BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat bermanfaat bagi masyarakat, selain menghasilkan kayu dan non kayu, hutan juga menghasilkan jasa lingkungan untuk rekreasi, pencegahan erosi, perlindungan dan peningkatan kesuburan tanah. Hutan merupakan kesatuan utuh antara bermacam-macam populasi flora dan fauna dengan lingkungannya. Interaksi ini membentuk sistem yang dinamis dan seimbang, tetapi sistem tersebut sering terganggu oleh campur tangan manusia yang mengubah tingkat keseimbangan yang semula berjalan alami (Peter 1988). Hutan yang terdapat di Indonesia sebagian besar adalah hutan tropis. Dalam berbagai keadaan, hutan tropis yang ada masih utuh, tetapi ada yang rusak menjadi padang alang-alang atau hutan belukar karena diganggu oleh manusia. Tipe hutan tropis di Indonesia ada yang berupa hutan alam (Arnucariaceae) yang terdapat di Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya; dan ada juga yang berupa hutan tanaman/hutan hujan (Dipterocarpaceae) yang terdapat di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Ciri hutan tropis adalah tumbuh dan berkembang secara alami, terdiri dari banyak jenis dan efisien dalam komposisi ruang, baik dalam tanah maupun vegetasi di atas permukaan tanah (Haeruman 1980).
2
Hutan tropis adalah hutan yang paling tinggi perkembangannya dan paling kompleks diantara bentuk hutan lainnya. Hutan ini merupakan hutan yang lebat dan selalu hijau dengan kerapatan yang tinggi, tetapi kurang luas penyebarannya. Hutan ini dijumpai pada suhu < 18º C, dengan curah hujan antara 1200 – 1600 mm/tahun, dan kelembaban kurang dari 80%. Bulan kering cukup berpengaruh terhadap perkembangan hutan ini. Hutan tropis tersusun atas beberapa tajuk di kanopi utama yang umumnya merupakan lapisan kedua yang tersusun atas beberapa tajuk, lapisan kedua tersusun atas pohon tinggi, ramping setinggi 30 – 40 meter. Di lapisan kedua ini menjulang pohon-pohon (Daniel 1987). Hampir 20% penyebab kerusakan hutan di Indonesia disebabkan oleh perambah hutan. Para perambah menebang dan membabat pohon dengan sistem habis, termasuk tumbuhan berdiameter kurang dari 55 – 85 cm. Perambahan dan kerusakan hutan terjadi juga pada hutan lindung, hutan produksi, maupun hutan wisata lainnya (Saefuddin 1986). Kegiatan perambahan ini tidak mutlak dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di dalam maupun di sekitar kawasan hutan. Di beberapa tempat seperti Kalimantan Timur, perambahan hutan dilakukan oleh para pendatang. Kegiatan perambahan berdampak negatif bagi kelestarian sumber daya alam, tanah, dan air, apabila melebihi daya dukung lahan yang ada. Kerusakan hutan akibat perambahan hutan tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara lain seperti Filipina, Malaysia, Thailand, dan Bangladesh (Anonim 1993) Kawasan konservasi adalah suatu kawasan yang terdiri atas lahan di suatu tempat dengan luas tertentu, yang perlu dilindungi, dan dapat dimanfaatkan secara
3
bijaksana. Salah satu bentuk kawasan konservasi tersebut adalah hutan wisata. Hutan wisata merupakan suatu kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata (Anonim 1967). Tujuan konservasi adalah sebagai berikut : 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan. 2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Hutan wisata merupakan salah satu wisata alam yang potensial untuk dikembangkan, karena hutan wisata dapat menggabungkan fungsi ekonomis dan konservasi sumber daya alam serta hutan (Anonim 1967). Dengan dimanfaatkannya hutan wisata untuk kepentingan rekreasi, maka akibatnya hutan menjadi kurang terlindungi. Komunitas flora dan fauna di hutan wisata menjadi rentan terhadap gangguan manusia. Salah satu penyebabnya adalah adanya jalan yang dibuka bagi pengunjung yang dapat masuk dengan leluasa ke dalam hutan. Pelestarian hutan dapat terjadi apabila manusia mampu menjaga ekosistem lingkungan, antara lain perlindungan terhadap komunitas flora dan fauna. Untuk mempertahankan keanekaragaman jenis yang tinggi, pengelolaan hutan wisata harus baik. Pengelolaan itu mencakup perlindungan jenis satwa, tumbuhan, dan ekosistem lainnya secara terpadu (Anonim 1994) Hutan Wisata Tangkiling merupakan salah satu hutan wisata alam yang cukup potensial untuk dikembangkan. Hutan wisata ini terletak sekitar 40 kilometer di Barat Laut dari Palangkaraya, Ibukota Kalimantan Tengah. Hutan wisata ini dibelah oleh aliran Sungai Rungan (sungai utama) dan Sungai Tahai
4
(anak sungai), dan dibatasi oleh suatu kumpulan bukit yang disebut Bukit Tangkiling. Di dalam hutan wisata ini banyak terdapat keanekaragaman jenis flora dan fauna yang belum diketahui oleh masyarakat secara luas. Hutan ini akan memberi manfaat dan keuntungan yang besar apabila dikelola secara profesional untuk tujuan pariwisata. Bertolak dari uraian di atas dan karena minimnya informasi tentang keanekaragaman tumbuhan, khususnya pohon,
di kawasan Hutan Wisata
Tangkiling, maka perlu diadakan penelitian tentang komunitas pohon di kawasan Hutan Wisata Tangkiling.
I.2. Permasalahan 1. Bagaimana komunitas pohon di kawasan Hutan Wisata Tangkiling berdasarkan indeks diversitas (H’), indeks Richness (R1), indeks Similiaritas dan Densitas? 2. Bagaimana hubungan parameter fisik dan kimia dengan komunitas pohon di kawasan Hutan Wisata Tangkiling?
I.3. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui komunitas pohon di kawasan Hutan Wisata Tangkiling berdasarkan indeks diversitas (H’), indeks Richness (R1), indeks Similiaritas dan Densitas. 2. Untuk mengetahui hubungan parameter fisik dan kimia dengan komunitas pohon di kawasan Hutan Wisata Tangkiling.
5
I.4. Manfaat Penelitian 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai informasi dasar untuk kepentingan monitoring, konservasi dan pengelolaan Hutan Wisata Tangkiling. 2. Memberikan manfaat sebagai informasi tentang keanekaragaman pohon di Hutan Wisata Tangkiling.