premi berdasarkan formula yang berlaku sebagai berikut :
a. ALB 5,01% s/d 5,99%
= Proporsional dari ALB standard
b. ALB 6% s/d 6,99%
= Selsih dari ALB standard 2 x
c. ALB 7% s/d 10%
= Selsih dari ALB standard 3 x
d. ALB 10,01% s/d 14,99%
= Selisih batas ALB negoisasi (ALB 10%)
dengan ALB standard (5%) x 4. Contoh : Realisasi 14,2%, maka (10%-5%) x 4 = 20%. e. ALB 15% s/d 19,99%
= Selisih batas ALB negoisasi (10%) dengan
ALB standard (5%) x 5. Contoh : Realisasi 17,3%, maka (10%-5%) x 5 = 25%. f. ALB >20%
= Selisih batas ALB negoisasi (10%) dengan
ALB standard (5%) x 6. Contoh : Realisasi 21,5%, maka (10%-5%) x 6 = 30%. (3) Toleransi selisih volume Crude Palm Oil (CPO) yang diserahkan Franco Pabrik Pembeli dan Loco Pabrik Penjual di hitung per party (DO) dengan toleransi ± 0,3% (nol koma tiga persen) dan selisih volume Crude Palm Oil (CPO) yang diserahkan
FOB (Free On Board) pelabuhan muat
dihitung per partai dengan toleransi ± 0,5% (nol koma lima persen); (4) ALB minak sawit yang diserahkan Franco Pabrik Permbeli / Loco Kebun, dihitung per Intruksi Penyerahan (IP) atau Delevery Order (DO) per partai, bukan berdasarkan penyerahan per truk tanki/wagon kereta api;
(5) Penyampain klaim mutu/volume (lebh/kurang), harus dilengkapi laporan dari independen surveyor 45 yang dituangkan didalam berita acara hasil pemeriksaan; (6) Perhitungan klaim mutu yang diperkenankan adalah alat ukur Tanki Timbun darat (sounding 46 darat); (7) Klaim mutu/volume hanya dapat diajukan pembeli sebelum dilakukan penyerahan barang dari tanki timbun darat sesuai ketentuan dan syarat penyerahan barang. 8. Sanksi. (1) Sanksi Terlambat Bayar a. Apabila pembeli atau pihak ketiga dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari kalender belum melunasi pembayaran, kepada pembeli atau pihak ketiga dikenakan overdue interest 47 sebesar suku bunga kredit komersial Bank yang sudah ditentukan sampai dengan hari pembatalan kontrak; b. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dari tanggal batas akhir pembayaran namun pembeli belum melunasi pembayaran, maka
45
Independent Surveyor adalah lembaga survey yang hasil perkerjaannya dijamin objektif dan tidak dapat dipengaruhi oleh pembeli maupun penjual. 46 Sounding adalah pengukuran volume barang cair dengan menggunakan alat sound meter. 47 Overdue Interest adalah tingkat bunga yang dikenakan atas nilai barang karena keterlambatandidalam melaksanakan pembayaran atau penyerahan.
penjual dapat membatalkan kontrak penjualan dan penjual berhak mencairkan uang yang dijamin pembeli atau pihak ketiga; c. Apabila terjadi selisih harga kontrak penjualan yang dibatalkan dengan kondisi harga jual pada saat pembatalan maka selisih harga yang merugikan penjual dibebankan kepada pembeli atau pihak ketiga; d. Selama overdue interest dan selisih harga belum dilunasi, maka pembeli bersangkutan tidak dapat mengikuti tender dan membeli produk lainnya dari penjual/produsen. (2) Sanksi Terlambat Serah a. Apabila produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II terlambat menyerahkan/mengapalkan barang selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari dari tanggal penerbitan Intruksi Penerbitan, maka untuk setiap hari keterlambatan produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II dikenakan overdue interest sebesar suku bunga kredit komersial Bank Mandoro dari jumlah sisa barang yang sebelum diserahkan; b. Apabila penyerahan barang mengalami keterlambatan yang disebabkan oleh keterbatasan daya tamping gudang pembeli, maka produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II tidak dapat dikenakan penalti atau klaim mutu; c. Apabila pada saat kedatangan kapal pada bulan pengapalan barang belum cukup tersedia sehingga kapal harus menunggu, sepanjang
pemberitahuan kedatangan kapal sudah diterima oleh penjual 7 (tujuh) hari sebelum kapal tiba, produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II dikenakan demurrage 48 selama hari menunggu sesuai dengan tariff umum yang berlaku; d. Terhadap kontrak penjualan yang telah dibayar atau L/C-nya telah dibuka, namun sampai dengan maksimal 2 (dua) bulan dari jangka waktu penyerahan/pengapalan barang belum dikapalkan, maka segala resiko yang timbul diluar tanggung jawab penjual.
48
Demurrage adalah biaya perpanjangan waktu sandar kapal karena keterlambatan pemuatan barang.